Pagi itu serasa sangat nyaman berkumpul bersama keluarga, angin yang
berhembus dari kejauhan mewarnai pertemuan keluarga yang telah lama tak jumpa,
senang rasanya bisa berkumpul dengan mereka. Aku Woody sudah lama menunggu
waktu berkumpul tiba.
Ayahku adalah penjual mie ayam, setiap sore aku dan ibuku membantu
mempersiapkan untuk jualan ayah.
“Iya ayah”
Ayah setiap sore berangkat ke simpang untuk berjualan mie ayam, aku
membantu mengangkat meja, mendorong gerobak bersama ayah dan mendirikan
tenda agar terhindar jikalau hujan tiba-tiba turun. Biasanya ayahku di panggil pak de
oleh pelanggannya.
Setiap pagi ayah dan ibu pergi kepasar untuk membeli keperluan membuat mi
ayam yang akan kami jual. Sementara ibu dan ayah pergi kepasar dan menyiapkan mi
ayam aku dan adikku Arif kami menjaga warung yang buka pukul 06 pagi.
Setiap pagi pak de gas, selalu mampir untuk minum kopi di warung ini,
kenapa aku memanggilnya pak de gas? Karena memang aku tidak tahu nama beliau
tapi sering langganan.
Shutt………….ah
Tak lama kemudian ibu dan ayah sudah pulang dari pasar
“Iya pak” jawabku cepat dan segera membantu ayah, tanpa diminta pun aku pasti
membantu ayah.
Ibu memasak makanan kesukaan ayah, aku dan adikku membantu menyiapkan
makan dan mengajak ayah untuk makan bersama. Setelah makan aku langsung
membereskan piring dan ku cuci hingga bersih
Triiiing tring
Dering telepon ayah berbunyi dan ayah langsung mengangkatnya. Aku diam
memperhatikan ayah yang sedang berbicara dengan penelpon. Tak lama kemudian
ayah langsung pergi, ayah bilang ada yang mau antar barang karena ayahku juga
menjual jasa angkut barang.
“Bisa bang” jawabku cepat dan langsung kucuci motor pelanggan. Ayah
pernah bilang “Uang cuci motor untuk kamu asal kan Woody yang cuci motor. Ayah
ingin mengajarkanmu untuk bekerja dan merasakan bagaimana susahnya mencari
uang.’ Akhirnya setelah bersih mencuci motor Alhamdulillah dapat uang Rp.10.000
dan uangnya akan kutabung.
Aku dan adikku tersenyum bahagia ketika ayah pulang. Ayah membelikan
kami sepeda sepeda, untukku dan untuk adikku.
“terima kasih ayah” kami langsung memeluk ayah erat sementara aku
tersenyum melihat ibu yang juga tersenyum sambil membawakan segelas kopi untuk
ayah. Aku sebenarnya tidak tega dengan ayah yang setiap hari harus berjuang keras
untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tapi bisa membelikan kami sepeda. Aku dan
adikku bertekat dan berjuang keras untuk membantu dan membuat ayah dan ibuku
bahagia
Tidak terasa sudah 10 tahun berjalan, waktu memang cepat sekali berlalu.
Alhamdulillah sekarang ayah dan ibu tidak harus bagun pagi pulang pagi demi untuk
mencari rezeki melalui berjualan mi ayam. Sekarang ayah dan ibu hanya melihat dan
membantu sekedarnya saja. Berkat doa dan restu dari ayah dan ibu serta tekat yang
kuat aku dan adikku berhasil membuka 50 cabang mie ayam diseluruh indonesi.
Tentang Penulis