Anda di halaman 1dari 23

PAPARAN

DIRRESKRIMSUS
POLDA JATIM
ADVOKASI PROGAM PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN JAWA TIMUR
DIREKTORAT

DASAR
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

1 UU NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 UU NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

UU NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 18 TAHUN 2OO9


3 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

4 UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

5 UU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN

SURAT PEMERINTAH PROV. JAWA TIMUR DINAS PETERNAKAN NOMOR:


6 524.3/3165/122.4/2022 TANGGAL 15 MARET 2022

SURAT NOMOR: 16154/HK.230/F/11/2021 DAN NOMOR: PKS/61/XI/2021 PERIHAL


PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN
7 KESEHATAN HEWAN KEMENTRIAN PERTANIAN RI DENGAN KEPOLISIAN REPUBLIK
INDONESIA
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

KERJA SAMA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN DIREKTORAT JENDERAL DAN


KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

BAHARKAM POLRI BAINTELKAM POLRI BARESKRIM POLRI


1. Pertukaran data dan/atau 1. Pertukaran data dan/atau 1. Pertukaran data dan/atau
informasi; informasi; informasi;
2. Pendampingan dan bantuan 2. Pendampingan dan 2. Penegakan hukum;
pengamanan; pengamanan intelijen; 3. Peningkatan kapasitas sumber
3. Peningkatan kapasitas sumber 3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan
daya manusia; dan daya manusia; dan 4. Pemanfaatan prasarana dan
4. Pemanfaatan prasarana dan 4. Pemanfaatan prasarana dan sarana.
sarana. sarana.
DIREKTORAT

LATAR BELAKANG
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

Kebutuhan Daging Sapi


Sektor Perekonomian
Kebutuhan daging secara nasional semakin
meningkat seiring dengan laju pertumbuhan Sektor Kebutuhan daging/protein
ekonomi yang semakin baik, pembangunan Da menjadi salah satu sektor yang penting
g dalam mendukung perekonomian.
pendidikan yang lebih maju, kesadaran Sa ing
pi
kebutuhan nutrisi asal ternak semakin o mi Pemanfaatan sektor Kebutuhan
kon daging/protein perlu dikelola secara
meningkat, serta meningkatnya jumlah E
penduduk di Indonesia. Kondisi tersebut optimal dan sesuai dengan ketentuan
menyebabkan pemotongan sapi dari perundang-undangan
berbagai jenis juga semakin meningkat.
Adapun produksi daging sapi pada tahun
TPH
2020 sejumlah 91 027,74 ton, pada tahun
2021 sejumlah 93 303,43 ton.

Maraknya TPH
Maraknya TPH (Tempat Pemotongan Hewan) yang
melakukan pemotongan sapi tidak sesuai prosedur dan
tidak memenuhi persyaratan
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

Gambaran Umum
Pengertian
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
hanya mengatur terkait Rumah Potong Hewan yang
selanjutnya disebut dengan RPH yang merupakan suatu
bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan
syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan
hewan bagi konsumsi masyarakat umum, dengan
persyaratan meliputi Persyaratan administratif disesuaikan
dengan peraturan perundangan dan persyaratan teknis
meliputi lokasi, sarana pendukung, konstruksi dasar dan
desain bangunan serta peralatan.

Nama/nomenklatur TPH (Tempat Pemotongan Hewan) tidak


diatur dalam Undang-Undang dan tidak mempunyai dasar
hukum maka kegiatan TPH (Tempat Pemotongan Hewan)
tersebut adalah aktivitas illegal.
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

POKOK PERMASALAHAN
1. RPH diduga belum mampu melakukan
pemotongan sapi untuk memenuhi kebutuhan
daging baik untuk lokal maupun untuk luar daerah,
sebagai berikut:
• Maraknya TPH (Tempat Pemotongan
Hewan) yang tidak memenuhi standart dan
persyaratan;
• Tempat Pemotongan yang lokasinya
berdekatan dengan lokasi perkampungan
penduduk dan IPAL yang tidak sesuai
dengan ketentuan;
• Tidak terdapat Juleha (Juru Sembelih halal);
• Tidak adanya Dokter Hewan (pengecekan
Ante-mortem dan Postmortem);

2. Kurangnya Pengawasan dari instansi terkait


terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pengelola
TPH dan tidak adanya sanksi yang diberikan
kepada pelaku atau pengelola TPH
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL RPH TPH TOTAL
KHUSUS PETA SEBARAN RPH DAN TPH TAHUN 2022
141 212 353
DI WILAYAH HUKUM POLDA JAWA TIMUR
BOJONEGORO
LAMONGAN GRESIK
RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL BANGKALAN SAMPANG PAMEKASAN
RPH TPH TOTAL
9 3 12 RPH TPH TOTAL
3 37 40 2 12 14 RPH TPH TOTAL RPH TPH TOTAL

9 0 9 5 27 32 5 0 5
JOMBANG MOJOKERTO KOTA
TUBAN
RPH TPH TOTAL PAMEKASAN
RPH TPH TOTAL SIDOARJO
RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL
4 0 4 4 0 4 RPH TPH TOTAL
5 35 40 SURABAYA 5 2 7
3 7 10
RPH TPH TOTAL
NGANJUK SITUBONDO
PASURUAN KOTA
RPH TPH TOTAL 1 0 1
MADIUN RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL
2 5 7 RPH TPH TOTAL 3 0 3
1 0 1
MOJOKERTO
0 5 5
RPH TPH TOTAL PROBOLINGGO KOTA
NGAWI MADIUN KOTA PASURUAN
4 0 4 RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL RPH TPH TOTAL RPH TPH TOTAL
1 1 2
1 0 1 1 0 1 10 0 10

PROBOLINGGO
MAGETAN
PONOROGO RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL
BONDOWOSO
RPH TPH TOTAL 6 8 14
2 13 15 RPH TPH TOTAL
1 6 7
4 0 4
KEDIRI
KEDIRI KOTA
JEMBER
TRENGGALEK RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL BATU MALANG
RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL 2 3 5
1 0 1 RPH TPH TOTAL RPH TPH TOTAL
11 6 17
1 10 11
BLITAR KOTA 1 4 5 7 11 18
TULUNGAGUNG
RPH TPH TOTAL BANYUWANGI
PACITAN RPH TPH TOTAL BLITAR MALANG KOTA LUMAJANG
2 0 2 RPH TPH TOTAL
RPH TPH TOTAL 3 0 3 RPH TPH TOTAL RPH TPH TOTAL RPH TPH TOTAL
8 0 8
1 10 11 3 0 3 1 1 2 8 6 14
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KEMAMPUAN RPH
KHUSUS
DALAM MELAKUKAN PEMOTONGAN SAPI
PER KOTA / KABUPATEN WILAYAH HUKUM POLDA JAWA TIMUR TAHUN 2022

00
7 ,8

00
3 ,0

60
1 ,5

880
650 570 560
510 500 460 450
340 300 290 290 270 260 250 240 240
210 200 150 140 130 100
90 80 80 70 60 60 30 20 20 10 10 10 0

JUMLAH SAPI (EKOR)


DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KEMAMPUAN TPH
KHUSUS
DALAM MELAKUKAN PEMOTONGAN SAPI
PER KOTA / KABUPATEN WILAYAH HUKUM POLDA JAWA TIMUR TAHUN 2022
20
3 ,2

40
1 ,5

900 880

650
550
440 420
340
270
200 180 170
140 100
80 70 60 60 60 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

N N G IK G G RI G O ER K N N JO EK EP O N TU O O N N I O O N G R O G A I O N I R N K
BA GA LAN ES LAN PAN EDI JAN GG MB NJU ITA ETA AR AL EN OG DIU BA G OR LA UA NG OS RT SA AN TA D N AY AW RT IU DIR TA UA RA
G A A E A I N U B G E D I E
TU ON A GR A K MA LIN JE GA AC AG DO GG UM OR MA A N G R
LI NE GK SU UW O JOK EK OM
W B BL
BO AG RA N OK MA KE BL UR P
M M M AM P M I N T U G J A S G
LA TA
S U
L OB
O N S EN S
PO
O
KO OB OJ BA
O N
P A N
Y D
N MO A M J IT UN SU O TA OT OTA PA UN
R O P S M
KO PR
T
PR B BA B L
U OT
A A KO K K TA NJ
T T A
TA K KO KO T
KO
JUMLAH SAPI (EKOR)
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL PERBANDINGAN
KHUSUS
JUMLAH KEBUTUHAN DAGING PER KOTA / KABUPATEN SEJAWA TIMUR
DENGAN KEMAMPUAN RPH DALAM MENYIAPKAN DAGING TERSEBUT

KEMAMPUAN RPH (TON) KEBUTUHAN DAGING (TON)


DIREKTORAT

PERBANDINGAN DATA
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

11 7,804
10
9

3,685
3,000

1 1
0 71 56 20
JEMBER PASURUAN BANGKALAN BATU TANJUNG MADIUN
PERAK BANGKALAN TUBAN TANJUNG KOTA BATU MADIUN KOTA MADIUN
PERAK

JUMLAH RPH TERBANYAK JUMLAH RPH TERENDAH KEMAMPUAN POTONG RPH TERTINGGI KEMAMPUAN POTONG RPH TERENDAH

918 4513.24
769

360

3860
1 0 0
RPH BELUM MAMPU
MEMENUHI KEBUTUHAN
DAGING +/- 653 TON

KEMAMPUAN KEBUTUHAN

KEBUTUHAN DAGING TERBANYAK KEBUTUHAN DAGING TERENDAH KEMAMPUAN POTONG / PRODUKSI DAGING DI RPH KEBUTUHAN DAGING
( TON ) ( TON )
(TON) ( TON )
DIREKTORAT

SOCIAL MEDIA
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

FAKTOR PENYEBAB MARAKNYA TPH (TEMPAT POTONG HEWAN) DI WILAYAH


KOTA/KABUPATEN JAWA TIMUR
1. Banyaknya syarat / regulasi untuk pemotongan sapi di RPH yang harus dipenuhi pemilik
sapi
2. Adanya keluhan dari pelaku usaha terkait payung hukum dan terhambatnya birokrasi
penerbitan izin RPH (Rumah potong Hewan)
3. Tingginya kebutuhan daging atau protein hewani di wilayah yang tidak sebanding dengan
keberadaan RPH (Rumah Potong Hewan) yang terbatas;
4. Timbulnya konflik sosial ekonomi terkait mata pencaharian masyarakat yang bergantung
dari TPH (Tempat potong Hewan)
PERMASALAHAN
YANG TIMBUL DI TPH
1. Adanya komplain dari masyarakat sekitar TPH
(Tempat Potong Hewan) akibat dari limbah yang
tidak dikelola dengan baik dan benar;
2. Syarat sertifikasi halal dalam pemotongan di TPH
(Tempat Potong Hewan) belum terpenuhi karena
tidak ada JULEHA (Juru Sembelih Halal);
3. Tidak dapat mengidentifikasi sapi yang layak atau
sehat untuk dipotong / dikonsumsi karena tidak
tersedia fasilitas Dokter Hewan;
4. Terjadinya pemotongan sapi betina produktif yang
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan;
5. Adanya oknum di TPH (Tempat Potong Hewan)
melakukan penggelonggongan sapi yang
bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen dan UU Nomor
12 Tahun 2012 tentang Pangan
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL

FAKTOR PENYEBAB
KHUSUS

PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF


FAKTOR INTERNAL PETERNAK FAKTOR EKSTERNAL PETERNAK
Kebutuhan hidup yang mendesak : a) Pertumbuhan sapi yang lambat
a) Keluarga yang sakit b) Sapi Majir (tidak mau birahi/bunting)
b) Upacara Agama c) Sapi sakit
c) Untuk membangun rumah d) Sapi cacat fisik
d) Untuk membayar hutang e) Kesempatan karena harga sapi
sedang mahal
f) Adanya dorongan dari pedagang
sapi (Blantik)

ALASAN LAIN
a) Harga sapi betina relatif lebih murah dari pada
harga sapi jantan dengan ukuran yang sama,
namun setelah dipotong harga jual daging sama
antara sapi betina dan sapi jantan
b) Tidak adanya kesadaran untuk menyelamatkan
populasi sapi
c) Kurangnya pengawasan dari stakeholder dan
instansi terkait
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL DAMPAK
KHUSUS DAMPAK DARI
PEMOTONGAN
SAPI
SAPI BETINA
GELONGGONGAN
PRODUKTIF
1. Menurunnya populasi sapi 1. Menambah berat daging
yang akan merugikan
2. Berkurangnya produksi
konsumen;
daging
2. Kualitas daging tidak segar
3. Meningkatnya impor sapi
dan cepat busuk karena
dan daging
memiliki kandungan air
4. Menurunnya harga sapi berlebihan
lokal
3. Daging gelonggongan
5. Menurunnya pendapatan setara dengan bangkai
peternak
4. Apabila dikonsumsi dapat
menyebabkan bermacam
penyakit ( seperti diare )

DAMPAK YANG DITIMBULKAN


APABILA SAPI YANG DIPOTONG
TIDAK SEHAT:

DAMPAK 1. Dapat menyebabkan menularnya penyakit hewan dan bagi


pemotong misal : antraks(penyakit menular dari hewan);
2. Dapat menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsi.
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL Hasil temuan Tim Terpadu pendampingan
KHUSUS
pengawasan dan pengendalian dengan Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Timur terhadap 6
TPH di Wilayah Sidoarjo diperoleh fakta-fakta
antara lain:
1. Masih ditemukan adanya sapi
betina yang masih produktif
yang disembelih;
2. Masih ditemukan adanya sapi
betina produktif tersebut sudah
digelonggong menggunakan
air;
3. Tidak ada juleha
4. Tidak ada dokter hewan
5. Tidak ada IPAL sehingga
menimbulkan keresahan
masyarakat di sekitar TPH
DIREKTORAT

UPAYA YANG DILAKUKAN


RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

KOMUNIKASI, KOORDINASI DAN KOLABORASI


1. Melaksanakan Rakor dan Kegiatan Pendampingan Pengawasan
Pengendalian Pemotongan Betina Produktif di wilayah Jawa Timur
SI
KA

dengan dinas peternakan Provinsi Jawa Timur.


KO
NI

UPAYA 2. Melakukan percepatan birokrasi, payung hukum dan penerbitan izin


MI

OR
KO

PREEMTIF TPH (Tempat Pemotongan Hewan) atau RPH (Rumah Potong Hewan)
DI
NA

DAN UPAYA
mini secara tepat, transparan dan akuntabel untuk memenuhi
SI

kebutuhan daging sapi atau protein hewani


PREVENTIF PREEMTIF
KOLABORASI DAN
PENDATAAN
1. Melakukan
PREVENTIF pemetaan supply and demand terhadap kebutuhan daging
UPAYA sapi atau protein hewani khususnya untuk wilayah Jawa Timur
REPRESIF 2. Melakukan pendataan terhadap RPH (Rumah Pemotongan Hewan) dan
TPH (tempat Pemotongan Hewan) di wilayah Jawa Timur.

SOSIALISASI PEMILIK TPH


1. Agar memperbaiki IPAL agar tidak mengganggu;
2. Agar melengkapi Juleha (Juru Sembelih halal)
3. Agar menyediakan Dokter Hewan (pengecekan Ante-mortem dan
Postmortem);
4. Agar tidak melakukan pemotongan sapi betina produktif dan sapi
PENEGAKAN HUKUM gelonggongan
Melakukan penegakkan hukum
berupa sanksi administrasi maupun PENDAMPINGAN DAN PENGAWASAN
sanksi pidana, dalam penegakan Pelaksanaan pendampingan dan pengawasan terhadap aktivitas
Pemotongan Betina Produktif dan ativitas sapi gelonggongan seperti yang
hukum dilakukan secara berkeadilan
dilakukan di wilayah Sidoarjo dengan dinas peternakan Provinsi Jawa Timur
dan berkelanjutan serta menerapkan di :
upaya terakhir (ultimum remedium) 1. TPH milik Sdr. Isbir yang beralamat di Dusun Klagen, Desa Tropodo,
apabila sanksi administrasi yang Kec. Krian, Kab. Sidoarjo
diberikan tidak diindahkan. 2. TPH milik Sdr. H. Wakil yang beralamat di Dusun Klagen, Desa Tropodo,
Kec. Krian, Kab. Sidoarjo
3. Dst.
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

KURANGNYA PENGAWASAN DARI INSTANSI


TERKAIT
1. Kurangnya SDM dari instansi terkait untuk
melakukan pengawasan karena banyaknya TPH di
wilayah kota/kabupaten jawa timur;
2. Tidak adanya penerapan sanksi yang tegas
terhadap pengelola atau penanggung jawab di
kegiatan usaha TPH (Tempat Potong Hewan)
dikarenakan belum mampunya RPH dalam
memenuhi kebutuhan daging lokal dan wilayahnya;
3. Kurangnya kesadaran dari pengelola atau
penanggung jawab di kegiatan usaha TPH (Tempat
Potong Hewan) serta tidak adanya koordinasi atau
pembinaan dalam proses pemotongan hewan dan
kebersihan di area TPH (Tempat Potong Hewan)
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS
• Bupati/wali kota menetapkan/ Pasal 61 UU Nomor 18 Tahun
menunjuk RPH sebagai 2009 Tentang Peternakan
tempat pemotongan hewan; Dan Kesehatan Hewan
• Penempatan dokter hewan 1) Pemotongan hewan yang
atau paramedik veteriner; dagingnya diedarkan harus:
• Hewan yang masuk RPH a) dilakukan di rumah
harus disertai dengan SKKH potong; dan
(Surat Keterangan Kesehatan b) mengikuti cara
Hewan) / SV (Surat Veteriner); penyembelihan yang
memenuhi kaidah
• Pelaksanaan antemortem & kesehatan masyarakat
postmortem oleh dokter veteriner dan
hewan atau paramedik
kesejahteraan hewan.
veteriner yang ditunjuk di
bawah pengawasan dokter
hewan berwenang; 2) Dalam rangka menjamin
ketenteraman batin
• Pemeriksaan antemortem dan masyarakat, pemotongan
dilakukan maksimal 12 jam hewan sebagaimana
sebelum dipotong; dimaksud pada ayat (1)
• RPH dilengkapi dengan huruf b harus memerhatikan
fasilitas perebusan kepala, kaidah agama dan unsur
jeroan, kaki, ekor/buntut dan kepercayaan yang dianut
masyarakat.
PROSEDUR
tulang, fasilitas penggaraman
kulit serta memiliki
penampungan/penanganan

PEMOTONGAN HEWAN limbah


DIREKTORAT

KESIMPULAN
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

RPH ( RUMAH PEMOTONGAN HEWAN )


Keberadaan RPH masih belum efektif dan
kurang diberdayakan dengan baik. 3 K ( Komunikasi, Koordinasi dan
o RPH belum memenuhi kebutuhan Kolaborasi )
daging
o Masyarakat belum punya kesadaran Kurangnya Komunikasi, Koordinasi
untuk menggunakan fasilitas RPH dan Kolaborasi antar Stakeholder
dan instansi terkait menyebabkan
o Maraknya TPH (Tempat Potong
aturan sebagaimana yang diatur
Hewan) dikarenakan motif ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 41
dan kurangnya kesadaran pemilik TPH Tahun 2014 Tentang Perubahan
(Tempat Potong Hewan) untuk Atas Undang-Undang Nomor 18
mematuhi aturan yang berlaku sesuai Tahun 2009 Tentang Peternakan
dengan Ketentuan Undang Undang Dan Kesehatan Hewan, tidak dapat
. berjalan dengan efektif
DIREKTORAT

REKOMENDASI
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS

Fasilitas RPH
Pemenuhan fasilitas RPH, 3 K ( Komunikasi, Koordinasi dan
yang mana jika tidak bisa Kolaborasi )
memenuhi dengan alasan • Membentuk Satgas Tim Terpadu
jarak dan biaya, maka perlu • Lakukan upaya preemtif
dibangun mini RPH dengan ( spanduk, media online,
membuat Perda yang edukasi )
persyaratannya mengacu • Lakukan upaya preventif
kepada RPH. ( satgas, pengecekan berkala,
dan sidak ) jika ditemukan
pelanggaran diberikan
peringatan
• Lakukan upaya Represif
( terhadap peringatan yang tidak
dihiraukan / ditemukan
penyimpangan yang merugikan )
• Solusi alternatif
contoh : membuat koperasi di
unit desa / kecamatan untuk
memutus rantai blantik
DOKUMENTASI
DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL
KHUSUS
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai