Anda di halaman 1dari 58

Etiology

Maloklusi Oleh :
M. Wildan Nidhom 40621033
Maria Agustina W. Sadup 40621034
Maria Res Yosephin Ruwe 40621035
Maryoliene Robin de Fretes 40621036
 Faktor Umum

1. Faktor Herediter

2. Tekanan abnormal dari kebiasaan buruk

 Faktor Lokal

1. Gigi Sulung tanggal Prematur

2. Persistensi gigi

 Disharmoni Dento Maksiler


Faktor Umum : 1
2
3
1. Faktor Herediter 4
5
2. Tekanan abnormal dari kebiasaan buruk 6
Faktor Herediter :

 Maloklusi akibat herediter terlihat seiring pertumbuhan anak

 Bisa diturunkan secara autosomal dominan maupun autosomal resesif

 Perkawinan campuran meningkatkan maloklusi akibat faktor herediter.


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler

Gigi-geligi

Struktur Skelektal

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler Meliputi deformitas ukuran, posisi,

tonus, kontraktilitas, dan pola


Gigi-geligi koordinasi neuromuskuler dari

wajah, bibir, dan lidah.

Struktur Skelektal

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler Contoh:
Panjang bibir bawah yang
menutupi 1/3 insisif rahang atas
Gigi-geligi (high lower lip line) retroklinasi
insisif pertama RA maloklusi klas
II divisi 2 Angle.
Struktur Skelektal

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler  Ukuran dan bentuk gigi
 Jumlah gigi

Gigi-geligi  Posisi benih gigi dan arah


erupsi gigi permanen
 Waktu tanggal gigi sulung dan

Struktur Skelektal urutan erupsi gigi permanen


 Mineralisasi dari gigi

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler
 Ukuran dan bentuk gigi
 Peg-shaped I2 permanen RA
Gigi-geligi (ukuran lebih kecil dari normal)
diastema patologis

Struktur Skelektal

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler
 Jumlah gigi
 Kondisi hyperdontia crowding
Gigi-geligi  Kondisi hypodontia multiple
diastema, sering dikaitkan dengan
keadaan maxillary deficiency
Struktur Skelektal maloklusi klas III

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler
 Posisi benih gigi dan arah erupsi gigi
permanen
Gigi-geligi  Ektostem erat dikaitkan dengan
keadaan herediter, seperti pada
keadaandisharmoni dentomaksiler.
Struktur Skelektal  Waktu tanggal gigi sulung dan urutan
erupsi gigi permanen

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler
 Mineralisasi dari gigi
 Defek mineralisasi gigi terjadinya
Gigi-geligi malformasi gigi dan akhirnya
menyebabkan maloklusi diperlukan
anamnesis apakah terdapat keluarga
Struktur Skelektal yang mengalami hal serupa

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
Sistem Neuromuskuler Maloklusi akibat struktur skeletal yang

diturunkan secara autosomal dominan

Gigi-geligi maloklusi klas III Angle

(Habsburg’s jaw) dan maloklusi klas II

Struktur Skelektal divisi II Angle

Jaringan Lunak (selain otot)


Faktor herediter diasosiasikan dengan keadaan :
• Dihubungkan dengan ukuran serta
Sistem Neuromuskuler bentuk dari frenulum.
• Contohnya ankiloglossia terjadi
restriksi gerak dari lidah stimulus
lidah kurang pertumbuhan rahang
Gigi-geligi baik RA dan RB terganggu
kekurangan tempat gigi permanen untuk
erupsi berdesakan gigi-geligi.
• Ankiloglossia juga mengganggu fungsi
Struktur Skelektal pengunyahan dan fungsi bicara anak.

Jaringan Lunak (selain otot)


Kebiasaan Buruk :

 Kebiasaan buruk tekanan abnormal maloklusi karena tulang

merupakan jaringan yang responsif terhadap tekanan

 Kebiasaan buruk dapat menyebabkan maloklusi tergantung pada durasi,

frekuensi, dan intensitas kebiasaan


a) Thumb Sucking

Manifestasi klinis:
 Proklinasi insisif RA
 Retroklinasi insisif RB
 Overjet bertambah
 Open bite anterior
 Konstriksi lengkung maksila (berbentuk “V”)
 Palatum yang dalam
 Bibir inkompeten
 Jari tampak kemerahan, terdapat callus, kuku
pendek, dan rusak (dishpan thumb)
Mekanisme :
Memberi tekanan I RA
Overjet
tipping ke labial & I RB Bibir inkompeten
bertambah
tipping ke lingual

Thumb
sucking Erupsi berlebihan
Membuat gigi posterior Mencari titik Open bite
(ibu jari di  supraerupsi
RA dan RB tidak kontak kontak kembali anterior
antara gigi RA gigi posterior
dan RB)

Posisi lidah Tekanan lidah Palatum


Ketidakseimbanga Kontraksi M.
lebih rendah terhadap bagian dalam &
n antara tekanan Buccinator 
(normal: pada palatal gigi berbentuk
dari lidah & pipi tekanan pipi
palatum) posterior RA “V”

(Soeprapto, 2017; Profitt et al., 2019)


Diagnosa :
 Secara subjektif dengan anamnesa ke orang tua, menanyakan apakah

anak memiliki kebiasaan buruk thumb sucking.

 Secara objektif dengan melihat ibu jari anak, ibu jari anak tampak

bersih, kemerahan, terdapat callus, kuku pendek, dan rusak (dishpan

thumb).
a
Manajemen 1

:
 Pendekatan psikologis yaitu orang tua harus memberikan
2
perhatian dan kasih sayang lebih pada anak.

 Pemberian tetesan cairan asam/ pahit pada ibu jari (quinine,


b 3
asafetida, lada, oil caster) 4
 Penggunaan oral screen 5
 Penggunaan piranti orthotonti yaitu palatal crib, hay rakes,
c 6
dan quad helix.

A. Palatal crib B. Hay rakes C. Quad helix


b) Tongue Thrusting

Berdasarkan jenisnya, tongue thrusting dibagi menjadi 3:

 Simple tongue thrusting kelanjutan dari kebiasaan thumb sucking yang berkelanjutan

 Complex tongue thrusting dikaitkan keradangan tonsil sakit saat tertekan pangkal

lidah dan mempersempit ruang untuk menelan makanan reflex mandibula turun/

posisinya menjadi lebih bawah gigi menjadi tidak oklusi terdapat ruang lidah maju

ke anterior ketika proses menelan tongue thrusting pangkal lidah tidak menekan tonsil

lagi dan menyediakan ruang yang lebih besar untuk menelan makanan

 Lateral tongue thrusting


Simple Tongue Thrusting
1
 Anterior open bite
2
 Kontraksi bibir, otot mentalis, dan otot elevator
3
mandibular

 Kontak gigi posterior masih normal


4
 Protrusi bimaksiler 5
 Bibir inkompeten 6
Complex Tongue Thrusting
1
 Generalized open bite
2
 Tidak ada kontraksi bibir dan otot mulut
3
 Protrusi bimaksiler

 Bibir inkompeten 4
5
6
Lateral Tongue Thrusting

 Unilateral posterior open bite

 Bilateral posterior open bite


Diagnos
a:
 Secara subjektif, menanyakan ke pasien & orang tua pasien apakah pasien

memiliki kebiasaan menjulurkan lidahnya

 Secara objektif, melihat profil wajah pasien (cembung) dan melakukan

pemeriksaan pada lidah saat posisi istirahat serta saat sedang menelan
Manajem

en :
Terapi myofunctional

 Elastic orthodontic

 Lemon candy exercise

 Latihan 4S (spot, salivating, squeezing the spot,

swallowing)

 Penggunaan piranti orthodonti berupa tongue crib

Tongue crib
c) Nail Bitting

 Menyebabkan minor local tooth irregularities (contoh: rotasi, keausan

pada incisal edge) dan minor crowding.

 Manifestasi klinis yang tampak antara lain adalah:

 Crowding dan rotasi gigi insisif

 Aus pada incisal edge

 Inflamasi nail bed


Diagnos
 a:
Secara subjektif anamnesa, ditanyakan apakah anak sedang merasa stress ke

orang tua (karena kebiasaan nail biting erat dikaitkan dengan parafunctional

habit),

 Secara objektif dengan melihat kuku dari jari tangan anak, seluruh kuku jari anak

akan pendek dan akan tampak bagian luka pada daerah kutikula kuku.
Manajem
en :
 Manajemen emosi

 Pengaplikasian cat kuku membuat sensasi menggigit kuku menjadi tidak

nyaman
d) Lip Sucking
Timbul karena adanya rasa nyaman saat menyangga gigi insisif RA dengan bibir bawah.

 Manifestasi klinis :

 Protrusi insisif RA
Mentolabial angle
 Retrusi insisif RB

 Lip trap

 Crowding anterior RB

 Bibir tampak kemerahan dan pecah-pecah


Lip trap
 Sudut mentolabial yang tajam
Diagnosa :
 Secara subjektif anamnesa ke pasien dan orang tua pasien
 Secara objektif pemeriksaan objektif yaitu bibir (vermillion border) tampak
merah dan pecah-pecah, serta dari sudut mentolabial yang tajam.

Manajemen
:


Lip over lip exercise
Lip protector
 Lip bumper
 Oral screen

Lip bumper
e) Mouth breathing
 Mouth breathing normal pada saat tubuh membutuhkan oksigen lebih (pada saat olahraga), apabila mouth breathing

dilakukan terus-menerus perubahan postur kepala, rahang, dan lidah.

 Kebiasaan mouth breathing posisi mandibula dan lidah lebih ke bawah & kepala tertengadah:

gigi posterior tidak berkontak mencari titik kontaknya erupsi yang berlebihan dari gigi posterior

(supraerupsi) open bite anterior pertumbuhan vertikal ramus mandibular lebih dominan

long face ketidakseimbangan antara tekanan dari lidah dan pipi posisi lidah menjadi lebih rendah tekanan

lidah terhadap bagian palatal gigi posterior RA turun & tekanan pipi akibat kontraksi M. Buccinator meningkat konstriksi

lengkung maksila (berbentuk “V”) dan palatum menjadi lebih dalam.


Manifestasi Klinis :
 Dimensi vertikal wajah bertambah (long face)

 Supraerupsi gigi posterior

 Open bite anterior

 Crossbite posterior

 Bibir inkompeten

 Palatum dalam

 Penyempitan lengkung geligi RA dan berbentuk “V”


Adenoid face

 Overjet bertambah
Maloklusi akibat mouth breathing
 Adenoid face

 Inflamasi pada marginal dan interdental gingiva (mouth breathing gingivitis)

 Suara sengau dan serak


Diagnosa :
● Secara subjektif  anamnesa ke pasien dan orang tua pasien, menanyakan apakah anak bernapas melalui mulut
● Secara objektif dengan berbagai pemeriksaan sebagai berikut:

o Mengecek keadaan rongga mulut yang ditandai dengan mouth breathing gingivitis, palatum dalam, konstriksi lengkung
geligi RA, overjet bertambah, dan crossbite posterior
o Mirror test/ fog test: dengan menempatkan kaca mulut di bawah lubang hidung, jika tidak ada embun  pernafasan
melalui mulut
o Zwemer butterfly test/ cotton test: serat kapas diletakkan dilubang hidung & pasien diinstruksikan untuk membuang
nafas  nasal breather : flutter downward (kapas akan terbang ke bawah) sedangkan mouth breather : flutter upward
(kapas akan terbang ke atas)
o Massler water holding test: pasien diinstruksikan untuk menahan air di dalam mulut  nasal breather: mampu menahan
air dalam mulut dengan lama, mouth breather: tidak mampu menahan air dalam mulut dengan lama
o Rhinomanometry  menghitung aliran udara hidung dan hambatan hidung menggunakan perangkat yang terdiri dari
pengukur aliran dan pengukur tekanan.
o Cephalometrics  menghitung nasopharyngeal space, ukuran dari adenoid, serta membantu dalam diagnosa skeletal
yang berkaitan dengan keadaan long face
Manajemen
:
 Apabila memiliki obstruksi nasal/ faringeal (contoh akibat inflamasi tonsil) dieliminasi
obstruksi tersebut
 Terapi myofunctional
 Oral screen/ vestibular screen
 Piranti orthodonti rapid maxillary expansion (RME) untuk memperlebar lengkung geligi RA
(Hyrax appliance)

Oral screen Hyrax appliance


f) Bruxism
Bruxism  kebiasaan menggertakan gigi tanpa tujuan fungsional, terjadi pada saat tidur di malam hari,
dan sering dikaitkan dengan parafunctional habit akibat stress psikologis.
Manifestasi klinis:
o Keausan gigi pada permukaan oklusal(atrisi gigi)
o Sensitivitas gigi meningkat karena penipisan lapisan enamel
akibat terjadinya atrisi
o Pasien mengeluhkan sakit otot pada saat bangun pagi
o Tempromandibular joint disease (TMD)
o Hipertrofi otot mastikasi
o Kegoyangan gigi akibat trauma oklusal yang berlebihan
o Fraktur gigi dan restorasi akibat trauma oklusal yang berlebihan
Diagnosa :
Secara subjektif  anamnesa ke orang tua pasien/ orang yang tidur bersama pasien  memiliki kebiasaan menggertakan

giginya saat tidur di malam hari / tidak

Secara objektif  klinis  seluruh gigi tampak atrisi, cek kontak premature dengan menggunakan articulating paper, serta

pemeriksaan electrompemeriksaan yographic yang menunjukkan apabila terdapat hiperaktif otot mastikasi

Manajemen
:  Menghilangkan stress

 Occlusal adjustment untuk menghilangkan kontak prematur

 Penggunaan night guard


Lip bumper
Faktor Lokal : 1
2
3
1. Tanggal prematur gigi sulung 4
5
2. Persistensi gigi sulung 6
Tanggal Prematur Gigi Sulung :

Kondisi dimana gigi sulung yang sudah tanggal sebelum waktunya sementara gigi permanen
pengganti belum tumbuh, paling sering disebabkan oleh trauma, dan karies gigi
Tanggal prematur gigi sulung  migrasi gigi-gigi tetangga (terutama ke arah mesial) 
panjang lengkung geligi berkurang  tempat gigi permanen erupsi berkurang  maloklusi
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi

Mesioversi gigi

gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi permanen

Berdesakan anterior

Pergeseran garis median

Impaksi gigi permanen


Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi

Mesioversi gigi Contoh: Tanggal prematur gigi anterior 

gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi gigi posterior akan bergerak ke mesial
permanen
(memiliki tendensi gerak ke mesial) 
Berdesakan anterior
penyempitan ruang untuk gigi-gigi anterior
Pergeseran garis median
erupsi  rotasi gigi
Impaksi gigi permanen
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi

Mesioversi gigi Contoh: M2 sulung tanggal prematur 

gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi M1 permanen akan bergerak ke mesial
permanen

 mesioversi M1
Berdesakan anterior

Pergeseran garis median

Impaksi gigi permanen


Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi

Mesioversi gigi

gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi Mesioversi 26 akibat


permanen
tanggal prematur gigi 64

Berdesakan anterior

Pergeseran garis median

Impaksi gigi permanen


Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi

 RA: palatoversi,RB: linguoversi


Mesioversi gigi
 Contoh: M2 sulung tanggal premature 
Gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi
permanen
M1 permanen bergerak ke mesial 
Berdesakan anterior
penyempitan ruang untuk P2 permanen

Pergeseran garis median erupsi  P2 permanen erupsi mengikuti

Impaksi gigi permanen


letak benihnya di lingual (linguoversi)
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

• RA: palatoversi,RB: linguoversi


Rotasi gigi
• Kemungkinan etiologi gigi yang linguoversi

Mesioversi gigi
atau palatoversi adalah persistensi gigi
sulung, letak salah benih dan tanggal
Gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi premature.
permanen
 Persistensi gigi sulung  gigi sulung masih
Berdesakan anterior ada dan gigi permanen telah erupsi
 Tanggal prematur  gigi sulung telah
Pergeseran garis median
tanggal & terdapat space yang berkurang
 Letak salah benih gigi permanen  gigi
Impaksi gigi permanen
sulung telah tanggal & terdapat space
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Contoh: Tanggal prematur gigi anterior sulung


Rotasi gigi
 gigi posterior bergerak ke mesial  panjang
Mesioversi gigi lengkung geligi berkurang dan penyempitan
ruang untuk gigi-gigi anterior erupsi 
gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi
permanen berdesakan anterior

Berdesakan anterior

Pergeseran garis median

Impaksi gigi permanen


Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi
Contoh: Gigi 83 sulung kanan tanggal
Mesioversi gigi
prematur  gigi 41, 31 gerak ke mesial
Gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi
permanen mengisi ruang kosong pergeseran garis

Berdesakan anterior median ke kanan

Pergeseran garis median

Impaksi gigi permanen


Beberapa kemungkinan maloklusi akibat tanggal prematur gigi sulung :

Rotasi gigi

Mesioversi gigi

Gigi permanen tumbuh sesuai letak benih gigi


permanen
Contoh: M2 sulung tanggal premature  M1

Berdesakan anterior permanen bergerak ke mesial  penyempitan ruang

untuk P2 permanen erupsi  impaksi P2 permanen


Pergeseran garis median

Impaksi gigi permanen


Persistensi Gigi Sulung :

 Disebut juga over retained deciduous teeth

 Kondisi gigi sulung yang seharusnya sudah tanggal namun tidak tanggal

ketika gigi permanen pengganti sudah erupsi.


Beberapa kemungkinan maloklusi akibat persistensi gigi sulung:

Persistensi gigi sulung anterior  banyak


Gigi permanen tumbuh sesuai letak
terjadi pada gigi sulung anterior rahang
benih gigi permanen
bawah  gigi permanen pengganti erupsi
lebih ke lingual atau linguoversi.
Impaksi gigi permanen
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat persistensi gigi sulung:

Gigi permanen tumbuh sesuai letak Persistensi gigi sulung anterior rahang
benih gigi permanen
atas gigi permanen pengganti erupsi
lebih ke palatal atau palatoversi.
Impaksi gigi permanen
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat persistensi gigi sulung:

Gigi permanen tumbuh sesuai letak


benih gigi permanen Persistensi gigi sulung posterior  gigi
permanen pengganti erupsi mengikuti letak

Impaksi gigi permanen benih gigi


(RA: bukoversi, RB: linguoversi)
Beberapa kemungkinan maloklusi akibat persistensi gigi sulung:

Gigi permanen tumbuh sesuai letak


benih gigi permanen
Persistensi gigi sulung  space untuk gigi
permanen pengganti erupsi tidak ada 
Impaksi gigi permanen gigi permanen tidak bisa erupsi (impaksi)
Disharmoni Dentomaksiler (DDM)
Kondisi dimana terjadi disproporsi antara volume gigi dan volume rahang

Penyebab utamanya adalah herediter akibat pernikahan silang.

Terdapat 2 macam DDM:

1. Gigi-gigi berdesakan karena anak mewarisi ukuran rahang yang kecil, dan ukuran

gigi yang besar dari orang tuanya

2. Multiple diastema karena anak mewarisi ukuran rahang yang besar, dan ukuran gigi

yang kecil dari orang tuanya


Manifestasi klinis DDM:

Fase geligi sulung  tidak adanya diastema fisiologis pada anak usia 5-6 tahun (ugly duckling phase),
rotasi, serta berdesakan.
Fase geligi pergantian, akibat volume gigi yang besar, gigi permanen meresorpsi 2 gigi sulung. DDM pada
fase ini ditandai dengan palatoversi I2 permanen RA dan ektostem C permanen RA pada kedua sisi.
Fase geligi permanen  ektostem C RA pada kedua sisi. Ektostem C terjadi pada rahang atas pada kedua
sisi  dikaitkan dengan urutan erupsi gigi C permanen RA: P1 RA  C RA  P2 RA. Sedangkan, urutan
erupsi C permanen: RB C RB  P1 RB  P2 RB sehingga C RB tidak mungkin tumbuh di luar lengkung.
Manifestasi klinis DDM:

Manifestasi klinis DDM pada fase geligi permanen, yang ditandai dengan ektostem C pada kedua sisi
Pemeriksaan Radiografi DDM:

 Foto panoramik: dari foto panoramik, tampak gambaran benih gigi C dan P1 seperti bunga buket
(bouquet position)
 Foto sefalometri: pada kasus DDM, sudut γ yang terbentuk akan > 170°

α: sudut yang terbentuk dari inklinasi M1 RA dengan garis oklusi


α
γ
(normal: 90°)
β: sudut yang terbentuk dari inklinasi M1 RB dengan garis oklusi

β (normal: 100°)
γ: sudut yang terbentuk dari inklinasi M1 RA dengan M1 RB
(normal: 170°)
Terima Kasih . . . .

Anda mungkin juga menyukai