Anda di halaman 1dari 7

Artikel Mbah Kholil Bangkalan

1 RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1 LAHIR

Syekh Muhammad Kholil atau yang kerap dipanggil dengan Syekh Kholil Bangkalan atau Mbah Kholil
lahir pada 11 Jumadil akhir 1235 H atau 25 Mei 1835 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran,
Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur.

Jalur nasab Syekh Kholil Bangkalan dari jalur ayah sampai kepada Syekh Syarif Hidayatullah (Cirebon).
Nasab beliau adalah Syekh Kholil Bangkalan bin KH. Abdul Lathif bin KH. Hamim bin KH. Abdul Karim bin
KH. Muharram bin KH. Asrar Karamah bin KH. Abdullah bin Sayid Sulaiman.

Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu
putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam (Campa). Ayahnya adalah
Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra.

1.2 RIWAYAT KELUARGA

Menurut M Zaini, dalam tesis Genealogi pesantren di Bangkalan: studi genealogi Syaikhona Kholil
Bangkalan Madura yang dipublikasi UIN Sunan Ampel, runtutan nasab Syechona dari jalur putra sebagai
berikut: Kiai Kholil bin Kiai Abdul Latif bin Kiai Hamim bin Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiai Asra Al-
Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman Mojo Agung yang merupakan cucu dari Sunan Gunung
Jati atau Syarif Hidayatullah.

Dalam penjabaran M. Zaini, Syechona Kholil Bangkalan memiliki sembilan istri yaitu: Pertama, Raden
Ayu Assek binti Lodrapati. Kedua, Nyai Ummu Rahmah. Ketiga, Raden Ayu Arbi’ah. Keempat, Nyai Mesi.
Kelima, Nyai Su’lah. Keennam, Nyai Kuttab. Ketujuh, Nyai Sabrah. Kedelapan, Raden Ayu Nurjadi.
Kesembilan, seorang janda kaya berasal dari telaga biru, Tanjung Bumi, Bangkalan.

“Anak keturunan Kiai Kholil berasal dari empat orang istri, yaitu: Raden Ayu Assek binti Ludrapati, Nyai
Ummu Rahmah, Raden Ayu Arbi’ah dan Nyai Mesi,” tulisnya.

Sedangkan lima istri yang lain, yaitu Nyai Su’lah, Nyai Khuttab, Nyai Sabrah, Raden Ayu Nurjati dan
seorang janda dari Telaga Biru, sampai Syechona wafat tidak dikaruniai keturunan.

Perkawinan Syechona Kholil dengan Raden Ayu Assek binti Lodrapati

1) Raden Ayu Assek binti Lodrapati sebagai istri pertama Syechona Kholil. Nyai Assek seorang
perempuan yang mempunyai darah (keturunan bangsawan). Pernikahan Syechona Kholil dengan Raden
Ayu Assek binti Lodrapati konon berawal dari sayembara yang diadakan oleh ayahandanya, Pangeran
Lodrapati.
Waktu itu, sang putri mengalami sakit yang tidak kunjung sembuh. Ayahandanya melakukan sayembara
yang isi pengumumumannya adalah “barang siapa yang mampu menyembuhkan anakku, jika laki-laki
akan dijadikan menantunya”.

Kabar ini sampai kepada Kiai Kholil, lalu membantu mengobati penyakit yang diderita oleh putri
Lodrapati. Dengan izin Allah, Raden Ayu Assek binti Lodrapati sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Dari kisah inilah, Syechona Kholil dinikahkan dengan Nyai Assek pada bulan Rajab 1278 H. Saat itu,
Raden Ayu Assek binti Lodrapati masih berusia 26 tahun. Sedangkan Syechona Kholil ditulis berusia 24
tahun. Hasil dari pernikahan tersebut, Syechona Kholil dikaruniai dua keturunan, yaitu Nyai Khotimah
dan Kiai Muhammad Hasan.

Anak pertama Syechona Kholil (Nyai Khotimah) dinikahkan dengan Kiai Muhammad Thoha bin Kahfal
atau lazimnya dipanggil Kiai Munthaha, pada tahun 1290 H.

Hasil perkawinannya dikaruniai empat orang anak. Yaitu, Kiai Ahmad, Kiai Abdul Latif, Kiai Mujtabah dan
Nyai Rohmah.

Sedangkan Anak Kedua Kiai Kholil yaitu Kiai Muhammad Hasan menikah dengan Nyai Karimah pada
tahun 1316 H, tetapi pernikahan ini tidak dikarunia anak.

2) Ibu Nyai Rohmah, yang berasal dari Kemayoran, Labang Buta dekat dengan Pasar Seninan Bangkalan.
Dari istri keduanya Kiai Kholil dikaruniai seorang putri bernama Nyai Rohmah. Putri Kiai Kholil yang
semata wayang tersebut akhirnya dinikahkan dengan Kiai Muhammad Bakri, sehingga dari pasangan ini
Kiai Kholil memiliki seorang cucu laki-laki bernama Muhammad Umar yang kemudian dinikahkan
dengan putri Hj. Zahrah bernama Romlah yang tinggal di utara alun-alun Kota Bangkalan. Hasil
pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak bernama Busri dan Nyai Saudah. Nyai Rohmah binti Kiai
Kholil kemudian menikah lagi dengan H. Muhammad Hosen, yang manaia berasal dari Sumur Kuning
Kwanyar Bangkalan. Hasil pernikahan keduanya ini Nyai Rohmah dikaruniai seorang putri cantik
bernama Minnah yang akhirnya diperistri oleh H. Muhammad Nafi’. Mereka dikaruniai tiga orang putri
yaitu Nyai Nahlah, Nyai Jamilah dan Nyai Aminah.

3) Raden Ayu Arbi’ah, yang masih keturunan Bangsawan yang berasal dari Longapan, Kemayoran,
Bangkalan. Hasil pernikahannya ini Kiai Kholil dikaruniai dua orang anak yaitu Ahmad Baidhowi dan
Muhammad Imron. Akan tetapi, Ahmad Baidhowi meninggal dunia pada usia lima bulan. Sedangkan
Muhammad Imron setelah menginjak kedewasaannya, memperistri seorang gadis yang berasal dari desa
Sabreh. Gadis itu bernama Nyai Mutmainnah.

Kedua pasangan ini akhirnya dikaruniai anak lima orang anak yaitu: Nyai Romlah, Nyai Aminah, Nyai
Nadhifah, Kiai Makmun dan Kiai Amin. Selain istri pertamanya Nyai Mutmainnah, Kiai Imron juga
memiliki istri yang lain, ia bernama Nyai Maimunah. Perkawinan dengan istri keduanya ini Kiai Imron
dikaruniai anak empat yaitu: Kiai Munawir, Nyai Naimah, Nyai Arfiyah dan Nyai Jamaliyah.

4) Nyai Mesi adalah istri Kiai Kholil yang berasal dari daerah Sumur Kepek Labang Bangkalan.
Pernikahan dengan Nyai Mesi, Kiai Kholil dikaruniai seorang putri yang bernama lahir Nyai Asma. Setelah
anak gadisnya menginjak dewasa Nyai Asma dinikahkan dengan Kiai Muhammad Yasin. Hasil
perkawinannya ini akhirnya dikaruniai delapan orang anak yaitu: Nyai Malihah, Kiai Kholil Yasin, Kiai
Nasir Yasin, Nyai Badriyah, Nyai Naylah, Nyai Asiyah, Nyai Karimah, Nyai Maimunah dan yang terakhir
adalah Nyai Rabi’atul Adawiyah.

1.3 WAFAT

Syekh Kholil Bangkalan wafat dalam usia 106 tahun, pada 29 Ramadan 1343 Hijrah, bertepatan dengan
tanggal 23 April 1925 Masehi, jasadnya dikebumikan di desa Mertajesa, Kecamatan Bangkalan.

2 SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

2.1 MENGEMBARA MENUNTUT ILMU

Syekh Kholil Bangkalan memulai pendidikannya dengan belajar langsung kepada ayahnya. Beliau belajar
ilmu Fiqh dan nahwu. Berkat dari didikan ayahnya, sejak usia muda ia sudah hafal dengan baik 1002 bait
nadzam Alfiyah Ibnu Malik.

Setelah dididik, orang tua Syekh Kholil Bangkalan kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren
untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Syekh Kholil Bangkalan muda belajar kepada KH.
Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian ke Pondok Pesantren
Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada KH. Nur Hasan yang
menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari
Keboncandi ke Sidogiri, Beliau tak pernah lupa membaca Surat Yasin.

Sewaktu menjadi santri, Syekh Kholil Bangkalan telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah
Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang Hafidz al-Qur'an dan mampu membaca al-Qur’an
dalam Qira'at Sab'ah.

Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Syekh Kholil Bangkalan memutuskan untuk pergi ke
Makkah. Untuk ongkos pelayaran bisa beliau tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di
Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Syekh Kholil Bangkalan berpuasa. Hal
tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah agar perjalanannya selamat.

2.2 GURU-GURU BELIAU

Guru-Guru Syekh Kholil Bangkalan di antaranya:

KH. Abdul Lathif (Ayahnya)


Tuan Guru Dawuh (Buju’ Dawuh)

Tuan Guru Agung (Buju’Agung)

Kiai Sholeh ( Pesantren Bungah Gresik)

KH. Asyik.

KH. Arief ( Pesantren Darussalam Pasuruan)

KH. Nur Hasan di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan

KH. Abu Dzarrin

KH. Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban

KH. Abdul Bashar ( Pesantren Al Ashriyah Banyuwangi)

Syaikh Ahmad Khatib Sambas,

Syaikh Abdul Adzem Al Maduri

Syaikh Ali Rahbini

Syekh Nawawi al-Bantani di Mekkah

Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan di Mekkah

Syekh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki di Mekkah

Syekh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani di Mekkah

2.3 MENDIRIKAN PESANTREN

Pesantren Syaichona Cholil didirikan langsung oleh Syaikhona di Bangkalan. Syaikhona Kholil mendirikan
ini setelah mendirikan pesantren yang pertama di desa Jengkebuan. Akan tetapi Setelah putrinya, Siti
Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha (Muhammad Thaha) pesantren
di desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya tersebut. Akhirnya Kiai Khalil pada
tahun 1861 M, mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200
meter sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya selang 1
kilometer dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Pesantren yang terakhir ini kemudian dikenal
sebagai Pesantren Syaikhona Kholil 1.

3 PENERUS BELIAU

3.2 PUTERA-PUTERI BELIAU


Nyai Hj. Khotimah Kiai Muhammad Thoha bin Kahfal atau lazimnya dipanggil Kiai Munthaha, pada tahun
1290 H.

Hasil perkawinannya dikaruniai empat orang anak. Yaitu:

1. Kiai Ahmad

2. Kiai Abdul Latif

3. Kiai Mujtabah

4. Nyai Rohmah.

KH. Muhammad Hasan menikah dengan Nyai Karimah pada tahun 1316 H, tetapi pernikahan ini tidak
dikarunia anak.

Nyai Hj. Rohmah dinikahkan dengan Kiai Muhammad Bakri, sehingga dari pasangan ini Kiai Kholil
memiliki seorang cucu laki-laki bernama

1. KH. Muhammad Umar

KH. Muhammad Imron menikah dengan seorang gadis yang berasal dari desa Sabreh. Gadis itu bernama
Nyai Mutmainnah. Kedua pasangan ini akhirnya dikaruniai anak lima orang anak yaitu:

1. Nyai Romlah

2. Nyai Aminah

3. Nyai Nadhifah

4. Kiai Makmun

5. Kiai Amin

Selain istri pertamanya Nyai Mutmainnah, Kiai Imron juga memiliki istri yang kedua, ia bernama Nyai
Maimunah. Perkawinan dengan istri keduanya ini Kiai Imron dikaruniai anak empat yaitu:

1. Kiai Munawir

2. Nyai Naimah

3. Nyai Arfiyah

4. Nyai Jamaliyah

Nyai Hj. Asma Menikah dengan Kiai Muhammad Yasin. Hasil perkawinannya ini akhirnya dikaruniai
sembilan orang anak yaitu:

1. Nyai Malihah
2. Kiai Kholil Yasin

3. Kiai Nasir Yasin

4. Nyai Badriyah

5. Nyai Naylah

6. Nyai Asiyah

7. Nyai Karimah

8. Nyai Maimunah

9. Nyai Rabi’atul Adawiyah.

3.2 MURID-MURID BELIAU

Berkat kedalaman ilmu yang dimiliki oleh Syekh Kholil Bangkalan, beliau telah berhasil mencetak murid-
muridnya menjadi tokoh, ulama, kiai, dan para pendiri pondok pesantren. Murid-murid beliau
diantaranya:

KH. Muhammad Hasan Sepuh - pendiri Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo

KH. Hasyim Asy’ari - pendiri Nahdlatul 'Ulama, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang

KH. Abdul Wahab Chasbullah - pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang

KH. Bisri Syansuri - pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang

KH. Manaf Abdul Karim - pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri

KH. Ma'shum - pendiripondok pesantren Al Hidayat Lasem, Rembang

KH. Munawir - pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta

KH. Bisri Mustofa - pendiri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang

KH. Nawawi - pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan

KH.Muhammad Shiddiq- pengasuhPondok Pesantren Islam As Shiddiqi Putra, Jember

KH. As'ad Syamsul Arifin - pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Asembagus, Situbondo

KH. Abdul Majjid - pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan

KH. Toha - pendiri Pondok Pesantren Batabata, Pamekasan

KH. Abi Sujak - pendiri Pondok Pesantren Astatinggi, Kebunagung, Sumenep


KH. Usymuni - pendiri Pondok Pesantren Pandian, Sumenep

KH. Zaini Mun'im - Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo

KH. Khozin - Buduran, Sidoarjo

KH. Abdullah Mubarok - pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya

KH. Mustofa - pendiri Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan

KH. Asy'ari - pendiri Pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari, Bondowoso

KH. Sayyid Ali Bafaqih - pendiri Pondok Pesantren Loloan Barat, Bali

KH. Ali Wafa - Tempurejo, Jember

KH. Munajad - Kertosono, Nganjuk

KH. Abdul Fatah - pendiri Pondok Pesantren Al-Fattah, Tulungagung

KH. Zainul Abidin - Kraksaan, Probolinggo

KH. Zainuddin - Nganjuk

KH. Abdul Hadi - Lamongan

KH. Zainur Rasyid - Kironggo, Bondowoso

KH. Karimullah - pendiri Pondok Pesantren Curah Damai, Bondowoso

KH. Muhammad Thohir Jamaluddin - pendiri Pondok Pesantren Sumber Gayam, Madura

KH. Hasan Mustofa - Garut

KH. Raden Fakih Maskumambang – Gresik

Ir. Soekarno - Presiden Republik Indonesia pertama, menurut penuturan KH. As'ad Samsul Arifin, Bung
Karno meski tidak resmi sebagai murid Syekh Kholil, namun ketika sowan ke Bangkalan, Syekh Kholil
memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunya.

Anda mungkin juga menyukai