1. Biografi Kiai Kholil al-Bangkalani Muhammad Kholil atau biasa dipanggil Kiai Kholil Bangkalan lahir pada tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925. Beliau ialah seorang ulama yang cerdas dari kota Bangkalan, Madura. Beliau telah menghafal al-Qur`an dan memahami ilmu perangkat Islam seperti nahwu dan sharaf sebelum berangkat ke Makkah. Beliau pertama kali belajar pada ayahnya, Kiai Abdul Lathif. Lalu belajar kitab ‘Awamil, Jurūmīyah, ‘Imrīthī, Sullam al-Safīnah, dan kitab-kitab lainnya kepada Kiai Qaffal, iparnya. Kemudian beliau melanjutkan belajar pada beberapa kiai di Madura yaitu Tuan Guru Dawuh atau Bujuk Dawuh dari desa Majaleh (Bangkalan), Tuan Guru Agung atau Bujuk Agung, dan beberapa lainnya sebelum berangkat ke Jawa
2. Teladan dari Kiai Kholil al-Bangkalani
a. Pantang menyerah dan senantiasa berusaha Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya. b. Ketulusan dalam beramal Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk Memasaknya
B. Kiai Hasyim Asy’ari
1. Biografi Kiai Hasyim Asy’ari Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin ‘Abdil-Wahid bin ‘Abdil-Halim bin ‘Abdil-Rahman bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-‘Aziz bin ‘Abdillah Fattah bin Maulana Ishaq atau kerap dipanggil dengan Kiai Hasyim dilahirkan pada tanggal 2 Dzulqa’dah 1287/14 Februari 1871 di Desa Gedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Beliau lahir di pesantren milik kakeknya dari pihak ibu, yaitu Kiai Usman yang didirikan pada akhir abad ke 19. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Halimah yang silsilahnya sampai pada Brawijaya VI dan Ahmad Asy’ari yang silsilahnya sampai pada Joko Tingkir. Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947 dan meninggalkan beberapa putra-putri yaitu Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Ummu Abdul Hak, Abdul Wahid, Abdul Khaliq, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Khodijah, dan Muhammad Ya’kub. 2. Teladan dari Kiai Hasyim Asy’ari a. Berkhidmah Kepada Guru Ada cerita yang cukup mengagumkan tatkala Kiai Hasyim bersama dengan Kiai Kholil. Suatu hari, beliau melihat Kiai Kholil bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kiai Khalil menjawab, bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kiai Hasyim pun mengusulkan agar Kiai Kholil membeli cincin lagi. Kiai Kholil pun mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kiai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut didalam WC. Akhirnya, Kiai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC, dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kiai Hasyim menemukan cincin tersebut. b. Berkhidmat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia Kiai Hasyim adalah seseorang yang memberi fatwa bahwa Hindia Belanda adalah darussalam karena memberi kebebasan umat Islam untuk menjalankan syariat Islam. Tetapi ketika kita dalam proses mendirikan negara, beliau memfatwakan untuk berjuang supaya Islam menjadi dasar negara c. Pendidikan Pesantren Karakter Kebangsaan Pertama, pendidikan karakter pesantren berupaya mengajak bangsa ini untuk mandiri bukan hanya dalam soal ekonomi dan politik. Tapi juga dalam kebudayaan dan kerja pengetahuan Kedua, pendidikan karakter pesantren mengajarkan anak didiknya untuk bergaul dan bersatu di antara sesama anak bangsa se-Nusantara, apapun suku, latar belakang dan agamanya Ketiga, pengetahuan diabdikan bagi kepentingan dan keselamatan nusa dan bangsa ini. Itu sebabnya pesantren mengajarkan berbagai jenis kebudayaan Nusantara yang akan menjadi alat perekat, pertahanan dan mobilisasi segenap kekuatan bangsa ini. Keempat, karena pergaulannya yang begitu rapat dengan bangsa-bangsa lain di jalur perdagangan dunia di Samudera Hindia Kelima, orang-orang pesantren juga mengajarkan kepada anak-anak bangsa ini untuk memaksimalkan serta memanfaatkan segenap potensi ekonomi dan sumber daya negeri ini.
C. Kiai Ahmad Dahlan
1. Biografi Kiai Ahmad Dahlan Muhammad Darwis atau Kiai Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman, Yogyakarta, anak ke-4 dari pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti Kiai Haji Ibrahim. Sejak kecil beliau sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan kreatif. Kiai Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 dalam usia 55 tahun. 2. Teladan dari Kiai Ahmad Dahlan a. Menciptakan Masyarakat Islam yang Sejahtera Kiai Ahmad Dahlan dalam menciptakan masyarakat Islam yang Sejahtera menekankan pada bentuk bentuk pelayanan. Bentuk-bentuk pelayanan di sini terbagi menjadi tiga bidang yaitu, pendidikan, sosial, dan keagamaan. Pertama, di bidang pendidikan Lembaga pendidikan Islam harus diperbaharui dengan metode dan sistem pendidikan yang lebih baik. Kedua, dibidang sosial beliau berkonsentrasi pada empat hal yaitu, mewujudkan bidang pendidikan dan guruan sehingga bisa membangun gedung universitas, mengembangkan agama Islam dengan jalan dakwah dengan membangun langgar, masjid dan madrasah pendakwah di daerah untuk tempat pengajian, pengkajian dan ibadah, membangun rumah sakit untuk menolong Masyarakat yang menderita sakit serta membangun rumah miskin dan rumah yatim dan menyiarkan agama Islam dengan mengedarkan selebaran, majalah dan buku secara gratis atau dengan berlangganan. Ketiga, di bidang keagamaan beliau berusaha keras untuk menghilangkan stigma kaum penjajah bahwa agama Islam itu kolot dan bodoh, karena itu umat Islam perlu diberikan pencerahan ilmu dan iman.
b. Ilmu pengetahuan dan agama adalah pengikat kehidupan manusia
Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki perasaan yang sama. Perasaan yang sama inilah yang akan membawa manusia pada kemajuan dan peradaban.