Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

KH. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang ulama yang sangat disegani
oleh masyarakat, beliau disegani karena pemikiran-pemikiran beliau yang
sangat maju yakni dalam artian pemikiran yang sangat baik kedepannya di
berbagai bidang misalnya pada bidang ekonomi, social, politik, hukum serta
kependidikan.
KH. Hasyim Asy’ari juga merambah pada bidang ekonomi, guna
meningkatkan kualitas umat Islam. Pada tahun 1919 ketika bumi informasi
dan wacana tentang koperasi sebagai bentuk kerja sama ekonomi ditengah-
tengah masyarakat, maka Hasyim Asy’ari tampil dengan gagasan beriliannya.
Pada bidang ekonomi beliau bekerja sangat aktif guna produktif untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitas perekonomian khusunya umat
Islam pada masa itu. Beliau juga membentuk sebuah badan organisasi
perekonomian yang salah satunya disebut dengan “Syirkatul Inan Li
Murabathi Ahli al-Tujjar.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sosok KH. Hasyim Asy’ari ?


b. Seperti apa corak pemikiran serta peran atau kiprah yang dibangun oleh
KH. Hasyim Asy’ari pada sebuah organisasi ekonomi ?

C. Tujuan Pembahasan

a. Untuk mengetahui seperti apa sosok KH. Hasyim Asy’ari.


b. Untuk mengetahui pemikiraan-pemikiran beliau dalam bidang ekonomi
dan peran beliau dalam sebuah organisasi ekonomi.

1
D. Manfaat Pembahasan

Untuk memberikan informasi lebih mendalam tentang biografi KH.


Hasyim Asy’ari dan peran beliau dalam bidang ekonomi secara
menyeluruh dan rinci.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Sosok KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim asy’ari lahir 14 februari 1871 M (24 Dzulqo’dah 1287 H) di


Desa gedang. Sekitar dua km dari sebelah timur jombang, jawa timur. Muhammad
Hasyim, demikian ia di beri nama oleh ayahnya, kyai asy’ari,, pendiri pesantren
keras, 8 km dari jombang. Kakek Hasyim Asy’ari bernama kyai Usman, pendiri
pesantren Gedang di jombang yang didirikan pada 1850-an. Sementara buyutnya,
kyai Sihah adalah pendiri pesantren Tembak Beras di jombang. Dilihat dari
silsilah ini dapat di ketahui bahwa Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga dan
keturunan pesantren yang terkenal. Di akui Zamakhsyari Dhofier, secara
antropologi social, para kyai jawa terikat dalam ikatan kekerabatan yang
intensitasnya sangat kuat. Oleh karena itu, tak mengherankan bila kepemimpinan
pesantren menjadi hak terbatas, yang di peruntukkan hanya bagi keluarga-
keluarga kyai.
Sejak masih sangat muda Hasyim Asy’ari yang di beri gelar “Hadratus
syaikh” oleh para kyai di kenal sangat pandai, penuh ketekunan, dan rajin belajar.
Pada usia enam tahun ia mulai belajar agama di bawah bimbingan ayahnya
sendiri, Kyai Asy’ari, di Desa Keras, tempat ayahnya pindah dari Demak pada
1876. Bidang-bidang yang di pelajari dari ayahnya antara lain tauhid, hukum
islam, bahasa arab, tafsir dan hadits. Dia sedemikian cerdas sehingga pada usia ke
13 tahun sudah dapat membantu ayahnya mengajar para santri yang jauh lebih tua
daripada dirinya. Pendidikan ke berbagai pesantren di tempuh Hasyim Asy’ari
mulai usia 15 tahun. Dia berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain di
jawa timur dan Madura.
Pada tahun 1891, ia belajar di pesantren terkenal milik Kyai Ya’kub,
siwalan panji sidoarjo, Jawa Timur. Baru setahun di pesantren ini, ia menikah
dengan putri gurunya, Khadijah. Pernikahan ini merupakan penghargaan dan
kesan seorang guru terhadap muridnya. Kedua suami-istri ini kemudian pada
tahun 1892 di berangkatkan oleh Kyai Ya’kub ke makkah untuk menunaikan
ibadah haji dan belajar. Tujuh bulan disana istri Hasyim Asy’ari meninggal dan ia

3
pun kembali ke Indonesia. Tiga bulam kemudian ia berangkat lagi ke arab Saudi
untuk belajar. Dari berbagai perjalanannya menuntut ilmu dari pesantren ke
pesantren, baik di Indonesia maupun luar negeri, kiranya pengetahuan Hasyim
Asy’ari semakin luas dan bertambah. Oleh karena itu, Mahmud Yunus, sepulang
dari Makkah, dada Hasyim Asy’ari di penuhi ilmu agama sehingga ia mendapat
gelar Kyai.
Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, jombang, sepulangnya
dari makkah, Pesantren ini memiliki kontribusi yang besar bagi golongan
tradisonalis islam di Indonesia, terutama karena ia menjadi cikal bakal berdirinya
organisasi islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Selain mendirikan
sebuah pesantren beliau juga berkiprah dalam bidang ekonomi mewujudkan
kerjasama dengan pelaku ekonomi pedesaan.

B. Corak Pemikiran dan Peran dalam Sebuah Organisasi Ekonomi


Kiai hasyim adalah salah seorang ulama’ sekaligus pengasuh pesantren yang
juga mempunyai konsentrasi pada bidang pertanian. Dia mempunyai beberapa
petak sawah yang digunakannya untuk menanam padi dan lainnya. Dari hasil
pertanian itulah Kiai Hasyim menopang rumah tangganya.

Namun demikian, sistem kapitalisme yang mendorong bangsa penjajah


datang ke Indonesia juga berimbas pada masyarakat pribumi. Sementara itu,
pabrik gula yang berada di Cukir yang dikuasai Belanda juga merupakan
partisipasi kaum penjajah dalam melangsungkan perekonomian kapital.

Sementara itu, masyarakat pribumi Cuma sekadar menjadi “budak” yang


mereka pekerjakan. Parahnya lagi, ketika masyarakat pribumi mempunyai hasil
panen, banyak yang dibeli oleh pihak Belanda dengan harga yang murah dan jauh
dari sepadan. Bahkan, mereka dipaksa untuk menjualnya ke pihak Belanda.

Kondisi para santri di Tebuireng pun tidak berbanding terbalik dari


masyarakat pribumi. Sebagian dari mereka juga berasal dari keluarga yang kurang
mampu. Dengan begitu, para santri juga turut menggarap sawah milik Kiai
Hasyim. Oleh karennya, Kiai Hasyim tidak sendirian dalam menggarap sawah.
Masih ada para santri atau beberapa orang yang dipekerjakan untuk menggarap
sawah. Hasilnya, nanti akan dimanfaatkan bersama-sama.

Kiai Hasyim juga mengajak masyarakat untuk bertani. Sebelumnya,


Tebuireng adalah sarang kemaksiatan. Mereka mencari penghasilan dengan
menjadi pencuri, perampok, pelacur, dan bahkan dengan berjudi. Seiring dengan

4
keberhasilan dakwah Kiai Hasyim, masyarakat Tebuireng pun mencari
penghasilan dengan cara-cara yang baik dan halal, termasuk berdagang dan
bertani, meskipun pihak Belanda sering kali memaksa masyarakat untuk menjual
hasil pertanian atau panennya kepada mereka dengan harga murah. Namun
demikian, Kiai Hasyim juga mengajak masyarakat untuk bersikap tegas terhadap
penjajah. Dengan begitu, Kiai Hasyim menjadi orang yang begitu dibenci dan
dianggap berbahaya oleh kaum penjajah.

Kepedulian Kiai Hasyim terhadap perekonomian masyarakat menjadi terihat


dan mengemuka ketika dia besama salah seorang yang dulu penah menjadi
santrinya, KH.A.Wahab Hasbullah, mendirikan nahdlatut Tujjar. Nahdlatut Tujjar
didirikan berdasarkan kondisi objektif perekonomian di pedesaan yang benar-
benar jauh dari kata kuat.

Sebagaimana dituturkan oleh Nur Khalik Ridwan (2013), situasi objektif


tahun 1910-an ke atas menjelaskan semakin tersingkirnya perekonomian local dan
bumiputra oleh penetrasi Belanda dan Cina sementara terjadi kemiskinan di desa-
desa. Nahdlatut Tujjar didirikan oleh tokoh dari kalangan pesantren, diantaranya
adalah KH.Hasyim Asy’ari, KH.A.Wahab Hasbullah, dan para pedagang kecil di
tiga kota: Surabaya, Jombang, dan Kediri.

Hal itu menunjukkan bahwa para ulama dari kalangan pesantren mempunyai
mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengatasi problematika keumatan dan
kemanusiaan. Bahkan hingga dalam persoalan ekonomi masyarakat, para ulama
dan orang-orang dari kalangan pesantren turut memperjuangkan perekonomian
yang mandiri bagi masyarakat pribumi.

Kondisi perekonomian yang runyam menjadi alasan kuat yang mendorong


perlunya melakukan gerakan kebangunan ekonomi yang maandiri. Kiai Hasyim
pun menjadi salah satu ulama yang berkomitmen tinggi untuk memperkuat
perekonomian kelas bawah di desa-desa. Nama usaha yang digerakkan tersebut
adalah Syirkah Al-Inan li Murabathati Al-Tujjar (atau biasa disebut Syirkatul
Inan). Syirkatul Inan merupakan lembaga semacam koperasi yang difungsikan
untuk meningkatkan perekonomian umat.

Pada akhir Rajab 1336 H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang
mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang
beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H.
Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur.
Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas dimana branndkas
dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka
bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” .
Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2
sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana

5
dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan
persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat

dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia,


yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920
dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi
tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk
berkoperasi. Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan
masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan
“Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo,
dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi.
Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah
pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres
koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai
macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada
umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:

a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia


mengenai seluk beluk perdagangan;
b. Dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya
c. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan,
cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-
perusahaan

d. penerangan tentang organisasi perusahaan;

e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia

( Raka.1981,h.42)

DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi Koperasi” 1920 ditunjuk
sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1933
diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21
yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke
Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi
orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia
pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian
tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan
Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.

6
Zuhairi Misrawi (2010) mencatat bahwa pada tahun 1919, saat muncul ide
tentang koperasi pada masa-masa sebelum kemerdekaan, Kiai Hasyim tidak
berdiam diri. Dia justru menyambut inisiatif tersebut untuk meningkatkan
perekonomian umat. Dia mencoba menyintesiskan antara sistem ekonomi dan
nilai-nilai yang terdapat di dalam kitab-kitab kuning. Maka, Kiai Hasyim
kemudian mendirikan sebuah lembaga perekonomian yang menyerupai koperasi,
yang dikenal dengan nama Syirkah Al-Inan li Murabathati Ahl Al-Tujjar.

Nur Khalik Ridwan (2013) menambahkan bahwa Syirkatul Inan ini didirikan
oleh 45 orang dengan Kiai Hasyim dan Kiai Wahab sebagai sentrumnya. Mereka
yang ikut terlibat di sini adalah Kiai Hasyim, Kiai Wahab, H. Jusuf, H. Utsman,
dan lainnya sehingga berjumlah 45 orang.

Syirkatul Inan yang merupakan bagian dari Nahdlatut Tujjar ini menghimpun
gerakan untuk kebangunan perekonomian. Kondisi masyarakatlah yang menjadi
landasannya sehingga muncul keprihatinan. Sementara itu, kalangan ulama yang
merupakan kelompok terdidik, berpemikiran progesif, dan berwawasan luas pun
berusaha untuk membuat gerakan revolusioner agar perekonomian masyarakat
kelas bawah di desa-desa tidak semakin lemah daan buruk.

Meski demikian, ternyata Nahdlatut Tujjar mengalami kegoncangan seiring


kondisi perekonomian yang tidak menentu. Persoalan lain adalah karena politik
yang dijalankan oleh kaum penjajah alias kolonial yang bersebrangan dengan
kepentingan masyarakat pribumi.

Nur Khalik Ridwan (2013) menuturkan bahwa memang usaha rintisan


Nahdlatut Tujjar dari guru pesantren itu surut seiring dengan perubahan level
internasional, nusantara, dan local. Jarkom Fatwa, yang menulis dan
memperkenalkan deklaraasi Nahdlaatut Tujjar kepada public NU (Nahdlatul
Ulama) dan Indonesia, tentang ini mengemukakan bahwa Nahdlatut Tujjar yang
bergerak dalam usaha pertanian, berada dalam siklus dunia tentang jatuhnya
pertanian, yang nyaris terjadi di desa-desa. Nahdlatut Tujjar bedara dalam siklus
politik etis Belanda yang ditangguhkan sehingga penangguhan ini menyebabkan
gerakan kebangsaan menjadi gerakan politik dan konteks lokal sendiri yang
memang ada keinginan kaum ulamaa untuk bergerak di bidang perekonomian,
tetapi menghadapi kenyataan kebaangsaan daan global yang sulit.

Meski Nahdlatut Tujjar tidak berhasil secara maksimal, paling tidak hal itu
membuktikan bahwa para ulama dan orang-orang dari kalangan pesantren
mempunyai komitmen keutamaan. Mereka memperhatikan umat yang terseok-
seok untuk sekedar bertahan hidup.

Kiai Hasyim sendiri menjadi salah satu motor penggerak untuk


memperjuangkan perekonomian di desa-desa dan berusaha mengentaskan

7
kemiskinan yang menjerat. Hal itu menunjukkan bahwa Kiai Hasyim adalah
seorang ulama yang mempunyai kepedulian social yang tinggi . Dia tidak hanya
berdakwah dan mengajar santri dan masyarakat tentang agama Islam, tetapi juga
sekaligus memerhatikan kondisi umat. Hal itu sekaligus melambungkan nama
Kiai Hasyim sebagai ulama yang mempunyai komitmen tinggi dalam masalah
keumatan.
Salah satu organisasi KH. Hasyim Asy’ari yakni Organisasi NU juga berperan
penting dalam pembangunan ekonomi pada masa itu.

NU (Nahdhatul Ulama) yang merupakan organisasi masyarakat yang


didirikan oleh Kiai Hasyim pada tahun 1926 dan salah satu tujuan berdirinya NU
yaitu menyejahterakan para petani desa.

Hal ini sesuai dengan salah satu khittah dalam statue NU fatsal 3 yaitu
“mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian perniagaan dan
perusahaan yang tidak dilarang oleh syara’ “sehingga jelas bahwa fatsal 3 tersebut
merupakan tugas NU dalam memajukan pertanian di pedesaan.

Dengan demikian NU serta perangkatnya akan beperan aktif dalam


pembangunan pertanian di pedesaan dengan para ulama’, santri dan para
masyarakat desa secara bergotong royong dari penyediaan modal hingga
pemasaran produk pertanian yang dihasilkan.

Berdirinya Nahdhatul Ulama tidak lepas dari berdirinya 3 tiang penyangga


awal yaitu : Nahdhatul Wathon (Kebangkitan Bangsa), Nahdhatut Tujjar
(Kebangkitan ekonomi kecil), dan taswirul afkar atau dikenal dengan Nahdhatul
Fikr (Kebangkitan Pemikiran). Dengan demikian NU bukan hanya berdiri sebagai
organisasi keagamaan dalam arti sempit, namun memperhatikan pula
kesejahteraan ekonomi para jam’iyah nya.

Nahdhatut Tujjar didirikan oleh 45 orang saudagar santri, serta 2 orang kiai
berpengaruh yaitu KH. Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy’ari. Diatas
permasalahan social ekonomi yang terjadi peda tahun 1918 M . Nahdhatut Tujjar
memiliki visi misi untuk mengangkat kualitas kehidupan masyarakat dalam
perekonomian serta memerangi kolonialisme yang telah melahirkan aneka bentuk
eksploitasi dan penindasan disisi lainnya.

Inilah bentuk strategi pembangunan ekonomi pertanian stelah beberapa lama


akibat kompleksnya permasalahan social dan keagamaan pada masa perjuangan
kemerdekaan maka Nahdhatut Tujjar tidak memiliki peran penting sebagaimana
awal berdirinya. Sehingga pada tahun 1997 ketua tanfidziyah NU KH. Mahfud
Shiddiq mendirikan koperasi syirkah mu’awwanah untuk memperkuat modal para
petani. Agar para petani Pada saat itu pesantren memproduksi barang-barang
sederhana seperti pakaian, rokok, sajadah, dan lain-lain diperkenankan

8
memasarkan barangnya dengan nama “Nahdlatul Ulama”, dengan menggunakan
lambang resmi NU. Sebagai imbalannya mereka harus mamberikan persentase
keuntungannnya kepada organisasi, dan semua label harus dicetak di percetakan
milik NU sendiri. Kiai didorong madirikan toko sendiri, dengan logo NU, untuk
menjual barang-barang yang diperlukan di pesantren; departamen ini akan
membantu mereka mengembangkan keterampilan bisnis mereka, dan para
usahawan didorong menjual barang-barang mereka ke toko-toko ini dengan
persyaratan yang lebih mudah. Dalam perkembangannya di era reformasi, syirkah
mu’awwanah ini berkembang menjadi Baitul Maal wa ta’mil Syirkah

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari materi yang kami rinci tentang pemikiran pemikiran KH. Hasyim Asy’ari di
bidang ekonomi dapat kami simpulkan bahwa :

1. Sosok KH. Hasyim Asy’ari sangat disegani oleh masyarakat contohnya


beliau merubah kondisi Tebuireng yang dulunya identik dengan dunia
gelap,dan sekarang menjadi tempat yang sebagian besar ahli agama yang
berpegang teguh pada pondok pesantren.
2. Corak pemikiran pemikiran beliau khususnya pada bidang ekonomi yaitu
beliau sangat berperan penting dalam perekonomian masyarakat dulu
contohnya dengan mendirikan sebuah lembaga usaha yang diberi nama
Syirkah Al Inan Murabadathi Ahl Al-Tujjar yang berfungsi untuk
meningkatkan pereknomian umat.

B. Saran

Menurut kami, sebaiknya kita harus mencontoh segala akhlak perilaku dalam
berekonomi yang dicontohkan beliau. Salah satunya dengan keberhasilan dakwah
Kiai Hasyim, masyarakat Tebuireng pun mencari penghasilan dengan cara-cara
yang baik dan halal, termasuk berdagang dan bertani.

10

Anda mungkin juga menyukai