Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH INFUSA CABAI MERAH (Capsicum annum L.

) TERHADAP INTENSITAS NYERI Studi Eksperimen terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar dengan Induksi Asam Asetat Olinda Vivian Asoni*, Ken Wirastuti^, Sampurna# Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang ^ Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang # Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang *

ABSTRAK Nyeri merupakan masalah umum yang dapat ditemui sehari-hari. Analgetika yang sering digunakan untuk menekan rasa nyeri memiliki kandungan berupa kapsaisin yang terdapat pula pada cabai merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh infusa cabai merah dalam menurunkan intensitas nyeri serta dosis yang tepat dalam menurunkan rasa nyeri. Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only controlled group design ini menggunakan tikus putih jantan galur wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok dan diamati geliat tikus setiap 5 menit selama 60 menit (12 kali pengamatan). KK - sebagai kontrol negatif (aquadest + asam asetat 0,5%), KK + sebagai kontrol positif (Aspirin 9 mg + asam asetat 0,5%), P1 sebagai perlakuan 1 (infusa cabai merah 135 mg + asam asetat 0,5%), P2 sebagai perlakuan 2 (infusa cabai merah 270 mg + asam asetat 0,5%), dan P3 sebagai perlakuan 3 (infusa cabai merah 540 mg + asam asetat 0,5%). Jumlah rata-rata geliat tikus tiap kelompok dengan induksi asam asetat secara berturut-turut adalah 13,416; 23,416; 9,913; 18,583; dan 40,836. Setelah dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, didapat tidak ada perbedaan yang bermakna dari rata-rata geliat pada tiap kelompok. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa infusa cabai merah berpengaruh terhadap intensitas nyeri dan dosis 135 mg/200grBB tikus adalah yang paling baik dalam menurunkan intensitas nyeri.

Kata kunci : kapsaisin, cabai merah, intensitas nyeri.

ABSTRACT Pain is a common problem that can be encountered daily. Analgesics are often used to suppress pain contain capsaicin which there is also the form in red chili. This study aims to determine the influence of red chili infusa in suppressing pain intensity as well as the appropriate dose in suppressing pain. Experimental research which is using post test only controlled group design uses white rat male wistar strain were divided into 5 groups and rats were observed stretching every 5 minutes for 60 minutes (12 observations). KK - as a negative control (aquadest + 0,5% acetic acid), KK + as a positive control (Aspirin 9 mg + 0,5% acetic acid), P1 as treatment 1 (135 mg infuse red chili + 0,5% acetic acid), P2 as treatment 2 (270 mg infuse red chili + 0,5% acetic acid), and P3 as treatment 3 (540 mg infuse red chili + 0,5% acetic acid). Total value of the average stretching rats per group with acetic acid induction in a row is 13,416; 23,416; 9,913; 18,583, and 40,836. Having analyzed using Kruskal-Wallis test, obtained no significant difference from the average stretching in each group. From these results it can be concluded that red chili infusa is influential in suppressing pain intensity and dose of 135 mg/200grBB rat is the most excellent in suppressing pain intensity. Key words: capsaicin, red chili, the intensity of pain.

PENDAHULUAN Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu sayuran yang banyak digemari dalam masyarakat. Sifatnya yang dapat memberi rasa pedas dan aroma khas inilah yang bagi sebagian orang dapat meningkatkan nafsu makan. Penggunaan cabai merah dalam masyarakat

sekarang ini adalah sebagai penambah bumbu pada berbagai macam masakan. Bahkan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa cabai merah juga berkhasiat mengobati berbagai penyakit, seperti reumatik, sariawan, sakit gigi, flu, dan dapat pula sebagai stomakik atau peningkat nafsu makan. Perlu diketahui bahwa di dalam cabai merah terkandung beberapa zat kimia aktif, di antaranya yaitu kapsaisin. Kapsaisin merupakan suatu komponen aktif yang terdapat di dalam cabai yang memberi sensasi rasa pedas dan hangat saat dikonsumsi. Meskipun cabai merah diketahui cukup berkhasiat untuk mengatasi berbagai keluhan, namun efek analgesik kapsaisin yang ada di dalam cabai merah, belum banyak diteliti (Kurniawati, 2010). Pandangan masyarakat sekarang ini, masih banyak yang

menganggap bahwa cabai merah dalam bumbu masakan hanya bermanfaat untuk memunculkan efek pedas. Pada faktanya ada berbagai macam fungsi lain yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya yaitu sebagai penurun intensitas nyeri yang belum banyak diketahui

kebenarannya. Oleh sebab itu, dengan harapan dapat menambah manfaat pada cabai merah sendiri ini maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian (Gobel, 2011). Nyeri merupakan masalah umum yang sering kita temui dalam kehidupan. Di mana nyeri dapat merupakan manifestasi dari berbagai macam penyakit yang seringkali tidak khas. Akan tetapi perlu diketahui pula bahwa rasa nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh

terhadap suatu gangguan dan jaringan tubuh yang rusak, misal seperti peradangan, infeksi, dan kejang otot. Nyeri dapat dikatakan bersifat subjektif oleh karena juga merupakan keadaan yang tidak menyenangkan pada suatu individu akibat dari adanya rangsangan tertentu baik secara fisik maupun psikologis. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa kandungan kapsaisin dalam cabai merah mempunyai efek yang hampir menyerupai dengan efek pada obat analgetik. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya merangsang produksi hormone endorphin yang mampu meningkatkan sensasi kenikmatan yang akan menghalangi aktivitas otak untuk menerima sinyal rasa nyeri. Dalam penelitian kali ini rasa nyeri akan ditimbulkan dengan cara induksi asam asetat pada tikus putih jantan galur wistar secara intraperitoneal (Guyton, 2007; Setiyono, 2008;

Soerachman, 2009). Pada umumnya obat analgesik digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran dari penderita. Obat analgesik bekerja dengan cara menghambat kerja dari enzim siklooksigenase yang mempengaruhi pembentukan dari prostaglandin. Prostaglandin ini yang menyebabkan sensitifitas reseptor nyeri terhadap stimulasi baik secara mekanik dan kimiawi sehingga dapat menimbulkan efek rasa nyeri. Kapsaisin dalam cabai merah berpotensi sebagai analgetik dengan memacu pelepasan endorphin oleh otak yang berfungsi sebagai penekan rasa nyeri yang seharusnya timbul. Selain lebih mudah didapat, cabai

merah juga lebih mudah diolah oleh masyarakat pada umumnya (Sunardi, 2008; Kurniawati, 2010). Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu sebagai landasan teori atau tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah kemanfaatan dari cabai merah berupa efek analgesik. Hipotesis penelitian ini adalah infusa cabai merah berpengaruh dalam menurunkan intensitas nyeri.

METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian jenis eksperimental dengan metode post test only controlled group design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah infusa cabai merah (Capsicum annum L.). variabel tergantung penelitian ini adalah intensitas nyeri. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan SPSS. Data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat dilakukannya uji parametrik One Way Anova atau uji non parametrik Kruskal-Wallis.

HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian diperoleh geliat tikus tiap kelompok. Jumlah rata-rata untuk KK -, KK +, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 13,417; 23,417; 9,917; 18,583; dan 40,833. Kemudian dicari nilai rata-rata tiap kelompok dengan mengabaikan rata-rata geliat tikus yang < 1 geliat.

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Geliat tiap Kelompok Kelompok KK KK + P1 P2 P3 Nilai Rata-Rata 4,472 4,683 4,958 4,645 10,208

Oleh karena data tidak berdistribusi normal maka data diuji dengan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan p sebesar 0,406 (p > 0,05) sehingga dinyatakan tidak adanya perbedaan yang bermakna antar tiap kelompok. Dari hasil tersebut maka tidak perlu dilakukan uji post hoc.

PEMBAHASAN Untuk dapat menimbulkan rasa nyeri sebagai ukuran guna menguji obat analgetika dengan cara metode kimia, maka digunakan asam asetat 0,5% dengan dosis 1 ml/200grBB. Pemberian Aspirin dengan dosis 9 mg/200grBB dalam 2,7 ml CMC 2% sebagai obat pembanding analgetika dalam penelitian didapat kurang mampu menekan rasa nyeri yang disebabkan injeksi asam asetat 0,5% sebanyak 1 ml. Cabai merah diketahui mengandung berbagai macam senyawa aktif salah satunya yaitu kapsaisin. Kapsaisin berdasarkan pada penelitian sebelumnya dinyatakan dapat menekan rasa nyeri. Pemberian infusa cabai merah (Capsicum annum L.) dilakukan dengan dosis yang

bertingkat pada kelompok P1 (135mg/200grBB), P2 (270mg/200grBB), dan P3 (540mg/200grBB) secara per oral pada tikus putih galur wistar yang kemudian diinjeksi asam asetat 0,5% sebanyak 1 ml secara intraperitoneal. Berdasarkan pada hasil penelitian, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna dari rata-rata jumlah geliat tikus. Hasil probability pada uji non parametrik Kruskal-Wallis p > 0,05 sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji post hoc, sedangkan dari hasil jumlah ratarata geliat tiap kelompok (Gambar 4.1) ditemukan bahwa pada kelompok P1 menghasilkan jumlah rata-rata geliat lebih rendah dibanding kelompok kontrol negatif, hal ini sesuai dengan teori bahwa cabai merah (Capsicum annum L.) yang mengandung kapsaisin dapat memberi rasa pedas dan hangat serta menimbulkan rasa panas di mulut dan kerongkongan, kemudian akan merangsang otak untuk merespon dengan memacu denyut jantung, merangsang timbulnya keringat, dan pada akhirnya otak akan melepaskan endorphin. Endorphin yang disekresi oleh bagian anterior dari kelenjar pituitari dapat menghambat pelepasan

neurotransmitter prasinaptik. Utamanya pelepasan substansi P yang akan menurunkan jumlah potensial aksi terhadap rasa nyeri (Kurniawati, 2010; Wibowo dan Gofir, 2001). Namun pada kelompok P2 dan P3 didapatkan bahwa rata-rata jumlah geliat tikus lebih tinggi dari rata-rata pada kelompok kontrol negatif. Pada kelompok P3 didapat rata-rata jumlah geliat tikus paling tinggi di

antara kelompok lainnya, kondisi tersebut sesuai pula dengan teori yang menyebutkan bahwa konsumsi cabai merah yang mengandung kapsasin secara berlebihan dapat meningkatkan asam lambung sehingga

menyebabkan sakit perut, sehingga tikus pada kelompok P2 dan P3 menunjukkan aktifitas geliat lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan yang lain (Rohim, 2010). Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya kriteria eksklusi untuk dilakukan drop out pada tikus yang tidak memberikan respon geliat tidak dilakukan saat pengamatan sehingga dapat menjadi perancu saat mengolah nilai rata-rata geliat tiap kelompok, selain itu jarak waktu pemberian perlakuan dengan pemberian asam asetat yang kurang sesuai dengan waktu absorpsi dari tiap perlakuan, dan sebelum perlakuan dilakukan, tikus diberi makan terlebih dahulu mengingat efek samping dari Aspirin maupun cabai merah yang dapat mengiritasi lambung jika dikonsumsi tidak sesuai dosis normal (Rohim, 2010; Sunardi, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa infusa cabai merah didapat berpengaruh menurunkan intensitas nyeri, yang mana dengan dosis 135 mg/200gr BB tikus didapat paling

berpengaruh dalam menurunkan intensitas nyeri pada tikus yang diinduksi asam asetat. B. Saran Untuk mengetahui dosis terbaik analgesik cabai merah masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tingkatan dosis yang lebih rendah dengan memperhatikan beberapa keterbatasan dari penelitian, yaitu menentukan criteria eksklusi drop out pada tikus yang tidak memberikan respon geliat, memperhatikan jarak waktu pemberian asam asetat pada tiap perlakuan, serta pemberian makan pada tikus sebelum perlakuan mengingat efek samping dari obat yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA Arifin, I., 2010, Pengaruh Cara Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Cabai Rawit (Capsicum Frutencens L Var. Cengek), Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang. Dalimartha, S. Dr., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 2. Dewanto, G., 2003, Patofisiologi Nyeri, Majalah Kedokteran Atmajaya, vol.2 No.3, hal. 204-208. Djamhuri, Agus Dr, 1995, Synopsis Farmakologi Dengan Terapan Khusus Di Klinik Dan Perawatan, Hipokrates, Jakarta, hal. 45-48. Domer F.R., Charles C., Springfield T., 1971, Animal Experimental in Pharmacological Analysis, Edisi 3, USA, hal. 237-317. Gobel F.A., 2011, Cabai Pedan Nan Menyehatkan, diakses dari http://metronews.fajar.co.id/ pada tanggal 12 Maret 2011. Guyton, A. C., 2007, Jakarta. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC,

Guenther, E., 1990, Minyak Astiri, jilid IV, Universitas Indonesia Press, Jakarta, hal. 851. Hardiansyah A.D., Yulia A., Susanto E.R., Lestari H.I., 2010, Pengujian Aktivitas Analgetik Non Narkotik, diakses dari http://andiscientist.blogspot.com/2010/10/pengujian-aktivitasanalgetik-non.html pada tanggal 24 Juni 2011. Hermawan A., 2008, Manfaat Cabe:Pedas,Nikmat, dan Menyehatkan, diakses dari http://healindonesia.wordpress.com/2008/10/02/manfaat-cabepedas-nikmat-dan-menyehatkan.html pada tanggal 24 Juni 20011 Kurniawati, N., 2010, Sehat Dan Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur, Qanita, Bandung. Masoon L., Moore R.A., Edwards J.E., McQuay H.J., Derry S., Wiffen P.J., 2004, Systematic Review of Topical Capsaicin for The Treatment of Chronic Pain, diakses dari www.bmj.com, pada tanggal 12 Maret 2011. Martin T.R., 2004, Commentary: Its not Just About RubbingTopical Capsaicin and Topical Salicylates may be Useful as Adjuvants to Conventional Pain Treatment, diakses dari www.bmj.com, pada tanggal 12 Maret 2011. Mubarak, H., 2008, Nyeri Nosiseptif, diakses http://cetrione.blogspot.com, pada tanggal 20 April 2011. dari

Musfiroh I., Mutakin, Angelina T.S.W., Analisis Kapsaisin pada Ekstrak Etanol Beberapa Jenis Buah Cabai (Capsicum annum L.), diakses pada tanggal 12 Maret 2011. Nenden S.Z., Anny N.T., Astuti S., Pujiastuti F., Nila, 2007, Penentuan Indeks Kepedasan, Indeks Pengembangan, dan Kadar Tanin dalam Simplisia, Laboratorium Farmakologi Analitik Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung. Rohim A., 2010, Aneka Khasiat Cabai Rawit, diakses dari http://arsmusic.wordpress.com/2010/04/01/khasiat-cabai-rawit/, pada tanggal 9 November 2011.

Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir Y.I., Isbagio H., Kalim H., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.

Setiyono, D., 2008, Nyeri, diakses dari http://masdanang.co.cc/?p=30 pada tanggal 12 Maret 2011. Shakhashiri, 2008, Acetic Acid and Acetic Anhydride, diakses dari www.scifun.org pada tanggal 24 Juni 2011. Soerachman, W., 2009, Manfaat Lebih dari Cabai, diakses dari http://wendypost73.wordpress.com/category/hseqaqc/health/page/2/ pada tanggal 24 Juni 2011. Sunardi, 2008, Tatalaksana Nyeri (Medikasi dan Non Medikasi), diakses dari http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/02/tatalaksananyeri-medikasi-non-medikasi.pdf pada tanggal 24 Juni 2011. Tjay, Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Penggunaan dan Efek Sampingnya, Ed. 3, Gramedia, Jakarta, Hal. 295-301. Turner R A, 1978, Screening Method In Pharmacology, Ed. 2, Academi Press, London, Hal.113-115. Wibowo S., Gofir A., 2001, Farmakologi dalam Neurologi, Ed.1, Salemba Medika, Jakarta, Hal. 138.

Anda mungkin juga menyukai