Anda di halaman 1dari 14

KH.

KHALIL
AL-
BANGKALANI
Muhammad Kholil atau biasa
dipanggil Kiai Kholil
Bangkalan lahir lada tahun
1820 dan wafat pada tahun
1925. Beliau ialah seorang
ulama yang cerdas dari kota
Bangkalan, Madura.
Syaikh Kholil lahir pada hari Selasa tanggal 11 Jumadil
Akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M. Ia berasal dari
keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul Lathif,
mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung
Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kyai Hamim, Maka tak
salah kalau KH. Abdul Lathif mendambakan anaknya
kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati yang
merupakan kakek moyangnya.
Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat
ketat. Mbah Kholil kecil memang
menunjukkan bakat yang istimewa.
Kehausannya akan ilmu, terutama ilmu fiqh
dan nahwu, sangat luar biasa. Bahkan ia
sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah
Ibnu Malik (seribu bait yang membahas
ilmu nahwu) sejak usia muda. Untuk
memenuhi harapan dan juga kehausannya
mengenai ilmu fiqh dan ilmu yang lainnya,
maka orang tua Mbah Kholil mengirimnya
ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.
Kemandirian Mbah Kholil muda, ia berkeinginan
untuk menimba ilmu ke Mekkah dan untuk
mewujudkan impiannya. Sehingga, beliau tidak
menyatakan niatnya dan meminta ongkos kepada
orangtuanya.
Kemudian, Mbah Kholil memutar otak
untuk mencari jalan keluar dan
memutuskan untuk pergi ke sebuah
pesantren di Banyuwangi. Karena,
pengasuh pesantren itu terkenal
mempunyai kebun kelapa yang cukup
luas. Selama nyantri di Banyuwangi,
beliau nyambi menjadi “buruh” pemetik
kelapa pada gurunya untuk setiap
pohonnya dan mendapatkan upah 2,5
sen.
Sedangkan untuk makan, Mbah Kholil
menyiasatinya dengan mengisi bak mandi,
mencuci dan melakukan pekerjaan rumah,
serta menjadi juru masak teman-
temannya.
Akhirnya, pada tahun 1859
M, saat usianya mencapai 39
tahun, Mbah Kholil
memutuskan untuk pergi ke
Mekkah. Tetapi sebelum
berangkat, Mbah Kholil
menikah dahulu dengan Nyai
Asyik, anak perempuan
Lodra Putih.
Muhammad Syekh Kholil bin Abdul
Latif atau Syekh Kholil Bangkalan,
merupakan ulama besar Nahdlatul
Ulama yang berhasil membimbing
dan membina para santrinya,
serta masyarakat umum untuk
cinta tanah air dengan semangat
nasionalisme, keimanan yang kuat
sebagaimana selogan yang ia
ciptakan "Hubbul Wathon Minal
Iman bahwa membela tanah air
merupakan sebagian dari iman".
Pertama, menghadapi
apapun yang
menyebabkan disabilitas
keamanan dan
keselamatan negara. Sikap
yang ditunjukkan Syaikh
Kholil saat dimintai doa
oleh pemimpin pemerintah
Belanda. Saat itu Syaikh
Kholil mendoakan agar
pemimpin Belanda agar
tidak diganti karena
terkenal antipenjajahan
dan menjadi keluasan bagi
para ulama untuk
berdakwah.
Kedua, mendidik santri dan
anak-anak untuk menghargai
nilai-nilai luhur tanah air. Hingga
saat ini kalau di cari tidak akan
sulit mencari produk Syaikh
Kholil, sebab murid-muridnya
merupakan cerminan perjuangan
dirinya.
Ketiga, menjaga
kerukunan para anggota
atau penduduk, dan
menanamkan
persaudaraan. Hal itu
ditandai dengan
terjalinnya hubungan
antara Syaikh Hasyim
Asy’ari dengan Syaikh
Nawawi Al-Bantani,
kemudian hubungan kiai
As’ad dalam perintah
memberikan tongkat
kepada kiai Hasyim
Asy’ari.
Keempat, mewujudkan dan
memberikan kesadaran kepada
anak didik tentang tanggung
jawab untuk mengelola sumber
daya.
AHMAD NAUFAL FAIQ

ANGGITA ADIAN PUTRI

AURA CANTIK ARDANNIS

NAUFALIFIDER RAIHAN SURYA SETIAWAN

SITI NURA

ZUMROTUS AISY

Anda mungkin juga menyukai