Anda di halaman 1dari 70

Bab 1

Pengantar
Teori Tes

Kaharuddin Arafah
Prodi PEP PPs UNM Makassar
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Bab 1
Pendahuluan

A. Pengertian

1. Evaluasi

Evaluasi adalah proses melakukan pertimbangan


nilai tentang sesuatu (produk, kinerja, tujuan,
proses, prosedur, program pendekatan, fungsi)

▪ Evaluasi Program dan Proyek


(dapat menghasilkan akreditasi)

▪ Evaluasi Belajar dan Kemampuan


(dapat menghasilkan kelulusan)
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Asesmen

Evaluasi sering menggunakan asesmen.


Asesmen adalah proses untuk memperoleh
informasi yang dapat digunakan pada evaluasi.

Asesmen menggunakan

 Metoda Pengukuran
 Teori Pengukuran (Psikometrika)

3. Metoda Pengukuran

Pada umumnya pengukuran dilakukan melalui


survei dan ujian (selain pengukuran fisik)
 Metoda Survei
 Metoda Ujian
-----------------------------------------------------------------------Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Teori Pengukuran (Psikometrika)

Teori pengukuran terus berkembang sehingga kini


dikenal

 Teori Pengukuran Klasik


 Teori Pengukuran Modern

Kuliah ini adalah Teori Pengukuran.


Bagian awal adalah Teori Klasik dan bagian
belakang adalah Teori Modern.

Sebagai satu kesatuan, Teori Pengukuran ini


seharusnya dipelajari bersama dengan Evaluasi
dan Metoda Pengukuran.

Teori Pengukuran memerlukan pengetahuan


tentang Matematika dan Statistika.
-----------------------------------------------------------------------Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

B. Pengukuran

1. Hakikat

Pengukuran adalah pemberian bilangan kepada


atribut dari subyek (makhluk, benda, peristiwa)
menurut aturan.

Psikometrika adalah kombinasi dari pengukuran


dan statistika.

 Bilangan yang diberikan itu adalah sekor (data)

 Atribut dari subyek adalah sasaran ukur (sasaran


ukur atribut dan sasaran ukur subyek atau
responden)
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Sasaran Ukur:
Atribut

Aturan

Sasaran Ukur: Subyek


makhluk, benda, persitiwa

Cara Ukur

Sekor/Data:
Bilangan
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Sasaran Ukur

 Sasaran ukur atribut


Biasanya berbentuk variabel

 Sasaran ukur responden (subyek)


Makhluk, benda, atau peristiwa

 Dibahas di Bab 2

3. Skala Ukur

 Aturan pada pengukuran tentang cara pemberian


bilangan

 Dengan bantuan skala, pengukuran menghasilkan


sekor (data)

 Dibahas di Bab 3
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Alat Ukur

 Aturan pada pengukuran berbentuk alat untuk


mengukur dikenal sebagai alat ukur

 Alat ukur dapat diambil dari alat ukur yang sudah


jadi (biasanya kurang cocok dengan keperluan
kita)

 Alat ukur dapat kita konstruksi sendiri


berdasarkan sasaran ukur (atribut dan responden)
dan skala ukur

 Biasanya alat ukur terdiri atas banyak butir

 Alat ukur dikenakan kepada responden untuk


menghasilkan sekor (data)

 Dibahas di Bab 4 dan Bab 28


----------------------------------------------------------
Pendahuluan
----------------------------------------------------------

Alat Ukur Sebagai Aturan pada Pengukuran

Sasaran Ukur:
Atribut

Konstruksi Alat
Skala Ukur
Ukur
Aturan

Alat Ukur

Sasaran Ukur:
Responden

Cara Ukur Aturan

Hasil Ukur:
Sekor
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

5. Cara Ukur dan Matriks Sekor

 Aturan pada pengukuran tentang cara untuk


mengenakan alat ukur kepada responden dikenal
sebagai cara ukur

 Hasil ukur adalah sekor (bilangan yang diberikan


kepada atribut dari responden atau subyek) yang
diperoleh dari cara ukur

 Sekor berasal dari setiap butir pada alat ukur


sebagai responsi dari setiap responden

 Karena ada banyak sekor dan ada banyak


responden, maka sekor disusun ke dalam matriks
responden-butir

 Dibahas di Bab 5 dan Bab 29


-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Matriks Sekor Responden-Butir (M responden


dan N butir)

Respon- Butir
den 1 2 3 N
1 X X X X
2 X X X X
3 X X X X
4 X X X X
5 X X X X

M X X X X
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

C. Pensekoran

1. Sekor Responden

 Setiap responden merensponsi banyak butir pada


alat ukur

 Hasil ukur semua butir pada alat ukur oleh satu


responden merupakan sekor dari responden itu

 Penggabungan semua sekor butir pada setiap


responden merupakan sekor responden (Sekor A)

 Dibahas di Bab 6, Bab 23, dan Bab 24


-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Sekor Responden (Sekor A)

Respon- Butir Sekor


den 1 2 3 N A
1 X X X X X
2 X X X X X
3 X X X X X
4 X X X X X
5 X X X X X

M X X X X X
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Nilai Acuan Norma

 Sekor responden perlu diberi arti

 Salah satu cara pemberian arti adalah meletakkan


sekor responden itu ke suatu kelompok sekor

 Kelompok sekor ini dikenal sebagai kelompok


norma

 Kedudukan sekor pada kelompok sekor norma


dikenal sebagai nilai acuan norma

 Dibahas di Bab 7
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

3. Nilai Acuan Kriteria

 Cara lain untuk memberi arti kepada sekor


responden adalah meletakkan sekor responden
itu ke suatu wilayah kemampuan dan batas
kemampuan

 Ada deskripsi wilayah kemampuan

 Ada patokan batas kemampuan yang


memisahkan responden yang sudah mampu dan
yang belum mampu

 Letak sekor responden itu pada batas


kemampuan berdasarkan wilayah kemampuan itu
dikenal sebagai nilai acuan kriteria

 Dibahas di Bab 8
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Nilai Acuan Norma dan Nilai Acuan Kriteria

NILAI ACUAN NILAI ACUAN


NORMA KRITERIA

WILAYAH
KRITERIA

MENGUASAI

BELUM
MENGUASAI
SEKOR
RESPONDEN

KELOMPOK NORMA
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Sekor Butir

 Setiap butir pada alat ukur diresponsi oleh


banyak responden

 Penggabungan semua sekor pada satu butir


menghasilkan sekor butir (Sekor B)

 Dibahas di Bab 9

Respon- Butir
den 1 2 3 N
1 X X X X
2 X X X X
3 X X X X
4 X X X X
5 X X X X

M X X X X
Sekor B X X X X
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

D. Uji Coba dan Kualitas Sekor

1. Struktur Sekor

• Dalam banyak hal, sekor responden dan sekor butir


memiliki komposisi berupa gabungan dari sejumlah
sekor satuan. Sekor ini memiliki statistik berupa
rerata, simpangan, variansi, dan kovariansi

• Sekor termasuk sekor responden memiliki


komponen sekor tulen dan komponen sekor keliru.
Terdapat beberapa asumsi tentang hubungan di
antara sekor dengan sekor komponennya.

• Komponen sekor juga memiliki statistik berupa


rerata, simpangan, variansi, dan kovariansi serta
hubungan di antara statistik itu.

• Dibahas di Bab 10
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Reliabilitas Pengukuran

 Sasaran ukur memiliki sekor sesungguhnya

 Tingkat kecocokan sekor pengukuran dengan


sekor sesungguhnya dikenal sebagai reliabilitas
pengukuran

 Sekor pengukuran dapat berasal langsung dari


responden serta dapat berasal dari responden dan
penilai atau pengamat

 Ada reliabilitas pengukuran yang berkenaan


dengan responden dan ada reliabilitas
pengukuran yang berkenaan dengan penilai

 Dibahas di Bab 11
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Reliabilitas Pengukuran: Di antara hasil ukur


dan responden
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

3. Reliabilitas Penilai dan Pengamat

 Untuk menghindari bias penilai atau pengamat,


maka penilaian atau pengamatan dilakukan oleh
lebih dari seorang

 Sekor dari penilai atau pengamat didasarkan


kepada kecocokan sekor di antara para penilai
atau pengamat

 Reliabilitas yang berkenaan dengan penilai atau


pengamat ditemukan melalui kecocokan amatan
di antara penilai atau pengamat

 Dibahas di Bab 12
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Analisis Butir

 Agar reliabilitas pengukuran memadai, biasanya


alat ukur tidak langsung dipakai

 Alat ukur diujicobakan dulu ke responden setara


(setara dengan responden sesungguhnya)

 Jika hasil uji coba menunjukkan reliabilitas yang


rencah, maka alat ukur dapat diperbaiki

 Pencarian butir yang tidak baik untuk diperbaiki


dikenal sebagai analisis butir

 Dibahas di Bab 13
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Analisis Butir: Setiap butir diperiksa dan, bila


perlu, diperbaiki
ALAT UKUR
SEMENTARA

SASARAN UKUR
PERBAIKAN
RESPONDEN UJI COBA
ALAT UKUR
(SETARA)

HASIL UKUR
ANALISIS BUTIR
UJI COBA

PEMERIKSAAN
BELUM BAIK KUALITAS
BAIK

ALAT UKUR

TIDAK COCOK DG
SEKOR COCOK DG
SESUNGGUHNYA SEKOR SESUNGGUHNYA
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

5. Validitas Pengukuran

 Butir dan sekor pengukuran harus betul


menunjuk ke sasaran ukur atribut atau sasaran
ukur kriteria

 Tingkat kecocokan butir dengan sasaran ukur


atribut dikenal sebagai validitas pengukuran

 Tingkat kecocokan sekor pengukuran dengan


sekor sasaran ukur kriteria juga dikenal sebagai
validitas pengukuran

 Catatan: Ada validitas pengukuran dan ada


validitas butir; jangan dikacaukan

 Dibahas di Bab 14
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Validitas Pengukuran: Kecocokan butir


dengan sasaran ukur, serta kecocokan hasil
ukur dengan sasaran ukur kriteria

SASARAN UKUR SASARAN UKUR


ATRIBUT KRITERIA

SKALA KONSTRUKSI
UKUR ALAT UKUR
KECOCOKAN
ALAT UKUR

SASARAN UKUR VALIDITAS


RESPONDEN RENDAH

HASIL UKUR

VALIDITAS
TINGGI
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Validitas Pengukuran: Kecocokan butir alat


ukur dengan sasaran ukur

SASARAN UKUR
ATRIBUT

KONSTRUKSI
SKALA UKUR
ALAT UKUR

PERBAIKAN ALAT UKUR


ALAT UKUR HASIL KONSTRUKSI

PEMERIKSAAN
BELUM BAIK KUALITAS
BAIK
ALAT UKUR
SEMENTARA

TIDAK KENA KENA


SASARAN SASARAN
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Penyediaan Alat Ukur: Dari pembuatan


sampai perbaikan
SASARAN UKUR
ATRIBUT

KONSTRUKSI
SKALA UKUR
ALAT UKUR

PERBAIKAN ALAT UKUR


ALAT UKUR HASIL KONSTRUKSI

VALIDITAS
ISI

ALAT UKUR
SEMENTARA

SASARAN UKUR
PERBAIKAN RESPONDEN UJI COBA
ALAT UKUR (SETARA)

ANALISIS BUTIR SEKOR UJI COBA

RELIABILITAS

ALAT UKUR
(UTK DIPAKAI)
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

6. Pengukuran Sesungguhnya

 Dengan alat ukur yang sudah baik, dilakukan


pengukuran sesungguhnya kepada responden.
Hasil ukur adalah hasil ukur sesungguhnya

 Koefisien reliabilitas sesungguhnya juga dihitung


untuk didokumentasikan dan dilapor.
Selanjutnya, jika perlu, dapat dilakukan konversi
sekor ke nilai

 Butir dapat disimpan di bank butir dan kemudian


dapat dipakai lagi

 Dapat menggunakan berbagai macam cara ukur

 Jika dikehendaki, ketimpangan sekor responden


dan butir dapat diperiksa
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Sekor dan nilai sesungguhnya

ALAT UKUR
BANK BUTIR
SKALA UKUR

CARA UKUR

SASARAN UKUR
RESPONDEN

SEKOR

RELIABILITAS NILAI ANALISIS


KETIMPANGAN
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

E. Hasil Ukur

1. Penyetaraan Sekor

 Ada kalanya, sekor dari pengukuran terpisah dan


berbeda, perlu disetarakan

 Mereka disetarakan melalui penyetaraan sekor

 Dibahas di Bab 15 dan 24

KELOMPOK A

ALAT UKUR X SEKOR X


SETARA

ALAT UKUR Y SEKOR Y SEKOR YX

KELOMPOK B

MELALUI RUMUS PENYETARAAN


-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Sekor Komposit

 Ada kalanya, hasil ukur merupakan gabungan


dari beberapa sekor responden. Sekor gabungan
ini dikenal sebagai sekor komposit

 Dibahas di Bab 16

SEKOR 1
SEKOR 2 SEKOR
KOMPOSIT
SEKOR 3
.
..
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

3. Seleksi Responden

 Ada kalanya, hasil ukur digunakan untuk


menyeleksi responden (seperti pada penerimaan
mahasiswa baru atau penerimaan karyawan baru)

 Tidak semua calon diterima. Hanya mereka yang


memiliki prospek akan berhasil pada waktu
kemudian, yang diterima melalui seleksi

 Penentuan penerimaan pada seleksi dikenal


sebagai seleksi responden

 Dibahas di Bab 16
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Estimasi melalui Pensampelan Matriks

 Ada kalanya, alat ukur mengandung banyak


butir, dan alat ukur ini dikenakan kepada banyak
sekali responden

 Untuk mengestimasi karakteristik responden dan


karatersitik butir, responden dan butir kedua-
duanya dapat disampel

 Pensampelan serentak responden dan butir ini


dikenal sebagai pensampelan matriks

 Dibahas di Bab 17
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Model Pensampelan Matriks

BUTIR
RESPONDEN
1 2 3 4 5 ... i ...
1
2
3
4
5
6
.
..

g
..

PENSAMPELAN MATRIKS PADA - RESPONDEN


- BUTIR
- RESPONDEN DAN BUTIR
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

F. Karakteristik Butir

1. Model Karakteristik

 Probabilitas untuk menjawab betul suatu butir


berbeda dari responden ke responden

 Perbedaan ini ditentukan oleh parameter butir


(taraf sukar, daya beda) dan parameter responden
(kemampuan)

 Hubungan di antara parameter responden,


parameter butir, dan probabilitas jawaban betul
dikenal sebagai karateristik butir

 Karaketeristik butir ditampilkan dalam model


umum dan model khusus

 Dibahas di Bab 19 sampai 20


-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Karakteristik Butir

 Setiap butir memiliki karakteristik sendiri

 Pada karateristik butir, terlihat probabilitas


jawaban betul oleh responden dengan
kemampuan berbeba

 Terdapat parameter responden dan parameter


butir di samping probabilitas jawaban betul

( )
1,0

KARAKTERISTIK
BUTIR

( )  f ( , a, b, c)

 = KEMAMPUAN RESPONDEN (PARAMETER)


a, b, c = KARAKTERISTIK BUTIR
( ) = PROBABILITAS JAWABAN BETUL
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Parameter responden meliputi:


 θ = kemampuan responden

Parameter butir
 a = daya beda butir
 b = taraf sukar butir

 c = kebetulan menjawab betul

a kecil a besar

b kecil b besar

C
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Teori Responsi Butir

 Butir yang dirasakan sukar bagi responden


berkemampuan rendah, akan terasa mudah bagi
responden berkemampuan tinggi; jadi, taraf sukar
butir adalah relatif

 Responden yang diuji dengan butir mudah akan


tampak berkemampuan tinggi, sedangkan
responden yang diuji dengan butir sukar akan
tampak berkemampuan rendah; jadi, kemampuan
responden adalah relatif

 Dengan demikian, ada ketergantungan di antara


taraf sukar butir dengan kemampuan responden

 Pada teori responsi butir, ketergantungan ini


dihilangkan, sehingga taraf sukar butir adalah
invarian (tidak berubah) terhadap kemampuan
responden

 Dibahas di Bab 21
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

3. Estimasi Parameter

 Pada teori responsi butir, kita memilih suatu alat


ukur serta kita memilih model karakteristik butir
tertentu

 Kemudian melalui butir-butir alat ukur itu kita


mengumpulkan data yang cukup banyak

 Dengan data yang terkumpuln itu, kita


mengestimasi parameter (responden dan butir)
secara matematika dan statistika pada model
karakteristik butir itu

 Dibahas di Bab 22
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Metrik Sekor dan Kalibrasi

 Pada umumnya, hasil kalibrasi pada teori


responsi butir adalah dalam bentuk nilai baku

 Untuk menyatakannya ke dalam suatu sistem


sekor, diperlukan satu metrik sehingga semua
sekor ditransformasikan ke metrik itu

 Transformasi ini memerlukan penyetaraan sekor

 Transformasi sekor ke sekor metrik ini dikenal


sebagai kalibrasi

 Dibahas di Bab 23
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

5. Pencocokan Model Karakteristik Butir


 Pada teori responsi butir, model karakteristik
butir yang kita pilih harus cocok dengan data dari
lapangan
 Kecocokan ini diperiksa melalui pencocokan
model karakteristik butir
 Dibahas di Bab 24

6. Fungsi Informasi
 Pada teori responsi butir, butir yang baik adalah
butir dengan taraf sukar yang cocok dengan
kemampuan responden
 Kecocokan ini memberi informasi yang dikenal
sebagai fungsi informasi (ada fungsi informasi
butir, fungsi informasi ujian)
 Dibahas di Bab 25
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

G. Sistem Pengujian

1. Bank Butir

 Pada teori responsi butir, butir yang telah


dikalibrasi dan dinilai baik dapat disimpan ke
dalam bank butir

 Di dalam bank butir, setiap butir memiliki catatan


status butir yang cukup lengkap

 Setiap kali butir itu dipergunakan, hendaknya,


informasinya ditambahkan ke dalam catatan
status butir

 Dibahas di Bab 26
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Pemasukan butir ke dalam bank butir

DIBUANG
KUMPULAN
ATAU
BUTIR
DIPERBAIKI

UJI COBA
BANK
KALIBRASI
BUTIR

..: ..........
..: ..........
..: ..........
..: ..........

DATA DARI
SETIAP BUTIR
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Perakitan Perangkat Ujian

 Sebelum merakit perangkat ujian, kita perlu


menentukan fungsi informasi ujian (gabungan
fungsi informasi butir) yang sesuai dengan tujuan
ujian (ujian keberhasilan, ujian seleksi)

 Perakitan perangkat ujian dapat dilakukan


dengan memilih butir dari bank butir sehingga
hasilnya sesuai dengan informasi ujian

 Kita dapat merakit beberapa perangkat ujian


yang setara

 Dibahas di Bab 27
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Perakitan dan penggunaan perangkat ujian

PERANGKAT
UKUR

BANK
DIGUNAKAN
BUTIR

CATATAN
PADA
BUTIR
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

3. Pelaksanaan Ujian Adaptif

 Selain pelaksanaan ujian secara konvensional


(semua responden mengerjakan semua butir pada
waktu yang sama) dikenal juga pelaksanaan ujian
adaptif

 Pada ujian adaptif, responden mengerjakan butir


yang dipilih satu demi satu dari bank butir
dengan taraf sukar yang menuju ke perkiraan
kemampuan responden

 Setelah mantap, maka kemampuan responden


ditentukan oleh taraf sukar butir yang dapat
dikerjakannya dengan betul

 Dibahas di Bab 28
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

4. Ketimpangan

 Ada kalanya terjadi ketimpangan pada sekor


responden; sekor responden tidak sesuai dengan
kamampuan responden

 Ketidakcocokan ini dikenal sebagai


ketidakwajaran sekor responden

 Ada kalanya pula, butir secara sistematis


menguntungkan satu kelompok responden atau
merugikan satu kelompok responden

 Ketimpangan ini dikenal sebagai bias butir

 Dibahas di Bab 29
------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
------------------------------------------------------------------------------

5. Perkembangan Pengukuran

• Teori responsi butir terus berkembang bersama-sama


dengan bagian lain dari pengukuran mental

• Selain dikotomi, kini terdapat teori responsi butir untuk


politomi

• Sebagai penutup selayang pandang perkembangan ini


teori responsi butir ini

• Dibahas di Bab 30
----------------------------------------------------------------------
-
Pendahuluan
----------------------------------------------------------------------
-
H. Bagan Umum Pengukuran
SASARAN UKUR:
ATRIBUT

KONSTRUKSI
SKALA UKUR
ALAT UKUR

PERBAIKAN ALAT UKUR


ALAT UKUR HASIL KONSTRUKSI

VALIDITAS
RENDAH ISI
TINGGI
ALAT UKUR
SEMENTARA

PERBAIKAN SASARAN UKUR:


ALAT UKUR RESPONDEN UJI COBA
(SETARA)

ANALISIS BUTIR HASIL UKUR UJI COBA

RELIABILITAS
RENDAH UJI COBA
TINGGI
BANK BUTIR ALAT UKUR DIPAKAI

CARA UKUR

SASARAN UKUR:
RESPONDEN

HASIL UKUR

RELIABILITAS NILAI ANALISIS


KETIMPANGAN
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

I. Keterampilan Statistika

1. Abjad Yunani

Nama Kapital kecil Nama Kapital kecil


alpha Α α nu Ν ν
beta Β β xi Ξ ξ
gamma Γ γ omicron Ο ο
delta Δ δ pi Π π
epsilon Ε ε rho Ρ ρ
zeta Ζ ζ sigma Σ σ, ς
eta Η η tau Τ τ
theta Θ θ upsilon Υ υ
iota Ι ι phi Φ φ
kappa Κ κ khi Χ χ
lambda Λ λ psi Ψ ψ
mu Μ μ omega Ω ω
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Abjad Yunani di Statistika

Abjad Yunani juga digunakan di statistika. Sebutkan


penggunaan mereka di statistika

 =
ν =
π =
ρ =
σ =
χ =
Σ =
Π =
α =

Sebagai latihan, tuliskan kembali abjad Yunani


sehingga bentuknya jelas
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

2. Urutan Data

Biasanya data diurut menurut besarnya.

Ada urutan naik (dari kecil ke besar)


Ada urutan turun (dari besar ke kecil)

Contoh:

 Data
5, 4, 7, 5, 2, 6, 4, 6, 5, 3, 3, 7, 4, 4, 2, 3,
6, 4, 5, 4

Urut naik Urut turun


2 7
3 6
4 5
5 4
6 3
7 2
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

3. Frekuensi dan Kumulasi Frekuensi

• Frekuensi f:
Banyaknya atau seringnya suatu data muncul

• Kumulasi frekuensi Σf:


Jumlah frekuensi pada sejumlah data, biasanya
berurutan dari suatu data ke data lainnya

• Kumulasi frekuensi bawah:


Kumulasi frekuensi mulai dari data terkecil
berurutan ke data yang lebih besar

• Kumulasi frekuensi atas:


Kumulasi frekuensi mulai dari data terbesar
berurutan ke data yang lebih kecil
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 1

Data
5, 4, 7, 5, 2, 6, 4, 6, 5, 3, 3, 7, 4, 4, 2,
3, 6, 4, 5, 4

Data X Cacahan f Σf (bawah)


2 II 2 2
3 III 3 5
4 IIII I 6 11
5 IIII 4 15
6 III 3 18
7 II 2 20
20
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 2

Data
5, 9, 4, 5, 2, 6, 10, 4, 1, 8,
0, 7, 5, 9, 3, 6, 2, 5, 8, 7,
4, 5, 3, 4, 6, 3, 7, 5, 4, 6

Data Frekuensi Kum frek bawah


X f Σf
0 1 1
1 1 2
2 2 4
3 3
4
5
6
7
8
9
10
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 3

Data
25, 21, 26, 25, 28, 23, 24, 29, 25, 26,
28, 25, 22, 26, 21, 26, 25, 23, 24, 28,
22, 25, 22, 29, 26, 24, 25, 23, 27, 28,
24, 25, 27, 26, 24, 25, 23, 27, 25, 26,
24, 26, 23, 24, 25, 25, 26, 24, 25, 26

Data Frekuensi Kum frek bawah


X f Σf
21 2 2
22 3 5
23 5 10
24 8
25
26
27
28
29
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 4.

Data
70, 85, 60, 70, 75, 65, 80, 95, 55, 70,
75, 60, 50, 80, 70, 75, 55, 65, 75, 60,
65, 70, 85, 90, 70, 60, 75, 65, 85, 75,
55, 80, 70, 65, 80, 75, 60, 70, 80, 85,
65, 75, 60, 80, 65, 90, 75, 70, 65, 70

Data Frekuensi Kum frek bawah


X f Σf
50 1 1
55 3
60
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 5

Data
90, 95, 110, 80, 95, 105, 100, 85, 115, 100,
110, 85, 90, 105, 95, 90, 110, 85, 100, 105
95, 100, 90, 90, 90

Data Frekuensi Kum frek bawah


X f Σf
----------------------------------------------------------------------
-
Pendahuluan
----------------------------------------------------------------------
-

4. Proporsi dan Kumulasi Proporsi

Proporsi

frekuensi f
p 
frekuensi total f
 Kumulasi proporsi
Jumlah proporsi pada sejumlah data, biasanya
berurutan dari suatu data ke data lain

 Kumulasi proporsi bawah


Kumulasi proporsi mulai dari data terkecil
berurutan ke data yang lebih besar

 Kumulasi proporsi atas


Kumulasi proporsi mulai dari data terbesar
berurutan ke data yang lebih kecil
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 6

Data
5, 4, 7, 5, 2, 6, 4, 6, 5, 3, 3, 7, 6, 4,
2, 3, 6, 4, 5, 4

Data Frek Proporsi Kum prop bawah


X f p Σp
2 2 0,10 0,10
3 3 0,15 0,25
4 6 0,30 0,55
5 4 0,20 0,75
6 3 0,15 0,90
7 2 0,10 1,00
20
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 7

Data
5, 9, 4, 5, 2, 6, 10, 4, 1, 8,
0, 7, 5, 9, 3, 6, 2, 5, 8, 7,
4, 5, 3, 4, 6, 3, 7, 5, 4, 6

Data Frekuensi Prop Kum prop bawah


X f p Σp
0 1 0,033 0,033
1 1 0,033 0,066
2 2 0,067
3 3
4
5
6
7
8
9
10
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 8

Data
25, 21, 26, 25, 28, 23, 24, 29, 25, 26,
28, 25, 22, 26, 21, 26, 25, 23, 24, 28,
22, 25, 22, 29, 26, 24, 25, 23, 27, 28,
24, 25, 27, 26, 24, 25, 23, 27, 25, 26,
24, 26, 23, 24, 25, 25, 26, 24, 25, 26

Data Frekuensi Prop Kum prop bawah


X f p Σp
21 2
22 3
23 5
24 8
25
26
27
28
29
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 9.
Data
70, 85, 60, 70, 75, 65, 80, 95, 55, 70,
75, 60, 50, 80, 70, 75, 55, 65, 75, 60,
65, 70, 85, 90, 70, 60, 75, 65, 85, 75,
55, 80, 70, 65, 80, 75, 60, 70, 80, 85,
65, 75, 60, 80, 65, 90, 75, 70, 65, 70

Data Frekuensi Prop Kum prop bawah


X f p Σp
50 1
55 3
60
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 10

Data
90, 95, 110, 80, 95, 105, 100, 85, 115, 100,
110, 85, 90, 105, 95, 90, 110, 85, 100, 105
95, 100, 90, 90, 90

Data Prekuensi Prop Kum prop bawah


X f p Σp
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

5. Histogram dan Ojaif (Ogive)

 Histogram
Grafik dari frekuensi atau proporsi.
Yang menjadi ukuran: luas

 Ojaif
Grafik kumulasi bawah atau atas dari frekuensi,
atau
Grafik kumulasi bawah atau atas dari proporsi

Ojaif frekuensi dan ojaif proporsi dapat dilukis di


dalam satu grafik; perbedaan mereka hanya terletak
pada skala (frekuensi atau proporsi)
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 11.

 Dari contoh 6, histogram dan ojaif frekuensi dan


proporsi

f
6
5
4
Y-Axis

3
2
1

X
2 3 4 5 6 7
HISTOGRAM

f
20

15
Y-Axis

10

X
2 3 4 5 6 7

OJAIF
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 12.

Dari Contoh 7, histogram dan ojaif proporsi

p
0,20

0,15
Y-Axis

0,10

0,05

X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
HISTOGRAM

p
1,0
Y-Axis

0,5

X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

OJAIF
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 13.

Dari Contoh 8, histogram dan ojaif proporsi

p
0,20

0,15
Y-Axis

0,10

0,05

X
21 22 23 24 25 26 27 28 29
HISTOGRAM

p
1,0
Y-Axis

0,5

X
21 22 23 24 25 26 27 28 29

OJAIF
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 14.

Dari Contoh 9, histogram dan ojaif proporsi

p
0,25

0,20

0,15
Y-Axis

0,10

0,05

X
50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
HISTOGRAM
p
1,0

0,9

0,7

0,5
Y-Axis

0,3

0,1

X
50 55 60 65 70 75 80 85 90 95

OJAIF
-----------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------------

Contoh 15.

Dari contoh 10, histogram dan ojaif proporsi

p
0,25

0,20

0,15
Y-Axis

0,10

0,05

X
80 85 90 95 100 105 110
HISTOGRAM

p
1,0
Y-Axis

0,5

X
80 85 90 95 100 105 110

OJAIF

Anda mungkin juga menyukai