Anda di halaman 1dari 5

‘’Kenangan Bersama Pahlawan Keluarga’’

Pagi itu serasa sangat nyaman berkumpul bersama keluarga, angin yang
berhembus dari kejauhan mewarnai pertemuan keluarga yang telah lama tak jumpa,
senang rasanya bisa berkumpul dengan mereka. Aku Woody sudah lama menunggu
waktu berkumpul tiba.

Ayahku adalah penjual mie ayam, setiap sore aku dan ibuku membantu
mempersiapkan untuk jualan ayah.

“Woody sayur sudah di potong nak?” tanya ayah

“Alhamdulillah, sudah ayah”

“Ibu lagi nyapain?” tanya ayah pada ibu

“Ibu lagi masak ayam untuk mie ayamnya pak”

“Iya bu, Woody siapkan dan antar sayurnya ya nak”

“Iya ayah”

Ayah setiap sore berangkat ke simpang untuk berjualan mie ayam, aku
membantu mengangkat meja, mendorong gerobak bersama ayah dan mendirikan
tenda agar terhindar jikalau hujan tiba-tiba turun. Biasanya ayahku di panggil pak de
oleh pelanggannya.

“Pak de, mie ayam satu. Makan disini ya”

Aku tersenyum ketika pelanggan mulai berdatangan satu per satu.

“Iya mas, tunggu sebentar ya”

“Iya pak de”

Biasanya aku langsung membereskan piring yang berserakan di meja, kalau


pelanggan sudah selesai menyantap mie ayam. Aku membawa mangkuk ke tempat
cucian piring dan mulai mencuci hingga bersih. Aku hanya menemani dan membantu
ayah hanya sampai pukul 10 malam saja, karena kata ayah aku adalah siswa yang
berkewajiban belajar dan harus bagun pagi untuk pergi kesekolah.
Aku langsungg pulang kerumah dan segera membersihkan diri dari keringat
yang amat lengket agar tidur dengan nyenyak. Ayahku akan pulang pukul 3 subuh
setiap harinya, itu membuatku sedih tapi ayahku selalu berkata ‘Walaupun ayah
pulang subuh dan penghasilan ayah kecil, setidaknya uang yang ayah hasilkan halal
untuk keluarga kita’. Kata-kata ayah selalu menjadi motivasi untukku. Dan ayah
selalu memberikanku uang Rp.20.000 sebagai imbalanku membantu ayah. Uang yang
ayah berikan itu aku tabung untuk masa depan, ya walaupun tidak seberapa
setidaknya jika ditabung setiap hari dengan jumlah yang sama maka berlipat bukan.
Ini namanya dikit demi dikit menjadi bukit.

Setiap pagi ayah dan ibu pergi kepasar untuk membeli keperluan membuat mi
ayam yang akan kami jual. Sementara ibu dan ayah pergi kepasar dan menyiapkan mi
ayam aku dan adikku Arif kami menjaga warung yang buka pukul 06 pagi.

“Kopinya sama rokok chiefnya satu”

“Siap pak de gas”

Setiap pagi pak de gas, selalu mampir untuk minum kopi di warung ini,
kenapa aku memanggilnya pak de gas? Karena memang aku tidak tahu nama beliau
tapi sering langganan.

“Mas, bapak sama ibuk kemana?”

“Biasa pak de gas, lagi pergi kepasar”

Shutt………….ah

Ah, suara pak de gas menyeruput kopinya.

“Ini uangnya mas, pak de mau lanjut lagi”

“Terima kasih pak de, hati-hati”

Tak lama kemudian ibu dan ayah sudah pulang dari pasar

“Woody, tolonh bantu angkat barang belanjaannya nak”

“Iya pak” jawabku cepat dan segera membantu ayah, tanpa diminta pun aku pasti
membantu ayah.
Ibu memasak makanan kesukaan ayah, aku dan adikku membantu menyiapkan
makan dan mengajak ayah untuk makan bersama. Setelah makan aku langsung
membereskan piring dan ku cuci hingga bersih

Triiiing tring

Dering telepon ayah berbunyi dan ayah langsung mengangkatnya. Aku diam
memperhatikan ayah yang sedang berbicara dengan penelpon. Tak lama kemudian
ayah langsung pergi, ayah bilang ada yang mau antar barang karena ayahku juga
menjual jasa angkut barang.

“Bang Woody bisa cuci motor?”

“Bisa bang” jawabku cepat dan langsung kucuci motor pelanggan. Ayah
pernah bilang “Uang cuci motor untuk kamu asal kan Woody yang cuci motor. Ayah
ingin mengajarkanmu untuk bekerja dan merasakan bagaimana susahnya mencari
uang.’ Akhirnya setelah bersih mencuci motor Alhamdulillah dapat uang Rp.10.000
dan uangnya akan kutabung.

Aku dan adikku tersenyum bahagia ketika ayah pulang. Ayah membelikan
kami sepeda sepeda, untukku dan untuk adikku.

“Horee sepeda baru, terima kasih ayah”

“terima kasih ayah” kami langsung memeluk ayah erat sementara aku
tersenyum melihat ibu yang juga tersenyum sambil membawakan segelas kopi untuk
ayah. Aku sebenarnya tidak tega dengan ayah yang setiap hari harus berjuang keras
untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tapi bisa membelikan kami sepeda. Aku dan
adikku bertekat dan berjuang keras untuk membantu dan membuat ayah dan ibuku
bahagia

Tidak terasa sudah 10 tahun berjalan, waktu memang cepat sekali berlalu.
Alhamdulillah sekarang ayah dan ibu tidak harus bagun pagi pulang pagi demi untuk
mencari rezeki melalui berjualan mi ayam. Sekarang ayah dan ibu hanya melihat dan
membantu sekedarnya saja. Berkat doa dan restu dari ayah dan ibu serta tekat yang
kuat aku dan adikku berhasil membuka 50 cabang mie ayam diseluruh indonesi.

Pertemuan bersama keluarga besar kali ini benar-benar mengingatkanku akan


“ayahku adalah pahlawan bagi keluarga kecil kami”

Tentang Penulis

Candra Gunawan. Lahir di Bengkulu, 30 Juli 2003. Alumni Sman 3 Kota


Bengkulu. Moto ‘Ilmu Itu Seperti Air Jika Ia Tidak Bergerak Maka Iya Akan Keruh
Lalu Membusuk’ Hobi berenang dan kegemaran dan kegemaran menulis, Anak Ketiga
Dari Empat Bersaudara.
NEWBIE GUYS

Anda mungkin juga menyukai