Anda di halaman 1dari 8

IBU EHA (63)

Ibu Eha keseharian berjualan Serabi bakar, dan mendorong gerobak setiap hari. Harus bangun jam 4 pagi
selalu Sholat Subuh. Karena baginya Subuh tidak boleh ditinggalkan karena itu yang membuat nya selalu
beruntung dan sumber rejeki. Serabi ia jual 1500 Rupiah.

Ia juga harus membeli dan memarut kelapa dan membuat gula aren sendiri. Dulu sebelum ia punya gerobak,
ia kesulitan. Ia selalu bangun sholat malam dan rutin bersedekah 20 rb per minggunya dan ia meminta Allah
SWT agar bisa terbeli gerobak.

Dengan langkah goyah dan nafas terengah-engah, setiap hari ia membopong peralatan jualannya dari
rumahnya yang berjarak hampir 4 kilometer ke tempat berjualan. Dalam berjualan ia dibantu oleh cucu
perempuannya.

"Keinginan saya itu cuman satu mas, saya nggak mau jadi beban anak saya, makannya saya jualan serabi
seperti ini,"sambungnya dengan tatapannya yang sayu. Melihat anaknya yang hidupnya pas pasan, membuat
Nenek Eha memilih menghidupi dirinya sendiri.

Sejujurnya, kata Nek Eha uang dari hasil jualan serabinya sebenarnya juga tidak mencukupi untuk kebutuhan
sehari-hari Tajhajud yang ia panjatkan tiap malamnya berbuah manis. Allah SWT menjawab doa nya.
Akhirnya tanpa disangka sangka ada orang baik yang memberinya gerobak dengan Cuma Cuma, ia hanya
membeli cat saja untuk memperbaiki gerobak tersebut.

Ia selalu membagi bagikan serabinya gratis di tiap Jumat nya untuk jamaah masjid dan anak yatim.

Suaminya tukang Es Buah Keliling. Untuk membantu mencukupi hidupnya ia Bertani di lahan milik orang
PAK KALSA (82)
“INI TANGGUNG JAWAB SAYA SEBAGAI KEPALA KELUARGA”

Pak Kalsa hidup membuat perabot rumah tangga dari anyaman bambu seperti Caping, Tampah, Bakul
Nasi dll. Ia merawat iStrinya juga yang sakit. Setiap pagi ia harus merawat dan memasak untuk istrinya.

Ia setiap pagi harus masuk kehutan untuk mencari bambu sendiri dan menebangnya.

Menebang dan memikul bambu sendiri dari hutan kebun bambu menuju ke rumahnya dengan jarak 7
KM. Ia setiap harinya selalu membawa lontong yang dibuat oleh Sang Istri sebagai bekal di hutan.
Baginya keikhlasan menjalani hidup dan sayang pada Istri menjadi kunci rejekinya.. Dari hasil penjualan
ia dapat membeli sepeda othel untuk memasarkan produk nya berkeliling

Menuntun sepeda ontel tuanya di jalanan Sumedang. Di bagian jok belakang sepedanya terikat
anyaman bambu atau biasa disebut gedek. Anyaman bambu tersebut merupakan barang jualannya. Tak
terasa, kakek usia 82 tahun ini sudah melakoni pekerjaannya itu selama 60 tahun.

Selain itu ia juga menjadi pengumpul kayu bakar untuk dijual lagi. Ia mencari kayu bakar di hutan.

Kalsa sempat pingsan karena kelelahan dan ditemukan oleh orang yang juga lagi mencari rumput untuk
ternak.
JAPAR (72) SOL SEPATU KELILING UNTUK BIAYAI
DHUAFA BINAAN
Pak Japar asli Garut ahli untuk reparasi sepatu dan tas, penghasilan tak menentu.
Matanya sudah tak awas lagi karena katarak namun masih memaksakan diri giat bekerja.
Kebutuhan hidupnya dibantu oleh Menantunya berjualan Es Cendol keliling.

Selain Reparasi Sepatu, Pak Japar juga menjadi petani Sayuran dan Jagung, menjadi buruh tani
di lahan milik orang lain dibayar 5000 perhari

Suatu waktu Japar sempat ditabrak Sepeda Motor hingga terpental, namun karena si
penabraknya juga tidak memiliki uang yang cukup untuk biaya berobat, Japar
mengikhlaskannya . Beruntung Japar tidak cidera di bagian kepala hanya pada kaki nya saja,
membuat Japar harus beristirahat cukup lama.

Hasil dari sol nya ia sisihkan untuk rutin menyantuni janda dan dhuafa.
"Akhirnya begitu hari demi hari ke bulan ke tahun, lama-lama nambah sampai sekarang ada
75 anak yatim dan dhuafa di daerah saya," kata Japar.

Meski hidup sederhana, istri kakek Japar ternyata sangat mendukung langkah yang diambil
suaminya untuk menyisihkan sedikit rezekinya berbagi kepada anak yatim. mengaku jika
dirinya semangat menjalani ibadah dengan membantu sesama untuk menyiapkan bekal di
akhirat nanti.
PAK ASMAWI PENJAGA MAKAM (62) & PEMANDI JENAZAH TAK TERURUS

Garis-garis usia jelas tergambar di wajahnya. Rambut, kumis dan jenggotnya memutih. Orang-orang
memanggilnya Beh Mawi.

Meski tak muda lagi, semangat kerja kakek 62 tahun ini patut diapresiasi. Tak mau hidup bergantung
pada orang lain, jadi pemecutnya. Padahal, pekerjaan yang ditekuninya tak mudah. Tidak semua orang
mau menjalaninya. Sejak 1997, dia bekerja sebagai penjaga makam, pemandi jenazah dan penggali
kubur.

"Saya bersyukur sudah tua masih bisa kerja," ucap Beh Mawi. Dia mulai mengadu nasib di Ibu Kota
pada 1980an. Menjadi penjaga makam atau penggali kubur, kerap menghadirkan cerita unik dan
menarik. Namun, beh Mawi mengaku tidak pernah bertemu makhluk halus atau hantu seperti yang
dikira banyak orang.

"Saya Mandikan ya iya, Sholatkan ya iya sampai gali kuburannya. Kadang ada juga jenazah tak bertuan.
Setiap pagi jam 6, saya selalu berdoa. Habis saya berdoa, saya kerja. Masa mereka mau ganggu saya,"
ucap beh Mawi. Kini badannya mulai terkena Stroke ringan

"Makanya yang meninggal sudah mengerti sama saya. Karena saya yang merawat makamnya. Malam
pun saya juga tidak takut," kata Beh Mawi.
PAK JO KO FEI (78) MUALLAF TIONGHOA
SEMBUH DARI VONIS KANKER OTAK
Pak Jo dulu awalnya memiliki hidup yang berkecukupan anak dari Saudagar Toko Emas di
daerah Pecinan Glodok Jakarta Pusat. Lalu Pada Krisis 98, Pria keturunan Tionghoa ini terkena
imbasnya, tokonya hangus terbakar.

Tidak sampai disitu membuat dirinya jatuh miskin ia pun di vonis dokter terkena kanker otak.
Istrinya yang ia harapkan dapat mendampingi masa masa sulitnya pun meninggalkannya. Hal
tersebut membuat ia putus asa.

Suatu waktu ia harus pingsan karena radang otaknya, pusing yangtak tertahankan lagi.
Membuat ia harus dirawat dan koma di rumahsakit. Saat koma itulah ia mendapat hidayah
bermimpi melihat Masjid dan mendengar ADZAN.

Saat itulah esok harinya ia siuman dan terbangun dari koma dan Ajaib, Allhamdulillah dokter
pun terkejut ternyata sel kanker di otaknya tidak ada. Sejak saat itulah ia memutuskan untuk
masuk Islam dan bersyahdat.

Kini Pak JO hidup di Rumah Singgah Muallaf MHC dan bekerja menjadi buruh bangunan dan
menjadi buruh pengantar gas dan gallon air mineral. Tak hanya disitu, Pak Jo mengabdikan diri
untuk membina para muallaf dari belajar mengaji dan membaca Al-Quran secara gratis.
ASEP INIK PENJUAL SINGKONG PENGASUH ANAK YATIM

Kesuksesan tentu diiringi oleh perjuangan dan semangat yang terus membara. Menjalani sebuah usaha juga tak
selamanya akan berjalan mulus.

Asep Inik juga pernah merasakan pasang naik dan surut dalam menjalani usaha sederhananya. Namun dia tetap
semangat untuk bisa mewujudkan impiannya yang begitu mulia.

Di pagi buta yang gelap dan dingin,seorang kakek separuh baya menggantungkan hidupnya dengan menjajakan
Singkong keliling. Di saat orang-orang masih terlelap tidur, Asep Inik (62) harus mempersiapkan dagangannya untuk di
jajakan keliling kampung di daerah Bogor dengan cara dipikul.

Keinginannya agar mempunyai kios sendiri selalu ia panjatkan dalam Sholat Tahajudnya. Kegigihannya membuahkan
hasil. Ia dapat menyewa kios kecil kecilan dan ada orang yang menitipkan berjualan buah buahan.

Hasil dari berjualan ia sisihkan untuk membiayai beberapa anak yatim yang ia bina dan sekolahkan. Baginya Meski
hidup dengan keterbatasan di usia senja, bukanlah sebuah hambatan untuk selalu berbuat baik bagi sesama. Sejak
tahun 2005, ia rutin memberikan bantuan untuk pendidikan anak-anak yatim kurang mampu.

"Alhamdulillah rezeki itu saya kumpulkan, karena kita memang mengasuh anak-anak yatim yaitu untuk kebutuhan
biaya sekolah, untuk beli buku, atau beli jajan. Intinya untuk biaya anak-anak yatim sekolah gitu," katanya.
IBU HALIMAH (63)
Ibu Halimah keseharian berjualan kembang rampe di daerah Bogor. Kembang ia tanam sendiri.
Suaminya dulu adalah Sopir Bajaj, Semenjak Bajaj sudah mulai berkurang, Sang Suami memilih
untuk membantu IbuHalimah berjualan kembang rampe.

Setiap pagi sang suami memetik dan menyirami kembang yang ia tanam sendiri. ia rela berjualan di
bawah terik sinar matahari. Ia berangkat dari rumahnya pukul 04.09 WIB, untuk berjualan di pasar,
begitupun di makam.

Rampe yang ia jual harganya bervarian, mulai dari Rp 2500 sampai Rp 3000. Pembelipun dapat
membeli sesuai harga yang mereka mau.

Isi dari rampai campuran antara bunga mawar, daun pandan, bunga daisy, dan sedap malam. Untuk
daun pandan dipotong kecil-kecil dan untuk bunganya diuraikan kelopaknya, ia lakukan setiap pagi.

Dulu IbuHalimah sempat bekerja sebagai buruh cuci, ia diajak oleh temannya untuk berjualan
Rampe.

Halimah bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhan anaknya dan kebutuhan ibunya. Halimah
dan keluarga memutuskan untuk berjualan bunga, awalnya komentar miring pun berdatangan.
“Awal-awal buka diketawain sama tetangga, ngapain jualan bunga? Karena kan orang asli sini
enggak mau jualan seperti ini,” jelas Halimah

Anda mungkin juga menyukai