Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geodesi satelit dapat didefinisikan sebagai sub-bidang ilmu geodesi yang
menggunakan bantuan satelit (alam maupun buatan) untuk menyelesikan problemproblem geodesi. (Seeber 1983). Geodesi satelit meliputi teknik-teknik pengamatan dan
perhitungan yang digunakan untuk menyelesaikan masalh geodesi dengan menggunakan
pengukuran-pengukuran yang teliti ke, dari, dan antara satelit buatan yang umumnya
dekat dengan permukaan bumi.
Dalam menentukan posisi suatu titik dipermukaan bumi dapat dilakukan dengan
cara astronomi dan geodetik. Posisi astronomis dinyatakan dengan bujur dan lintang
astronomis. Sedangkan posisi astronomis itu sendiri dapat didefinisikan sebagai posisi
setiap titik dipermukaan bumi diwakili oleh posisi zenit astronomi titik itu di bola langit.
Penentuan posisi secara astronomi ini terlebih dahulu harus melakukan
pengamatan matahari. Praktikum pengamatan matahari ini dilakukan untuk mendapatkan
sudut azimuth matahari.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan praktikum pengamatan matahari ini adalah :

Mahasiswa memahami konsep penentuan posisi secara astronomis

Mahasiswa melakukan pengamatan matahari dengan menggunakan prinsip


prinsip pengamatan matahari yang benar

Mahasiswa mampu mengidentifikasi kondisi matahari mana yang bisa diamati dan
tidak

Mahasiswa mampu menghitung azimuth matahari dari data yang telah diperoleh
pada praktikum ini

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Astronomi Geodesi


Sistem Astronomi merupakan sistem geodesi satelit paling tua yang berbasiskan
pengamatan pada bintang. Meski terbatas, sistem ini masih digunakan sampai saat ini untuk
keperluan keperluan khusus. Sesuai namanya astronomi geodesi merupakan suatu metode
dalam penentuan posisi dengan mengamati bintang ataupun benda langit lainnya. Astronomi
geodesi merupakan salah satu cara untuk menetukkan sudut jurusan dari dari dua buah titik
yang ada di permukaan bumi. Pengamatan yang paling sering dilakukan adalah pengamatan
matahari.
2.2 Azimuth
Azimuth berfungsi untuk mendapatkan arah suatu sisi terhadap arah utara. Pada alat ukur
yang dilengkapi dengan kompas, pembacaan sudut horisontalnya ada ketentuan bahwa
azimuth adalah besar sudut yang dimulai dari arah utara atau selatan jarum magnet sampai
obyektif garis bidik yang besarnya sama dengan angka pembacaan. Azimuth dapat
didapatkan melalui beberapa cara, yaitu :
-

Cara Lokal
Pengikatan pada dua buah titik tetap
Dengan kompas
Pengamatan Astronomis

2.3 Pengamatan Tinggi Matahari


Pengukuran azimuth geografi dengan pengamatan tinggi matahari dapat dilakukan
dengan cara ditadah, filter dan prisma roelofs. Pengamatan dilakukan dengan menempatkan
penadah atau tabir, di belakang lensa okuler, penadah tersebut bisa sebuah kertas putih,
sebagai layar yang menangkap bayangan matahari dan bayangan benang diafragma.
Bayangan yang jelas dapat diatur sedemikian r-rpa dengan menekan tromol pengatur
bayangan atau fokus.

2.1 Gambar azimuth matahari


2.4 Koreksi 1/2 d sudut vertikal
Pembidikan dikakukan terhadap tepi-tepi matahari, untuk mendapatkan tinggi ke pusat
matahari, maka sudut vertikal harus diberi koreksi t/z diameter bayangan matahari. ('d)
adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan stasiun pengamatan ke tepi-tepi
matahari. Makanya dinyatakan dalam satuan sudut. Namun karena jarak rnatahari ke burni
berubah-ubah, maka harga d juga berubah-ubah sesuai dengan jarak bumi. Pada bulan
Desember nilai d adalah 32'34" sedangkan pada bulan Juli nilainya 31 '35" . Untuk keperluan
hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32'. Koreksi d yang diberikan pada sudut
vertikal tergantung pada kuadran berapa bayangan matahari ditempatkan.

2.2 Gambar Sistem kuadran dalam Geodesi

2.5 Koreksi d sudut horizontal


Koreksi d ini tidak hanya diberikan kesudut horizontal saja, akan tetapi juga diberikan
ke sudut horizontal yang tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan sudut ke pusat matahari.
Pemakaian tanda (+) / (-) juga dipengaruhi posisi bayangan, matahari dalam sistem kuadran.

2.3 Gambar sistem koreksi Diameter untuk sudut horizontal

2.6 Koreksi Paralaks dan Refraksi


4

Koreksi Paralaks horizontal

2.4 Gambar Koreksi Paralaks Horizontal


Dimana:
D : jarak dari burni ke matahari (C-M)
Z' : sudut zenith pengamat
Z : sudut zenith geosentris
p : Z'-Z : paralaks horizontal
R : jari-jari bumi (C-O)
Perhatikan segitiga OCM

Secara pendekatan

Jika Z ' : 90", maka diperoleh paralaks horizontal :

Harga paralaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada Almanak Matahari
dan bintang.
-

Koreksi Refraksi
Faktor alam, seperti temperatur, tekanan, dan kelembaban udara adalah hal yang
sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang dilakukan. Hal ini jelas diketahui
karena dapat memberikan efek pemuaian ataupun melengkungnya sinar yang masuk
ke dalam teropong (refiaksi). Semua gejala ini dialami oleh hasil pengukuran sejak
rnulai dari target yang dibidik sampai didalarn teropong itu sendiri. Oleh karenanya
jadi diperlukan koreksi. Harga koreksi refraksi tersebut dapat diperoleh dari tabel
pada Almanak tahunan Matahari dan Bintang, dengan rumus sebagai berikut :

Dimana:
Rm

:Koreksi refraksi menengah ( pada p '=760mmHg ; t : l0"C; kelembaban nisbi


60%) dengan argumen adalah tinggi ukuran dari matahari.

Cp

:Faktor koreksi barometric, dengan argumen adalah tekanan udara stasion


pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasion pengamat.

Cl

:Factor koreksi temperature, dengan argument adalah temperatur udara stasion


pengamat.

2.7 Segitiga Astronomi


Segitiga astronomi adalah segitiga bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar yang
dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang diamati dan sebuah titik kutub
( lndonesia mengambil kutub utara sebagai acuan). Penentuan azimuth geografi dengan
metoda pengamatan tinggi matahari diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan
data :
-

Tinggi matahari (h) diperoleh dari hasil pengamatan dari stasion pengamat.
Deklinasi matahari (6) yang diperoleh dari tabel pada almanak matahari dan bintang

dengan argument adalah waktu, tanggal dan tahun pengamatan.


Lintang (g) stasion pengamat yang diperoleh dari hasil interpolasi peta, yaitu dari peta
topografi daerah pengamatan.
6

2.5 Gambar Bola Langit, posisi bintang terhadap Bumi dinyatakan A dan Z.

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1 Pelaksanaan Pengukuran

Surveyor

Waktu Pelaksanaan

: Kelompok 2

o Hari, tanggal

: Rabu, 30 Mei 2012

o Jam

: 06.00 07.45 BBWI

Tempat Pelaksanaan : Jurusan Teknik Geomatika ITS

Kondisi Cuaca

: Cerah

3.2 Peralatan :
1.
2.
3.
4.

Theodolit merk Nikon NT 3D


Paku payung
Statif
Alat tulis (Kertas HVS dan bolpoin)

3.3 Diagram Alur Pelaksanaan Praktikum:

PERSIAPAN

PERENCANAAN

ORIENTASI MEDAN

PENGAMBILAN DATA/ PRAKTIKUM

PENGOLAHAN DATA

PEMBUATAN LAPORAN
KETERANGAN:
1. Persiapan : Kegiatan ini meliputi penentuan waktu praktikum serta tempat yang akan
digunakan praktikum.
2. Perencanaan : Kegiatan pada tahap ini adalah peminjaman alat yang akan digunakan
dalam pengukuran dilapangan. Sebelum melakukan pengukuran di persiapkan terlebih
dahulu tempat yang akan digunakan untuk penempatan alat sebagai tempat untuk
membidik tinggi bangunan sekaligus pengamatan matahari.
8

3. Orientasi medan : Kegiatan dalam tahap ini adalah melihat medan/ tempat yang akan
digunakan untuk praktikum yang bertujuan untuk menentukan metode yang akan
digunakan dan penempatan titik untuk pengamatan matahari.
4. Pengambilan data : Kegiatan ini adalah praktikum dilapangan, yaitu di tanah lapang
sebelah timur jurusan Teknik Geomatika untuk pengamatan matahari.
5. Pengolahan data : Kegiatan yang dilakukan adalah mengolah data yang telah didapat
yaitu menghitung deklinasi matahari dari data yang telah didapat.
6. Pembuatan laporan : Setelah praktikum selesai membuat laporan dari praktikum yang
telah dilakukan dilapangan dan hasil pengamatan matahari di lapangan.
3.4 Metode Pelaksanaan
1. Hal pertama yang dilakukan adalah penentuan tempat yang akan digunakan untuk
pengamatan matahari.
2. Setelah diketahui tempat yang akan digunakan untuk pengamatan matahari ,
kemudian tentukan titik yang akan digunakan untuk tempat berdirinya alat.
3.

Selanjutnya dirikan alat di titik yang telah ditentukan


Arahkan teropong kearah matahari. Pada saat mengarahkan teropong kearah
matahari, letakan selembar kertas HVS putih di depan lensa okuler, kemudian
amati bayangan matahari yang ada pada kertas HVS dengan visier. Atur fokus
teropong theodolit sehingga bayangan matahari yang ada pada HVS menyentuh
sumbu. Dengan menggunakan sekrup halus horisontal dan vertikal tempatkan bayangan
matahari ke dalam kwadran( sesuai dengan waktu pengarnatan). Dengan sekrup gerak
halus horisontal temparkan tepi bayangan matahari pada benang vertikal.

4. Posisi pengamat membelakangi matahari dan menghadap pada kertas tadi.


Longgarkan sekrup pengunci horisontal dan vertikal, sehingga mudah untuk
mengatur gerakkan teropong yang mengarah ke matahari sedemikian rupa
sehingga bayangan matahari terlihat yang merupakan lingkaran penuh pada kertas
5.

tadah.
Kunci sekrup pengunci gerakan horisontal dan vertikal kemudian bayangan
matahari dipertajam dengan menggunakan pengatur fokus dan benang diafragma

diperjelas dengan pengatur benang diafrgma.


6. Setelah bayangan matahari sudah tampak dengan jelas di HVS, maka baca sudut
vertikal dan horisontal pada theodolit melalui lensa okuler dan tidak lupa untuk
menutup teropong dengan buku atau sejenisnya supaya cahaya matahari tidak
masuk ke dalam teropong.
7. Lakukan langkah kedua hingga keenam sebanyak tiga kali pengamatan untuk tiap
sub kelompok.
9

8. Hitung hasil dari data yang telah didapat, maka akan mendapatkan hasil
pengamatan dan hasil penghitungan azimuth matahari.

BAB IV
HASIL DAN ANALISA
Pengamatan matahari dilakukan pada hari Rabu tanggal 30 Mei
2012. Dari keadaan waktu dan lapangan diketahui data :
-

Koordinat pengamat
: -701646,8 LS dan 1120 4743 BT
0
Deklinasi
: 21 4745,7
Suhu
: 28,50 C
Tekanan
: 760 mmHg
4.1

Hasil Perhitungan Kelompok 2A

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
TEKNIK GEOMATIKA

10

LEMBAR PENGAMATAN MATAHARI


UNTUK PENENTUAN AZIMUT METODE TINGGI MATAHARI
TITIK PENGAMAT
TITIK ACUAN
TGL PENGAMATAN
DAERAH

: T-2
: PENANGKAL PETIR GEDUNG
RISET
: 30 MEI 2012
: TEKNIK GEOMATIKA
: KELOMPOK
2A

PENGAMAT

KEDUDUKAN TEROPONG
KWADRAN

B
I

NO.
THEODOLIT
BAYANGAN
DALAM
THEODOLIT
CARA
PENGUKURAN

LB
I

LB
III

: NIKON NT3D
: TEGAK
: TADAH

B
III

KEDUDUKAN MATAHARI
(SEBENARNYA)

WAKTU PENGAMATAN
BACAAN LINGKARAN
TEGAK TERHADAP TEPI
PUSAT MATAHARI KOREKSI
1/2 D
TINGGI PUSAT MATAHARI =
hu
Rm
Cp
Ct
R
P

6:47:41,22

6:50:17,13

7:00:22,73

7:09:58,10

16O950

16O4920

18O1610

20O3305

-1548,2

-1548,2

1548,2

1548,2

15O541,8
200,5134
1
0,9385
188,1818
8,5

18O3158,2
171,0250
1
0,9385
160,5069
8,3467

TINGGI MATAHARI SEJATI (hs)


BACAAN LINGKARAN
MENDATAR:
- KE TITIK ACUAN (hs)
- KE TEPI/PUSAT MATAHARI
(HM)
SUDUT HORISONTAL:
- TERHADAP TEPI MATAHARI

15O512,12

16O3331,8
192,3264
1
0,9385
180,4983
8,4441
16O3039,75

20O4853,2
151,1447
1
0,9385
141,8493
8,2185
20O4639,57

61O4640

241O4640

241O4640

61O4640

344O1940

164O0725

164O1815

343O2240

77O2700

77O3915

77O2825

78O2400

-1625,92

-1629,23

1640,06

1654,41

( ' )

18O2926,04

KOREKSI 1/2D / cos hu

( )
- TERHADAP PUSAT
MATAHARI

( )

DEKLINASI

( )

( P , MATAHARI )
PA

77 1034,08
21 O4743,2
64O4932,51
142O06.59

77O2245,77

21O4744,2
64O3829,95

142O115,72

77 455,06
21O4748
64O336,82
141O4841,88

78O4054,41

21O4751,7
63O1947,06

142O041,47

11

RATA-RATA

4.2

PA

141O5741,42

Hasil Perhitungan Kelompok 2B

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
TEKNIK GEOMATIKA
LEMBAR PENGAMATAN MATAHARI
UNTUK PENENTUAN AZIMUT METODE TINGGI MATAHARI
TITIK PENGAMAT
TITIK ACUAN
TGL PENGAMATAN
DAERAH
PENGAMAT

KEDUDUKAN TEROPONG
KWADRAN

: T-2
: PENANGKAL PETIR GEDUNG
RISET
: 30 MEI 2012
: TEKNIK GEOMATIKA
: KELOMPOK
2B

B
II

LB
II

NO.
THEODOLIT
BAYANGAN
DALAM
THEODOLIT
CARA
PENGUKURAN

LB
IV

: NIKON NT3D
: TEGAK

: TADAH

B
IV

KEDUDUKAN MATAHARI
(SEBENARNYA)

WAKTU PENGAMATAN
BACAAN LINGKARAN
TEGAK TERHADAP TEPI
PUSAT MATAHARI KOREKSI
1/2 D
TINGGI PUSAT MATAHARI =
hu
Rm
Cp
Ct
R
P
TINGGI MATAHARI SEJATI (hs)
BACAAN LINGKARAN
MENDATAR:
- KE TITIK ACUAN (hs)
- KE TEPI/PUSAT MATAHARI
(HM)
SUDUT HORISONTAL:
- TERHADAP TEPI MATAHARI

( ' )

7:32:24,46

7:26:9,82

7:37:38

7:33:53,87

25O3130

24O220

27O1000

26O2203

1548,2

1548,2

-1548,2

-1548,2

25O4718,2
119,2792
1
0,9385
111,9435
7,9212
25O4534,18

24O188,2
127,5770
1
0,9385
119,7310
8
24O1616,47

26O5411,8
113,6643
1
0,9385
106,6739
7,8097
26O5232,94

26O3614,8
115,1190
1
0,9385
108,0392
7,8396
26O3434,6

164O4515

344O0515

344O0515

164O4515

83O5525

264O2610

264O0345

84O2330

80O4950

79O395

80O130

80O2145

-1733,08
80O3216,92

-1720,39
79O2144,61

1743,28
80O1913,28

KOREKSI 1/2D / cos hu

( )
- TERHADAP PUSAT

1740,48
80O3925,48

12

MATAHARI

( )

DEKLINASI

( )

( P , MATAHARI )
PA

21O480,2

21O4757,9

21O482,2

21O480,8

61O2918,07

62O439,08
141O2623,6
9

61O119,85

61O858,80
141O4824,2
8

142O134,99

RATA-RATA

4.3

PA

141O2033,13

141O3914,02

Hasil Perhitungan Kelompok 2C

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
TEKNIK GEOMATIKA
LEMBAR PENGAMATAN MATAHARI
UNTUK PENENTUAN AZIMUT METODE TINGGI MATAHARI
TITIK PENGAMAT
TITIK ACUAN
TGL PENGAMATAN
DAERAH
PENGAMAT

KEDUDUKAN TEROPONG
KWADRAN

: T-2
: PENANGKAL PETIR GEDUNG
RISET
: 30 MEI 2012
: TEKNIK GEOMATIKA
: KELOMPOK
2C

B
I

LB
I

NO.
THEODOLIT
BAYANGAN
DALAM
THEODOLIT
CARA
PENGUKURAN

LB
III

: NIKON NT3D
: TEGAK

: TADAH

B
III

KEDUDUKAN MATAHARI
(SEBENARNYA)

WAKTU PENGAMATAN
BACAAN LINGKARAN
TEGAK TERHADAP TEPI
PUSAT MATAHARI KOREKSI
1/2 D
TINGGI PUSAT MATAHARI =
hu
Rm
Cp
Ct
R
P
TINGGI MATAHARI SEJATI (hs)
BACAAN LINGKARAN
MENDATAR:
- KE TITIK ACUAN (hs)

7:44:38,20

7:49:8,54

7:50:36,08

7:52:51

28O4110

29O1245

28O5955

29O3000

-1548,2

-1548,2

1548,2

28O2521,8
106,5978
1
0,9385
100,0420
7,7577
28O2349,52

262O2720

28O5656,8
104,3137
1
0,9385
97,8984
7,7051
28O5526,61

29O1543,2
102,9996
1
0,9385
96,6651
7,6738

82O2730

82O2730

29O1414,21

1548,2
29O4548,2
100,9228
1
0,9385
94,7160
7,6237
29O4421,11

262O2720

13

- KE TEPI/PUSAT MATAHARI
(HM)
SUDUT HORISONTAL:
- TERHADAP TEPI MATAHARI

( ' )

180O2630

0O1155

0O3845

180O2550

82O0050

82O1535

81O4845

82O0130

-1758,16

-183,6

186,89

1812,29

KOREKSI 1/2D / cos hu

( )
- TERHADAP PUSAT
MATAHARI

( )

DEKLINASI

( )

( P , MATAHARI )
PA

RATA-RATA

82O1942,29

81 4251,8

81 5731,4

82 0651,89

21O484,9

21O486,6

21O487,1

60O214,07

60O629,65

59O5741,20

21O488
59O4319,42

142O355,87

142O41,05

142O433,09

142O31,71

PA

142O352,93

Dari data di atas dapat diketahui bahwa pengamatan tinggi


matahari menggunakan sistem tadah sehingga diperlukan koreksi D.
Koreksi D disini dikoreksikan terhadap sudut vertikal (90 0 bacaan
sudut vertikal) dan sudut horizontal. Kedudukan matahari yang dihitung
pada gambar di atas merupakan kedudukan matahari sebenarnya, bukan
bayangannya. Oleh karena itu nilai koreksi D tergantung letak
kedudukan matahari. Nilai yang dimaksud di sini adalah nilai + dan - .
Sehingga diperoleh tinggi matahari (hu) dari sudut vertikal nilai koreksi
D.
Untuk memperoleh tinggi sejati (hs) diperlukan koreksi refraksi
dan koreksi paralaks. Koreksi refraksi diperoleh dari :
R=Rm x Cp x Ct

Rm (refraksi menengah) merupakan refraksi normal, yang nilainya


diketahui dari besarnya hu yang dilihat di tabel VI almanak. Untuk
memperoleh nilai Rm yang tepat maka harus di interpolasi terlebih
dahulu. Contoh interpolasi :
28 25 21,8 20 '
Rm107,0
=
'
105,5107,0
40 20'
Rm

106,5978

14

Untuk nilai koefisien tekanan dapat melihat tabel VIIa dan untuk koefisien suhu dapat dilihat
di tabel VIII. Jika sudah diketahui semuanya maka dapat diperoleh harga refraksi. Koreksi
paralaks juga diperoleh berdasarkan harga hu yang diinterpolasi pada tabel IX.
Jika sudah diperoleh nilai koreksi refraksi dan koreksi paralaks, maka dapat
diperoleh tinggi sejati (hs) yaitu dengan rumus :
hs=huR+ p
Sudut

horizontal

terhadap

tepi

matahari

diperoleh

dari

pengurangan bacaan sudut horizontal ke titik dengan bacaan sudut


horizontal ke tepi matahari. Seperti halnya sudut vertikal, sudut horizontal
juga perlu dikoreksi dengan D. Namun koreksi disini berbeda dengan
sudut vertikal. Besar koreksi diperoleh dari :
1
D
1
2
koreksi D=
2
cos hu
Hasil pengurangannya merupakan besar sudut horizontal terhadap pusat
matahari.
Besarnya deklinasi matahari ditentukan oleh waktu pengamatan.
Meskipun hari dan tanggal pengamatan sama, namun nilai deklinasinya
berbeda. Hal ini dikarenakan deklinasi berubah tiap jamnya. Oleh sebab
itu, nilai deklinasi pada ketiga tabel di atas berbeda. Perubahan deklinasi
per jam dapat dilihat pada tabel I almanak.
Z merupakan sudut azimuth dari titik pengamat ke matahari. Nilai
Z diperoleh dari :
Z =

sin sin h x sin


cos h x cos
cos

Dengan h = tinggi sejati (hs)


= lintang pengamat
PA merupakan azimuth titik pengamat ke titik acuan. Diperoleh dari :
PA =Z + sudut horisontal ke pusat matahari( )

15

A
Z

Dari ketiga tabel di atas dapat diperoleh selisih pengukuran

|SELISIH 1-2|
|SELISIH 2-3|
|SELISIH 1-3|

SELISIH PENGUKURAN
1
2
3
141,961 141,653 142,064
5
9
7 O '
"
0,30760
1
9
0 8 27,39
0,41080
2
7
0 4 38,91
0,10319
9
0 6 11,52

Kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil dari perhitungan berbeda jauh


dari data yang 1 dengan data lainnya sehingga menyebabkan pengukuran tidak presisi.
Tidak presisinya hasil penghitungan tersebut di antaranya disebabkan oleh:
- Alatnya tidak center
- Bayangan matahari tidak jatuh tepat bersinggungan dgn benang diafragma
- Rentang waktu antar pengamatan terlalu jauh sehingga kemungkinan terjadi
kesalahan cukup besar
- Waktu yg tercatat kurang tepat
- Alat ukur yg sudah harus dikalibrasi

16

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari

praktikum

pengukuran

pengamatan

matahari

yang

telah

dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Pengukuran yang digunakan adalah pengamatan matahari dengan
metode tadah.
17

2. Pada pengukuran azimuth matahari dibutuhkan posisi lintang


pengamat, waktu pengamatan, sudut horisontal, sudut vertikal
(zenith) matahari, suhu, dan tekanan udara.
3. Pengukuran azimuth matahari tidak boleh dilakukan di atas jam 9,
karena pada saat itu matahari sudah mulai terbit ke atas,
sehingga sudut vertikal (zenith) matahari cukup kecil. Hal itu
menyebabkan susahnya dalam membaca sudut.
4. Kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil dari perhitungan berbeda jauh
dari data yang 1 dengan data lainnya sehingga menyebabkan pengukuran tidak
presisi.
Tidak presisinya hasil penghitungan tersebut di antaranya disebabkan oleh:
- Alatnya tidak center
- Bayangan matahari tidak jatuh tepat bersinggungan dgn benang diafragma
- Rentang waktu antar pengamatan terlalu jauh sehingga kemungkinan terjadi
kesalahan cukup besar
- Waktu yg tercatat kurang tepat
- Alat ukur yg sudah harus dikalibrasi
5.2 Saran
1. Mengupayakan ketelitian dalam pembacaan sudut.
2. Mengusahakan pemilihan waktu pelaksanaan, keadaan cuaca yang
cerah.
3. Melakukan pengukuran sebaiknya pada waktu pagi hari pukul
06.00 09.00.

18

Anda mungkin juga menyukai