Anda di halaman 1dari 27

1

PERENCANAAN
PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI
KABEL LAUT SERAT OPTIK SURAMADU
Disusun oleh:
Arya Panji Paamuncak 0405030141
Aditya Yoga Perdana 040503703Y
David Wasty Sijabat 0405037065
Dandy Farhan N 040503023Y
Endi Sopyandi 0404030377
Taufiq Alif Kurniawan 0405037146
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2008
KATA PENGANTAR
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Pada dasarnya makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pada
mata kuliah sistem komunikasi serat optik Departemen Teknik Elektro,
Universitas Indonesia. Tujuan utama penulis adalah ingin memberikan
sumbangan pemikiran kritis terhadap perencanaan perancangan sistem
komunikasi kabel laut serat optik yang menghubungkan kota Surabaya dengan
pulau Madura. Hal ini adalah salah satu bentuk sumbangsih nyata mahasiswa
terhadap bangsa Indonesia.
Judul makalah ini adalah Perencanaan Perancangan Sistem
Komunikasi Kabel Laut Serat Optik Suramadu. Secara umum, makalah ini
akan membahas mengenai perancangan sistem komunikasi kabel laut yang
menghubungkan antara kota Surabaya dengan pulau. Baik dari komponen-
komponen dasar yang diperlukan untuk membangun sistem itu, maupun
parameter-parameter yang perlu diperhatikan. Disamping itu, penulis juga
menuliskan analisa teknis maupun non teknis dari pembangunan sistem tersebut.
Seperti pepatah, tiada gading yang tak retak. Penulis meyakini bahwa
manusia bukanlah makhluk yang benar-benar sempurna. Penulis mengharapkan
saran dan kritik terhadap. Hal ini agar budaya berpikir kritis bisa lebih
berkembang di masyarakat, khususnya mahasiswa.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Depok, 14 November 2008
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
C. Perumusan Masalah.............................................................................. 2
BAB II DASAR-DASAR TEORI ......................................................................... 3
A. Komponen-Komponen Serat Optik....................................... ................. 4
B. Perencanaan Sistem Komunikasi Kabel Laut ........................................ 12
BAB III ANALISA PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL
LAUT SURAMADU............................................................................... 18
A. ANALISA TEKNIS ................................................................... ............ 18
B. ANALISA BIAYA............................................................................... 21
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 23
A. KESIMPULAN............................................................... ....................... 23
B. SARAN................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... ..................... 24
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kota Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia. Kota
yang merupakan ibukota dari provinsi jawa timur ini, menyimpan potensi yang
sangat luar biasa untuk dikembangkan kedepannya. Baik itu dari segi
perdagangan, industri maupun pariwisata. Pertumbuhan ekonomi di kota
Surabaya sendiripun, semakin lama semakin menunjukkan peningkatan yang luar
biasa.
Disadari ataupun tidak, perkembangan-perkembangan dari segi ekonomi
seperti yang disebutkan di atas yang diimbangi dengan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi mengakibatkan semakin sedikitnya ruang untuk bernafas di
kota Surabaya. Kawasan hutan kota yang diharapkan mampu memberikan
kenyamanan dan kesejukan di tengah teriknya kota Surabaya semakin berkurang.
Oleh karena itu, kota Surabaya yang dahulu terkenal dengan kebersihan dan
keteraturannya lambat laun berubah menjadi kota sampah yang sangat panas.
Menghadapi permasalahan diatas, sudah selayaknya perlu dipikirkan
alternatif penyelesaian sehingga kota Surabaya tetaplah tumbuh dan berkembang
dengan baik seperti pada mulanya. Salah satu penyelesaian yang menarik adalah
upaya pemekaran kota Surabaya ke Pulau Madura yang hanya berjarak sekitar 5
km. Pemekaran ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kepadatan aktivitas di
kota Surabaya baik dari segi bisnis maupun pemerintahan. Proses menuju kesana
sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu dengan mulai dibangunnya
jembatan Suramadu.
Jembatan Suramadu adalah jembatan terpanjang di Indonesia saat ini, yang
menjadikannya salah satu landmark dan ikon Indonesia, khususnya masyarakat
Jawa Timur. Jembatan Suramadu memiliki panjang 5.438 m dan menghubungkan
pulau Jawa (di Surabaya) dan pulau Madura (di Bangkalan). Pembangunan
jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di pulau Madura,
meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal
dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Jembatan ini diresmikan
5
pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003.
Jembatan Suramadu terdiri dari 3 bagian yaitu causeway, approach bridge dan
main bridge. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah Rp. 4,5 trilyun.
Selain kelengkapan sarana pemekaran dalam bidang transportasi, bidang
komunikasi juga layak mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan,
komunikasi adalah salah satu aspek terpenting untuk menggerakkan roda
perekonomian di suatu daerah. Dengan lalu lintas data yang cepat dan memadai
antara Surabaya dengan Pulau Madura, maka informasi akan cepat dikirimkan dan
diterima. Oleh sebab itu, pembangunan media komunikasi yang menghubungkan
kota Surabaya dengan Pulau Madura sudah selayaknya mendapatkan perhatian
lebih.
Dalam hal ini kami mengusulkan dibangunnya Sistem Komunikasi Kabel
Laut Serat Optik SuraMadu. Sistem komunikasi kabel laut ini dipilih karena kota
Surabaya dengan Pulau Madura dipisahkan oleh laut dangkal yakni selat madura.
Disamping itu, dengan jarak yang relatif pendek antara Surabaya dengan Madura
pembangunan sistem ini diharapkan lebih terjangkau dari segi biaya dibandingkan
dengan sistem lainnya.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah,
1. Memberikan penjelasan secara terperinci mengenai perancangan Sistem
Komunikasi Kabel Laut Serat Optik.
2. Merancang dan menganalisa kemungkinan dibangunnya Sistem Komunikasi
Kabel Laut Serat Optik SuraMadu untuk mendukung pemekaran kota
Surabaya ke Pulau Madura.
C. PERUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah,
1. Komponen-komponen dasar apa saja yang diperlukan untuk membangun
Sistem Komunikasi Kabel Laut dengan media Serat Optik?
2. Apakah parameter-parameter yang perlu diperhitungkan untuk membangun
transmisi melalui kabel laut?
6
3. Mungkinkah bisa dibangun Sistem Komunikasi Kabel Laut yang
menghubungkan kota Surabaya dengan pulau Madura?
4. Apakah kendala-kendala yang mungkin dihadapi apabila dibangun transmisi
kabel laut SuraMadu baik faktor teknis maupun non teknis?
7
BAB II
DASAR TEORI
A. Komponen-Komponen Serat Optik
Komponen-komponen serat optik diperlukan untuk membangun suatu
sistem jaringan serat optik. Beberapa komponen dasar serat optik adalah sebagai
berikut:
1. Optical Transmitters/Receivers
Parameter yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan
transmitter antara lain adalah daya keluaran, rise/fall time, extinction ratio,
jenis modulasi, side-mode supression ratio dan kestabilan panjang gelombang
serta temperatur. Daya keluaran tergantung pada jenis transmitter yang
digunakan, dengan DFB laser kira-kira 1mWatt sampai 10 mWatt (10dBm).
Laser secara fisik biasanya dibatasi oleh peak transmit power, dari segi
keselamatan laser dibatasi oleh peraturan yang berkenaan dengan keamanan
sinar terhadap mata. Ketidaklinearan serat yang sebanding dengan daya
keluaran optik juga menjadi pertimbangan khusus. Nilai rise time/fall time
haruslah sekecil mungkin (dibatasi oleh kemampuan komponen) untuk
meningkatkan optical bandwidth. Laser pada transmitter dapat dimodulasikan
secara langsung (direct modulation) atau secara terpisah dengan menggunakan
external modulator. Direct modulation lebih murah, namun dapat
menyebabkan lebar spectral menjadi lebih besar akibat adanya chirp. Hal ini
menyebabkan adanya penambahan power penalty akibat dispersi kromatik.
Penalty ini dapat dikurangi dengan extinction ratio. Untuk sistem komunikasi
yang lebih murah dan relatif berkecepatan rendah, dapat digunakan Light -
emitting diodes sebagai transmitter. Kelebihan utama dari LED adalah
harganya yang murah. Namun demikian, LED memiliki efisiensi yang sangat
rendah, bandwidth yang terbatas, dan keluaran daya optik yang rendah. Oleh
karena itu transmitter LED lebh cocok digunakan pada saluran optik yang
beroperasi pada bit rate yang paling rendah ( < 100 Mbits/s) pada jarak yang
relatif dekat (kira-kira beberapa kilometer). Laser diode mempunyai efisiensi
yang jauh lebih baik daripada LED dan menghasilkan daya optik yang jauh
8
lebih tinggi (lebih dari 1W). DFB Laser biasanya menjadi pilihan utama
dibandingkan dengan FP laser untuk saluran jarak jauh berkecepatan tinggi
karena DFB Laser memiliki noise yang lebih kecil dan side mode suppression
ratio yang tinggi pula. Pada temperatur normal, akan dihasilkan pergeseran
panjang gelombang hanya sebesar 0.1 nm tiap derajat Celcius, yang
menyebabkan peningkatan performa 3 sampai 5 kali lebih baik daripada jika
menggunakan laser diode konvensional.
Parameter utama yang berkenaan dengan receiver adalah sensitivitas dan
dynamic range. Avalanche Photo Diode (APD) memiliki linearitas yang
sangat baik pada daya optik yang bernilai antara sekian nanowatt sampai
beberapa microwatt. Jika daya yang tersedia pada receiver melebihi nilai
tersebut, biasanya APD tidak digunakan. Pada tingkat daya ini, PIN diode
dapat menyediakan responsivitas yang cukup dan SNR yang cukup besar.
Pada awalnya, silicon merupakan fiber optic detector yang paling lazim
digunakan, namun silicon memiliki sensitivitas yang rendah pada 1.5micro-
meter band. InGaAs diode memiliki noise yang lebih besar daripada silicon,
tetapi lebih responsif pada 1.5micro-meter wavelength band. Hal ini
merupakan terdapat tradeoff yang layak dipertimbangkan. Pada APD, nilai
multiplicative gain yang sangat besar disertai oleh variansi yang besar pula
pada photocurrent yang dihasilkan, yang dapat memperburuk noise
performance APD. Namun demikian, APD dapat dirancang sedemikian rupa
untuk mencapai performa yang diinginkan. Dalam hal ini, konfigurasi yang
terdiri dari EDFA (sebagai optical preamplifier pada ujung receiver) yang
dipadukan dengan APD akan menghasilkan sensitivitas dan noise suppression
yang lebih tinggi, dan dynamic range yang lebih luas. Nilai antara -20 dBm
sampai -30 dBm merupakan nilai sensitivitas yang ideal umtuk diterapkan
pada receiver.
2. Fiber Optic
Pemilihan serat optik merupakan hal yang penting dalam menentukan
dispersion-limited distance yang dapat ditempuh suatu sinyal tanpa
regeneration. Serat pertama yang diproduksi adalah multi-mode fiber yang
memiliki diameter inti sebesar 62 um Multi-mode fiber terdiri dari beragam
9
jalur yang dapat dilintasi sinar. Dalam satu kabel terdapat beberapa ratus
lapisan kaca yang indeks biasnya semakin rendah jika semakin jauh dari inti.
Serat ini masih umum digunakan pada local area network, karena dapat
menggunakan LED yang haganya relatif murah sebagai transmitter-nya.
Untuk aplikasi medium haul dan long haul, dapat digunakan single mode
fiber yang memiliki diameter inti yang kecil (sekitar 10um) karena
bandwidth-nya lebih tinggi. Pada single mode fiber, hanya satu jenis cahaya
yang dapat dikirimkan pada satu waktu. Karena adanya efek mekanika
quantum, cahaya yang melintas pada inti yang sangat sempit cenderung untuk
tetap menyatu. Desain single mode fiber tidak mengalami perubahan sampai
tahun 1980-an dimana jaringan beroperasi pada 1.3 um, yang merupakan zero
dispersion point dari serat standar. Saat ini, sistem komunikasi optik bekerja
pada 1.5 um yang merupakan lowest loss window untuk silica fiber dan
merupakan daerah kerja untuk Erbium Doped Fiber Amplifier. Hal ini
menyebabkan dikembangkannya Dispersion shifted Fiber yang mempunyai
loss yang rendah dan zero dispersion. Pengaruh-pengaruh non-linear seperti
pencampuran gelombang dan self phase modulation merupakan hambatan
dalam penggunaan transmisi WDM brkapasitas tinggi. Non Zero Dispersion
shifted fibers (NZDSF) dikembangkan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh
non-linear dengan pengendalian jumlah dispersi. NZDSF memiliki atenuasi
yang rendah pada EDFA C-band dan beberapa residual dispersion pada 1550
nm. Serat NZDSF ini bersama dengan Dispersion Compensating Fibers
(untuk menjaga dispersi sistem relatif rendah) biasanya digunakan pada
Multicast System.
Dispersi kromatik merupakan kendala tersendiri yang membatasi
pengembangan jaringan optik. Dispersi kromatik merupakan penghamburan
pulsa data yang terjadi secara alami saat cahaya melintasi saluran serat optik.
10
Penghamburan pulsa ini terjadi karena setiap panjang gelombang yang
membentuk pulsa optik melintas dengan kecepatan yang sedikit berbeda.
Dispersi kromatik menjadi suatu masalah jika pulsa yang dipancarkan mulai
mengalami overlap dan penerima tidak bisa lagi membedakan bit satu dan
nol. Pengaruh dispersi kromatik adalah peningkatan bit error rate (BER)
yang tidak dapat ditoleransi, yang memmbatasi jarak yang dapat ditempuh
sinyal tanpa regenerasi.

Dengan cara membandingkan kinerja SMF, SMF+DCF dan
NZDSF+DCF dapat ditentukan jenis serat mana yang sebaiknya digunakan.
Konfigurasi umum SKSO
Dispersi kromatik
11
Berikut ini hasil yang sudah ditemukan:
3. Polarization Mode Dispersion pada Serat Optik
Ketergantungan indeks bias pada panjang gelombang menyebabkan
dispersi kromatik pada single mode optical fibre. Sama halnya pada serat optik
yang sesungguhnya, indeks bias yang dialami oleh suatu sinyal optik
ditentukan oleh bidang polarisasi cahaya pada serat. Hal ini disebut
birefringence dan menyebabkan polarization mode dispersion pada serat.
Konfigurasi untuk membandingkan kinerja saluran optik
Dispersi dan Non-Linearity Dependent Limited Distance untuk 3 saluran optik pada 3 bit
rate yang berbeda
12
Gambar di atas menunjukkan mekanisme dasar terbentuknya
polarization mode dispersion delay (PMD). Pada ujung sisi transmitter, pulsa
direpresentasikan oleh jumlah phasor dari komponen polarisas x dan y.
Dengan dipropagasikannya komponen-komponen ini melalui serat, inherent
birefringence menyebabkan salah satu komponen mengalami delay terhadap
komponen lainnya. Pada sistem dengan bit rate yang tinggi, differential group
delay ini dapat menyebabkan dstorsi sinyal sehingga terjadi degragasi pada
BER sinyal yang diterima. Nilai differential group delay rata-rata disebut
PMD delay (dalam ps) dan dinyatakan dengan koefisien PMD dalam ps/sqrt
(km). PMD tidak meningkat secara linear, tetapi berbanding lurus dengan akar
dari jarak transmisi.
Group delay dari dua polarisasi yang tegak lurus setelah melintasi Single mode fiber
13
4. Filter Optik
Agar WDM dapat dimanfaatkan dengan baik untuk komunikasi, maka
harus ada suatu cara untuk memilih kanal yang membawa informasi tertentu.
Secara khusus, akan menguntungkan apabila pemilihan tersebut dapat
dilakukan pada optical domain. Filter optik menawarkan berbagai keuntungan
seperti insertion loss yang kecil, polarization insensitivity, stabilitas terhadap
perubahan lingkungan, dan hanya terjadi sedikit atau bahkan tidak terdapat
crosstalk. Filter juga berperan dalam switching sistem optik. Filter Fabry-
Perot digunakan untuk memfilter noise dan melakukan selection/deselection
pada sisi receiver. Filter ini berdasar pada celah (cavity) resonans yang
dibentuk oleh dua cermin yang sangat refraktif yang diletakkan secara parallel
satu sama lain. Transmittance filter Fabry-Perot merupakan fungsi frekuensi.
Fungsi transmittance bisa saja benar-benar sempit, tergantung pada rancangan
cavity (celah). Parameter yang digunakan untuk mengkarakterisasi filter
tersebut antara lain finesse (kehalusan), yang antara lain menyangkut rasio
FSR (Free Spectral Range) dan bandwidth. Filter ini biasanya memiliki
finesse sekitar 100, dengan bandwidth 1 nm atau kurang dan insertion loss 2
dB. Filter Fabry-Perot banyak tersedia di pasaran dan keuntungan utamanya
adalah dapat disetel untuk memilih kanal yang berbeda pada sistem WDM.
5. Penguat optik
Beberapa faktor menyebabkan penguat EDFA menjadi pilihan utama
pada sistem komunikasi masa kini. Hal ini menyangkut ketersediaan
semiconductor pump laser yang ringkas dan andal, yang kenyataanya
membuat semua komponen fiber bebas polarisasi dan mudah dalam
mengkopel cahaya masuk dan keluar, kesederhanaan dari peralatan ini, dan
fakta bahwa tidak terjadi crosstalk pada saat memperkuat sinyal WDM. EDFA
juga dapat dibuat untuk masa pakai 25 tahun, sehingga sangat cocok untuk
dipakai pada komunikasi kabel laut. Cara termudah dalam menganalisis
serangkaian penguat optik adalah dengan mengasumsikan bahwa semua
penguat memiliki gain yang sama dan loss antar penguat tepat sama dengan
gain penguat. Perancangan rangkaian penguat harus dapat menyediakan
pengendalian optical power level, pengendalian akumulasi noise, harus
14
menyediakan bandwidth optik yang memadai untuk kanal data, dan harus
meminimalisir distorsi pulsa yang disebabkan dispersi kromatis dan pengaruh
non-linear. Pengaruh yang tidak diinginkan dari penggunaan penguat optik
adalah dihasilkannya spontaneous emission noise. Untuk jarak lebih dari 500
km, accumulated spontaneous emission (ASE) noise yang terbentuk pada
EDFA dapat mengakumulasi daya sampai sama dengan sinyal pembawa data,
yang akan menurunkan SNR sistem. Jadi untuk memperkuat sinyal dangan
tepat guna untuk memenuhi persyaratan sensitivitas, harus dipertimbangkan
SNR pada receiver yang mana mungkin menurun pada sistem yang memiliki
serangkaian penguat dalam jumlah besar.
6. Optical Add/Drop Multiplexer
Optical Add/Drop multiplexers (OADM) dapat beroperasi pada domain
optik sehingga node yang terdiri dari OADM dapat melakukan add/drop
sebuah kanal optik dengan perbedaan data rate, protokol, dan format sinyal
yang digunakan. OADM menyediakan alokasi panjang gelombang secara
fleksibel. OADM memungkinkan carrier untuk melakukan reconfigure
terhadap network traffic untuk menoptimalisasi data transport dan
memperoleh restorasi yang cepat pada saat terjadi kegagalan jaringan. Jenis
OADM antara lain, yang pertama terdiri dari demultiplexer, space switch dan
multiplexer, yang kedua terdiri dari Fiber Bragg Grating dengan optical
circulator. Pada OADM yang berbasis mux/demux, sinyal komposit dipilah
dengan menggunakan demultiplexer dan panjang gelombang yang membawa
sinyal untuk node tertentu ditambahkan melalui 2x2 Space Switch. Setelah
itu, transit wavelength dan added wavelength direkombinasikan dengan
multiplexer. Konfigurasi ini akan meningkatkan node loss, yang kemudian
akan meningkatkan kebutuhan penguat optik. Pada OADM berbasis Fiber
Bragg Grating loss yang terjadi lebih kecil, sehingga cenderung menjadi
pilihan utama. Fungsi dari grating adalah jika ia telah disetel untuk panjang
gelombang tertentu, maka akan dipantulkan kembali panjang gelombang
tersebut dan sisanya akan dilewatkan. Multiwavelength akan melewati
circulator pertama dan bertemu ke satu atau beberapa grating. Dengan adanya
grating, tuned wavelength akan dipantulkan kembali, masuk ke circulator
15
pertama lagi dan akan drop. Added signal akan masuk melalui circulator
kedua kemudian menuju grating. Sinyal tersebut akan dipantukan kembali dan
menyatu dengan transit wavelength untuk membentuk final composite signal.
B. PERENCANAAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT
Perkembangan teknologi informasi di Indonesia mengakibatkan kebutuhan
akan sarana dan prasarana jaringan telekomunikasi untuk menyebarkan informasi
ke seluruh daerah meningkat. Oleh karena itu diperlukan banyak media-media
transmisi untuk menghubungkan antara stu tempat dengan tempat lain. Media-
media transmisi yang umumnya digunakan adalah kabel tembaga (copper wire),
wireless, kabel serat optik dan media-media lainnya.
Seperti yang telah kita ketahui, negara Indonesia adalah negara yang
mempunyai banyak pulau dan antara masing-masing pulau tersebut dipisahkan
oleh laut. Bila dibandingkan dengan negara-negara yang semua wilayahnya
adalah daratan, pembangunan sarana telekomunikasi di Indonesia mempunyai
tantangan tersendiri. Tidaklah mungkin untuk menghubungkan dua pulau di
pasang kabel tembaga melalui atas lautan. Salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan kabel laut.
Pemasangan sistem komunikasi kabel laut sendiri telah diatur dalam
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor
16/PERM.KOMINFO/9/2005 tentang Penyediaan Sarana Transmisi
Telekomunikasi Internasional Melalui Sistem Komunikasi Kabel Laut. Menurut
peraturan tersebut yang disebut dengan sistem komunikasi kabel laut atau SKKL
OADMberbasis Fiber Bragg Grating
16
adalah suatu sistem transmisi telekomunikasi menggunakan media kabel yang
dibentangkan di dalam lautan dan atau samudera untuk menghubungkan beberapa
stasiun kabel.
Secara umum blog diagram saluran transmisi kabel laut adalah sebagai
berikut:
Dari blog diagram komunikasi jarak jauh diatas terlihat bahwa untuk membangun
suatu komunikasi antar daerah diperlukan setidak-tidaknya 5 alat, yaitu sumber,
pemancar, media transmisi, penerima dan tujuan. Dalam hal ini ketika kita
berbicara mengenai sistem komunikasi kabel laut maka media transmisi diatas
adalah kabel laut yang dipasang membentang di lautan.
Ditinjau secara bentuk fisiknya kabel laut termasuk jaringan bawah tanah
bersama dengan kabel tanam langsung dan kabel duct. Kabel laut ini dipasang
atau ditanam di bawah permukaan laut. Oleh karena itu, diperlukan isolasi yang
lebih kuat dibandingkan dengan kabel tanah. Isolasi yang kuat ini diperlukan
karena tekanan di bawah air laut sangat besar, sehingga dengan isolasi yang kuat
kawat didalamnya yang digunakan untuk menyalurkan informasi maupun data
tetap terjaga dengan baik. Karakteristik yang lain dari sistem komunikasi kabel
laut adalah memerlukan amplifier di beberapa tempat, untuk menguatkan sinyal
yang dikirim maupun yang diterima.
Sejak tahun 1980, Indonesia sudah menggunakan sistem kabel laut untuk
menghubungkan Jakarta dengan Singapura (sistem yang terbaru menghubungkan
Thailand, Indonesia dan Singapura sejak tahun 2003 sejauh 1.035 km untuk
sambungan langsung internasional). Sedangkan di dalam negeri sistem kabel laut
juga telah dipasang SKKL yang menghubungkan Surabaya dengan Banjarmasin
17
yang dibangun tahun 1992. panjang SKKL itu sendiri adalah 385,33 km yang
dibentangkan 300m bawah laut jawa.
SKKL yang menghubungkan Surabaya dengan Banjarmasin
Beberapa contoh penerapan SKKL di dunia,
a. SEA-ME-WE yang berjarak 13.500 KM menggunakan kabel koaksial
yang menghubungkan Singapore dan Perancis dengan landing points di
Indonesia, Sri Lanka, Djibouti, Saudi Arabia, Mesir and Italy. Secara resmi
dibuka pada tanggal 8 September 1986.
b. SEA-ME-WE 2 yang berjarak 18.000 KM menggunakan kabel serat
optik yang menghubungkan Singapore dan Perancis dengan landing
points di Indonesia, Sri Lanka, India, Djibouti, Saudi Arabia, Mesir,
Cyprus, Turkey, Tunisia, Algeria and Italy. Di Indonesia mulai
dioperasikan pada tahun 1993/94.
c. SEA-ME-WE 3 yang berjarak 40.000 KM menggunakan kabel serat
optik yang menghubungkan Australia, Belgium, Brunei, PR China,
Cyprus, Djibouti, Mesi, Perancis, Yunani, Hong Kong, India,
Indonesia, Italy, Jepang, Korea Selatan, Macau, Malaysia, Morocco,
Myanmar, Oman, Pakistan, Filipina, Portugal, Saudi Arabia,
Singapore, Sri Lanka, Thailand, Turkey, Uni Emirat Arab, Inggris,
Vietnam. Mulai beroperasi tanggal 30 Agustus 1999, Pembuat
kabelnya adalah Alcatel Submarine Networks, AT&T - SSI, KDD-SCS
and Pirelli.
18
d. SEA-ME-WE 4 yang juga menggunakan kabel serat optik merupakan
proyek terakhir yang saat ini digunakan, dengan panjang mencapai
20.000 KM dan kapasitas hingga 1.2 Terabyte Per Second, sistem ini
mulai bisa dioperasikan sejak tahun 2004. Juga digunakan untuk
menghubungkan Singapore dan Perancis dengan landing points di
Malaysia, Thailand, Bangladesh, India, Sri Lanka, Pakistan, United
Arab Emirates, Saudi Arabia, Egypt, Italy, Tunisia, dan Algeria.
Gambar di atas menunjukkan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL)
yang sudah terinstalasi di berbagai belahan dunia. Selain SEA-ME-WE, yang
menghubungkan negara-negara dia atasmasih banyak lagi Sistem
Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang mengaplikasikan serat optik sebagai
medianya, di antaranya Black Sea Fibre Optic Cable Systems (BSFOCS), Trans
Atlantic Cables, Trans Pacific Cables, Fiber Optic Link Around The Globe
(FLAG), LEV-Med1 dan lain sebagainya.
Untuk membangun suatu sistem komunikasi kabel laut yang baik, perlu
perencanaan yang matang di awalnya mengingat sistem komunikasi ini cukup
rumit dibanding sistem komunikasi melalui tanah. Beberapa hal yang perlu
diketahui untuk membangun sistem ini adalah besarnya BER (Bit Error Relative)
yang diinginkan, kecepatan pengiriman informasi (B
R
), format bentuk sinyal yang
diinginkan dan jarak sistem transmisi yang dibangun (L
T
). Setelah semua
19
diketahui, ditentukan komponen-komponen sistem yang digunakan termasuk
didalamnya jenis serat optik yang digunakan, sumber optik yang digunakan,
detektor optik, dan jenis modulasi signal.
Langkah berikutnya adalah perhitungan anggaran daya dan perhitungan
anggaran waktu bangkit. Pada perhitungan anggaran daya beberapa hal yang
harus diperhitungkan adalah,
1. Besarnya kopling daya output dalam satuan dBm
P
S
(dBm)=10 log P
S
(watt)
2. Besarnya F(M) atau excess avalanche noise factor
( )
1
( ) 2 1 F M kM k
M
| |
= +
|
\ .
Dimana k adalah rasio ionisasi carrier, M adalah rasio penguatan.
3. Besarnya lebar bidang frekuensi (BWsis)
BW sis = 0,5 B
R
4. Besarnya sensitifitas daya minimum detektor optik
2. . . ( ).
R
e BWsis F M SNR
P
R
=
5. Besarnya jarak sistem transmisi (Lsis)
2 s R ac s a
s f
P P a m
Lsis
a a
+
=
+
6. Besarnya cadangan redaman dan standar deviasi redaman perangkat repeater
7. Besarnya jarak yang dapat dicapai perangkat repeater (Lrep)
2 2
3 ( . ) L L g f
f
m m m a
Lrep
a
A + A
=
8. Jumlah perangkat repeater yang digunakan
9. Menentukan konfigurasi sistem transmisi SKKL serat optik.
Perhitungan kedua adalah perhitungan anggaran waktu bangkit. Pada
perhitungan anggaran waktu bangkit ini komponen yang harus diketahui adalah
waktu bangkit komponen sumber optik (ttx), waktu bangkit detektor optik (trx),
dan waktu bangkit komponen serat optik (t intra). Langkah perhitungannya
sebagai berikut:
1. Menentukan besarnya waktu bangkit total sistem transmisi
20
2 2 2
int ( ) sis tx ra rx t t t t = + +
2. Menentukan lebar pita frekuensi yang disediakan sistem
0, 35
Wsis
sis
B
t
=
3. Menentukan kecepatan bit (bit rate) transmisi
2. R Wsis B B =
21
BAB III
ANALISA PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT
SURAMADU (SURABAYA - MADURA)
A. ANALISA TEKNIS
Peta Kota Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan sumber yang didapatkan, jarak antara kota Surabaya dengan
Pulau Madura yang terdekat adalah 5 km. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
perencanaan perancangan sistem komunikasi serat optik melalui kabel laut yang
direncanakan, kami membuat transmisi jaringan serat optik sejauh 8 km.
Selanjutnya dengan panjang transmisi (Lt) 8 km, dapat ditentukan beberapa
komponen dasar serat optik untuk membangun itu.
1. Pemilihan detektor optik
Detektor optik yang digunakan adalah InGaAs dengan nilai panjang
gelombang sebesar 1300 nm. Detektor jenis ini mempunyai responsivitas
yang baik antara 0,63 0,8 (dalam hal ini diambil nilai responsivitas sebesar
0,7). Disamping itu tegangan bias yang dipunyai kecil sebesar 5 volt dan
efisiensi quantum sedang antara 60 70.
2. Pemilihan Sumber Optik
Dengan memperhitungkan jarak yang pendek, maka sumber optik yang
digunakan adalah LED (Light Emitting Diode).
3. Pemilihan Serat Optik
22
Kabel serat optik yang digunakan untuk jarak pendek adalah jenis serat optik
multimode graded index yang mempunyai ciri-ciri bandwidth yang lebih
besar, tidak dispersif dan biasa dipakai untuk jarak menengah.
4. Pemilihan Modulasi
Modulasi yang digunakan adalah NRZ, dengan BER sebesar 10
-9
dan B
R
sebesar 16 Mbps.
Berdasarkan pemilihan komponen-komponen tersebut, maka dapat
dilakukan perhitungan anggaran daya dan anggaran waktu bangkit.
1. Perhitungan Anggaran Daya
a. Perhitungan Kopling Daya Output
Kopling daya output optik berkisar antara 0,015 sampai 0,06. Dalam hal
ini diambil 0,015 m W. Sehingga dihasilkan nilai kopling daya output
dalam dBm sebesar 10 log 0,015 = -18,24 dBm.
b. Perhitungan Sensitivitas Daya Maksimum (P
R
)
Oleh karena lebar bidang frekuensi sistem pada kecepatan transmisi 16
Mbps dengan format bentuk kode signal digital NRZ adalah sebesar:
1
8
2
R BWsis B Mhz = =
Maka dengan nilai BER sistem sebesar 10
-9
diperoleh SNR sebesar 21,6
db = 144. Selanjutnya dapat dihitung nilai sensitivitas daya minimum
detektor optik sebesar:
2. . . ( ).
R
e BWsis F M SNR
P
R
=
19 6
2.1, 6.10 .8.10 .1.144
0, 7
R P

=
7
5, 266.10 R P mW

=
62, 785 R P dBm =
c. Perhitungan Jarak Sistem Transmisi
Berdasarkan data-data komponen diatas, jenis serat optik yang digunakan
adalah Multimode Graded Index dengan d = 50 mm. Berdasarkan data
23
sheet dan grafik untuk jenis serat optik multimode graded index memiliki
beberapa karakteristik turunan sebagai berikut:
Redaman transmisi = 4 db/km (a
f
)
Konektor (Expanded Beam) = 2 db (ac)
Splice (Rugi-rugi) = 0,1 db (as)
Margin = 7 db (ma)
Maka jarak transmisi yang dapat dicapai oleh Sistem Komunikasi Kabel
Laut (SKKL) serat optik dengan komponen seperti diatas adalah:
2 s R ac s a
s f
P P a m
Lsis
a a
+
=
+
18, 24 62, 785 4 0,1 7
4 0,1
Lsis
+ +
=
+
8, 206 Lsis km =
Oleh karena besarnya Lsis > Lt maka hal ini memenuhi syarat
perancangan sistem, atau dengan kata lain perancangan ini dapat
digunakan. Disamping itu, berdasarkan perancangan sistem ini maka
sistem ini tidak memerlukan repeater.
2. Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit
Untuk perhitungan anggaran waktu bangkit maka parameter-parameter yang
perlu diketahui adalah parameter dispersi intramodal (M), komponen sumber
optik (ttx) dan komponen detektor optik (trx). Untuk perancangan ini,
a. Parameter dispersi intramodal (M) yang digunakan adalah 5 ps/nm.km,
b. ttx sebesar 2,5 ns s/d 10 ns (diambil 7 ns),
c. trx sebesar 0,1 ns s/d 0,5 ns (diambil 0,5 ns),
d. Lebar spektrum (LED) sebesar 50 150 nm,
e. t intra (5 x 10
-12
x 50 x 8 = 20 ns)
Berdasarkan parameter-parameter diatas maka dapat dihitung beberapa hal,
a.
2 2 2
int ( ) sis tx ra rx t t t t = + +
2 2 2
(7 0, 5 20 ) sis t = + +
24
21,196 sis t ns =
Untuk memberikan toleransi terhadap perubahan operasional kerja
komponen optik yang digunakan, ditambahkan tolerasi waktu bangkit total
sistem transmisi (tsis) sebesar 10% dari harga perhitungan. Sehingga
didapatkan tsis sebesar 23,316 ns.
b. Menentukan Lebar Pita Frekuensi (B
Wsis
)
Sesuai dengan perhitungan waktu bangkit total yang dimiliki, maka
0, 35
Wsis
sis
B
t
=
0, 35
23, 316
Wsis B =
15, 01 Wsis B MHz =
c. Menentukan besarnya bit rate transmisi (B
R
)
Berdasarkan lebar pita frekuensi yang disediakan sistem (B
Wsis
) dan juga
berdasarkan format bentuk kode signal digital NRZ yang digunakan, maka
besarnya kecepatan bit (bit rate) transmisi sebesar,
2. R Wsis B B =
2.15, 01 R B =
30, 02 Mbps R B =
Berdasarkan hasil perhitungan anggaran daya dan anggaran waktu bangkit
diatas, persyaratan sistem transmisi yang diinginkan telah dapat dipenuhi.
B. Analisa Biaya
Untuk membangun Sistem Komunikasi Kabel Laut Serat Optik, selain
aspek teknis juga harus diperhitungkan aspek biaya. Aspek biaya ini meliputi
biaya pembelian-pembelian komponen dasar serat optik, pengerjaan
pembangunan transmisi bawah laut dan biaya-biaya lain yang terkait dengan
proyek pembangunan Sistem Komunikasi Kabel Laut.
Akan tetapi karena keterbatasan sumber yang kami dapatkan, maka kami
tidak dapat memberikan rincian daftar biaya perancangan sistem komunikasi
kabel laut suramadu yang kami buat. Pada bagian penutup kami lampirkan daftar
25
harga beberapa komponen-komponen dasar untuk membangun sistem komunikasi
kabel laut serat optik.
26
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Beberapa komponen dasar penting yang diperlukan untuk membangun sistem
komunikasi kabel laut serat optik meliputi Optical Transmitters/Receivers,
Kabel Fiber Optik, Filter Optik, Penguat optik, Optical Add/Drop Multiplexer,
dan Detektor Optik.
2. Perencanaan pembangunan sistem komunikasi kabel laut secara teknis, harus
memperhitungkan dua hal yakni anggaran daya dan anggaran waktu bangkit.
3. Pembangunan Sistem Komunikasi Kabel Laut Serat Optik Suramadu dapat
dilakukan mengingat dari segi teknis sangatlah memadai untuk dilakukan.
SARAN
Beberapa saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut,
1. Sudah seharusnya pemerintah mulai memikirkan rencana-rencana untuk
mengembangkan dan membangun sarana komunikasi ke daerah-daerah di
seluruh Indonesia, sehingga pemerataan pembangunan akan dapat dirasakan
oleh seluruh rakyat Indonesia.
2. Sistem komunikasi kabel laut merupakan salah satu solusi untuk
menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Indonesia dalam bidang
telekomunikasi, sudah selayaknya pemerintah mulai mengembangkan sistem
tersebut.
27
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Ludfy, Mustapa W,. 1999. WDM Menuju Jaringan Masa Depan. Lab
Transport DIVRisTI. Bandung-Indonesia.
Geckeler, Siegfried. Optical Fiber Transmission Systems. Chapter 4. 1987.
Norwood : ARTECH HOUSE, INC.
Keiser, Gerd. Optical Fiber Communications. Second Edition. 1991. Singapore :
McGraw-Hill.
------. 1993. Optical Fiber Communications.Second Edition. McGraw Hill
International Edition.
Mubarakah, Naemah. Topologi Jaringan Optik. USU Resipotory , Medan, 2007.
NS, Rochmah. Perencanaan Komunikasi Optik.Departemen Teknik Elektro
Universitas Indonesia,2007.
Personick, Stewart D. 1981. Optical Fiber Transmition System. Plenum Press,
New York and London.
Vacca, John R.. Optical Networking Best Practies Handbook. John Wiley & Sons,
Inc., Hoboken, New Jersey, 2007.

Anda mungkin juga menyukai