Syekh Muhammad Kholil atau yang kerap dipanggil dengan Syekh Kholil Bangkalan atau Syaikhona Kholil yang dikenal sebagai Waliyullah atau Mbah Kholil lahir pada 11 Jumadil akhir 1235 H atau 25 Mei 1835 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur.Jalur nasab Syekh Kholil Bangkalan berasal jalur ayah sampai kepada Syekh Syarif Hidayatullah (Cirebon). Nasab beliau adalah Syekh Kholil Bangkalan bin KH. Abdul Lathif bin KH. Hamim bin KH. Abdul Karim bin KH. Muharram bin KH. Asrar karamah bin KH. Abdullah bin Sayid Sulaiman. Sayid Sulaiman merupakan cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam (Campa). Sedangkan ibu dari Syekh Muhammad Kholil merupakan Syarifah Khodijah putri Sayyid Asror Karomah bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Ali akbar bin Sayyid Sulaiman Kanigoro Mojoagung. dalam penjabaran M. Zaini, Syechona Kholil Bangkalan juga memiliki sembilan istri yaitu: Pertama, Raden Ayu Assek binti Lodrapati. kedua, Nyai Ummu Rahmah. Ketiga, Raden Ayu Arbi’ah. Keempat, Nyai Mesi. Kelima, Nyai Su’lah. Keennam, Nyai Kuttab. ketujuh, Nyai Sabrah. Kedelapan, Raden Ayu Nurjadi. Kesembilan, seorang janda kaya asal dari telaga biru, Tanjung Bumi, Bangkalan. Anak keturunan Kiai Kholil berasal dari empat orang istri, yaitu: Raden Ayu Assek binti Ludrapati, Nyai Ummu Rahmah, Raden Ayu Arbi’ah serta Nyai Mesi, Sedangkan lima istri yang lain, yaitu Nyai Su’lah, Nyai Khuttab, Nyai Sabrah, Raden Ayu Nurjati dan seseorang janda asal Telaga Biru, sampai wafat tidak dikaruniai keturunan. Syekh Kholil Bangkalan wafat pada usia 106 tahun, pada 29 Ramadan 1343 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 23 April 1925 Masehi, jasadnya dikebumikan di desa Mertajesa, Kecamatan Bangkalan.
Pendidikan Kholil al-Bangkalani
Syekh Kholil dididik dengan sangat ketat sang ayahnya. Mbah Kholil kecil mempunyai keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu Fiqih dan nahwu. Bahkan beliau telah hafal dengan baik 1002 bait nadzom Alfiyah Ibnu Malik semenjak usia belia. setelah dididik, orang tua Mbah Kholil kecil kemudian mengirimnya ke banyak sekali pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur pada Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. dari Langitan beliau pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar juga kepada Kiai Nur Hasan yang menetap pada Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. pada setiap perjalanannya berasal Keboncandi ke Sidogiri, beliau tidak pernah lupa membaca Surat Yasin. Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. di samping itu beliau juga adalah seorang Hafidz Al-Quran dan mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira'at Sab'ah. waktu usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Mbah Kholil memutuskan untuk pulang ke Makkah. untuk ongkos pelayaran mampu beliau tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Mbah Kholil berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, tapi untuk lebih mendekatkan diri pada Allah supaya perjalanannya selamat.
Peran Penting Kholil al-Bangkalani Dalam
Perkembangan Agama Islam Kholil al-Bangkalani atau dikenal dengan Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil juga mempunyai peranan penting dalam perkembangan agama islam di indonesia serta berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia. Kontribusinya terlihat dalam berbagai aspek, antara lain: Kepemimpinan Agama : Syaikh Kholil adalah seorang tokoh terkenal dan berpengaruh di bidang keagamaan. Ia menjadi referensi bagi para ulama Indonesia dan internasional dan memainkan peran penting dalam menghubungkan para sarjana Indonesia dengan Haramain (Mekkah dan Madinah). Perkembangan Tasawuf : Kholil al-Bangkalani berperan penting dalam perkembangan Tasawuf (ilmu tasawuf) di nusantara. Ia mendirikan Tarekat (ordo spiritual Islam) di Madura, yang berkontribusi terhadap penyebaran dan pendalaman spiritualitas Islam di wilayah tersebut. Keterlibatan dalam Pembentukan NU : Sebelum berdirinya NU pada tahun 1926, Syaikhona Kholil mempunyai peranan penting dalam pembentukannya. Ia berkontribusi dengan memberikan tongkat dan tasbihnya kepada Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, pada masa krusial diskusi dan pengambilan keputusan di kalangan ulama. Dalam mengembangkan agama islam di Indonesia Syekh Kholil juga memiliki hubungan yang dekat dengan beberapa tokoh penting di indonesia. Berikut merupakan beberapa tokoh penting yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Kholil al-Bangkalani : KH. Ahmad Dahlan : Kholil al-Bangkalani mempunyai hubungan dekat dengan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam di Indonesia. Keduanya sama-sama memiliki komitmen untuk meningkatkan nilai moral dan perilaku masyarakat Indonesia. KH. Hasyim Asy'ari : Kholil al-Bangkalani adalah guru KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Hubungan ini menunjukkan pengaruh Kholil al-Bangkalani dalam membentuk pemikiran dan gagasan pemimpin Islam generasi masa depan. Soekarno : Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga merupakan salah satu murid Kholil al-Bangkalani. Hubungan ini menyoroti dampak Kholil al-Bangkalani terhadap pembentukan kepemimpinan negara. Kiai Abdul Bashar : Perjalanan akademis dan intelektual Kholil al- Bangkalani diperkuat oleh hubungannya dengan Kiai Abdul Basyar, pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Banyuwangi. Keterhubungan ini semakin memperluas jaringan Kholil al-Bangkalani dengan pesantren lain di Madura dan Jawa.
Jasa-Jasa Kholil al-Bangkalani
1. Beliau sering disebut sebagai maha guru. Hampir banyak kyai atau ulama Nusantara pernah menimba ilmu kepada beliau. Seperti halnya Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari; pendiri dan pengasuh pondok pesantren Tebu Ireng Jombang, KH. Abdul Karim (Mbah Manab); pendiri dan pengasuh pondok pesantren Lirboyo, KH Abdul Wahab Hasbullah (Jombang), Kiai Bisri Syansuri (Jombang), Kiai Maksum (Lasem), Kiai Nawawi (Sidogiri), Kiai As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), Kiai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), dan masih banyak lagi murid-murid KH. M. Kholil Bangkalan. Bahkan konon katanya Ir. Soekarno Presiden RI pertama, menurut penuturan Kiai As'ad Syamsul Arifin, Bung Karno meski tidak resmi sebagai murid Kiai Kholil, namun ketika sowan ke Bangkalan, Kiai Kholil memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunya (hal.51- 53 dalam buku yang berjudul “KH. M. Kholil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923). 2. Syaikhona Muhammad Kholil yang berasal dari Bangkalan, Madura, dinilai menjadi salah satu ulama besar yang penting dalam perlawanan melawan kolonialisme dan konstruksi Islam Nusantara. Eksistensi serta kontribusi Syaikhona Muhammad Kholil dalam bidang agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan, hingga politik dianggap sangat berpengaruh dan positif keberlanjutannya. 3. Melalui pendidikan, Kiai Kholil menggembleng para santri untuk menjadi ulama cendekiawan yang pejuang. Beliau juga menjadi salah satu penentu berdirinya salah satu organisasi Islam keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Karya- Karya Kholil al-Bangkalani
1. Al-Matnu as-Syarif (Panduan fiqih ibadah), selesai pada hari Rabu 17 Raja 1299 H. Cetakan Maktabah Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir, tahun 1934 M. / 1353 H. No. 550, ditashih dan diterjemah dengan makna jawa pegon oleh KH. Ahmad Qusyairi bin Shiddiq Pasuruan. Dan juga dicetak oleh Maktabah Kholid bin Ahmad bin Nabhan Surabaya, di terjemah dan makna pegon berbahasa madura oleh KHR Abdul Majid Tamim, di tulis oleh Habib Idrus bin Hasan al-Khirid pada tahun 1409 H. 2. As-Silah fi Bayan al-Nikah (panduan nikah), disalin oleh KH. Ahmad Qusyairi bin Shiddiq Pasuruan. (Manuskrip), dan di cetak di surabaya. 3. Ratib Syaikhona Kholil, disebarkan dalam bentuk selebaran oleh KH. Kholil bin KH. Moh Yasin Kepang pada tahun 28/9/1404 H. dan di cetak ulang oleh Lajnah Turots Ilmy Syaikhona Muhammad Kholil pada tahun 2019 dan 2020. 4. Isti’dad al-Maut (panduan fikih jenazah), bertahun 3 Dz. Qa’dah 1309 H. Disalin dan dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2019 M. 5. Taqrirat Nuzhah Thullab (Kaedah I’rob, gramatika arab), bertahun 1315 H. Disalin dan dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2019 M. 6. Al-Bina’ Dhimna Tadrib wa Mumārasah (ilmu sharaf), bertahun 3/10/1309 H. Disalin dan dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2020 M. 7. Taqrirat Matan al-Izzi (ilmu sharaf), bertahun 1309 H. Disalin dan dicetak oleh Lajnah Turots pada tahun 2020. 8. Tafsir al-Khalil (Terjemah lengkap Al-Qur’an dg makna Jawa pegon dan catatan pinggir), bertahun 1320 H. 9. Mukhtashar Fiqih Ibadah, lengkap dengan makna Jawa pegon, bertahun 13 Ramadhan 1308 H. 10. Buku Khutbah (memuat satu khutbah Jum’at, dan dua khutbah untuk dua hari raya), bertahun Jumat 19 Ramadhan 1323 H. 11. Buku Dzikir dan Wiridan, bertahun Ramadhan 1323 H. 12. Al-‘Awāmil, makna pegon Jawa dan taqrir (Nahwu tingkat dasar), bertahun 1309 H. 13. Taqrirat Matn al-Ajurrumiyah dan makna pegon Jawa (Nahwu tingkat dasar), bertahun 1309 H. 14. Taqrirat Alfiyah dan makna pegon Jawa (nahwu tingkat lanjutan), bertahun Malam Senin Dz. Qa’dah 1311 H. (Ditemukan di Dzurriyah KH. Rawi Mancengan Bangkalan). 15. Taqrirat Alfiyah dan makna pegon Jawa, bertahun 3 Ramadhan 1314 H. (Ditemukan di Dzurriyah KH. Nawawi Mlonggo Jepara). 16. Jauharah al-Tauhid dan makna pegon Jawa (ilmu tauhid). 17. Bad-u al-Amāli dan makna pegon Jawa. 18. Kitab Wasiat bi Taqwa Allah, dan makna pegon Jawa, bertahun 1308 H. 19. Qashidah Hubbi li Sayyidana Muhammad dan makna, bertahun 1309 H. 20. Taqrirat Nazham al-Jazariyyah (ilmu tajwid), bertahun 1314 H.