Jakarta - Tepat pada tanggal 27 Januari 1820 M, Abdul Latif seorang Kyai Kampung Senenan, Desa
Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan , ujung Barat Pulau Madura, Jawa
Timur, merasakan kegembiraan. Pada hari itu, dia mendapat karunia dengan lahirnya seorang putra
yang diberi nama Muhammad Kholil.
Selepas melantunkan adzan di telinga sang putra, KH. Abdul Latif berdoa, memohon kepada Allah
SWT agar Muhammad Kholil kelak menjadi pemimpin umat. Allah mengabulkan doa KH. Abdul
Latif. Muhammad Kholil yang kemudian terkenal dengan Syaikhona Kholil menjadi salah satu
pemimpin besar umat Islam.
Syekh Kholil al-Bangkalan berasal dari keluarga ulama, ayahnya, KH Abdul Latif, memiliki ikatan
darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Latif adalah Kyai Hamim, anak dari Kyai Abdul
Karim. Yang disebut terakhir ini merupakan anak dari Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin
Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati.
Riwayat Pendidikan Syaikhona Kholil
Sejak kecil Muhammad Kholil dididik sangat ketat oleh sang ayah. Kebetulan juga Mbah Kholil di
masa kecil sangat haus akan ilmu. Terutama yang berkaitan dengan ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan
lebih istimewanya lagi ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Malik sejak usia muda.
KH. Abdul Latif kemudian mengirim Mbah Kholil kecil untuk menimba ilmu yang lebih luas ke
sejumlah pesantren. Awal pendidikan Mbah Kholil muda belajar kepada Kyai Muhammad Nur di
Pondok Pesantren Langitan, Tuban , Jawa Timur.
Setelah menimba ilmu dari Langitan Mbah Kholil pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil,
Pasuruan. Kemudian Mbah Kholil melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Keboncandi.
Selama menimba ilmu di pondok pesantren ini, Mbah Kholil belajar dengan Kyai Nur Hasan yang
menetap di Sidogiri, berjarak 7 kilometer yang harus ditempuh dari Keboncandi. Saat melakukan
perjalanan dari Keboncandi ke Sidogiri, Mbah Kholil selalu membaca Surat Yasin.
Mbah Kholil di masa muda memiliki keinginan untuk menimba ilmu ke Mekkah. Pada saat usianya
mencapai 24 tahun, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah setelah menikah.
Untuk ongkos melakukan perjalanan bisa ia tutupi dari hasil kerja kerasnya menabung saat masih
menyantri di Banyuwangi. Selama melakukan pelayaran menuju Mekkah, konon, Mbah Kholil
berpuasa. Hal ini disebabkan bukan karena untuk menghemat uang, namun tujuan ini agar dapat
lebih mendekatkan diri kepada Allah dan agar selamat sampai tujuan.
(https://www.detik.com/tag/syaikhona-kholil)
Karamah Mbah kholil
Karamah merupakan perkara yang sangat luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak
disertai dengan pengakuan seorang Nabi. Dari sosok Mbah Kholil yang merupakan seorang Ulama
Besar tentunya memiliki karamah.
Berikut karamah Mbah Kholil dari berbagai sumber yang telah kami rangkum di antaranya.
Saat melakukan perjalanan kira-kira jarak 20 meter dari rumah Mbah Kholil, tiba-tiba muncul Mbah
Kholil dengan membawa pedang sambil berkata
Melihat hal tersebut, kedua orang tersebut lari sangat kencang bahkan ia tidak sadar bahwa ia
sedang sakit. Tanpa mereka sadari mereka sudah sembuh. Mereka sangat bersyukur atas karamah
yang ia dapatkan dari Mbah Kholil. Setelah Mbah Kholil wafat bahkan mereka sering datang ke
makam Mbah Kholil untuk berziarah.