Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Azimuth

Azimuth berfungsi untuk mendapatkan arah suatu sisi terhadap arah utara. Pada
alat ukur yang dilengkapi dengan kompas, pembacaan sudut horisontalnya ada ketentuan
bahwa “azimuth adalah besar sudut yang dimulai dari arah utara atau selatan jarum magnet
sampai obyektif garis bidik yang besarnya sama dengan angka pembacaan”. Azimuth dapat
didapatkan melalui beberapa cara, yaitu :

 Cara Lokal
 Pengikatan pada dua buah titik tetap
 Dengan kompas
 Pengamatan Astronomis
Pekerjaan topografi yang diawali dengan pengukuran poligon sebaiknya dilakukan
pengamatan arah matahari agar didapatkan azimut awal terhadap arah utara geografi.
Pengamatan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat theodolit pada jam tertentu,
yang paling baik pelaksanaannya adalah pagi hari jam 07.00 s/d 09.00 dan sore hari
jam 15.00 s/d 17.00

1.2 Azimuth Matahari

Gambar 1. Penentuan Azimuth Matahari


Azimuth matahari (AM) untuk setiap saat bisa ditentukan bila data mengamati
matahari tersebut untuk menentukan tingginya serta dicatat pula waktunya atau saat
pengamatan. Apabila sebelum atau sesudah mengamat pada matahari kemudian
teropong dibidikan ketitik acuan (P) dan dibaca lingkaran horizontalnya, sehingga
dapat dihitung sudut horizontalnya antara titik acuan dan matahari saat diamat (ψ)
maka dapat ditentukan azimuth kearah acuan.

Gambar 2. Azimuth Matahari dan Titik Acuan

Sehingga alat yang diperlukan adalah teodolit serta arlogi. Sudut horizontal
merupakan bacaan lingkaran horizontal titik acuan (Hs) dan ke matahari (Hm),
sehingga ψ = Hs – Hm

Pada segitiga astronomis, azimuth matahari (A) dari segitiga bola KU-M-Z
dapat ditentukan bila diketahui tiga unsure tersebut. Dengan peralatan diatas dapat
ditentukan dua unsur yaitu busur ZM, waktu pengamatan (t), sehingga masih ada data
yang kurang dan dapat di bantu dengan:

A. Peta Topografi untuk menentukan lintang pengamatan dengan cara interpolasi


linier, sehingga unsure Z-KU dapat ditentukan (dari dinas Topografi AD)
B. Tabel Deklinasi matahari dan perata waktu untuk menentukan M-KU pada tanggal
dan tahun pengamatan(Nautical Almanac)
Sehingga dari segitiga astronomis diketahui empat unsur yaitu:

Z-M = (90̊ - h) M-KU = (90̊ - δ)

Z- KU = (90̊ - φ) M.KU.Z = t(sudut waktu)

Apabila pemecahan segitiga astronomis untuk menentukan besarnya azimuth (A)


digunakan tiga unsur yaitu: (90̊ - h), (90̊ - φ), dan (90̊ - δ) dinamakan metode tinggi matahari.
Apabila pemecahannya menggunakan unsur t, (90̊ - φ), dan (90̊ - δ) disebut metode sudut
waktu. Metode lain yang digunakan yaitu metode tinggi yang sama, sehingga harus diamati
pagi dan sore.

1.3 Metode Pengamatan Tinggi Matahari

Gambar 3. Azimuth Matahari

Pada metode ini, data yang dibutuhkan adalah tinggi saat pengamatan (h), delinasi
matahari (δ), dan lintang pengamat (φ). Rumus dasar yang digunakan:

Cos A = Cos(90̊ - δ) - Cos(90̊ - φ) Cos(90̊ - h)

Sin(90̊ - δ)Sin(90̊ - h)

= Sin δ – Sin φ Sin h

Cos φ Cos h
Apabila menggunakan sudut zenith maka

Cos A = Sin δ – Sin φ Sin z

Cos φ Cos z

Arloji yang digunakan untuk pengamatan yang mempunyai ketelitan sampai menit.
Untuk mendapatkan deklinasi saat pengamatan dicari dengan interpolasi linier demikian pula
saat mencari lintang pengamatan pada peta topografi.

Cara pengamatan matahari dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari
peralatan yang digunakan antara lain:

1. Memekai filter gelap di okuler, sehingga dapat langsung membidik matahari


2. Tanpa filter, sehingga bayangan matahari ditadah dikertas di belakang okuler
Pengamatan dilakukan dengan menempatkan penadah atau tabir, di belakang lensa
okuler, penadah tersebut bisa sebuah kertas putih, sebagai layar yang menangkap
bayangan matahari dan bayangan benang diafragma. Bayangan yang jelas dapat
diatur sedemikian rupa dengan menekan tromol pengatur bayangan atau fokus.

Kedua cara diatas bisa diamat atau dibidik pusat matahari apabila diafragma
dilengkapi dengan lingkaran matahari, namun bila tidak dengan cara menyinggungkan
tepi-tepi bayangan matahari pada benang silang mendatar atau tegak(metode kuadran
tangent)

3. Menggunakan prisma Roelofs yang dipasang dimuka lensa obyektif, sehingga dapat
langsung dibidik pusat matahari

Koreksi-koreksi hasil pengamatan :

1. Koreksi Tinggi Tempat


Koreksi ini dikurangkan pada sudut miring. Dinyatakan dengan : β’ = √d
(d = tinggi dalam feet)
2. Koreksi Paralak

Gambar 4. Koreksi Paralaks Horizontal

Dimana:
D : jarak dari burni ke matahari (C-
M) Z' : sudut zenith pengamat
Z : sudut zenith geosentris
p : Z'-Z : paralaks horizontal
R : jari-jari bumi (C-O)
Perhatikan segitiga
OCM :

Secara pendekatan :

Jika Z ' : 90", maka diperoleh paralaks horizontal :

Harga paralaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada Almanak
Matahari dan bintang.
3. Koreksi Refraksi

Faktor alam, seperti temperatur, tekanan, dan kelembaban udara adalah


hal yang sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang dilakukan. Hal ini
jelas diketahui karena dapat memberikan efek pemuaian ataupun melengkungnya
sinar yang masuk ke dalam teropong (refiaksi). Semua gejala ini dialami oleh hasil
pengukuran sejak rnulai dari target yang dibidik sampai didalarn teropong itu
sendiri. Oleh karenanya jadi diperlukan koreksi. Harga koreksi refraksi tersebut
dapat diperoleh dari tabel pada Almanak tahunan Matahari dan Bintang, dengan
rumus sebagai berikut :

Dimana:

Rm : Koreksi refraksi menengah (pada p' = 760mmHg ; t = l0"C; kelembaban


nisbi 60%) dengan argumen adalah tinggi ukuran dari matahari.
Cp : Faktor koreksi barometric, dengan argumen adalah tekanan udara
stasion pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasion pengamat.
Cl : Faktor koreksi temperature, dengan argument adalah temperatur udara
stasion pengamat.

4. Koreksi Setengah Diameter Matahari


a. Koreksi sudut vertikal
Pembidikan dikakukan terhadap tepi-tepi matahari, untuk mendapatkan tinggi
ke pusat matahari, maka sudut vertikal harus diberi koreksi t/z diameter
bayangan matahari. ('d) adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang
menghubungkan stasiun pengamatan ke tepi-tepi matahari. Makanya dinyatakan
dalam satuan sudut. Namun karena jarak rnatahari ke burni berubah-ubah, maka
harga ’d’ juga berubah-ubah sesuai dengan jarak bumi. Pada bulan Desember nilai
d adalah 32'34" sedangkan pada bulan Juli nilainya 31 '35" . Untuk keperluan
hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32'. Koreksi d yang diberikan pada
sudut vertikal tergantung pada kuadran berapa bayangan matahari ditempatkan.

Gambar 5. Sistem Kuadran Dalam Geodesi

b. Koreksi untuk sudut horizontal


Koreksi ½ d ini tidak hanya diberikan kesudut horizontal saja, akan
tetapi juga diberikan ke sudut horizontal yang tujuan akhirnya adalah untuk
mendapatkan sudut ke pusat matahari. Pemakaian tanda (+) / (-) juga
dipengaruhi posisi bayangan, matahari dalam sistem kuadran.

Gambar 6. Sistem Koreksi ½ Diameter Untuk Sudut Horizontal


1.3 Segitiga Astronomi
Segitiga astronomi adalah segitiga bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar yang
dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang diamati dan sebuah titik kutub
(lndonesia mengambil kutub utara sebagai acuan). Penentuan azimuth geografi dengan
metoda pengamatan tinggi matahari diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan
data :
 Tinggi matahari (h) diperoleh dari hasil pengamatan dari stasion pengamat.
 Deklinasi matahari (6) yang diperoleh dari tabel pada almanak matahari dan
bintang dengan argument adalah waktu, tanggal dan tahun pengamatan.
 Lintang (g) stasion pengamat yang diperoleh dari hasil interpolasi peta, yaitu dari
peta topografi daerah pengamatan.

Gambar 7. Bola Langit, Posisi Bintang Terhadap Bumi Dinyatakan A Dan Z.

DAFTAR PUSTAKA

Tohari, Lutfi. 2015. Azimuth Matahari Dengan Pengamatan Matahari.


https://id.scribd.com/doc/283910618/Azimut-Matahari-Dengan-Pengamatan-Matahari
. Diakses Pada 1 April 2018.

Uno, Irianto. 2017. Azimuth Matahari. https://dokumensaya.com/download/azimuth-


matahari_58ec86f3dc0d60a067da9813_pdf. Diakses Pada 1 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai