Anda di halaman 1dari 11

1.

3 Etiologi
Secara garis besar etiologi maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan
faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sukar untuk ditentukan etiologinya karena
adanya berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhkembangan.

1.

Faktor Herediter
Faktor herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1) disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang
yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau berupa diastema. Disproporsi ukuran, posisi,
dan bentuk rahang atas dan bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Menurut
Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan terjadinya oklusi normal ialah :
a. Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus
b. Faktor yang ikut memengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis kranial dan lingkungan
c. Jumlah, ukuran dan morfologi gigi
d. Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi)
Implikasi klinis untuk suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor herediter adalah kasus
tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik, namun sangat sulit untuk dapat

menentukan seberapa besar pengaruh faktor herediter terhadap maloklusi tersebut.


Kelainan Gigi
Beberapa kelainan gigi yang dipenagruhi faktor herediter ialah kekurangan jumlah gigi

(hipodontia),

kelebihan jumlah gigi (hiperdontia), misalnya ada mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada
molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus yang terletak diantara premolar.
Kekurangan Jumlah Gigi
Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuknya gigi sama sekali. Bentuk gangguan pertumbuhan yang
tidak separah anodontia adalah hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis( sampai
dengan 4 gigi), sedangkan oligodontia adalah gigi yang tidak terbentuk lebih dari 4 gigi. Gigi yang sering
agenesis adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisiv lateral.
Kelebihan Jumlah Gigi
Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di garis median rahang atas biasa disebut
mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya adalah yang terletak disekitar insisiv lateral sehingga disebut
laterodens dan premolar tambahan. Adanya gigi yang kelebihan dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.
Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi dan rahang dalam hal ini
lengkung gigi. Menurut Anggraini (1975) etiologi disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Tandatanda klinis suatu disharmoni dentomaksiler di regio anterior yang mudah diamati antara lain:
a. Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara umum dapat dikatakan bahwa bila
pada fase geligi sulung tidak ada diastema fisiologis dapat diduga bahwa kemungkinan besar akan
terjadi gigi berdesakan bila gigi-gigi permanen telah erupsi.

b. Pada saat insisiv sentral akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar insisiv sentral sulung dan insisiv lateral
sulung secara bersamaan sehingga insisiv lateral sulung tanggal prematur.
c. Insisiv sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena mendapat tempat yang cukup. Bila
letak insisiv sentral permanen tidak normal berarti penyebabnya bukan disharmoni dentomaksiler
murni tapi penyebab lain.
d. Pada saat insisiv lateral permanen akan erupsi dapt terjadi dua kemungkinan. Yang pertama insisv
lateral permanen meresorpsi akar kaninus sulung sehingga kaninus sulung tanggal prematur dan
insisiv lateral permanen tumbuh dalam letak yang normal karena tempatnya cukup. Selanjutnya
kaninus permanen akan tumbuh diluar lengkung geligi karena tidak mendapat tempat yang cukup.
Kemungkinan kedua adalah insisv leteral permanen tidak meresopsi akar kaninus sulung tetapi
tumbuh di palatal sesuai dengan letak benihnya.
2.

Faktor Lokal
Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Insisiv sentral dan
lateral sulung yang tanggal prematur tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan
menyebabkan adanya pergeseran garis median. Molar pertama sulung yang tanggal prematur juga
dapat menyebabkan pergeseran garis median. Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan
gigi sulung yang paling sering tanggal prematur karena karies, kemudian gigi molar permanen
bergeser kearah diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua
tumbuh sesuai letak benihnya.
Persistensi Gigi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti gigi sulung yang sudah
melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi
sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan
wawancara medis kepada orang tua pasien.
Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada
saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel,
sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk makan terjadi dilaserasi. Kalau ada dugaan
terjadi trauma pada saat pembentukan gigi permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah
terjadi trauma di sekitar mulut untuk lebih memperkuat dugaan. Trauma pada salah satu sisi muka
pada masa kanak-kanak dapat menyebakan asimertri muka.
Pengaruh Jaringan Lunak
Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Menurut
penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Misalnya pada lidah,

karena letak lidah pada posisi istirahat tidak benar atau karena makroglosi dapat mengubah
keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga insisiv bergerak ke arah labial. Bibir
yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-langit kadang-kadang mengandung jaringan
parut yang banyak selain tekannya yang besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi
pendek sehingga memberi tekanan yang lebih besar dengan akibat insisiv tertekan kearah palatal.
Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas
yang cukup dapat menyebabkan maloklusi . kebiasaan menghisap jari pada fase geligi sulung tidak
mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi
permanen tumbuh. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat
maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisiv yang proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka,
lengkung atas yang sempit serta retroklinasi insisv bawah. Kebiasaan menghisap bibir bawah dapat
menyebabkan proklinasi insisiv atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisiv
bawah.
Faktor Iatrogenik
Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik. Misalnya, pada saan
menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat
juga saat menempatkan pegas tidak benar sehingga terjadi gerakan gigi kedistal dan palatal.
Pemakaian kekuatan besar untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan resorpsi akar gigi yang
akan digerakkan, resorpsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi. Kelainan
jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan ortodontik, misalnya gerakan gigi
kearah labial/bukal yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.

Analisis Umum
1 Nama, alamat ,kelamin, umur

2 Keluhan utama pasien

3 Keadaan social

Uraian
Kelamin , umur berkaitan dengan
pertumbuhkembangan
dentomaksilofasial
Misal : perubahan fase geligi,
perbedaan pertumbuhkembangan
muka pria dan wanita
Biasanya ttg keadaan susunan gigi
yang dirasakan pasien mengganggu
estetik dentofasial , mempengaruhi
status social , fungsi pengunyahan
yang mendorong keinginan untuk
dilakukan perawatan ortodonti
Untuk mengetahui emosi px misal
adanya kebiasaan menghisap jari yang

4 Riwayat kesehatan pasien dan


keluarga

5 Berat dan tinggi badan


6 Ras/ kelompok etnik
7 Bentuk skelet :
endomorfik
mesomorfik
ektomorfik
8 Ciri keluarga / pola tertentu yg
selalu ada pd keluarga
9 Penyakit anak
10 Alergi
11 Kelainan endokrin
Yang terjadi pd pra lahir
Yang terjadi pd pasca lahir

12 Tonsil
13 Kebiasaan bernafas

berkepanjangan, prestasi belajar yang


kurang baik
Kesehatan px sejak dilahirkan smp
px datang misal trauma pd muka dan
kepala smp memerlukan operasi,
penyakit jantung, diabetes,arthritis,
tonsil yg sudah pernah di operasi
Mengetahui pertumbuhkembangan
normal/ tidak sesuai umur dan
jenis kelamin
Dalam pengertian fisik ( bukan
budaya )meliputi ras ayah ibu, kakek
nenek
pendek,berlemak
berotot
langsing , sedikit jaringan otot /
lemak
Kelainan skelet berupa prognati
mandibula, keadaan yang selalu
berulang pd suatu keluarga secara
turun menurun
Yang dapat mengganggu
pertumbuhkembangan, misal
penyakit dgn panas tinggi, sistemik
Terhadap obat2an, bahan ( latex ),
lingkungan ( debu)

hipoplasia gigi
mempengaruhi percepatan/
hambatan pertumbuhan muka,
derajat pematangan tulang,
penutupan sutura, resorpsi akar
gigi sulung,, erupsi gigi permanen

radang / tidak
melalui mulut kesukaran pd waktu
dicetak

Riwayat kesehatan pasien dan keluarga


Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak lahir sampai pasien datang untuk perawatan. Hal-hal yang
perlu ditanyakan pada orang tua pasien / pasien misalnya apakah pasien dilahirkan secara normal atau
tidak. Beberapa tindakan persalinan dapat mengakibatkan trauma pada kondili mandibula sehingga
menyebabkan maloklusi dikemudian hari.
Berat dan tinggi pasien
Dengan menimbang berat dan mengukur tinggi pasien diharapkan dapat diketahui apakah
pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya.
Ras

Pengertian ras dalam lingkup ini adalah ras dalam pengertian fisik, bukan dalam pengertian budaya.
Penetapan ras pasien dimaksudkan untuk mengetahui ciri fisik pasien karena setiap ras mempunyai ciri
fisik tertentu.
Bentuk skelet
Sheldon (1940), seorang antropologis, menggolongkan bentuk skelet berdasar jaringan yang dominan
yang mempengaruhi bentuk skelet. Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak
digolongkan sebagai ektomorfik. Pada individu seperti ini yang dominan adalah kulit dan saraf yang
berasal dari ektoderm. Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek
dengan otot yang kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang tebal disebut
endomorfik. Bentuk skelet ini mempunyai hubungan dengan pertumbuhkembangan. Anak dengan bentuk
skelet ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat daripada anank dengan tipe endomorfik maupun
mesomorfik.

Keterangan : bentuk skelet A. endomorfik, B. mesomorfik, C. Ektomorfik


Ciri keluarga
Ciri keluarga adalah adanya pola-pola tertentu yang selalu ada pada keluarga tersebut. Contoh klasik
dibidang ortodontik adalah adanya kelainan skelet yang berupa prognati mandibula pada dinasti
Habsburg di Eropa.
Penyakit anak
Meskipun biasanya anak dapat pernah menderita berbagai penyakit akan tetapi dalam hal ini yang perlu
diketahui adalah penyakit anak yang dapat mengganggu pertumbuhkembangan normal seorang anak.
Menurut Moyers (1988), penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat menyebabkan gangguan jadwal
waktu pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih berpengaruh
pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu maloklusi merupakan akibat
sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan neuropati atau merupakan sekuel dari perawatan skoliosis
yang berlangsung lama untuk imobilisasi tulang belakang.
Alergi
Alergi terhadap bahan perlu diketahui oleh operator dengan menanyakan pada pasien atau orang tua
pasien. Pada pemeriksaan pasien perlu ditanyakan apakah ada alergi terhadap obat-obatan, produk
kesehatan, atau lingkungan.
Kelainan endokrin

Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujud pada hipoplasia gigi. Kelainan endokrin
pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat
pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar sulung dan erupsi gigi permanen.
Tonsil
Bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil tersebut. Untuk menghindari
keadaan ini mandibula secara reflex diturunkan, gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih
luas untuk lidah dan biasanya terjadi perdorongan lidah ke depan saat menelan. Tonsil yang besar apalagi
bengkak dapat mempengaruhi posisi lidah. Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga
mengganggu fungsi menelan.
Kebiasaan bernafas
Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila dalam keadaan istirahat maupun pada saat melakukan
kegiatan selalu bernafas melalui mulut. Seorang penapas hidung kadang-kadang bernafas lewat mulut
juga pada keadaan tertentu misalnya pada keadaan saluran pernafasan terganggu oleh karena pilek.
Pasien yang biasa bernafas melalui mulut akan mengalami kesukaran pada saat dilakukan pencetakan
untuk membuat model studi maupun model kerja.
Analisis Lokal
Tipe Profil
Profil muka : Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka yaitu :

Cembung (convex)
bila titik petemuan Lip contour bawah Lip contour atas berada didepan garis Glabella Pogonion
Lurus (straight )
bila titik petemuan Lip contour bawah Lip contour atas berada tepat pada garis Glabella Pogonion
Cekung (concave)
bila titik petemuan Lip contour bawah Lip contour atas berada dibelakang garis Glabella
Pogonion
Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella, Lip
Contour atas, Lip Contour bawah dan Pogonion serta garis
referensi Glabella -Pogonion sebagaia acuan :
- Glabella (Gl) : Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah diantara alismata kanan dan kiri.
- Lip contour atas (Lca) : Titik terdepan bibir atas.
- Lip contour bawah (Lcb) : Tiik terdepan bibir bawah
- Pogonoin (Pog) : Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis mandibula.
Tipe Muka
Melihat tipe muka pasien dapat dilakukan dengan melihat dari arah depan pasien.
Tipe muka menurut Martin (Graber 1972) dikenal 3 tipe muka yaitu :
- Brahisepali : lebar, persegi
- Mesosepali : lonjong / oval
- Oligisepali : panjang / sempit

Indeks muka =

Tinggi muka ( A) (Jarak N Gn) x 100

Lebar muka (B) (Jarak bizigomatik)

Klasifikasi indeks muka :


- Euriprosop ( muka pendek, lebar) : 80,0 84,9
- Mesoprosop (muka sedang ) : 85,0 89,9
- Leptoprosop (muka tinggi, sempit) : 90,0 94,9
Jika indeks :
< 80,0 : Hipo Euriprosop
> 94,9 : Hiper Leptoprosop
Tipe Kepala
Pemeriksaan tipekepala dari pasien dapat dilakukan dengan melihat kepala pasien dari arah atas kepala
dengan posisi operator di belakang pasien.
Indeks kepala =

Lebar kepala (B) x 100


Panjang kepala (A)

Mengukur lebar kepala adalah jarak bizigomatik supra mastoideus sedangkan untuk panjang kepala
merupakan Jarak Glabella sampai Os. Occipital.
Klasifikasi indeks kepala :
- Dolikosepali (kepala panjang sempit) : 70,0 74,9
- Mesosepali (kepala sedang ) : 75,0 79,9
- Brahisepali (kepala lebar persegi) : 80,0 84,9
Jika indeks :
< 70,0 : Hipo Dolikosepali
> 84,9 : Hiper Brahisepali
- Bentuk Muka
Bentuk muka : simetris / asimetris
Pada dasarnya setiap orang tidak ada yang memiliki kesimetrisan yang bilateral namun dalam hal ini
dilihat pada wajah pasien asimetris yang fisiologis atau patologis.
- Tonus Otot
Serabut otot bersifat elastis , mempunyai dua macam ketegangan (tonus), aktif dan pasif. Pada waktu
kontraksi terdapat ketegangan yang aktif dan apabila dalamkeadaan dilatasi terdapat ketegangan pasif.
Dengan demikian pada waktu istirahatotot-otot mastikasi dan bibir mempunyai tonus yang dalam
keadaan normalterdapat keseimbangan yang harmonis, bila tidak normal tonus otot sangat
kuat(hypertonus) atau sangat lemah(hipotonus) dapat menimbulkan anomali padalengkung gigi akibat
adanya ketidakseimbangan atara tekanan otot di luar dan di dalam mulut.
Keadaan bibir pada waktu istirahat (rest position) : terbuka / menutup. Bibir terbuka pada waktu rest
posisi bisa disebabkan karena bibir terlalu pendek (incompetent) atau hypotonus otot bibir sering
dijumpai pada pada pasien yang gigi depannya protrusif.
- Fonetik
Dapat diperiksa dengan menyuruh pasien mengucapkan huruf tertentu seperti S, R, dan Z.
Tujuan utama dari pemeriksaan profil muka secara seksama, adalah :
o Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
o Evaluasi bibir dan letak insisiv
o Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertical dan sudut mandibula
1. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral terdiri dari jaringan mukosa mulut, lidah, palatum, kebersihan rongga mulut,
frekuensi karies, dan fase geligi.

Intra Oral
Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan cara:
1.

Jaringan mukosa mulut


a.

Gingiva
Dalam keadaan normal/hypertrophy/hypotrophy. Adanya peradangan gingival dapat ditentukan
dengan gingival indeks (GI)

b.

Mukosa labial.
Dalam keadaan normal/inflamasi atau dalam keadaan kelainan lainnya. Pasien
dengan oral hygiene yang jelek biasanya memiliki mukosa labial dan gingival yang
inflamasi dan hypertrophy. Normal : warana coral pink, konsistensi kenyal, tekstur
pada gingiva cekat terdapat stippling, margin gingiva mengelilingi gigi seperti kerah
baju, apabila mukosa ditekan berwarna pucat, jika dilepas akan kembali normal.

2.

Keadaan Lidah

Pemeriksaan lidah meliputi bentuk, ukuran dan fungsi. Pada lidah pasien tampak :

3.

a.

Ukuran lidah yang sedang

b.

Terdapat candidiasis pada bagian dorsum lidah

Palatum
Dalam keadaan normal / tinggi / rendah / lebar / sempit. Pasien dengan pertumbuhan rahang atas

kurang ke lateral memiliki bentuk palatum yang tinggi sempit, sebaliknya jika terdapat pertumbuhan yang
berlebihan memiliki palatum yang lebar.
4.

Kebersihan Mulut (Oral Hygiene)


Dalam keadaan baik / sedang / buruk. Kebersihan mulut yang terjaga dengan baik merupakan

indikator perhatian pasien terhadap gigi dan rongga mulut serta dapat diharapkan adanya kerja sama yang
baik dengan pasien. Oleh karena itu motivasi menjaga kebersihan mulut perlu dilakukan sebelum dilakukan
perawatan Ortodontic.
5.

Frekuensi Karies
Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi yang karies merupakan penyebab utama

maloklusi local. Karies merupakan penyebab terjadinya tanggal prematurgigi sulung sehingga terjadi
pergeseran gigi permanen, erupsi gigi permanen yang lambat dan lain-lain.
6.

Fase geligi
Pasien yang dating untuk perawatan orthodontic biasanya dalam geligi pergantian atau permanen dan

jarang pada fase geligi sulung. Fase geligi sulung ditandai denagn adanya gigi sulung dirongga mulut
( kurang lebih sampai umur 6 tahun). Fase geligi pergantian ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi
permanen (kurang lebih antara umur 6-11 tahun), merupakan proses pergantian dari fase geligi sulung kefase

geligi permanen. Fase geligi permanen bila semua gigi geligi telah dalam rongga mulut adalah gigi
permanen semua.
Periode perkembangan geligi
A. Periode Pradental
Periode ini dimulai dari masa bayi hingga usia dimana gigi sulung yang pertama erupsi.
B. Periode geligi sulung
Periode ini dimulai saat gigi sulung mulai erupsi. Usia erupsi gigi sangat bervariasi dan ditentukan
oleh faktor genetik, akan tetapi dapat dipengaruhi juga oleh faktor lokal dan sistemik. Meskipun banyak
terdapat variasi urutan erupsi gigi sulung yang umum adalah:
1. insisif pertama rahang bawah
2. insisif pertama rahang atas
3. insisif kedua rahang atas
4. insisif kedua rahang bawah
5. molar pertama rahang atas dan bawah
6. kaninus rahang atas dan bawah
7. molar kedua rahang bawah
8. molar kedua rahang atas
Perkembangan oklusi pada geligi sulung diatas merupakan pola rata-rata, dimana umumnya gigi-gigi
sulung mulai erupsi pada usia 6bulan dan pada usia 2,5 sampai 3 tahun umumnya semua gigi sulung telah
erupsi.
Perkembangan oklusi pada geligi sulung dipengaruhi oleh sistem neuromuskuler dan sendi. Bentuk
lengkung pada geligi sulung umumnya ovoid dan tidak banyak ditemukan variasi seperti pada geligi
permanen.
C. Periode geligi pergantian
Periode ini berawal dari erupsinya gigi molar permanen pertama di sebelah distal gigi molar gigi
sulung kedua. Pada usia 6 tahun dan pada umumnya hingga 12 tahun, gigi-gigi sulung akan mulai digantikan
oleh gigi-gigi permanen. Gigi permanen yang menggantikan tempat gigi sulung pada fase ini disebut dengan
successional teeth. Ditambah dengan gigi molar permanen yang tumbuh di bagian posterior lengkung geligi
sulung sebagai gigi-gigi tambahan dan dinamakan accesional teeth. Pada masa pergantian ini nantinya
premolar akan menggantikan molar sulung, sehingga akan di dapatkan selisih jarak. Selisih jarak antara gigi
kaninus dan molar sulung yang akan digantikan oleh kaninus dan premolar permanen dinamakan leeway
space.
D. Geligi permanen
Menurut Yustisia, perkembangan oklusi gigi geligi permanen dapat dibagi menjadi tiga tahap
perkembangan:
1. Tahap I
Pada usia 6-8 tahun, dimana terjadi pergantian antara gigi-gigi insisive sulung dan
penambahan keempat molar pertama permanen pada susunan gigi-geligi.
2. Tahap II
Tahap ini berlangsung pada usia 10-13 tahun. Terjadinya erupsi gigi-gigi premolar dan
kaninus permanen.
3. Tahap III

Pertumbuhan dari molar ketiga pada awal kehidupan dewasa melengkapi perkembangan
oklusi gigi geligi permanen. Usia erupsi gigi molar ketiga, berkisar antara 18-25 tahun.
Letak gigi mulai sebelum erupsi sampai mencapai bidang oklusi dipengaruhi oleh:
a. Faktor genetik
b. Pada tahap alveoli, posisi gigi dipengaruhi oleh:

Ada tidaknya gigi sebelah menyebelah

Kecepatan erupsi

Kehilangan prematur gigi sulung

Hal-hal yang merubah pertumbuhan prosessus alveolaris


c. Pada tahap intraoral praoklusi, gigi dapat bergerak oleh karena kekuatan dari bibir, lidah dan benda
asing yang dimasukkan ke dalam mulut
d. Bila sudah mencapai bidang oklusi, terdapat kekuatan yang kompleks yang bekerja pada gigi, antara
lain: kekuatan otot pengunyahan.
Dalam perkembangan yang normal, sistem gigi geligi berkembang dalam suatu pola

yang memiliki

variasi individual. Perubahan oklusi yang dapat terjadi adalah:


a. Relasi molar sulung flush terminal plane yang nantinya akan berkembang menjadi relasi neutroklusi
pada geligi tetap
b. Relasi molar sulung distal step yang berkembang menjadi distoklusi
c. Relasi molar sulung mesial step yang berkembang menjadi mesioklusi
Faktor skeletal dan dental memegang peranan penting dalam perkembangan sistem gigi geligi, selain faktor
genetik dan sistem neuromuskular yang kompleks.
Keterangan Rontenogram
Pada gambaran rontenogram ini dapat membantu menegakkan diagnosa. Foto
rontgen ini mempunyai berbagai kegunaan untuk :

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Mengetahui benih gigi


Menentukan letak benih gigi
Untuk mengetahui ukuran benih gigi
Untuk mengetahui ukuran dan arah erupsi gigi.
Mengetahui gigi-gigi yang impaksi
Mengetahui lebar mesiodistal.
Untuk mengetahui required space
Mengetahu urutan erupsi gigi
Menentukan adanya kelainan periapikal, periodontal, vitalitas, karies dan kelainan akar gigi.

Relasi gigi
Relasi gigi posterior
Jurusan Sagital

Jurusan Transfersal

Adalah hubungan gigi atas dan bawah


dalam keadaan oklusi ( yg diperiksa
molar permanen dan kaninus )
Netroklusi, distoklusi, mesioklusi,
gigitan tonjol, tidak ada relasi
Normal : Gigitan fisura luar rahang atas
Tidak normal : gigitan fisura dalam

Jurusan vertical

Relasi gigi anterior


Jurusan sagital

Jurusan vertikal

atas, gigitan tonjol,


Gigitan terbuka ( tidak ada kontak gigi
atas dan bawah pada saat oklusi )
Jarak gigit/ over jet
Normal :insisivi atas didepan insisivi
bawah dengan jarak 2-3 mm
Tidak normal : jarak gigit terbalik. Edge
to edge
Tumpang gigit / over bite ( jarak
vertical insisisal insisivi atas dengan
insisal insisivi bawah , normal 2 mm )
Tumpang gigit bertambah gigitan
dalam
Tumpang gigit berkurang negatip ( - )
Tumpang gigit : 0 ( edge to edge )

Anda mungkin juga menyukai