Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan Percobaan mengenai pengujian efek analgesik ini memiliki tujuan utama untuk menguji efek analgesik yang

dilakukan pada hewan percobaan. Obat analgesik merupakan obat yang digunakan untuk menekan atau mengurangi rasa nyeri terhadap berbagai rangsang nyeri, baik rangsangan mekanik, termik, listrik maupun kimiawi pada sistem syaraf pusat dan perifer. Mekanisme umum kerja obat ini adalah penghambatan pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator rasa nyeri terhambat pembentukannya. Berdasarkan cara kerjanya, obat-obat analgesik dibagi menjadi dua golongan, yaitu analgesik narkotika yang berkhasiat kuat dan bekerja langsung pada sistem syaraf pusat, dan analgesik non narkotika (AINS) yang berkhasiat tidak terlalu kuat dibandingkan dengan obat analgesik narkotika dan bekerja pada sistem syaraf perifer. Mekanisme penghambatan prostaglandin oleh obat analgesik adalah dengan menghambat biosintesis prostaglandin. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan. Pembentukan prostaglandin dihambat dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi endoperoksida (PGG2/PGH). PGH akan memproduksi prostaglandin sehingga secara tidak langsung obat analgesik menghambat pembentukan prostaglandin. Enzim COX terbagi menjadi dua, yaitu COX-1 dan COX-2, yang masing-masing menghasilkan prostaglandin dengan fungsi yang berbeda. Prostaglandin yang dihasilkan enzim COX-2 berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi dan menyebabkan sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Sedangkan prostaglandin yang dihasilkan enzim COX-1 bersifat protektif terhadap mukosa tubuh, khususnya mukosa lambung, yaitu dengan menghambat sekresi asam lambung, meningkatkan aliran darah ke mukosa lambung, menghasilkan lender (mukus) pada mukosa lambung, dan menstimulasi pembentukan bikarbonat. Banyak obatobat analgesik yang tidak spesifik dalam menghambat enzim siklooksigenase sehingga menimbulkan beberapa efek samping, contohnya ulkus pada saluran pencernaan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji efek analgesik di antaranya yaitu metode induksi mekanik (termik) dan metode induksi kimia. Metode induksi mekanik biasanya digunakan untuk menguji obat analgesik narkotik yang mempunyai efek yang lebih kuat yaitu dengan menggunakan plat panas. Sedangkan metode induksi kimia digunakan terutama untuk menguji obat analgesik non-narkotik yaitu dengan menggunakan senyawa kimia. Percobaan kali ini adalah menguji obat analgesik non narkotika dengan menggunakan metode induksi kimia. Obat ini diujikan pada sejumlah hewan percobaan. Obat analgesik yang diujikan adalah asam mefenamat dengan sedangkan untuk uji kontrol digunakan asprin/asetosal. Aspirin merupakan prototipe dari obat-obat analgesik non-narkotik, oleh karenanya obat golongan ini sering disebut aspirin-like drugs. Asam mefenamat merupakan analgesik turunan asam antranilat. Dalam pengobatan, asam mefenamat digunakan untuk meredakan nyeri dan rematik dan sebagai antiinflamasi. Obat ini cukup toksik terutama untuk anakanak dan janin sehingga asam mefenamat tidak dianjurkan untuk dipakai selama lebih dari satu minggu. Selain itu, kerja asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin/asetosal. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma sehingga interaksi obat ini dengan antikoagulan harus diperhatikan. Pertama-tama dilakukan penomoran pada hewan uji, kemudian menimbang hewan uji satu per satu dengan menggunakan neraca ohauss. Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan. Pemilihan jenis kelamin dan galur hewan uji yang seragam ini bertujuan agar dapat mengendalikan banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan karena adanya pengaruh hormonal. Pemilihan mencit sebagai hewan uji pun dikarenakan penanganannya yang mudah dan efek analgesik yang ditunjukkan dapat diamati dengan hanya memperhatikan jumlah geliatnya. Hasil penimbangan pada mencit I, II, dan III berturut-turut adalah seberat 16 gram, 25 gram, dan 26,5 gram.

Selanjutnya, hewan uji dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (mencit I), kelompok pembanding atau standar (mencit III), dan kelompok uji (mencit II). Pada t = 0 hewan uji pada kelompok kontrol negatif diberikan suspensi PGA 1 % secara per oral sebanyak 0,4 ml, pada hewan percobaan kelompok pembanding atau standar diberikan aspirin secara peroral sebanyak 0,6625 ml, begitu juga pada kelompok uji diberikan asam mefenamat secara per oral sebanyak 0,625 ml. Kemudian hewan uji dibiarkan selama 30 menit. Berikutnya, pada t = 30 menit diberikan penginduksi asam asetat 0,7 % secara intraperitonial pada setiap kelompok sesuai dengan perhitungan dosis yang telah dilakukan. Kelompok kontrol yang digunakan kali ini adalah kontrol negatif, sehingga hewan percobaan hanya diberikan suspensi PGA 1 % pada awal percobaan dan penginduksi asam asetat pada menit berikutnya tanpa pemberian sediaan analgesik. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh. Pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang sekresi prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi karena efek iritatif yang diberikan oleh asam asetat. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia (perasaan berlebihan terhadap nyeri), kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Banyaknya geliat pada kaki belakang mencit ini merupakan parameter yang diamati. Pemberian sediaan asam asetat secara intraperitonial atau pada selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek. Kelompok pembanding atau standar diberikan aspirin pada menit pertama percobaan. Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia (pegal-pegal), atralgia(nyeri sendi tanpa disertai pembengkakan atau peradangan dan gangguan

fungsi), dan nyeri lain yang berasal dari integumen (kulit). Sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetikanya jauh lebih lemah daripada efek analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak menimbulkan ketagihan efek samping sentral yang merugikan. Aspirin bekerja dengan mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian aspirin dalam kelompok pembanding ini juga akan menunjukkan efek analgesik setelah diberi penginduksi asam asetat. Kelompok uji diberikan sediaan asam mefenamat. Pemberian sediaan dilakukan secara intreperitonial sehingga efek analgesik yang ditumbulkan cepat karena obat mudah dan cepat diabsorbsi dari selaput gastroinstestinal dan diharapkan dapat menunjukkan seberapa besar rasa sakit atau nyeri yang dapat ditekan oleh sediaan ini. Asam mefenamat merupakan salah satu obat analgesik yang bekerja dengan menekan rasa sakit yang timbul, sehingga induksi dari asam asetat setelah pemberian asam mefenamat akan membuat efek analgesiknya terlihat. Segera setelah pemberian asam asetat, banyaknya geliat mencit diamati setiap lima menit selama 60 menit jangka waktu pengamatan. Diharapkan bahwa selama waktu tersebut, geliat mencit kelompok uji dan kelompok standar menurun karena efek analgesik sediaan yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai