Anda di halaman 1dari 8

Kiai Kholil al-Bangkalani

Kelompok 4
Nama Anggota :
1. Ananda Via Kholifatun Nisa’ (04)
2. Arina Dzakiyatul Afifah (07)
3. Dina Amelia Maghfiroh (12)
4. Indah Cahaya Kamila (21)
5. M. Dava Syaputra (26)
6. Najwa Nuchya Salsabila (29)

MADRASAH ALIYAH NEGRI 1 JEPARA

TP. 2023/2024
1. BIOGRAFI KIAI KHOLIL AL-BANGKALANI

1.1. LAHIR

Syekh Muhammad Kholil atau yang kerap dipanggil dengan Syekh Kholil Bangkalan atau
Mbah Kholil lahir pada 11 Jumadil akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M di Kampung
Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura,
Jawa Timur.

Jalur nasab Syekh Kholil Bangkalan dari jalur ayah sampai kepada Syekh Syarif Hidayatullah
(Cirebon). Nasab beliau adalah Syekh Kholil Bangkalan bin KH. Abdul Lathif bin KH.
Hamim bin KH. Abdul Karim bin KH. Muharram bin KH. Asrar Karamah bin KH. Abdullah
bin Sayid Sulaiman.

Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif
Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam
(Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra.

1.3. WAFAT

Syekh Kholil Bangkalan wafat dalam usia 106 tahun, pada 29 Ramadan 1343 Hijrah,
bertepatan dengan tanggal 23 April 1925 Masehi, jasadnya dikebumikan di desa Mertajesa,
Kecamatan Bangkalan.

2. SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN KIAI KHOLIL AL-BANGKALANI

2.1. MENGEMBARA MENUNTUT ILMU

Syekh Kholil Bangkalan memulai pendidikannya dengan belajar langsung kepada ayahnya.
Beliau belajar ilmu Fiqh dan nahwu. Berkat dari didikan ayahnya, sejak usia muda ia sudah
hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik.

Setelah dididik, orang tua Syekh Kholil Bangkalan kecil kemudian mengirimnya ke berbagai
pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Syekh Kholil Bangkalan
muda belajar kepada KH. Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa
Timur.

Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian ke


Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula
kepada KH. Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari
Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, Beliau tak pernah lupa
membaca Surat Yasin.
Sewaktu menjadi santri, Syekh Kholil Bangkalan telah menghafal beberapa matan, seperti
Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang Hafidz al-Qur'an dan
mampu membaca al-Qur’an dalam Qira'at Sab'ah.

Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Syekh Kholil Bangkalan memutuskan
untuk pergi ke Makkah. Untuk ongkos pelayaran bisa beliau tutupi dari hasil tabungannya
selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Syekh
Kholil Bangkalan berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang,
akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah agar perjalanannya selamat.

2.2. GURU-GURU KIAI KHOLIL AL BANGKALANI

 KH. Abdul Lathif (Ayahnya)


 Tuan Guru Dawuh (Buju’ Dawuh)
 Tuan Guru Agung (Buju’Agung)
 Kiai Sholeh ( Pesantren Bungah Gresik)
 KH. Asyik.
 KH. Arief ( Pesantren Darussalam Pasuruan)
 KH. Nur Hasan di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan
 KH. Abu Dzarrin
 KH. Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban
 KH. Abdul Bashar ( Pesantren Al Ashriyah Banyuwangi)
 Syaikh Ahmad Khatib Sambas,
 Syaikh Abdul Adzem Al Maduri
 Syaikh Ali Rahbini
 Syekh Nawawi al-Bantani di Mekkah
 Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi
 Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan di Mekkah
 Syekh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki di Mekkah
 Syekh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani di Mekkah

2.3. MENDIRIKAN PESANTREN

Pesantren Syaichona Cholil didirikan langsung oleh Syaikhona di Bangkalan. Syaikhona


Kholil mendirikan ini setelah mendirikan pesantren yang pertama di desa Jengkebuan. Akan
tetapi Setelah putrinya, Siti Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai
Muntaha (Muhammad Thaha) pesantren di desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan
kepada menantunya tersebut. Akhirnya Kiai Khalil pada tahun 1861 M, mendirikan
pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200 meter sebelah Barat
alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya selang 1
kilometer dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Pesantren yang terakhir ini kemudian
dikenal sebagai Pesantren Syaikhona Kholil 1.
3. KARYA-KARYA KIAI KHOLIL AL BANGKALANI

 Al-Matnu as-Syarif (Panduan fikih ibadah), selesai pada hari Rabu 17 Raja 1299 H.
cetakan Maktabah Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir, tahun 1934 M. / 1353 H. No.
550, ditashih dan di terjemah dg makna jawa pegon oleh KH. Ahmad Qusyairi bin
Shidiq Pasuruan. Dan juga dicetak oleh Maktabah Kholid bin Ahmad bin Nabhan
Surabaya, di terjemah dg makna pegon berbahasa madura oleh KHR Abdul Majid
Tamim, di tulis oleh Habib Idrus bin Hasan al-Khirid pada tahun 1409 H.
 As-Silah fi Bayan al-Nikah (panduan nikah), disalin oleh KH. Ahmad Qusyairi bin
Shidiq Pasuruan. (Manuskrip), dan di cetak di surabaya.
 Rotib Syaikhona Kholil, disebarkan dalam bentuk selebaran oleh KH. Kholil bin KH.
Moh Yasin Kepang pada tahun 28/9/1404 H. dan di cetak ulang oleh Lajnah Turots
Ilmy Syaikhona Muhammad Kholil pada tahun 2019 dan 2020.
 Isti’dad al-Maut (panduan fikih jenazah), bertahun 3 Dz. Qa’dah 1309 H. Disalin dan
dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2019 M.
 Taqrirat Nuzhah Thullab (Kaedah I’rob, gramatika arab), bertahun 1315 H. Disalin
dan dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2019 M.
 Al-Bina’ Dhimna Tadrib wa Mumārasah (ilmu sharaf), bertahun 3/10/1309 H. Disalin
dan dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2020 M.
 Taqrirat Matn al-Izzi (ilmu sharaf), bertahun 1309 H. Disalin dan dicetak oleh Lajnah
Turots pada tahun 2020.
 Tafsir al-Khalil (Terjemah lengkap Al-Qur’an dg makna Jawa pegon dan catatan
pinggir), bertahun 1320 H.
 Muktasahar Fiqh Ibadah, lengkap dengan makna Jawa pegon, bertahun 13 Ramadhan
1308 H.
 Buku Khutbah (memuat satu khutbah Jum’at, dan dua khutbah untuk dua hari raya),
bertahun Jum’at 19 Ramadhan 1323 H.
 Buku Dzikir dan Wiridan, bertahun Ramadhan 1323 H.
 Al-‘Awāmil, makna pego Jawa dan taqrir (Nahwu tingkat dasar), bertahun 1309 H.
 Taqrirat Matn al-Ajurrumiyah dan makna pego Jawa (Nahwu tingkat dasar), bertahun
1309 H.
 Taqrirat Alfiyah dan makna pego Jawa (nahwu tingkat lanjutan), bertahun Malam
Senin Dz. Qa’dah 1311 H. (Ditemukan di Dzurriyah KH. Rawi Mancengan
Bangkalan).
 Taqrirat Alfiyah dan makna pego Jawa, bertahun 3 Ramadhan 1314 H. (Ditemukan di
Dzurriyah KH. Nawawi Mlonggo Jepara).
 Jauharah al-Tauhid dan makna pego Jawa (ilmu tauhid).
 Bad-u al-Amāli dan makna pego Jawa.
 Kitab Wasiat bi Taqwa Allah, dan makna pego Jawa, bertahun 1308 H.
 Maulid al-Barzanji dan makna.
 Qashidah Hubbi li Sayyidana Muhammad dan makna, bertahun 1309 H.
 Taqrirat Nazham al-Jazariyyah (ilmu tajwid), bertahun 1314 H.

4. TELADAN DARI KIAI KHOLIL AL BANGKALANI

4.1. PANTANG MENYERAH DAN SENANTIASA BERUSAHA


Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal
ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai
Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga
bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau
menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di
Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya.

Setelah pulang dari Makkah, Kiai Kholil bekerja menjadi penjaga malam di kantor pejabat
Adipati Bangkalan. Beliau selalu menyempatkan membaca kitab- kitab dan mengulangi ilmu
yang telah didalaminya selama belasan tahun.

Beliau pun menikahi putri seorang kerabat Adipati, Raden Ludrapati yang pernah tertarik
menjadikannya menantu. Setelah itu, beliau pun berdakwah dan berhasil membangun
beberapa masjid, pesantren dan kapal Sarimuna yang kelak diwariskan pada anak-cucunya.
Pembangunan masjid, pesantren dan kapal tersebut memiliki pesan simbolik bahwa kegiatan
dakwah harus beriringan dengan ekonomi yang baik.

4.2. KETULUSAN DALAM BERAMAL

Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka
hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya
keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil
menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai
Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin
makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk
memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri yang belum
diizinkan pulang tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati
oleh-oleh sederhana yang dibawanya.

Setelah kejadian itu, sepasang suami-istri tersebut berkeinginan untuk kembali lagi dengan
membawa bentol lebih banyak lagi. Tapi sesampainya di kediaman pak kiai, Kiai Kholil tidak
memperlakukan mereka seperti sebelumnya. Bahkan oleh-oleh bentol yang dibawa mereka
ditolak dan diminta untuk membawanya pulang kembali. Dalam perjalanan pulang, keduanya
terus berpikir tentang kejadian tersebut.

Dalam kedua kejadian ini, Kiai Kholil menyadari bahwa pasangan suami- istri berkunjung
pertama kali dengan ketulusan ingin memulyakan ilmu dan ulama. Sedangkan dalam
kunjungan kedua, mereka datang untuk memuaskan kiai dan ingin mendapat perhatian dan
pujian dari Kiai Kholil.

5. KAROMAH (hal atau kejadian yang luar biasa di luar akal dan kemampuan manusia)

Berikut adalah karamah yang dengan kehendak Allah SWT, yang dimiliki oleh Syekh Kholil
al-Bangkalani:

5.1. KE MEKKAH NAIK KEROCOK

Suatu sore di pinggir pantai daerah Bangkalan, Syekh Kholil ditemani oleh KH. Syamsul
Arifin ayahanda dari Kiai As’adSitubondo. Bersama sahabatnya itu, mereka berbincang-
bincang tentang pengembangan pesantren dan persoalan umat Islam di daerah Pulau Jawa
dan Madura.

Persoalan demi persoalan dibicarakan, tak terasa saking asyik berdiskusi matahari hampir
terbenam. Padahal mereka belum melaksanakan shalat Asar, sementara waktunya hampir
habis sehingga tidak mungkin melaksanakan shalat asar dengan sempurna dan khusyuk.

Akhirnya Syekh Kholil memerintah Kiai Syamsul Arifin untuk mengambil kerocok (sejenis
daun aren yang dapat mengapung di atas air) untuk dipakai perjalanan menuju Makkah.
Setelah mendapatkan kerocok, lantas Syekh Kholil menatap ke arah Makkah, tiba-tiba
kerocok yang ditumpanginya berjalan dengan cepat menuju Makkah. Sesampainya di
Makkah, azan asar baru saja dikumandangkan. Setelah mengambil wudlu, Syekh Kholil dan
Kiai Syamsul Arifin segera menuju shaf pertama untuk melaksanakan shalat asar berjamaah
di Masjidil Haram.

5.2. MENGOBATI ANAK PECANDU GULA

Dikisahkan oleh KH. Abdullah Syamsul Arifin, ketua PCNU Jember, terdapat seorang warga
yang mempunyai anak dengan kelainan hobi mengonsumsi gula berlebih, bahkan setiap hari
anak tersebut bisa menghabiskan sekian kilo gula pasir. Akhirnya ayah anak itu nyabis
(sowan) ke Syekh Kholil Bangkalan.

Di hadapan Syekh Kholil ia mengeluh soal kebiasaan anaknya menyantap gula. Ia berharap
agar sang Syekh berkenan menyembuhkan penyakit yang mendera anaknya. Namun Syekh
Kholil malah menjawab permohonan si ayah dengan menyuruhnya datang kembali satu
minggu kemudian.

Tamu tersebut pamit, namun sejak saat itu kebiasaan si anak semakin menjadi-jadi dan
semakin banyak gula yang dihabiskan setiap hari, dimakan begitu saja. Sang ayah tetap
memenuhi perintah Syekh Kholil untuk datang kembali ke rumahnya seminggu kemudian.
Setelah pertemuan yang kedua, anak tersebut berhenti total mengonsumsi gula.

Konon, selama seminggu Syekh Kholil bertirakat. Tidak makan makanan atau minuman yang
berbahan gula pasir. Pesannya sederhana, jika ingin menyuruh sesuatu maka harus
mengerjakannya dulu. Kalau ingin melarang sesuatu terhadap orang lain maka yang
bersangkutan dahulu yang wajib memberi contoh jika ingin larangannya dipatuhi.

5.3. TERTAWA KERAS SAAT SHALAT

Pada suatu hari, saat salat jamaah yang dipimpin oleh seorang kiai di sebuah pesantren
tempat Syekh Kholil muda mencari ilmu, ia tertawa cukup keras. Setelah selesai salat sang
kiai menegur Syekh Kholil muda atas sikapnya tersebut yang memang dilarang dalam Islam.

Ternyata Syekh Kholil muda masih terus tertawa meskipun kiai sangat marah terhadapnya.
Akhirnya ia menjawab hal yang menyebabkannya tertawa keras, bahwa ketika salat
berjamaah berlangsung dia melihat sebuah "berkat" (makanan yang dibawa pulang sehabis
kenduri) di atas kepala sang Kiai.

Mendengar jawaban tersebut sang kiai sadar dan malu atas salat yang dipimpinnya. Karena
sang kiai ingat bahwa selama salat berlangsung dia merasa tergesa-gesa untuk menghadiri
kenduri yang mengakibatkan salatnya tidak khusyuk.

5.4. DITANGKAP LALU DIBEBASKAN OLEH BELANDA

Syekh Kholil pernah ditahan oleh penjajah Belanda karena dituduh melindungi beberapa
orang yang terlibat perlawanan terhadap kolonial di pondok pesantrennya. Ketika Belanda
mengetahuinya, Syekh Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri.

Tetapi ditangkapnya Syekh Kholil, malah membuat pihak Belanda pusing dan kewalahan
karena terjadi hal-hal yang tidak bisa mereka mengerti. Seperti tidak bisa dikuncinya pintu
penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri.

Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada
Syekh Kholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut
menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Syekh Kholil untuk dibebaskan.

5.5. MEMBELAH DIRI


Kesaktian lain dari Mbah Cholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di
beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di
pesantren. Saat berceramah, Mbah Cholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-
tiba baju dan sarung beliau basah kuyup,” Cerita KH Ghozi.

Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung
ngeloyor masuk rumah, ganti baju. Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian.
Ada seorang nelayan sowan ke Mbah Cholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat
perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Cholil.

”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Cholil
dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah.
Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si
nelayan itu,” Papar KH Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://an-nur.ac.id/kiai-kholil-bangkalan-biografi-dan-teladan/2/

https://www.bacaanmadani.com/2018/09/biografi-dan-sejarah-singkat-syaikh.html?m=1

Budi, 30 Agustus 2022

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kholil_al-Bangkalani

Anda mungkin juga menyukai