Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nurul Hasanah

Nim : 1842014042

Biografi Singkat Syaikh Kholil Bangkalan dan Pemikiran-Pemikinnya

Syaikh Kholil Bangkalan lahir pada Selasa, 11 Jumadil Akhir 1225 H,


bertepatan dengan tahun 1835 M. Nama asilnya adalah Muhammad Kholil atau biasa
dipanggil Syaikhona Kholil. Ayahnya adalah Kyai Abdul Lathif dan ibunya adalah
Nyai Maryam. Syaikh Kholil Bangkalan masih keturunan Sunan Gunung Jati, salah
seorang Wali Songo di Pulau Jawa. Sejak kecil Syaikh Kholil sudah di didik oleh
kedua orang tuanya tentang ajaran Islam. Setelah bertambah usianya dan menginjak
remaja, kedua orang tuanya memasukkan Syaikh Kholil ke pesantren di daerah pulau
Jawa. Ada beberapa pesantren yang dijadikan tempat belajar oleh beliau, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur dengan pendiri dan pengasuhnya
Kyai Muhammad Noer.
2. Pesantren Cangaan Bangil Jawa Timur dengan pendiri dan pengasuhnya
Kyai Asyik.
3. Pesantren Darussalam Kebon Candi Pasuruan dengan pengasuh dan
pendirinya Kyai Arif.
4. Pesantren Sidogiri Pasuruan dengan pengasuh dan pendirinya Kyai Nur
Hasan.
Pergumulan intelektual-spiritual Syaikh Kholil dengan dunia pesantren
merupakan salah satu aspek yang memengaruhi pemikiran tasawuf beliau dalam
menempa diri menjadi seorang sufi besar di Nusantara yang menyebarkan Islam
dengan pendekatan sufistik (mistik). Pendekatan ini memang menjadi salah satu
strategi yang dianggap efektif, karena banyak dari mayarakat Nusantara yang masih
memiliki kepercayaan terhadap agama Hindu dan Budha, yang inti ajarannya adalah
kehidupan mistik.
Sesudah Syaikh Kholil merasa cukup belajar di pesantren beliau melanjutkan
belajarnya ke Makkah. Syaikh Kholil berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Sambas
Ibnu Abdul Ghofar yang mengajarkan Thoriqoh Qodariyyah wan Naqsyabandiyah.
Dari Syaikh Ahmad khatiblah Syaikh Kholil belajar ilmu kerohanian atau ilmu
tasawuf selain di pesantren.
Berikut beberapa karya-karya Syaikh Kholil Bangkalan.
1. Kitab Silah Fi Bayanin Nikah, kitab ini tata cara, adab dan hukum pernikahan.
Dalam karya ini, pemikiran Syaikh Kholil di dalam madzhab Syafi‟I terasa begitu
kuat.
2. Kitab Terjemah Alfiyah, kitab ini belum dicetak, masih dalam bentuk manuskrip.
Jika melihat tulisan Syaikh Kholil dalam kitab ini, maka akan terlihat keahliannya
dalam menulis khat Arab.
3. Kitab Al-Matnus Syarif al-Mulaqqab bi Fat-hil Latif, kitab ini merupakan kitab
matan (inti) yang berbicara mengenai fundamen dasar hukum Islam (ilmu fiqih).
kitab ini menampilkan keilmuan yang selama ini terkesan rumit, menjadi demikian
lugas dan mudah difahami.
Sayang sekali, banyak karya tulis beliau yang tidak dapat dilacak. Hanya
sebagian kecil yang didapat, namun Syaikh Kholil sangat berperan dalam
perkembangan munculnya pesantren- pesantren di pulau Jawa. Setelah pulang belajar
dari Makkah beliau mendirikan pesantren di Bangkalan. Banyak santri Syaikh Kholil
yang setelah lulus, kemudian mendirikan pesantren, seperti Kyai Hasyim Asy‟ari
pendiri Pesantren.Tebuireng Jombang, Kyai Wahab Chasbullah pendiri Pesantren
Tambak Beras Jombang.

Resume kitab Al-Matnus Syarif


Kitab ini menyuguhkan trikotomi pembelajaran yaitu uatu pengistilahan, yang
sebenarnya mengacu pada intisari dari kitab yang ditulis oleh beliau. Muatan intisari
itu, pertama: kitab ini berbicara tentang filosfi kesempempurnaan ‘hamba’ dengan
predikat Muslim. Yang dimaksud adalah, pijakan teologis paling mendasar dengan
menanamkan sikap kepatuhan dan keyakinan berupa pengenalan terhadap rukun iman
dan rukun Islam.
Kedua, usai menambatkan landasan teologis, Syaikh Kholil menyinggung
permasalahan lain yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Hal ini berkaitan dengan
tata-nilai ibadah seorang hamba, yakni berupa tatak-rama atau etika. Karena
bagaimanapun, praktik ibadah tidak hanya berkutat pada seperangkat aturan berupa
syarat-rukun atau pun kesunahan. Hal itu memang perlu, namun mengedepankan
etika juga tidak kalah pentingnya. Dalam contoh sederhana, misalnya, Syaikh Kholil
mewanti-wanti untuk tidak membelakangi kiblat tatkala melakukan aktivitas, yang
menurut keumuman, dianggap tidak pantas, umpamanya sewaktu membuang hajat
(qadlil hajat).
Ketiga, kitab ini mengusung tema besar yang menyangkut keabsahan
peribadatan seorang hamba. Dalam hal ini, Syaikh Kholil memulai pembahasaan
dengan mengurai tuntutan bersuci (thaharah). Yang tak lain, merupakan tahapan
pertama sebelum melangkah ritus ibadah berikutnya. Setelah itu, beliau menuturkan
prasyarat sebelum menjalankan shalat berikut permasalahannya. Pun demikian, beliau
menampilkan syarat-rukun, kesunahan, dan juga aturan-aturan yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan predikat ibadah paripurna. Penjelasan berikutnya, beliau
menyajikan permasalahan merawat jenazah (tajhizul janaiz), puasa Ramadhan, i’tikaf
dan diakhiri dengan risalah haji dan umroh. Syaikh Kholil juga menyuguhkan
beberapa tema yang umumnya tidak ditemukan dalam kitab sejenis. Tema yang
dimaksud, misalnya, tata-aturan melakukan salam (As-Salam).
Pada akhirnya, kitab ini berhasil menjembatani kesukaran dalam memahami
literatur keislaman, utamanya dalam (proses) mempelajari ilmu fiqih. Dan tentunya,
hadirnya kitab ini merupakan langkah nyata wujud kepedulian Syaikh Kholil pada
generasi setelahnya. Kitab yang rampung ditulis pada malam Rabu 17 Rajab 1299
hijriyah ini, setidaknya semakin melengkapi ‘lumbung’ keilmuan yang di dalamnya
berisi harapan terciptanya generasi pembelajar di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai