Anda di halaman 1dari 3

RIWAYAT HIDUP SYAIKHONA KHOLIL

Al-‘Alim al-Allamah asy-Syekh Haji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Basyaiban al-
Bangkalani al- Maduri al-Jawi asy-Syafi’i atau yang lebih di kenal dengan Syaikhona Kholil.
Beliau berasal dari keluarga ulama, ayahnya, bernama KH. Abdul Lathif mempunyai pertalian
darah dengan Sunan Gunung Jati dan ibunya bernama Syarifah Khodijah putri Sayyid Asror
Karomah bin Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman Kanigoro. Beliau lahir pada 11
Jumadil Akhir 1252 H di Kemayoran, Bangkalan dan wafat pada 29 Ramadhan 1343 H di
Martajasah, Bangkalan.
Ayah beliau, KH. Lathif memiliki harapan besar terhadap anaknya untuk menjadi pemimpin
umat sebagaimana nenek moyangnya, yakni Sunan Gunung Jati yang merupakan salah seorang
Waliyullah penyebar agama islam di pulau Jawa. Sejak kecil, Syaikhona Kholil mendapatkan
pendidikan ketat oleh ayahnya. Beliau dididik oleh kedua orang tuanya tentang ajaran agama
islam secara mendalam, mulai dari mengaji hingga ilmu dasar agama islam. Ketertarikan beliau
pada ilmu pengetahuan sangat besar, terutama pada pengajaran ilmu nahwu dan fiqh. Bahkan,
beliau dapat menghafal baik 1002 nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.
Karena ketertarikannya terhadap ilmu pengetahuan yang begitu mendalam, terutama pada ilmu
fiqih dan nahwu maka orang tua beliau mengirim ke pesantren untuk menimba ilmu. ketika itu,
beliau ditempatkan di pesantren Langitan, Tuban, jawa Timur yang mana ini menjadi awal
perjalanan beliau untuk menimba ilmu di pesantren. Selama di pesantren tersebut beliau belajar
kepada kyai Muhammad Nur, pada saat itu beliau masih berusia 30an tahun. Tidak hanya
dipesantren Langitan, selama menimba ilmu di pesantren, beliau sempat pindah-pindah tempat.
Setelah dari pesantren Langitan, beliau pindah ke pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan.
Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren
ini beliau belajar pula kepada Kyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, yang mana jaraknya 7
kilometer dari Keboncandi. Kyai Nur Hasan ini, masih mempunyai ikatan keluarga dengan
beliau.
Karena keinginan mbah kholil yang besar dalam menimba ilmu, jarak yang cukup jauh dari
Keboncandi ke Sidogiri pun tidak menghalangi langkahnya. Dengan jarak 7 kilometer ini, beliau
menjalaninya dengan berjalan kaki dan dilakukan setiap hari. Selama diperjalanan, beliau
membaca surah yasin hingga hatam berkali-kali.
Mbah kolil berasal dari kelurga yang cukup berada, ini bisa dilihat dari hasil pertanian orang tua
beliau. Dengan melihat hal ini, sebenarnya bisa saja mbah kolil tinggal di Sidogiri agar tidak
lelah bolak-balik. Namun, karena beliau merupakan pribadi yang mandiri beliau memilih tetap
tinggal di keboncandi agar bisa nyambi menjadi buruh batik dan upahnya untuk kebutuhan
sehari-hari.
Syaikhona Kholil memiliki sembilan istri yaitu Pertama, Raden Ayu Assek binti
Lodrapati. Kedua, Nyai Ummu Rahmah. Ketiga, Raden Ayu Arbi’ah. Keempat, Nyai
Mesi. Kelima, Nyai Su’lah. Keennam, Nyai Kuttab. Ketujuh, Nyai Sabrah. Kedelapan, Raden
Ayu Nurjadi. Kesembilan, seorang janda kaya berasal dari telaga biru, Tanjung Bumi,
Bangkalan. Anak keturunan Kiai Kholil berasal dari empat orang istri, yaitu: Raden Ayu Assek
binti Ludrapati, Nyai Ummu Rahmah, Raden Ayu Arbi’ah dan Nyai Mesi, Sedangkan lima istri
yang lain, yaitu Nyai Su’lah, Nyai Khuttab, Nyai Sabrah, Raden Ayu Nurjati dan seorang janda
dari Telaga Biru, sampai Syechona wafat tidak dikaruniai keturunan.

Sementara itu, perjalanan pendidikan Kiai Kholil dilanjutkan tak lama setelah pernikahannya
yang pertama pada usia 24 tahun bersama dengan Nyai Asyik. Saat itu beliau memutuskan untuk
belajar ke Makkah. Beliau dikenal sebagai seorang pelajar yang tekun. Selama menuntut ilmu,
beliau mempunyai kebiasaan yang cukup isitimewa dan dianggap cukup unik yakni
menggunakan bajunya yang berwarna putih sebagai kertas untuk menulis semua pelajaran.
Beliau akan mencuci baju tersebut setelah berhasil menghafal semua catatan yang ada pada baju
tersebut lalu memakainya kembali dikeesokan harinya.
Kiai Kholil tidak hanya memiliki kebiasaan unik, namun dalam hal makanan pun beliau
mempunyai kebiasaan yang tidak biasa layaknya yang dilakukan orang biasa pada umumnya.
Kiai Kholil lebih sering memakan kulit semangka ketimbang memakan makanan yang pada
umumnya dimakan. Selama di Makkah Khai Kholil tidak hanya sendiri tetapi beliau bersama
dengan KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah dan KH. Muhammad Dahlan. Diantara
yang lain beliau dituakan dan dihormati oleh teman teman seangkatan beliau. Selama beliau
menuntut ilmu di Makkah, beliau mencukupi kebutuhan sehari – hari dengan bekerja. Beliau
menyalin kitab – kitab lalu diberikan kepada pelajar – pelajar yang membutuhkan.
Syeikh Shaleh As-Samarani dan Syeikh Nawawi Al-Bantani menyusun huruf pegon. Huruf
pegon disebut sebagai tulisan Arab yang digunakan sebagai tulisan Jawa. Mbah Kholil dalam
belajar di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Mekkah cterbilang cukup lama. Maka ketika
beliau pulang dari Mekkah, belia dikenal sebagai ahli fiqih, tarekat dan juga ilmu lainnya. Untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan islamnya Mbah Kholil mendirikan pondok Pesantren di Desa
Cengkubuan.
Ketika beliau kembali ke tanah air dikenal sebagai salah seorang Kyai. Beliau juga dikenal
sebagai Hafidz. Hari demi hari semakin banyak santri yang menuntut ilmu di pesantrennya.
Ketika putrinya Siti Khatimah menikah dengan keponakannya yaitu Kyai Muntaha. Pesantren
tersebut diserahkan kepada menantunya. Kemudian Mbah Kholil sendiri mendirikan pesantren
lagi di daerah Kademangan hamper terletak di pusat perkotaan.
Di pesantren yang baru dibangun oleh Mbah Kholil,memiliki progress yang baik dimana
pesantren tersebut sangat cepat memperoleh santri baru lagi. Santri-santri dari pesantren tersebut
bukan hanya yang berasal dari daerah sekitar, tetapi juga berasal dari tanah seberang pulau Jawa.
Adapun santri pertama yang datang dari Jawa yaitu Hasyim Asy’ari,yang berasal dari
Jombang.Selain dikenal sebagai ahli Fiqh dan ilmu Alat (nahwu dan sharaf), beliau juga dikenal
sebagai orang yang “waskita,” weruh sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi).
Pada saat mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperoleh Mbah kholil sadar
bahwa pada zaman itu negaranya sedang dijajah oleh bangsa ataupun negara asing yang tidak
seagama dengan beliau. Dimana pada saat itu Mbah Kholil telah berumur lanjut sehingga beliau
tidak melibatakan dirinya dalam medang perang. Akan tetapi, Mbah Kholil tidak luput dari
gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Mbah Kholil melakukan
perlawanan. Oleh karena itu, Mbah Kholil mengkader para pemuda atau santri-santri di
pesantrennya. Dalam bidang Pendidikan Mbah Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk
menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada
agama maupun bangsa.
Dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah, Mbah Kholil tidak melakukan perlawanan
secara terbuka, melainkan beliau lebih banyak berada di balik layar.Realitas ini tergambar,
bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada
pejuang. Mbah Kholil pun tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian.Mbah
kholil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda karena beliau dituduh melindungi beberapa
orang di pondok pesantrennya. Akan tetapi,dengan ditangkapnya Mbah Kholil, justru membuat
pihak Belanda kewalahan. Karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti seperti
pintu penjara yang tidak bisa dikunci, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan
tidak melarikan diri.
Mbah Kholil merupakan seorang ulama yang dikenal sebagai gurunya para Kiai se- Jawa dan
Madura. Dalam mendidik para santri, Mbah Kholil terkenal sangat amanah karena beliau selalu
menkankan sikap zuhud dan ikhlas kepada santri-santrinya saat menuntut ilmu. Dalam mendidik
santrinya, Mbah Kholil tidak hanya mnegajar secara monoton yaitu membacakan kitab kuning.
Akan tetapi beliau juga meminta santri-santrinya untuk mendengarkan dan menulis pelajaran
yang nantinya akan dipelajari kembali dan meghafalkannya.Dalam mengembangkan dan
mengajarkan pengetahuan keislamannya,Mbah Kholil tidak memposisikan dirinya sebagai
seorang pemimpin dan intelektual yang hanya berada di lingkungan pesantren saja. Tetapi beliau
juga turun langsung ke masyarakat untuk mengetahui seperti apa keadaan masyarakatnya.
Dengan demikian beliau hadir sebagai pemimpin yang merakyat dan mengayomisemua kalangan
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Cak Muhai, 2019, Biografi Lengkap Syaikhona Kholil Bangkalan Madura , diakses pada 14
September 2021 dari https://www.madureh.com/2019/10/biografi-syaikhona-kholil-
bangkalan.html
Dwi,Rochmad.2016. Pemikiran KH Muhammad Khai Bangkalan dan Kontribusinya Terhadap
Pengembangan Pendidikan Pesanatren di Indonesia.Skripsi.Program Studi Pendidikan
Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).Ponorogo.
Wikipedia,2021, Kholil al-Bangkalani , diakses pada 14 September 2021 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Kholil_al-Bangkalani
Wordpress, 2021, Biografi KH Kholil Bangkalan Madura (Syaikhona Mbah Kholil), diakses
pada 15 September 2021 dari
https://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/01/21/biografi-kh-kholil-bangkalan-
madura-syaikhona-mbah-kholil/

Anda mungkin juga menyukai