Anda di halaman 1dari 19

BAB 6

AKUNTANSI UNTUK KEHILANGAN


DALAM PROSES PRODUKSI
KEHILANGAN DALAM PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN
SISTEM PERHITUNGAN BIAYA BERDASARKAN PESANAN
Akuntansi Untuk Sisa Bahan (Scrap)
Berikut contoh dari PT SUKSES GARMINDO sebagai perusahaan garmen yang khusus memproduksi
pakaian pria dengan jaringan pemasaran di seluruh indonesia. Pada tahun 2010, perusahaan secara periodik telah
menjual sisa bahan berupa kain perca senilai Rp. 15.000.000 ke industri kecil di sekitarnya.
1. Sisa Bahan sebagai Penambahan Pendapatan Lain-Lain
Berikut ayat jurnal yang dibuat untuk penjualan sisa bahan sebagai penambahan pendapatan lain-lain
tersebut.
Kas (Piutang Usaha) Rp. 15.000.000
Pendapatan Lain – Lain Rp. 15.000.000
(Penjualan sisa bahan)

2. Sisa Bahan sebagai Pengurang Beban Pokok Penjualan


Berikut ayat jurnal yang dibuat untuk penjualan sisa bahan sebagai Pengurang Beban Pokok Penjualan
tersebut.
Kas (Piutang Usaha) Rp. 15.000.000
Beban Pokok Penjualan Rp. 15.000.000
(Penjualan sisa bahan)
3. Sisa Bahan sebagai Pengurang Biaya Overhead Pabrik
Berikut ayat jurnal yang dibuat untuk penjualan sisa bahan sebagai Pengurang Biaya overhead
pabrik tersebut.
Kas (Piutang Usaha) Rp. 15.000.000
Biaya Overhead Pabrik – Aktual
Rp. 15.000.000
(Penjualan sisa bahan)

4. Sisa Bahan sebagai Pengurang Produk Dalam Proses


Berikut ayat jurnal yang dibuat untuk penjualan sisa bahan sebagai Pengurang Produk dalam proses
tersebut.
Kas (Piutang Usaha) Rp. 15.000.000
Produk Dalam Proses
Rp. 15.000.000
(Penjualan sisa bahan)
Apabila sisa bahan memiliki nilai jual yang relatif tinggi (nilainya signifikan) dan secara kuantitas
jumlahnya cukup banyak, maka perusahaan perlu melakukan pengendalian terhadap sisa bahan tersebut dengan
prosedur penyimpanan bahan dan seorang penanggung jawab. Pada saat timbulnya sisa bahan dilakukan pencatatan
dalam akun persediaan sisa bahan dengan nilai sebesar harga pasar saat itu. Sementara saat penjualan sisa bahan
tersebut dilakukan, terdapat pencatatan dengan nilai sebesar harga jual saat itu. Hal ini memungkinkan terjadinya
selisih nilai sisa bahan menggunakan harga pasar dan harga jual, namun selisih (perbedaan) tersebut dapat langsung
dikoreksi.
Untuk memberikan ilustrasi atas hal tersebut, anggaplah PT SUKSES GARMINDO memiliki sisa bahan
sebesar Rp. 15.000.000 (Rp. 1.000 per unitnya). Nilai ini di rasa signifikan, sehingga perlu dilakukan pengelolaan
terhadap sisa bahan tersebut. Nilai sisa bahan dilakukan sebagai pengurang produk dalam proses sebanyak 10.000 unit
dari bahan yang tersisa tersebut terjual pada harga Rp.1.100 per unitnya. Berikut ayat jurnal yang dibuat pada saat
timbulnya sisa bahan tersebut.

Persediaan Sisa Bahan Rp. 15.000.000


Produk dalam Proses Rp. 15.000.000
(Pengakuan terhadap sisa bahan yang ada)

Sisa bahan laku terjual seharga Rp. 11.000.000 yang mana nilai persediaan sisa bahan sendiri sebesar Rp.
10.000.000, sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 1.000.000. Berikut ayat jurnal yang dibuat saat terjadinya penjualan
sisa bahan tersebut.

Kas (Piutang Usaha) Rp. 11.000.000


Persediaan Sisa Bahan Rp. 10.000.000
Produk dalam Proses Rp. 1.000.000
(Penjualan sisa bahan sebanyak 10.000 unit pada harga @ Rp. 1.100)
Akuntansi Untuk Produk Rusak (Spoilage)
Untuk memberikan ilustrasi terkait produk rusak, berikut contoh dari PT NUSANTARA
PAPER sebagai perusahaan dalam bidang pembuatan kelosan benang untuk industri tekstil. Produk ini
mengandalkan bahan dari kertas karton dengan proses produksi yang baru dilakukan apabila ada
pesanan. Berikut merupakan informasi salah satu pesanan selama bulan mei 2010. pesanan no. 1152 dari
PT JAYATEX dengan tipe 4’20 X 59 X 172 sebanyak 50.000 unit. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memproses pesanan tersebut, antara lain adalah biaya bahan sebesar Rp. 5.871.600, biaya tenaga kerja
langsung sebesar Rp. 472.975, dan biaya overhead pabrik sebesar Rp. 2.109.800, dengan harga jual per
unit sebesar Rp. 355. dari sejumlah pesanan tersebut, sebanyak 625 unit adalah produk rusak, oleh
karena itu perusahaan menambah jumlah produksi menjadi 50.625 unit atau sebesar 101,25% dari
jumlah pesanan sebelumnya.

1. Produk rusak karena rumitnya pengerjaan pesanan


Berikut ayat jurnal yang dibuat atas produk rusak karena rumitnya pengerjaan pesanan ini.

Produk dalam Proses – Biaya Bahan Rp. 5.871.600


Produk dalam Proses – B. Tenaga Kerja Langsung Rp. 472.975
Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 2.109.800
Persediaan Bahan Rp. 5.871.600
Biaya upah dan Gaji Rp. 472.975
Biaya Overhead Pabrik – Dibebankan Rp. 2.109.800
(Pembebanan biaya ke dalam proses produksi)
Persediaan Produk Jadi Rp. 8.454.375
Produk dalam Proses – B. Bahan
Rp. 5.871.600
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung
Rp. 472.975
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik
Rp. 2.109.800
(Penyelesaian pesanan dan pembebanan biaya atas produk rusak)

Berikut perhitungan biaya produksinya.


Produk baik (sesuai standar kualitas) 50.000 unit X Rp. 167 = Rp. 8.350.000
Produk rusak 625 unit X Rp. 167 = Rp. 104.375
Total biaya produk 50.000 unit X Rp. 169* = Rp 8.454.375

Catatan :
*Biaya produk atas pesanan tersebut berubah dari Rp. 167 per unit menjadi Rp. 169 per unitnya.
2. Produk rusak yang bersifat normal
Berikut ayat jurnal yang dibuat atas produk rusak yang bersifat normal.
Produk dalam Proses – Biaya Bahan Rp. 5.871.600
Produk dalam Proses – B. Tenaga Kerja Langsung Rp. 472.975
Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 2.109.800
Persediaan Bahan Rp. 5.871.600
Biaya upah dan Gaji Rp. 472.975
Biaya Overhead Pabrik – Dibebankan Rp. 2.109.800
(Pembebanan biaya ke dalam proses produksi)

Persediaan Produk Jadi Rp. 8.350.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 5.799.111
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 467.136
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 2.083.753
(Penyelesaian produk pesanan)

Biaya Overhead Pabril Aktual Rp. 104. 375


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 72.489
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 5.839
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 26.047
(Pembebanan biaya atas produk rusak ke BOP aktual)
3. Produk rusak karena kurangnya pengawasan
Berikut ayat jurnal yang dibuat atas produk rusak karena kurangnya pengawasan.

Produk dalam Proses – Biaya Bahan Rp. 5.871.600


Produk dalam Proses – B. Tenaga Kerja Langsung Rp. 472.975
Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 2.109.800
Persediaan Bahan Rp. 5.871.600
Biaya upah dan Gaji Rp. 472.975
Biaya Overhead Pabrik – Dibebankan Rp. 2.109.800
(Pembebanan biaya ke dalam proses produksi)

Persediaan Produk Jadi Rp. 8.350.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 5.799.111
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 467.136
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik
Rp. 2.083.753
(Penyelesaian produk pesanan)

Biaya Overhead Pabril Aktual Rp. 104. 375


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 72.489
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 5.839
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik
Rp. 26.047
(Pembebanan biaya atas produk rusak ke ke kerugian atas produk rusak)
Apabila produk rusak dapat dijual, pada umumnya penjualan produk tersebut harganya jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan produk yang memilikistandar kualitas yang baik, sehingga terdapat selisih rugi di antara penjualan kedua
produksinya. Perlakuan terhadap kerugian penjualan atas produk rusak tergantung dari penyebab timbulnya produk rusak tersebut,
seperti penjelasan yang sebelumnya telah diuraikan. Ilustrasi diambil dari PT NUSANTARA PAPER, yang mana produk rusak
berjumlah 625 unit dan laku terjual seharga Rp. 160 per unitnya. Berikut ayat jurnal yang dibuat atas persediaan produk jadi dan
penjualan produk rusak yang laku dijual.

Persediaan Produk Jadi Rp. 8.350.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp..5.799.111
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 467.136
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 2.083.753
(Penyelesaian produk pesanan)

Kas (Piutang Usaha) Rp. 100.000


Persediaan Produk Jadi Rp. 4.375
Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 72.489
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 5.839
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 26.047
(Penjualan produk rusak yang dibebankan ke persediaan produk jadi)

Berikut perhitungan produk jadi

Produk baik (sesuai standar kualitas) 50.000 unit X Rp. 167 = Rp. 8.350.000
Selisih penjualan atas produk rusak = Rp. 4.375
Nilai baru dari produk jadi 50.000 unit X Rp. 169* = Rp 8.354.375
Apabila produk rusak yang sifatnya laku terjual, maka penjualan produk rusak ini di perlakukan sebagai pengurang
biaya overhead pabrik aktual karena nilai dari produk rusak tersebut dibebankan ke dalam akun biaya overhead pabrik aktual.
Berikut ayat jurnal yang dibuat atas persediaan produk jadi dan penjualan produk rusak bersifat normal yang laku terjual.

Persediaan Produk Jadi Rp. 8.350.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp..5.799.111
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 467.136
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 2.083.753
(Penyelesaian produk pesanan)

Kas (Piutang Usaha) Rp. 100.000


Biaya Overhead Pabrik Aktual Rp. 4.375
Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 72.489
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 5.839
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 26.047
(Penjualan produk rusak yang dibebankan ke biaya overhead pabrik aktual)
Apabila produk rusak karena kurangnya pengawasan terhadap tenaga kerja laku terjual, maka hasil
penjualan produk rusak ini diperlakukan sebagai pengurang kerugian atas produk rusak karena nilai produk
rusak dibebankan ke dalam akun kerugian atas produk rusak. Berikut ayat jurnal atas persediaan produk jadi dan
penjualan produk rusak karena kurangnya pengawasan tenaga kerja.

Persediaan Produk Jadi Rp. 8.350.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp..5.799.111
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 467.136
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 2.083.753
(Penyelesaian produk pesanan)

Kas (Piutang Usaha) Rp. 100.000


Kerugian atas Produk rusak Rp. 4.375
Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 72.489
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 5.839
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 26.047
(Penjualan produk rusak sebagai pengurang kerugian atas produk rusak)
Akuntansi Untuk Produk Cacat (Defective)
Perbedaan perlakuan terhadap tambahan biaya untuk memperbaiki atau menyempurnakan
produk cacat dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Produk cacat karena sulitnya pengerjaan
b. Produk cacat yang bersifat normal
c. Produk cacat karena kurangnya pengawasan

Untuk memberikan ilustrasi terkait produk cacat, berikut contoh dari PT MEGAH KARYA
ABADI sebagai perusahaan yang memproduksi berbagai jenis furnitur. Produk-produk yang dihasilkan
menggunakan bahan baku perticle board, plywood, dan MDF. Informasi dari salah satu pesanan yang
dikerjakan blan maret 2010 adalah pesanan No. 03-106 berupa meja kantor berukuran ½ Biro sebanyak
150 unit. Untuk mengerjakan pesanan ini perusahaan mengeluarkan biaya bahan sebesar Rp.
16.875.000, biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 7.500.000, dan biaya overhead pabrik sebesar Rp.
13.125.000. Dari jumlah produk tersebut, sebanyak 10 unit dinyatakan sebagai produk cacat, sehingga
diperlukan biaya tambahan untuk memperbaiki, yakni biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 125.000
dan biaya overhead pabrikyang dibebankan sebesar Rp. 131.250.
1. Produk cacat karena sulitnya pengerjaan
Berikut ayat jurnal yang dibuat atas biaya produksi yang dibebankan dan adanya tambahan biaya untuk memperbaiki
produk cacat yang disebabkan karena sulitnya pengerjaan pesanan.
Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 16.875.000
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 7.500.000
Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 13.125.000
Persediaan Bahan Rp. 16.875.000
Biaya upah dan Gaji Rp. 7.500.000
Biaya Overhead Pabrik – Dibebankan Rp. 13.125.000
(Pembebanan biaya produksi kedalam proses produksi)

Produk dalam Proses – B. T. Kerja langsung Rp. 125.000


Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 131.250
Biaya upah dan gaji Rp. 125.000
Biaya Overhead Pabrik – dibebankan Rp. 131.250
(Pembebanan biaya tambahan untuk memperbaiki produk cacat)

Persediaan Produk Jadi Rp. 37.756.250


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp..16.875.000
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 7.625.000
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 13.256.250
(Penyelesaian produk jadi yang ditrasfer ke gudang)
2. Produk cacat yang bersifat normal
Berikut ayat jurnal yang dibuat atas biaya produksi yang dibebankan dan adanya tambahan biaya untuk memperbaiki produk
cacat yang bersifat normal.

Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 16.875.000


Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 7.500.000
Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 13.125.000
Persediaan Bahan Rp. 16.875.000
Biaya upah dan Gaji Rp. 7.500.000
Biaya Overhead Pabrik – Dibebankan Rp. 13.125.000
(Pembebanan biaya produksi ke produk yang dihasilkan)

Biaya Overhead pabrik Aktual Rp. 256.250


Biaya upah dan gaji Rp. 125.000
Biaya Overhead Pabrik – dibebankan Rp. 131.250
(Pembebanan biaya tambahan untuk memperbaiki produk cacat)

Persediaan Produk Jadi Rp. 37.500.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp..16.875.000
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 7.500.000
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 13.125.000
(Penyelesaian produk jadi yang ditrasfer ke gudang)
3. Produk cacat kerena kurangnya pengawasan
Berikut ayat jurnal yang dibuat atas biaya produksi yang dibebankan dan adanya tambahan biaya untuk memperbaiki produk
cacat karena kurangnya pengawasan.

Produk dalam Proses – B. Bahan Rp. 16.875.000


Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung Rp. 7.500.000
Produk dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp. 13.125.000
Persediaan Bahan Rp. 16.875.000
Biaya upah dan Gaji Rp. 7.500.000
Biaya Overhead Pabrik – Dibebankan Rp. 13.125.000
(Pembebanan biaya produksi ke produk yang dihasilkan)

Kerugian atas Produk cacat Rp. 256.250


Biaya upah dan gaji Rp. 125.000
Biaya Overhead Pabrik – dibebankan Rp. 131.250
(Pembebanan biaya tambahan untuk memperbaiki produk cacat)

Persediaan Produk Jadi Rp. 37.500.000


Produk dalam Proses – B. Bahan Rp..16.875.000
Produk dalam Proses – B. T. Kerja Langsung
Rp. 7.500.000
Produk dalam Proses – B. Overhead Pabrik Rp. 13.125.000
(Penyelesaian produk pesanan)
LATIHAN
KETERANGAN DEPARTEMEN DEPARTEMEN
PENGOLAHAN PENGEMASAN
Data Produksi :
Proses produksi I Departemen Pengolahan 112.065 unit
Produk ditransfer ke Departemen 87.970 unit 87.970 unit
Pengemasan
Produk Ditransfer ke Gudang Produk Jadi - 74.335 unit

Produk Hilang :
Departemen Pengolahan 1.680 unit -
Departemen Pengemasan - 440 unit

Produk Dalam Proses Akhir :


Departemen Pengolahan 22.415 unit -
(Biaya Bahan, 100%;biaya konversi, 80%)
Departemen Pengemasan - 13.195 unit
(Biaya Bahan, 100%;biaya konversi, 60%)
LANJUTAN
 Diketahui : PT Puspa Ayu Mandiri sebagari perusahaan yang
memproduksi produk kecantikan salah satunya produk shampo melalui
dua departemen produksi yaitu Departemen Pengolahan dan dan
Departemen Pengemasan.
Depertemen pengolahan membebankan biaya bahan baku Rp
146.336.960, biaya tenaga kerja langsung Rp 18.894.240 dan Biaya
overhead pabrik Rp 22.437.130
Produk jadi di departemen pengolahan pada bulan september 2010
sebesar Rp. 150.956.520 (87.970 unit X Rp. 1.716) dengan rincian: Biaya
bahan sebesar Rp. 116.648.220 (87.970 unit X Rp. 1.326), biaya tenaga
kerja sebesar Rp. 15.658.660 (87.970 unit X Rp. 178), dan biaya overhead
pabrik sebesar Rp. 18.649.640 (87.970 unit X Rp. 212).
Buatlah jurnal dan laporan biaya produksi dengan produk yang hilang di
awal proses
LANJUTAN

 Ditanya
A. Jurnal pembebanan biaya produksi di
departemen pengolahan
B. Jurnal produk jadi di departemen pengolahan
yang ditransfer ke Departemen pengemasan
C. Jurnal Persediaan produk dalam proses akhir di
Departemen Pengolahan
D. Laporan Biaya Pokok Produksi departemen
pengolahan

Anda mungkin juga menyukai