Anda di halaman 1dari 21

TEMA : SURAH AL-FATIHAH

Dosen Pembimbing: Ust. Muamar Qaddafi,SosI,M.Pd


Penyusun : Tengku Fadhlan Rasyid
ASBABUNUZUL
Rasulullah menerima wahyu pertama dan mengabarkan pada istrinya, Khadijah. Kemudian beliau pun diajak
oleh Khadijah untuk menemui Waraqah. DI sana, Rasulullah mulai menceritakan kewahyuannya kepada
Waraqah.
Rasul bercerita bahwa ketika beliau tengah sendiri, beliau seringkali mendengar suara dari belakang yang
memanggilnya, Rasul bersabda,

"Ya Muhammad, ya Muhammad, ya Muhammad! Mendengar suara itu aku pun lari,"

Kemudian Waraqah menjawab,

"Jangan engkau berbuat begitu. Jika engkau dengar suara itu tetap tenanglah engkau. Sehingga dapat engkau
dengar apa lanjutan perkataannya itu,"

Selanjutnya Rasulullah SAW kembali lagi menemuinya dan berkata,

"Maka datang lagi dia dan terdengar lagi suara itu: 'Ya Muhammad!' Katakanlah: Bismillahir-Rahmanir-Rahim,
Alhamdulillahi-Rabbil Alamin, sehingga sampai kepada Waladh-Dhaalin,'"

Kemudian turunlah surah Al Fatihah ayat 1-7. Riwayat ini menjadi bukti bahwa surah Al-Fatihah termasuk
surat Makkiyah.
HUKUM TAJWID
AYAT 1

‫ ِص َر اَط اَّلِذ ْيَن‬. ‫ ِاْهِد َنا الِّص َر اَط اَّلُم ْسَتِقْيَم‬. ‫ ِاَّياَك َنْع ُبُد َو ِاَّياَك َنْسَتِع ْيُن‬. ‫ َم اِلِك َيْو ِم الِّدْيِن‬. ‫ َالَّرْح َمِن الَّر ِح ْيِم‬. ‫ َاْلَحْم ُد ِهلِل َر ِّب اْلَع اَلِم ْيَن‬. ‫ِبْس ِم ِهللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيِم‬
‫َاْنَعْم َت َع َلْيِهْم َغْيِر اْلَم ْغ ُضْو ِب َع َلْيِهْم َو اَل الَّض اِّلْيَن‬

‫= ِبْســــــــِم الَّلــــــــِه‬
Hukumnya Tarqiq karena ada lam jalalain di dahului kasro, cara membacanya lafadz allah dibaca tipis
panjangnya 2 harokat.
‫= الَّرْح َم ــــــــِن‬
Hukumnya Idghom syamsyiyah karena ada lam ta'rif diikuti 'ro', cara bacanya huruf 'lam' di masukan ke huruf
'ro'.
‫= الَّر ِح يــــــــِم‬
Hukumnya Idghom syamsyiyah karena ada lam ta'rif diikuti ro' dan mad arid lissukun karena sebelom waqaf
ada mad thobi'i, cara membacanya dibaca panjang 2 harokat.
HUKUM TAJWID

AYAT 2

‫= اْلَحْم ُد‬
Hukumnya Izhar qamariyah karena ada alif lam diikuti 'ha', cara membacanya harus terang dan jelas.
‫= َر ِّب‬
Hukumnya Tafhim karena ada 'ro' bertanda baca fathah, cara membacanya harus dilemahkan dan jelas.

‫= اْلَع اَلِم يَن‬


Hukumnya Izhar qamariyah karena ada alif lam diikuti 'ain, mad thobi'i karena ada fathah diikuti alif, dan mad
arid lissukun karena sebelum waqaf ada mad thobi'i. Cara membacanya harus terang dan jelas.
HUKUM TAJWID

AYAT 3

‫= الَّر‬
Hukumnya Syamsiyah, karena ada huruf alif dan lam bertemu dengan huruf ra cara membacanya dimasukan
ke huruf ra
‫= الَّر‬
Hukumnya Syamsiyah, karena ada huruf alif dan lam bertemu dengan huruf ra cara membacanya dimasukan
ke huruf ra
‫= الَّر ِح يِم‬
Hukumnya Mad arid lissukun, karena ada waqaf yang sebelumnya ada huruf mad thobi’i dan cara
membacanya boleh dipanjangkan sampai 4 harokat atau lebih.
HUKUM TAJWID
AYAT 4

‫= َم اِلِك‬
Hukumnya Mad thobi'i karena ada fathah diikuti alif, cara membacanya sekedar terang dan jelas
‫= َيْو ِم‬
Hukumnya Mad layyin karena ada wawu sukun didahului fathah, cara membacanya sekedar lunak dan lemas

‫= َيْو ِم الِّد يِن‬


Hukumnya Idghom syamsyiyah karena ada lam ta'rif diikuti dal dan mad arid lissukun karena sebelom waqaf
ada mad thobi'i, cara membacanya boleh panjang 4 harokat atau lebih dan juga boleh dua harakat. Dan juga
karena ada huruf 'lam' bertemu dengan huruf 'dal' cara membacanya dimasukan ke huruf 'dal'.
HUKUM TAJWID
AYAT 5

‫= ِإَّياَك‬
Hukumnya Mad thobi'i karena ada fathah diikuti alif, cara membacanya sekedar terang dan jelas.

‫= َنْسَتِع يُن‬
Hukumnya Mad arid lissukun karena sebelum waqaf ada mad thobi'i, cara membacanya boleh panjang 4
harakat atau lebih dan juga boleh dua harakat
HUKUM TAJWID
AYAT 6

‫= اْهِد َنا الِّص َر اَط‬


Hukumnya Idghom syamsyiyah karena ada lam ta'rif diikuti 'shod', cara membacanya dimasukan ke huruf
'shod'.
‫= الِّص َر اَط‬
Hukumnya Mad thobi'i karena ada fathah diikuti alif, cara membacanya sekedar terang dan jelas.

‫= الِّص َر اَط اْلُم ْسَتِقيَم‬


Hukumnya Idzhar qomariyah karena ada alif lam diikuti mim dan mad arid lissukun karena sebelom waqaf ada
mad thobi'i, cara membacanya boleh panjang 4 harokat atau lebih.
HUKUM TAJWID
AYAT 6
‫= ِص َر اَط‬
Hukumnya Mad thobi'i karena ada fathah diikuti alif, cara membacanya sekedar terang dan jelas
‫= ِص َر اَط اَّلِذ يَن‬
Hukumnya Idghom syamsyiyah karena ada lam ta'rif diikuti lam dan mad thobi'i karena ada kasro diikuti ya'
sukun, cara membacanya sekedar terang dan jelas.
‫= َأْنَعْم َت‬
Hukumnya Izhar halqi karena ada nun mati bertemu 'ain dan izhar syafawi karena ada mim mati bertemu 'ta',
cara membacanya adalah jelas di mulut.
‫= َع َلْيِهْم‬
Hukumnya Mad layyin karena ada 'ya' sukun didahului fathah, cara membacanya terang di bibir dengan mulut
tertutup.
‫= َع َلْيِهْم َغْيِر‬
Hukumnya Izhar syafawi karena ada huruf mim mati bertemu ghain dan mad layyin karena ada ya' sukun
didahului fathah, cara membacanya lunak dan lemas.
‫= َغْيِر اْلَم ْغ ُضوِب‬
Hukumnya Izhar qamariyah karena ada lam ta'rif diikuti mim, dan mad thobi'i karena ada dhummah diikuti
'wawu' sukun, cara membacanya harus terang dan jelas.
HUKUM TAJWID
AYAT 6
‫= َع َلْيِهْم‬
Hukumnya Mad layyin karena ada ya' sukun didahului fathah, cara membacanya sekedar lunak dan lemas.

‫= َع َلْيِهْم َو‬
Hukumnya Idzhar syafawi karena ada mim mati bertemu 'wau', cara membacanya lunak dan lemas.

‫= َو َالالَّض آِّليَن‬
Hukumnya Idghom syamsyiyah karena ada lam ta'rif diikuti dhod , mad lazim kilmi muthaqqol karena ada
mad thobi'i bertemu huruf bertanda baca tasydid dan mad arid lissukun karena sebelom waqaf ada mad thobi'i,
cara membacanya boleh panjang 4 harokat atau lebih.
TAFSIR AYAT 1
Surah al-Fatihah dimulai dengan Basmalah. Ada beberapa pendapat ulama berkenaan dengan Basmalah yang
terdapat pada permulaan surah Al-Fatihah. Di antara pendapat-pendapat itu, yang termasyhur ialah:
1. Basmalah adalah ayat tersendiri, diturunkan Allah untuk jadi kepala masing-masing surah, dan pembatas
antara satu surah dengan surah yang lain. Jadi dia bukanlah satu ayat dari al-Fatihah atau dari surah yang lain,
yang dimulai dengan Basmalah itu. Ini pendapat Imam Malik beserta ahli qiraah dan fuqaha (ahli fikih)
Medinah, Basrah dan Syam, dan juga pendapat Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya. Sebab itu
menurut Imam Abu Hanifah, Basmalah itu tidak dikeraskan membacanya dalam salat, bahkan Imam Malik
tidak membaca Basmalah sama sekali.
Hadis Nabi saw:
Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Saya salat di belakang Nabi saw, Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka
memulai dengan Al-hamdulillahi rabbil 'alamin, tidak menyebut Bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan,
dan tidak pula di akhirnya." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

2. Basmalah adalah salah satu ayat dari al-Fatihah, dan pada surah an-Naml (27:30). Ini adalah pendapat Imam
Syafi'i beserta ahli qiraah Mekah dan Kufah. Sebab itu menurut mereka Basmalah itu dibaca dengan suara
keras dalam salat (jahar). Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu antara lain Hadis Nabi saw:
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, Rasulullah saw mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim. (Riwayat al-
hakim dalam al-Mustadrak dan menurutnya, hadis ini sahih)

Abu Hurairah juga salat dan mengeraskan bacaan Basmalah. Setelah selesai salat, dia berkata, "Saya ini adalah
orang yang salatnya paling mirip dengan Rasulullah." Muawiyah juga pernah salat di Madinah tanpa
mengeraskan suara Basmalah. Ia diprotes oleh para sahabat lain yang hadir di situ. Akhirnya pada salat
berikutnya Muawiyah mengeraskan bacaan Basmalah.
Makna kata Allah
Allah adalah nama bagi Zat yang ada dengan sendirinya (wajibul-wujud). Kata "Allah" hanya dipakai oleh
bangsa Arab kepada Tuhan yang sebenarnya, yang berhak disembah, yang mempunyai sifat-sifat
kesempurnaan. Mereka tidak memakai kata itu untuk tuhan-tuhan atau dewa-dewa mereka yang lain
TAFSIR AYAT 2

Al-hamdu artinya pujian, karena kebaikan yang diberikan oleh yang dipuji, atau karena suatu sifat keutamaan
yang dimilikinya. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini dari Allah, sebab Dialah yang
menjadi sumber bagi semua nikmat.

Rabb artinya pemilik, pengelola dan pemelihara. Di dalamnya terkandung arti mendidik, yaitu menyampaikan
sesuatu kepada keadaan yang sempurna dengan berangsur-angsur.

'Alamin artinya seluruh alam, yakni semua jenis makhluk. Alam itu berjenis-jenis, yaitu alam tumbuh-
tumbuhan, alam binatang, alam manusia, alam benda, alam makhluk halus, umpamanya malaikat, jin, dan
alam yang lain. Ada mufasir mengkhususkan 'alamin pada ayat ini kepada makhluk-makhluk Allah yang
berakal yaitu manusia, malaikat dan jin. Tetapi ini mempersempit arti kata yang sebenarnya amat luas.
TAFSIR AYAT 3

Pada ayat dua, Allah swt menerangkan bahwa Dia adalah Tuhan seluruh alam. Maka untuk mengingatkan
hamba kepada nikmat dan karunia yang berlipat-ganda, yang telah dilimpahkan-Nya, serta sifat dan cinta kasih
sayang yang abadi pada diri-Nya, diulang-Nya sekali lagi menyebut ar-Rahman ar-Rahim. Yang demikian
dimaksudkan agar gambaran keganasan dan kezaliman seperti raja-raja yang dipertuan dan bersifat sewenang-
wenang lenyap dari pikiran hamba.

Allah mengingatkan dalam ayat ini bahwa sifat ketuhanan Allah terhadap hamba-Nya bukanlah sifat keganasan
dan kezaliman, tetapi berdasarkan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian manusia akan mencintai
Tuhannya, dan menyembah Allah dengan hati yang aman dan tenteram, bebas dari rasa takut dan gelisah.
Malah, mereka akan mengambil pelajaran dari sifat-sifat Allah. Mereka akan mendasarkan pergaulan dan
tingkah lakunya terhadap manusia sesamanya, atau terhadap orang yang di bawah pimpinannya, bahkan
terhadap binatang yang tak pandai berbicara sekalipun, atas sifat cinta dan kasih sayang itu. Karena dengan
jalan demikianlah manusia akan mendapat rahmat dan karunia dari Tuhannya.

Rasulullah bersabda: "Allah sayang kepada hamba-hamba-Nya yang pengasih." (Riwayat at-Tabrani)

"Orang-orang yang penyayang, akan disayangi oleh Allah yang Rahman Tabaraka wa Ta'ala. (Oleh karena itu)
sayangilah semua makhluk yang di bumi, niscaya semua makhluk yang di langit akan menyayangi kamu
semua." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud at-Tirmidzi dan al-hakim).
TAFSIR AYAT 4
Sesudah Allah menyebutkan beberapa sifat-Nya, yaitu: Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, maka
diiringi-Nya dengan menyebutkan satu sifat-Nya lagi, yaitu "menguasai hari pembalasan". Penyebutan ayat ini bermakna
kekuasaan Allah atas alam ini tak terhenti sampai di dunia ini saja, tetapi terus berkelanjutan sampai hari akhir.

Ada dua macam bacaan berkenaan dengan kata Maalik. Pertama, dengan memanjangkan ma, dan kedua dengan
memendekkannya. Menurut bacaan yang pertama, Malik artinya "Yang memiliki" (Yang empunya). Sedang menurut bacaan
yang kedua, artinya "Raja".

Kedua bacaan itu benar. Baik menurut bacaan yang pertama ataupun bacaan yang kedua, dapat dipahami dari kata itu arti
"berkuasa" dan bertindak dengan sepenuhnya. Sebab itulah diterjemahkan dengan "Yang menguasai".

"Yaum" artinya hari, tetapi yang dimaksud di sini ialah waktu secara mutlak.

Ad-din banyak artinya, di antaranya: (1) perhitungan, (2) ganjaran, pembalasan, (3) patuh, (4) menundukkan, dan (5) syariat,
agama. Yang selaras di sini ialah dengan arti "pembalasan". Jadi, Maaliki yaumiddin maksudnya "Allah itulah yang berkuasa
dan yang dapat bertindak dengan sepenuhnya terhadap semua makhluk-Nya pada hari pembalasan.“

Sebetulnya, pada hari kemudian itu banyak hal yang terjadi, yaitu Kiamat, kebangkitan, berkumpul, perhitungan, dan
pembalasan. Namun, pembalasan sajalah yang disebut oleh Allah di ayat ini, karena itulah yang terpenting. Yang lain dari itu,
umpamanya kiamat, kebangkitan dan seterusnya, merupakan pendahuluan dari pembalasan. Untuk targib dan tarhib
(menggalakkan dan menakut-nakuti), penyebutan "hari pembalasan" juga lebih tepat.
TAFSIR AYAT 5
Iyyaka (hanya kepada Engkau). Iyyaka adalah dhamir untuk orang kedua dalam kedudukan mansub karena menjadi maf'ul
bih (obyek). Dalam tata bahasa Arab, maf'ul bih harus sesudah fi'il dan fa'il. Jika mendahulukan yang seharusnya diucapkan
kemudian, dalam Balagah menunjukkan qasr, yaitu pembatasan yang bisa diartikan "hanya". Jadi arti ayat ini "Hanya kepada
Engkau saja kami menyembah, dan hanya kepada Engkau saja kami mohon pertolongan".

Iyyaka dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa ibadah dan isti'anah (meminta pertolongan) itu
masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah serta untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah.
Karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat
perasaannya daripada bermunajat dengan Allah.

Baik juga diketahui bahwa dengan memakai iyyaka itu berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud
mengingat Allah swt, seakan-akan kita berada di hadapan-Nya, dan kepada-Nya diarahkan pembicaraan dengan khusyuk dan
tawaduk.

Seakan-akan kita berkata:


"Ya Allah, dzat yang wajibul wujud, Yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Yang menjaga dan memelihara seluruh
alam, Yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan berlipat ganda, Yang berkuasa di hari pembalasan, Engkau sajalah
yang kami sembah, dan kepada Engkau sajalah kami minta pertolongan, karena hanya Engkau yang berhak disembah, dan
hanya Engkau yang dapat menolong kami".

Dengan cara seperti itu orang akan lebih khusyuk dalam menyembah Allah dan lebih tergambar kepadanya kebesaran yang
disembahnya itu. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah dengan sabdanya: "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari 'Umar bin al-Khatthab).
TAFSIR AYAT 6
Ihdi: pimpinlah, tunjukilah, berilah hidayah. Arti "hidayah" ialah menunjukkan suatu jalan atau cara
menyampaikan orang kepada orang yang ditujunya, dengan baik.

Macam-macam Hidayah (Petunjuk)


Allah telah memberi manusia bermacam-macam hidayah, seperti yang juga dibahas dalam Tafsir Al-Fatihah
oleh Muhammad Abduh.

1. Hidayah Naluri (Garizah)


Manusia begitu juga binatang-binatang, dilengkapi oleh Allah dengan bermacam-macam sifat, yang timbulnya
bukan dari pelajaran, bukan pula dari pengalaman, melainkan telah dibawanya dari kandungan ibunya. Sifat-
sifat ini namanya "naluri", dalam bahasa Arab disebut garizah.

Umpamanya, naluri "ingin memelihara diri" (mempertahankan hidup). Seorang bayi bila merasa lapar dia
menangis. Sesudah terasa di bibirnya puting susu ibunya, dihisapnya sampai hilang laparnya. Perbuatan ini
dikerjakannya tanpa seorang pun yang mengajarkan kepadanya, bukan pula timbul dari pengalamannya,
hanya semata-mata ilham dan petunjuk dari Allah kepadanya, untuk mempertahankan hidupnya.

2. Hidayah Pancaindra
Karena naluri itu sifatnya belum pasti sebagaimana disebutkan di atas, maka ia belum cukup untuk jadi
hidayah bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Sebab itu, manusia dilengkapi lagi oleh Allah
swt dengan pancaindra. Pancaindra itu sangat besar perannya terhadap pertumbuhan akal dan pikiran
manusia.
TAFSIR AYAT 6
Sehubungan dengan itu ahli-ahli pendidikan berkata: "Pancaindra adalah pintu-pintu pengetahuan". Maksudnya ialah: dengan
perantaraan pancaindra itulah manusia dapat berhubungan dengan alam sekitar, dengan arti bahwa sampainya sesuatu dari
alam sekitar ini ke dalam otak manusia adalah melalui pintu-pintu pancaindra.

tetapi naluri ditambah dengan pancaindra, juga belum cukup untuk jadi pokok-pokok kebahagiaan manusia. Banyak lagi
benda-benda dalam alam ini yang tidak dapat dilihat oleh mata. Banyak macam suara yang tidak dapat didengar oleh telinga.
Malah selain dari alam mahsusat (yang dapat ditangkap oleh pancaindra), ada lagi alam ma'qulat (yang hanya dapat
ditangkap oleh akal).
Indra penglihatan (mata) hanya dapat menangkap alam mahsusat. Tangkapannya tentang yang mahhsusat itu pun tidak
selamanya betul, kadang-kadang salah. Inilah yang dinamakan dalam ilmu jiwa "ilusi optik" (tipuan pandangan), dalam
bahasa Arab disebut khida' an-nadhar. Sebab itu manusia masih membutuhkan hidayah yang lain. Maka Allah
menganugerahkan hidayah yang ketiga, yaitu "hidayah akal".

3. Hidayah Akal (pikiran)


a. Akal dan kadar kesanggupannya
Dengan adanya akal,manusia dapat menyalurkan naluri ke arah yang baik, agar naluri itu menjadi sumber bagi kebaikan.
Dengan akal, manusia dapat membetulkan kesalahan-kesalahan pancaindranya, membedakan yang buruk dengan yang baik.

4. Hidayah Agama
a. Pokok-pokok agama ketuhanan
Allah mengutus rasul-rasul untuk membawa agama yang akan menunjukkan kepada manusia jalan yang harus mereka
tempuh untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Mula-mula yang ditanamkan oleh rasul-rasul itu adalah kepercayaan
tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, guna membersihkan itikad manusia dari
syirik (mempersekutukan Allah).
TAFSIR AYAT 7

Setelah Allah swt mengajarkan kepada hamba-Nya untuk memohon agar selalu dibimbing-Nya menuju jalan
yang lurus dan benar, pada ayat ini Allah menerangkan apa jalan yang lurus itu. Sebelum Al-Qur'an
diturunkan, Allah telah menurunkan kitab-kitab suci-Nya yang lain. Dan sebelum Nabi Muhammad diutus,
Allah telah mengutus rasul-rasul, karena sebelum umat yang sekarang ini telah banyak umat terdahulu.

Di antara umat-umat yang terdahulu itu terdapat nabi-nabi, siddiqin yang membenarkan rasul-rasul dengan
jujur dan patuh, syuhada' yang telah mengorbankan jiwa dan harta untuk kemuliaan agama Allah, dan orang-
orang saleh yang telah membuat kebajikan dan menjauhi larangan Allah.

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, dan kita diajari agar memohon kepada-Nya,
agar diberi-Nya taufik dan bimbingan sebagaimana Dia telah memberi taufik dan membimbing mereka.
Artinya sebagaimana mereka telah berbahagia dalam aqaid, dalam menjalankan hukum-hukum dan peraturan-
peraturan agama, serta telah mempunyai akhlak dan budi pekerti yang mulia, maka demikian pula kita
hendaknya. Dengan perkataan lain, Allah menyuruh kita agar mengambil contoh dan teladan kepada mereka
yang terdahulu.
‫ُس ْبَح اَنَك الَّلُهَّم َو ِبَحْمِد َك ‪َ ،‬أْش َهُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل َأْنَت ‪َ ،‬أْسَتْغ ِفُرَك َو َأُتوُب ِإَلْيَك‬

Anda mungkin juga menyukai