Anda di halaman 1dari 2

Loloan barat merupakan sebuah perkampungan Melayu, yang dihuni suku Melayu dan menggunakan bahasa Melayu sebagai

bahasa pengantar pergaulan keseharian, walaupun kampung itu berada di Bali. Masyarakat Loloan Barat mayoritas beragama Islam, disamping itu masyarakat Loloan Barat juga ada yang memeluk agama Kristen, Hindu dan Budha. Jika dirinci lebih jau lagi penganut agama Islam sebanyak 3.704 orang, penganut agama Kristen sebanyak 5 orang, Hidu 61 orang dan Budha 6 orang. Hal tersebut merupakan keunikan dari daerah Loloan Barat. Kampung loloan barat dan loloan timur dipisahkan oleh sungai yang beranama Ijo Gading. Seperti halnya, orang Melayu kebanyakan, Melayu Bali di Loloan juga gemar berpantun. Namun, sepertinya hanya generasi tua saja yang masih piawai melafazkannya. Di kampung loloan barat tak terasa nuansa Bali, tidak ada pura, tak ada sesaji dan bau dupa. Dulu berdiri pesantren tertua di Bali, Pondok Pesantren -Syamsul Huda. Pesantren ini di bangun sekitar tahun 1935. Masa keemasan pesantren ini berkibar pada 1940 di bawah pimpinan K. H. Ali Bafaqih. Saat itu, terdapat 1.000 santri yang terdaftar yang berasal dari Bali, Lombok, dan Jawa sehinngga kampung ini menjadi percontohan perkampungan muslim di Lombok Namun kini, kebesaran pesantren Syamsul Huda mulai surut seiring berkurangnya jumlah santri. Kini santrinya tinggal 25 orang. Meski begitu, pengaruh pesantren ini masih terasa. Penduduk Loloan Barat yang 95% di antaranya beragama Islam, menganggap pesantren ini sebagai "kiblat" laku agama. Apalagi, setiap hari raya, pesantren ini berubah menjadi pusat kegiatan. Loloan barat memiliki sebuah masjid yang bernama Masjid Besar Mujahidin, namun awalnya bernama masjid An Nur pada tahun 1935 yang dilatar belakangi kesulitan menyeberangi sungai yang sering banjir dan banyak buaya, karena sebelum masjid An Nur dibangun, masyarakat loloan barat sholat d masjid Baitul Qadim, loloan timur. Pada tahun 1967 berubah nama menjadi masjid Mujahidin setelah peristiwa disemayamkannya pemindahan jenazah korban G30S PKI di masjid Mujahidin. Namun pada tahun 1976, seluruh bangunan masjid rubuh akibat gempa bumi dan dibangun lagi pada tahun 1977. Dan pada tahun 201 di renovasi kembali karena jumlah penduduk semakin banyak hingga saat ini pembangunan baru mencapai 50% dengan memakan biaya 3,7 milyar. Hingga sekarang, masjid mujahidin menjadi pusat kegiatan keagamaan di loloan barat. Menurut catatan terkahir, Masjid Besar Mujahidin merupakan masjid yang terbesar d Bali dengan luas 40x40m2 dan tinggi menara 27m dgn 9 lantai.

Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1697 terjadi banjir besar. Air Sungai Ijo Gading meluap. Banyak rumah penduduk yang hanyut. Sejak saat itu, penduduk membuat rumah panggung untuk mengurangi risiko hanyut. Selain itu, rumah panggung juga dibuat berdasarkan faktor keamanan. Rumah panggung yang dibangun pun sesuai dengan suku asal para pendatang itu. Sampai tahun 1700-an, rumah panggung mulai bermunculan di wilayah Loloan. Saat ini hanya sedikit rumah panggung yang bertahan, karena faktor usia dan perkembangan zaman. Selain itu, loloan barat mempunyai kain tenun yang khas dan biasanya di gunakan untuk acara pernikahan, sekedar oleh-oleh dan keperluan lain. Namun sekarang hanya satu took yang memproduksi kain tenun. Hal ini dikarenakan harga pokok bahan tekstil yang semakin mahal. Tidak hanya itu, kuliner khas loloan barat sangat beragam. Dari kue kering seperti opak dan baulu, sampai masakan yang hanya ada di loloan barat. Yaitu pelecing ayam kampung yang dihidangkan bersama nasi putih. Biasanya, wisatawan yang akan berziarah ke makam K. H. Ali Bafaqih, menyempatkan diri untuk menikmati kuliner yang satu ini.

Anda mungkin juga menyukai