Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
a. Syekhona Kholil
KH Cholil adalah Waliyullah yang sangat mempunyai pengaruh paling besar
pada saat sebelum hingga awal berdirinya Nahdlatul Ulama. Hal ini terjadi karena
sebab berguru kepadanya beliaulah, banyak santri-santri yang menjadi pengasuh
pondok pesantren besar di Indonesia dan tokoh-tokoh di NU pada awal berdirinya.
Dalam catatan sejarah, banyak tokoh-tokoh pendiri NU adalah alumni dari
pondok pesantren yang diasuh oleh beliau yang bernama lengkap Kyai Kholil bin
Kyai Abdul Lathif bin Kyai Hamim bin Kyai ‘Abdul Karim bin Kyai Muharram
bin Kyai Asral Karamah bin Kyai ‘Abdullah bin Sayyid Sulaiman yang
merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo.

Kyai Cholil adalah seorang alim dalam Ilmu Nahwu, Ilmu Fiqh dan tarekat.
Beliau juga di kenal hafal al-Qur’an dan menguasai segala ilmunya. Termasuk
seni baca Al-qur’an tujuh macam (Qiroah sab’ah). Selain kelebihan tersebut,
beliau juga mempunyai kemampuan pada hal-hal yang tidak kasat mata (tidak
dapat di lihat) dan sebab kelebihan tersebut, umat Islam Indonesia meyakini
beliau adalah Waliyullah. Kyai Cholil terlahir pada tanggal 11 Jumadil Tsani
1235H atau 27 Januari 1820M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran,
Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, yang terletak di ujung barat pulau
Madura, Propinsi Jawa Timur. Kyai Cholil wafat pada 29 Ramadhan 1341H atau
14 Mei 1923M pada usia 106 tahun karena usia lanjut. Nasab Keturunan KH
Abdul Lathif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin
umat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai mengadzani telinga kanan dan
mengiqamati telinga kiri sang bayi, KH Abdul Lathif memohon kepada Allah agar
Dia mengabulkan permohonannya.

Mbah Cholil kecil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif,
mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah
Kyai Hamim, anak dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak

1
dari Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid
Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah cucuSunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau
KH Abdul Lathif mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak Sunan
Gunung Jati karena memang dia masih terhitung keturunannya.

Mbah Cholil (KH Muhammad Kholil Bangkalan Al-Maduri) adalah titisan


beberapa wali yang tergabung dalam Walisongo, Yaitu Sunan Ampel, Sunan
Giri, Sunan Gunung Jati danSunan Kudus, yang mana mereka bermarga
“Azmatkhan” dan bersambung pada Sayyid Alawi Ammil Faqih bin Muhammad
Shahib Mirbath. Beliau juga bernasab pada keluargaBasyaiban yang bersambung
pada Al-Imam Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad
Shahib Mirbath Al-Alawi Al-Husaini.

KH Muhammad Kholil bin KH Abdul Lathif bin Kyai Hamim bin Kyai Abdul
Karim bin Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin
Sayyid Sulaiman.

Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung


Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah
Abdullah yang memerintah di Cam (Campa). Ayahnya adalah Sayyid Ali Nurul
Alam bin Sayyid Jamaluddin Al-Kubra.

Berikut ini adalah silsilah nasab Mbah Cholil. Terlebih dahulu saya tulis
silsilah jalur laki-laki yang bersambung pada Sunan Kudus, untuk menunjukkan
hak beliau dalam menggunakan nama belakang (marga/fam) “Azmatkhan Al-
Alawi Al-Husaini”, sesuai dengan adat dan istilah pernasaban bangsa Arab.

b. Latar belakang pondok pesantren darual ulum paterongan

Pesantren yang dirintis pertama kali oleh KH. Tamim Irsyad pada
tahun 1885 ini dengan upaya serta kerja keras sehingga terwujudlah salah satu
lembaga pendidikan.
islam yaitu Pondok Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso) yang secara bahasa Darul ber
arti Gudang sedangkan 'Ulum, jamak dari ilmu yang berarti ilmu-ilmu, sehingga
secara garis besar Darul 'Ulum memiliki arti “Gudangnya Ilmu-ilmu”, yang
filosofinya tampak jelas dalam nama pondok pesantren tersebut. Sehingga, sampai
detik ini Pondok Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso) masih dipercaya untuk

2
mengayomi para santri dari penjuru Nusantara kurang lebih sekitar
5000 santri yang menimba ilmu di sana.

Sejak berdirinya pondok pesantren Darul Ulum yang merupakan salah satu
wadah pembentukan kaderisasi calon kholifah bangsa telah ditanamkan beberapa
kriteria dasar tentang tujuan dan dasar didirikannya. Seringkali para sesepuh
sebelum beliau (KH Tamim Irsyad) menekankan hal tersebut secara eksplisit dan
memberikan estafet tonggak kepemimpinannya pondok pesantren Darul Ulum
pada generasi penerusnya .

II. Tujuan Penulisan


a. syekhona kholil
1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
2. Mengetahui Sejarah Tokoh Agama KH Kholil Bangkalan Madura.
3. Meneladani Dari Kisah Hidup Beliau
4. Memperdalam Pengetahuan Tentang Agama Terutama Agama Islam
b. pondok pesantren darul ulum paterongan
1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
2. Mengetahui Sejarah pondok pesantren darul ulum

III. Rumusan Masalah


A. KH Kholil Bangkalan Madura
o Bagaimana Sejarah Hidup Beliau?
o Sejarah Pendidikan Beliau?
o Jasa Dan Karya Beliau Bagi Negara dan Agama?
o Bagaimana Kisah Keteladanan Beliau?
B. Pondok pesantren paterongan
o Bagaimana sejarah pondok pesantren darul ulum?
o Apa tujuan mendirikan pondok pesantren darul ulum?
o Bagaimana struktur organisasi pondok pesantren

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. RIWAYAT KH. KHOLIL BANGKALAN MADURA

Seperti yang kita ketahui bahwa penulisan riwayat hidup KH Kholil


Bangkalan Madura, telah banyak dilakukan oleh para sarjana. KH Kholil
Bangkalan Madura, Lahir Hari Selasa tanggal 11 Jumadil Tsani 1235 H atau 27
Januari 1820 M, Abdul Lathif seorang Kyai di Kampung Senenan, Desa
Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, ujung Barat Pulau
Madura, Jawa Timur, merasakan kegembiraan yang teramat sangat. Karena hari
itu, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, yang diberinya
nama Muhammad Kholil, yang kelak akan terkenal dengan nama Mbah Kholil.
KH. Abdul Lathif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi
pemimpin umat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai mengadzani telinga
kanan dan mengiqamati telinga kiri sang bayi, KH. Abdul Lathif memohon
kepada Allah agar Dia mengabulkan permohonannya.
Mbah Kholil kecil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul
Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif
adalah Kyai Hamim, anak dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini
adalah anak dari Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin
Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak
salah kalau KH. Abdul Lathif mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak
Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung keturunannya.
Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. Mbah Kholil kecil memang
menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh
dan nahwu, sangat luar biasa. Bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah
Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan
dan juga kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua
Mbah Kholil kecil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.

4
II. PENDIDIKAN

a. Pendidikan Sejak kecil

Sejak kecil, beliau mendapatkan pendidikan agama langsung dari orang tua
secara ketat. Kyai Cholil sejak kecil memang sudah mempunyai sifat-sifat sebagai
calon ulama yang berpengaruh besar. Di antara keistimewaan beliau adalah
kehausan akan ilmu, terutama dalam bidang ilmu Fiqh dan ilmu Nahwu (ilmu tata
bahasa Arab). Beliau sudah hafalMatan Alfiyah Ibnu Malik (1,000 bait) mengenai
ilmu nahu yang terkenal itu. Selanjutnya beliau juga seorang hafiz al-Quran tiga
puluh juz juga berkemampuan dalam qiraah tujuh (tujuh cara membaca al-Quran).
Karena keinginan orang tuanya yang sangat kuat untuk mendidik anaknya
menjadi ulama, kemudian pada sekitar tahun 1850 an, Kyai Cholil menuntut ilmu
sebagai santri di Pondok pesantren Langitan, Kabupaten Tuban yang di asuh oleh
KH Muhammad Nur. Setelah merasa cukup, kemudian Kyai Cholil melanjutkan
menuntut ilmu menjadi santri di Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Kabupaten
Pasuruan. Setelah itu kemudian, beliau pindah ke Pondok Pesantren Kebon
Candi, Kabupaten Pasuruan dan juga menjadi santri di tempat Kiai Nur Hasan
yang masih termasuk familinya di Sidogiri.

Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri sekitar 7 Kilometer. Tetapi, untuk


mendapatkan ilmu, Mbah Cholil muda rela melakoni perjalanan yang terbilang
lumayan jauh itu setiap harinya. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke
Sidogiri, beliau tak pernah lupa membaca Surah Yasin. Ini dilakukannya hingga
dalam perjalanannya itu bisa khatam berkali-kali.

b. Menuntut Ilmu di Mekah


Beliau berkeinginan untuk menuntut ilmu di Mekah, maka Mbah Cholil
pun memutar otak untuk mencari jalan keluarnya, akhirnya beliau memutuskan
untuk pergi ke sebuah pesantren di Banyuwangi. Karena, pengasuh pesantren itu
terkenal mempunyai kebun kelapa yang cukup luas. Dan selama nyantri
di Banyuwangi ini, Mbah Cholil juga menjadi “buruh” pemetik kelapa pada
gurunya. Untuk setiap pohonnya, dia mendapat upah 2,5 sen. Uang yang
diperolehnya tersebut beliau tabung.

5
Sedangkan untuk makan, Mbah Cholil menyiasatinya dengan mengisi bak
mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru
masak teman-temannya. Dari situlah Mbah Cholil bisa makan gratis. Akhirnya,
pada tahun 1859 M, saat usianya mencapai 24 tahun, Mbah Cholil memutuskan
untuk pergi ke Mekah. Tetapi sebelum berangkat, Mbah Cholil menikah dahulu
dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih.

Setelah menikah, pada 1276 Hijrah atau 1859 Masehi berangkatlah beliau
ke Mekkah. Dan memang benar, untuk ongkos pelayarannya bisa tertutupi dari
hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi,

sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon, Mbah Cholil berpuasa. Hal
tersebut dilakukan Mbah Cholil bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, agar perjalanannya selamat.

Di Mekah Kyai Muhammad Khalil al-Maduri bersahabat dengan Syeikh


Nawawi al-Bantani. Ulama-ulama dunia Melayu di Mekah yang seangkatan
dengan Syeikh Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masihi), Kyai Khalil
al-Manduri (lahir 1235 Hijrah/1820 Masihi), Syeikh Muhammad Zain bin
Mustafa al-Fathani (lahir 1233 Hijrah/1817 Masihi), Syeikh Abdul Qadir bin
Mustafa al-Fathani (lahir 1234 Hijrah/1818 Masihi), Kyai Umar bin Muhammad
Saleh Semarang.

Di antara gurunya di Mekah ialah Syekh Utsman bin Hasan ad


Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Mustafa bin Muhammad al-
Afifi al-Makki, Syekh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani dan masih
banyak lagi. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima daripada
sahabatnya Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-
Bimawi (Kota Bima, Sumbawa). Walau pun Syeikh Ahmad al-Fathani jauh lebih
muda daripadanya, yaitu seumuran anaknya, namun kerana tawadlunya, Kyai
Muhammad Cholil al-Maduri pernah belajar kepada ulama yang berasal dari
Patani itu. Kyai Muhammad Khalil al-Maduri termasuk generasi pertama
mengajar karya Syeikh Ahmad al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani, tentang
nahwu dalam bahasa Arab, di pondok-pesantrennya di Bangkalan. Karya Syeikh
Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian berpengaruh dalam pengajian ilmu

6
nahu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga sekarang masih banyak
pondok-pesantren tradisional di Jawa dan Madura diajarkan kitab itu.

Mengenai ilmu thariqat, Kyai Muhammad Cholil al-Maduri belajar kepada


beberapa orang ulama thariqat yang terkenal di Mekah pada zaman itu, di
antaranya daripada Syeikh Ahmad Khatib Sambas diterimanya baiah dan
tawajjuh Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Thariqat Naqsyabandiyah juga
diterimanya daripada Sayyid Muhammad Shalih az Zawawi dan ulama lainnya, di
antaranya termasuk kepada Syekh Utsman Dimyathi juga.

Sewaktu berada di Mekah untuk perbelanjaannya sehari-hari, Kyai


Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin risalah-risalah yang
diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahawa pada waktu itulah timbul
ilham antara mereka bertiga, iaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani (Syeikh Nawawi al-
Bantani), Kyai Muhammad Cholil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (KH
Muhammad Saleh Darat, Semarang) menyusun kaedah penulisan huruf
Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam
bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu /
Jawa yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

Konon, selama di Mekah, Mbah Cholil lebih banyak makan kulit buah semangka
ketimbang makanan lain yang lebih layak. Realitas ini –bagi teman-temannya,
cukup mengherankan. Teman seangkatan Mbah Cholil antara lain: Syeikh
Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syekh
Muhammad Yasin Al Fadani. Mereka semua tak habis pikir dengan kebiasaan dan
sikap keprihatinan temannya itu. Kebiasaan memakan kulit buah semangka
kemungkinan besar dipengaruhi ajaran ngrowot (vegetarian) dari Al-Ghazali,
salah seorang ulama yang dikagumi dan menjadi panutannya.

III. JASA DAN KARYA BELIAU

a. Menyebarkan Ilmu ke Tanah Air


Sepulangnya dari Tanah Arab (tak ada catatan resmi mengenai tahun
kepulangannya), Mbah Cholil dikenal sebagai seorang ahli Fiqh dan Tarekat.
Bahkan pada akhirnya, dia pun dikenal sebagai salah seorang Kyai yang dapat

7
memadukan kedua hal itu dengan serasi. Dia juga dikenal sebagai al-Hafidz (hafal
Al-Qur’an 30 Juz). Hingga akhirnya, Mbah Cholil dapat mendirikan sebuah
pesantren di daerah Cengkubuan, sekitar 1 Kilometer Barat Laut dari desa
kelahirannya.

Dari hari ke hari, banyak santri yang berdatangan dari desa-desa


sekitarnya. Namun, setelah putrinya, Siti Khatimah dinikahkan dengan
keponakannya sendiri, yaitu Kyai Muntaha; pesantren di Desa Cengkubuan itu
kemudian diserahkan kepada menantunya. Mbah Cholil sendiri mendirikan
pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota; sekitar 200 meter
sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak Pesantren yang baru
itu, hanya selang 1 Kilometer dari Pesantren lama dan desa kelahirannya.

Di tempat yang baru ini, Mbah Cholil juga cepat memperoleh santri lagi, bukan
saja dari daerah sekitar, tetapi juga dari Tanah Seberang Pulau Jawa. Santri
pertama yang datang dari Jawa tercatat bernama Hasyim Asy’ari, dari Jombang.

Di sisi lain, Mbah Cholil di samping dikenal sebagai ahli Fiqh dan ilmu
Alat (nahwu dan sharaf), beliau juga dikenal sebagai orang yang “waskita,” weruh
sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi). Malahan dalam hal yang terakhir ini,
nama Mbah Cholil lebih dikenal.

b. Melawan Penjajah
Pada masa hidup Mbah Cholil, terjadi sebuah penyebaran Ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah di daerah Madura. Mbah Cholil sendiri dikenal luas sebagai ahli
tarekat. Masa hidup Mbah Cholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap
penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Mbah Cholil melakukan perlawanan.

Pertama: beliau melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Mbah
Cholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu,
berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas,

baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin
umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu diantaranya adalah KH
Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebuireng.

8
Kedua: Mbah Cholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan
beliau lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa beliau tak
segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam)
kepada pejuang. Mbah Cholil pun tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat
persembunyian.

Ketika pihak penjajah mengetahuinya, Mbah Cholil ditangkap dengan


harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Mbah Cholil, malah
membuat pusing pihak Belanda, karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa
mereka mengerti, seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka
harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri. Di hari-hari
selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada
Mbah Cholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian
tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Mbah Cholil untuk
dibebaskan saja.

Mbah Cholil adalah seorang ulama yang benar-benar bertanggung jawab


terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan
bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam
suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya.

c. Kiprahnya dalam Pembentukan NU


Peran Mbah Cholil dalam melahirkan NU pada dasarnya tidak dapat
diragukan lagi. Hal ini didukung dari suksesnya salah satu dari muridnya, KH
Hasyim Asy’ari, menjadi tokoh dan panutan masyarakat NU. Namun demikian,
satu yang perlu digarisbawahi bahwa Mbah Cholil bukanlah tokoh sentral dari
NU, karena tokoh tersebut tetap pada KH Hasyim Asy’ari sendiri.

Mengulas kembali ringkasan sejarah mengenai pembentukan NU, ini


berawal pada tahun 1924, saat di Surabaya terdapat sebuah kelompok diskusi
yang bernama Tashwirul Afkar (potret pemikiran), yang didirikan oleh salah
seorang Kyai muda yang cukup ternama pada waktu itu: KH Abdul Wahab
Hasbullah, kelompok ini lahir dari kepedulian para ulama terhadap gejolak dan
tantangan yang di hadapi umat Islam kala itu, baik mengenai praktik-praktik
keagamaan maupun dalam bidang pendidikan dan politik.

9
Pada perkembangannya kemudian, peserta kelompok diskusi ingin
mendirikan Jam’iyah (organisasi) yang ruang lingkupnya lebih besar daripada
hanya sebuah kelompok diskusi. Maka, dalam berbagai kesempatan, Kyai
Wahab selalu menyosialisasikan ide untuk mendirikan Jam’iyah itu. Dan hal ini
tampaknya tidak ada persoalan, sehingga diterima dengan cukup baik ke semua
lapisan. Tak terkecuali dari KH Hasyim Asy’ari, Kyai yang paling berpengaruh
pada saat itu.

Namun, KH Hasyim Asy’ari awalnya tidak serta-merta menerima dan


merestui ide tersebut. Terbilang hari dan bulan, KH Hasyim Asy’ari melakukan
shalat istikharah untuk memohon petunjuk Allah, namun petunjuk itu tak kunjung
datang. Sementara itu, Mbah Cholil, guru KH Hasyim Asy’ari, yang juga
guru KH Abdul Wahab Hasbullah, diam-diam mengamati kondisi itu, dan
ternyata beliau langsung tanggap, dan meminta seorang santri yang masih
terbilang cucunya sendiri, dipanggil untuk menghadap kepadanya.

“Saat ini Kyai Hasyim sedang resah, antarkan dan berikan tongkat ini
kepadanya!” Kata Mbah Cholil sambil menyerahkan sebuah tongkat.
“Baik, Kyai,” Jawab As’ad sambil menerima tongkat itu.

“Bacakanlah kepada Kyai Hasyim ayat-ayat ini: Wamaa tilka biyamiinika yaa
Muusaa, Qaala hiya ‘ashaaya atawakka-u ‘alaihaa wa abusyyu bihaa ‘alaa
ghanami waliya fiihaa ma-aaribu ukhraa. Qaala alqihaa yaa Muusa. Fa-alqahaa
faidzaa hiya hayyatun tas’aa. Qaala Khudzhaa wa laa takhaf sanu’iiduhaa
shirathal uulaa wadhumm yadaka ila janaahika takhruj baidhaa-a min ghairi suu-
in aayatan ukhraa linuriyaka min aayatil kubraa,” Pesan Mbah Cholil.

As’ad segera pergi ke Tebuireng, ke kediaman Kyai Hasyim, dan di situlah berdiri
pesantren yang diasuh oleh Kyai Hasyim. Mendengar ada utusan Mbah Cholil
datang, Kyai Hasyim menduga pasti ada sesuatu, dan ternyata dugaan tersebut
benar adanya.

“Kyai, saya diutus Kyai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini
kepada Kyai,” Kata As’ad, pemuda berusia sekitar 27 tahun itu, sambil
mengeluarkan sebuah tongkat, dan Kiai Hasyim langsung menerimanya dengan
penuh perasaan.

10
“Ada lagi yang harus kau sampaikan?” Tanya Kyai Hasyim.

“Ada Kyai,” Jawab As’ad. Kemudian beliau menyampaikan ayat yang


disampaikan Mbah Cholil.

Mendengar ayat yang dibacakan As’ad, hati Kyai Hasyim tergetar.


Matanya menerawang, terbayang wajah Mbah Cholil yang tua dan bijak. Kyai
Hasyim menangkap isyarat, bahwa gurunya tidak keberatan kalau beliau dan
teman-temannya mendirikan Jam’iyah. Sejak saat itu, keinginan untuk mendirikan
Jam’iyah semakin dimatangkan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, setahun telah berlalu, namun Jam’iyah
yang diidamkan itu tak kunjung lahir. Sampai pada suatu hari,
pemuda As’ad muncul lagi.

“Kyai, saya diutus oleh Kyai Cholil untuk menyampaikan tasbih ini,” As’ad.
“Kyai juga diminta untuk mengamalkan Yaa Jabbaar, Yaa Qahhaar (lafadz
Asma’ul Husna) setiap waktu,” Tambah As’ad.

Sekali lagi, pesan gurunya diterima dengan penuh perasaan. Kini hatinya semakin
mantap untuk mendirikan Jam’iyah. Namun, sampai tak lama setelah itu, Mbah
Cholil meninggal, dan keinginan untuk mendirikan Jam’iyah belum juga bisa
terwujud.

Baru setahun kemudian, tepatnya 16 Rajab 1344 H, “jabang bayi” yang ditunggu-
tunggu itu lahir dan diberi nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama ( NU). Dan di
kemudian hari, jabang bayi itu pun menjadi “raksasa”.

Tapi, bagaimana Kyai Hasyim menangkap isyarat adanya restu dari Mbah Cholil
untuk mendirikan NU dari sepotong tongkat dan tasbih? Tidak lain dan tak bukan
karena tongkat dan tasbih itu diterimanya dari Mbah Cholil, seorang Kyai alim
yang diyakini sebagai salah satu Wali Allah.

d. Tarekat dan Fiqh

Mbah Cholil adalah salah satu Kyai yang belajar lebih daripada satu
madzhab saja. Akan tetapi, di antara madzhab-madzhab yang ada, beliau lebih
mendalami madzhab Syafi’i di dalam ilmu fiqh.

11
Pada masa kehidupan Mbah Cholil, yaitu akhir abad-19 dan awal abad-20, di
daerah Jawa, khususnya Madura, sedang terjadi perdebatan antara dua golongan
pada saat itu. Pada awal abad-20, seperti telah diungkapkan sebelumnya, di daerah
Jawa sedang terjadi penyebaran ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, Qadiriyah wa-
Naqsyabandiyah,Naqsyabandiyah Muzhariyah dan lain-lain.

Akan tetapi, tidaklah dapat dipungkiri mengenai keterlibatan Mbah Cholil dalam
tarekat, terbukti bahwa Mbah Cholil dikenal pertama kali dikarenakan
kelebihannya dalam hal tarekat, dan juga memberikan dan mengisi ilmu-ilmu
kanuragan kepada para pejuang.

Di sisi lain, Mbah Cholil pun diakui sebagai salah satu Kyai yang dapat
menggabungkan tarekat dan fiqh, yang kebanyakan ulama pada saat itu melihat
dua hal tersebut bertentangan seperti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi,
salah satu ulama yang notabene seangkatan dengan Mbah Cholil.

Memang, Mbah Cholil hidup pada masa penyebaran tarekat begitu gencar-
gencarnya, sehingga kebanyakan ulama pada saat itu, mempunyai dan memilki
ilmu-ilmu kanuragan, dan tidak terkecuali Mbah Cholil. Namun demikian,
perbedaan antara Mbah Cholil dengan kebanyakan Kyai yang lainnya, bahwa
Mbah Cholil tidak sampai mengharamkan atau pun menyebutnya sebagai
perlakuan syirik dan bid’ah bagi penganut tarekat. Mbah Cholil justru meletakkan
dan menggabungkan antara keduanya (tarekat dan fiqh).

Dalam penggabungan dua hal ini, Mbah Cholil mendudukkan tarekat di


bawah fiqh, sehingga ajaran-ajaran tarekat mempunyai batasan-batasan tersendiri
yaitu fiqh. Selain itu, ajaran tarekat juga tidak menjadi ajaran yang tanpa ada
batasannya. Namun, yang cukup disayangkan adalah, tidak banyaknya referensi
yang menjelaskan tentang cara atau pun pola-pola dalam penggabungan tarekat
dan fiqh oleh Mbah Cholil tersebut.

e. Jalur Pengasuhan Pesantren


Oleh sebab Kyai Muhammad Cholil cukup lama belajar di beberapa
pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau
terkenal sebagai ahli/pakar nahu, fikah, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk

12
mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kyai
Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa
Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Pondok-
pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya,
sekaligus adalah menantunya, ialah Kyai Muntaha. Kyai Muntaha ini berkahwin
dengan anak Kyai Muhammad Khalil bernama Siti Khatimah. Adapun beliau
sendiri (Kyai Khalil) mendirikan pondok-pesantren yang lain di Kota Bangkalan,
letaknya sebelah Barat kota tersebut dan tidak berapa jauh dari pondok-
pesantrennya yang lama.

Jejak dan langkahnya dalam mengasus para santrinya tetap menjadi monumen
pada pejuang penerus dan pengikutnya, hingga di Indonesia kini ada 6.000 lebih
pondok pesantren yang sebagian besar mempunyai hubungan budaya dengan NU.

IV. KISAH TELADAN BELIAU

a. Santri yang Mandiri


Sebenarnya, bisa saja Mbah Cholil muda tinggal di Sidogiri selama nyantri
kepada Kyai Nur Hasan, tetapi ada alasan yang cukup kuat bagi dia untuk tetap
tinggal di Keboncandi, meskipun Mbah Cholil muda sebenarnya berasal dari
keluarga yang dari segi perekonomiannya cukup berada. Ini bisa ditelisik dari
hasil yang diperoleh ayahnya dalam bertani.

Akan tetapi, Mbah Cholil muda tetap saja menjadi orang yang mandiri dan tidak
mau merepotkan orangtuanya. Karena itu, selama nyantri di Sidogiri, Mbah Cholil
tinggal di Keboncandi agar bisa nyambi menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi
buruh batik itulah dia memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Sewaktu menjadi Santri Mbah Cholil telah menghafal beberapa matan,


seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). Di samping itu beliau juga
seorang Hafidz Al-Quran. Beliau mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira’at
Sab’ah (tujuh cara membaca Al-Quran).

Kemandirian Mbah Cholil muda juga nampak ketika beliau berkeinginan untuk
menimba ilmu ke Mekkah. Karena pada masa itu, belajar ke Mekkah merupakan
cita-cita semua santri. Dan untuk mewujudkan impiannya kali ini, lagi-lagi Mbah

13
Cholil muda tidak menyatakan niatnya kepada orangtuanya, apalagi meminta
ongkos kepada kedua orangtuanya.

b. Membaca Yasin berkali-kali


Pada saat beliau masih menuntut ilmu di pondok pesantren Kebon
Candi dan belajar di KH Nur Hasan harus dilakukan dengan cara tidak menetap,
atau kalau dalam dunia santri di sebut santri kalong. Jarak antara
pondok pesantren Kebon Candi dan Rumah Kiai Nur Hasan sekitar 7 km. selama
perjalanan itu, beliau sambil membaca surat yasin sampai tamat berkali-kali.

c. Mensiasati Makan Gratis


Kyai Cholil muda adalah sosok pemuda yang mandiri. Pada saat itu,
dirinya ingin melanjutkan menuntut ilmu ke Mekah, Arab Saudi. Tetapi tidak
ingin meminta biayanya kepada orang tua. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kiai
Cholil sebelum berangkat ke Mekah terlebih dahulu ngaji di pondok pesantren
Banyuwangi. Di pondok tersebut, beliau juga bekerja di kebun pengasuh pondok.
Dengan bekerja di kebun sebagai pemetik buah kelapa, beliau di bayar 2,5 sen
setiap pohon kelapa. Dengan penghasilan tersebut, uang yang didapatkannya di
tabung untuk biaya menuntut ilmu ke Mekah. Selain itu, untuk makan sehari-hari,
beliau menjadi khodim di dalem pondok pesantren dengan mengisi bak mandi,
mencuci pakaian dan melakukan pekerjaan yang lain. selain itu, Kiai Cholil juga
menjadi juru masak bagi teman-temannya, dengan seperti itu dirinya bisa
mendapatkan makan dengan gratis.

d. Hati-hati Ada Macan (Kisah Kehadiran KH Abdul Wahab Hasbullah)


Pada suatu hari di bulan Syawal, KH Kholil memanggil semua santri,
kemudian beliau mengatakan; “Santri-santri sekalian.!! Untuk saat ini kalian harus
memperketat penjagaan pondok. Karena tidak lama lagi, akan ada macan masuk
ke pondok kita”.

Sejak itu, setiap hari semua santri melakukan penjagaan yang ketat di pondok
pesantren. Hal ini dilakukan karena di dekat pondok pesantren ada hutan yang
konon angker dan berbahaya, sehingga kuatir jika yang di maksud macan akan
muncul dari hutan tersebut. Setelah beberapa hari ternyata macan yang di tunggu-

14
tunggu tidak juga muncul juga, sampai akhirnya sampai di minggu ke tiga sampai
juga belum muncul. Setelah masuk di minggu ke 3, Kyai Cholil memerintahkan
santri-santri untuk berjaga-jaga ketika ada pemuda kurus, tidak terlalu tinggi dan
membawa tas koper seng masuk ke komplek pondok pesantren.

Begitu sampai di depan rumah Kyai Cholil mengucapkan salam “


Assalamu’alaikum” ucap pemuda tersebut. Mendengar salam pemuda tersebut,
Kyai Cholil justru malah berteriak memanggil santri-santrinya.

“ Hai santri-santri, ada macan.. macan.. ayo kita kepung, jangan sampai masuk
kepondok” teriak Kiai Kholil. Mendengar teriakan kiai Kholil, serentak para santri
berhamburan membawa apa saja yang bisa dibawa untuk mengusir pemuda
tersebut yang dianggap Macan. Para santri yang sudah membawa pedang, celurit,
tongkat, dan apa saja mengerubuti “macan” yang tidak lain adalah pemuda
tersebut. Muka pemuda tersebut menjadi pucat pasi ketakutan. Karena tidak ada
jalan lain, akhirnya pemuda tersebut lari meninggalakn komplek pondok tersebut.

Karena tingginya semangat untuk nyantri ke pondok yang diasuh oleh Kiai
Kholil, keesokan harinya pemuda itu mencoba memasuki pesantren lagi.
Meskipun begitu, dirinya tetap memperoleh perlakuan yang sama seperti
sebelumnya. Karena rasa takut dan kelelahan akhirnya pemuda tersebut tidur di
bawah kentongan yang ada di mussola pondok pesantren. Ketika tengah malam,
dirinya dibangunkan dan dimarah-marahi oleh Kiai Kholil. Namun demikian,
setelah itu dirinya diajak oleh Kyai Cholil kerumah dan dinyatakan sebagai salah
satu santri dari pondok yang beliau pimpin. Sejak itu, remaja tersebut sebagai
santri pondok. Pemuda yang dimaksud diatas adalah Abdul Wahab atau Abdul
Wahab Hasbullah yang menjadi salah satu pendiri NU. Ternyata apa yang
dikatakan oleh Kiai Kholil, akhirnya Abdul Wahab Hasbullah benar-benar
menjadi “ Macan” NU.

e. Minta Didoakan Cepat Kaya


Pada suatu waktu, Kyai Cholil mempunyai tamu yang berasal dari
keturunan tionghoa yang terkenal dengan panggilan Koh Bun Fat, datang untuk
keperluan pribadinya. “Kiai, saya minta didoakan agar cepat kaya, karena aku
sudah bosan hidup miskin”. Kata Koh Fat yang sedang miskin. Setelah

15
mendengar niat tamunya tersebut, Kyai Cholil meminta Koh Bun Fat untuk
mendekat. Setelah mendekat, Kyai Cholil memegang kepala Koh Bun Fat dan
memegangnya erat-erat sambil mengucapkan. “Saatu lisanatan, Howang-howang,
Howing-Howing. Pak uwang huwang nuwang. Tur kecetur salang kecetur, sugih..
sugih..sugih!”. Saat itu diucapkan oleh kiai Kholil, tidak ada satupun yang ada
memahami makna apa yang diucapkan oleh Kiai Kholil. Namun, dengan kata
tanpa makna itu, Koh Bun Fat justru beerubah menjadi pengusaha Tionghoa yang
kaya raya.

f. Tongkat dan Tasbih Ajaib


Berkaitan dengan cerita Kyai Cholil soal tongkat ajaib, kejadian ini
berkaitan langsung dengan sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Pada saat
itu, Kyai Wahab dalam berbagai kesempatan selalu menyosialisasikan ide untuk
mendirikan jam’iayah atau organisasi. Sebenarnya semenjak ide tersebut
disosialisasikan, tidak ada masalah yang menghalangi kecuali restu dari KH
Hasym Asy’ary. Karena beliau adalah guru dari Kyai Wahab sehingga dirinya
merasa perlu mendapatkan restu langsung. Ketika gagasan tersebut dsampaikan,
ternyata tidak langsung di setujui. KH Hasyim Asy’ari perlu berhari-hari dan
bulan untuk melakukan sholat Istikharah memohon petunjuk dari Allah, namun
harapan itu tidak kunjung datang.

Kyai Cholil sebagai guru KH Hasyim Asy’ari mengamati kondisi tersebut.


Kemudian beliau mengutus seorang santri yang juga masih cucunya
sendiri, As’ad untuk menghadapnya. “Saat ini Kiai Hasyim sedang resah, oleh
karena itu, antar dan berikan lah tongkat ini kepadanya” Kata Kyai Cholil sambil
memberikan tongkat yang dimaksud. “dan jangan lupa bacakan ayat ini surat
thoha As’ad.

Setelah itu, As’ad kemudian pergi ke Jombang untuk menyampaikan


pesan yang di bawanya serta menyampaikan tongkat. Hari berganti bulan dan
bersama perjalanan waktu, organisasi yang sudah dirintis oleh Kyai Wahab belum
juga terbentuk, sehingga Kyai Cholil mengutus As’ad yang kedua kali dengan
membawakan tasbih dan meminta KH Hasyim Asy’ari untuk mengamalkan
Asmaul Husna yang berbuyi “Ya-Jabbar- Ya Qohhar”. Setelah berjuang di bantu

16
oleh kiai-kiai lain, akhirnya nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344
H/ 31 Januari 1926, atau tepat 1 tahun setelah KH Cholil wafat yang jatuh pada
tanggal 29 Romadhon 1343 H.

g. Karomah Kewalian
Ulama besar yang digelar oleh para Kyai sebagai “Syaikhuna” yakni guru
kami, karena kebanyakan Kyai-Kyai dan pengasas pondok pesantren di Jawa dan
Madura pernah belajar dan nyantri dengan beliau. Pribadi yang dimaksudkan ialah
Mbah Cholil. Tentunya dari sosok seorang Ulama Besar seperti Mbah Cholil
mempunyai karomah.

Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syeikh
Thahir bin Shaleh Al-Jazairi dalam kitab Jawahirul Kalamiyah mengartikan kata
karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak
disertai dengan pengakuan seorang Nabi.

Adapun karomah Mbah Cholil diantaranya:

a. Lebah Gaib

Kekeramatan Mbah Cholil, yang sangat terkenal adalah pasukan lebah


gaib. Dalam situasi kritis, beliau bisa mendatangkan pasukan lebah untuk
menyerang musuh. Ini sering beliau perlihatkan semasa perang melawan penjajah.
Termasuk saat peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

KH Ghozi menambahkan, dalam peristiwa 10 November 1945, Mbah Cholil,


bersama Kyai-Kyai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Kyai
Wahab dan Mbah Abas BuntetKota Cirebon, mengerahkan semua kekuatan
gaibnya untuk melawan tentara Sekutu.

Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang
bersenjatakan lengkap dan modern.

Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan Kyai-Kyai itu bisa difungsikan menjadi
bom berdaya ledak besar. Tak ketinggalan, Mbah Cholil mengacau konsentrasi
tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Disaat ribuan
ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar. Saat konsentrasi lawan buyar
itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan.

17
“Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan
yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan
kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” Papar KH Ghozi, cucu KH
Abdul Wahab Hasbullah ini.

b. Membelah Diri
Kesaktian lain dari Mbah Cholil, adalah kemampuannya membelah diri.
Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa
aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Cholil melakukan
sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyup,”
Cerita KH Ghozi.

Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan
apa-apa. Langsung ngeloyor masuk rumah, ganti baju.

Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan
ke Mbah Cholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di
tengah laut, langsung ditolong Mbah Cholil.

”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah
Cholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang
perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa
sampai laut dan membantu si nelayan itu,” Papar KH Ghozi yang kini tinggal di
Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

c. Menyembuhkan Orang Lumpuh Seketika


Dalam buku yang berjudul “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad
Jauhari Umar” menerangkan bahwa Mbah Cholil Bangkalan termasuk salah satu
guru Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar yang mempunyai karomah luar
biasa. Diceritakan oleh penulis buku tersebut sebagai berikut:

“Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal beliau sudah
dibawa ke Jakarta tepatnya di Betawi, namun belum juga sembuh. Lalu beliau
mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit.
Kemudian pergilah beliau ke Madura yakni ke Mbah Cholil untuk berobat. beliau

18
dibawa dengan menggunakan tandu oleh 4 orang, tak ketinggalan pula anak dan
istrinya ikut mengantar.

Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan orang Madura yang dibopong


karena sakit (kakinya kerobohan pohon). Lalu mereka sepakat pergi bersama-
sama berobat ke Mbah Cholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk
jalan. Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Cholil, muncullah
Mbah Cholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata: "Mana
orang itu?!! Biar saya bacok sekalian."

Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung lari tanpa
beliau sadari sedang sakit. Karena Mbah Cholil terus mencari dan membentak-
bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh. Setelah Mbah Cholil
wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau.

d. Kisah Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk


Pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap
timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu
terus-menerus, akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi. Setelah bermusyawarah,
maka diputuskan untuk sowan ke Mbah Cholil. Sesampainya di rumah Mbah
Cholil, sebagaimana biasanya Kyai tersebut sedang mengajarkan kitab Nahwu.
Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula.

“Assalamu’alaikum, Kyai,” Ucap salam para petani serentak.

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,“ Jawab Mbah Cholil.

Melihat banyaknya petani yang datang. Mbah Cholil bertanya: “Sampean ada
keperluan, ya?”

“Benar, Kyai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami
mohon kepada Kyai penangkalnya,” Kata petani dengan nada memohon penuh
harap.

Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kyai kebetulan sampai pada kalimat “qoma
zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta-merta Mbah Cholil berbicara
sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.

19
“Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja
pakai sebagai penangkal,” Seru Kyai dengan tegas dan mantap.

“Sudah, Pak Kyai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya.

“Ya sudah,” Jawab Mbah Cholil menandaskan.

Mereka puas mendapatkan penangkal dari Mbah Cholil. Para petani pulang ke
rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari
Mbah Cholil.

Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-
masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya.
Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal
lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat
ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa
duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sia-sia. Semua maling
tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama
semakin banyak.

Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani
untuk sowan ke Mbah Cholil lagi. Tiba di kediaman Mbah Cholil, utusan itu
diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu,
akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan
berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk
pencurian.

Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan
makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Mbah Cholil, mereka menyerahkan
hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu,
berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh
pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun.

e. Kisah Ketinggalan Kapal Laut


Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya
angkutan menuju Mekah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-

20
siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya: “Pak, tolong saya
belikan anggur, saya ingin sekali,” Ucap istrinya dengan memelas.

“Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari
anggur,” Jawab suaminya sambil bergegas ke luar kapal.

Suaminya mencari anggur di sekitar ajungan kapal, nampaknya tidak ditemui


penjual buah anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar untuk
memenuhi keinginan istrinya tercinta. Dan meski agak lama, toh akhirnya anggur
itu didapat juga. Betapa gembiranya sang suami mendapatkan buah anggur itu.
Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal untuk menemui isterinya.
Namun betapa terkejutnya setelah sampai ke ajungan, kapal yang akan
ditumpangi semakin lama semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini.
beliau duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat.

Di saat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang


menghampirinya. Dia memberikan nasihat: “Datanglah kamu kepada Mbah Cholil
Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu!” Ucapnya dengan
tenang.

“Mbah Cholil?” Pikirnya. “Siapa dia, kenapa harus ke sana, bisakah dia menolong
ketinggalan saya dari kapal?” Begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya.

“Segeralah ke Mbah Cholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang
kamu alami, insya Allah,” Lanjut orang itu menutup pembicaraan.

Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan.
Setibanya di kediaman Mbah Cholil, langsung disambut dan ditanya: “Ada
keperluan apa?”

Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga
datang ke Mbah Cholil. Tiba-tiba Kyai itu berkata: “Lho, ini bukan urusan saya,
ini urusan pegawai pelabuhan. Sana pergi!”

Lalu suami itu kembali dengan tangan hampa. Sesampainya di pelabuhan sang
suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Mbah Cholil,
lalu bertanya: ”Bagaimana, sudah bertemu Mbah Cholil?”

“Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan,” Katanya dengan nada putus asa.

21
“Kembali lagi, temui Mbah Cholil!” Ucap orang yang menasehati dengan tegas
tanpa ragu.

Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Mbah Cholil. Begitu
dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ketiga kalinya, Mbah Cholil
berucap: “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu
sampeyan.”

“Terima kasih Kyai,” Kata sang suami melihat secercah harapan.

“Tapi ada syaratnya,” Ucap Mbah Cholil.

“Saya akan penuhi semua syaratnya,” Jawab orang itu dengan sungguh-sungguh.

Lalu Mbah Cholil berpesan: “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan
jangan sampai diceritakan kepada orang lain, kecuali saya sudah meninggal.
Apakah sampeyan sanggup?” Seraya menatap tajam.

“Sanggup Kyai,“ Jawabnya spontan.

“Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata
Mbah Cholil.

Lalu sang suami melaksanakan perintah Mbah Cholil dengan patuh. Setelah
beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya
sudah berada di atas kapal tadi yang sedang berjalan. Takjub heran bercampur jadi
satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok matanya,
dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di
atas kapal. Segera beliau temui istrinya di salah satu ruang kapal.

“Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali,” Dengan senyum penuh arti
seakan tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal.

Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang
baru kali ini dialami selama hidupnya. Terbayang wajah Mbah Cholil. Dia baru
menyadarinya bahwa beberapa saat yang lalu, sebenarnya dia baru saja
berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa.

22
I. Sejarah pondok pesantren darul ulum paterongan

Pondok Pesantren Darul 'Ulum didirikan oleh Kyai Haji Tamim


Irsyad dibantu Kyai Haji

Cholil sebagai mitra kerja dan sekaligus menantunya pada tahun 1885 M. Pondok
Pesantren ini didirikan bermula dari kedatangan Kyai Haji Tamim
Irsyad dari Bangkalan, Madura ke Desa Rejoso. Dia adalah murid Kyai Haji
Cholil Bangkalan. Ketika Dia datang ke Jombang atas perintah dan amanat
gurunya KH. Kholil Bangkalan untuk mengamalkan ilmunya di masyarakat. Saat
dia datang ke Peterongan, masih berupa hutan angker dan penduduknya banyak
malakukan perbuatan jahiliyah. KH. Tamim harus berjuang dengan ilmu syari'at,
thariqoh dan kanuragan agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat
setempat. awal mula dia mengajar di desa Pajaran. Lalu ditemukanlah
Desa Rejoso, tempat secara naluriah Keagamaan KH. Tamim yang amat
representatif sebagai lahan perjuangan menegakkan Islam. Dia dibantu oleh murid
KH. Kholil Bangkalan lain yang bernama KH.

Djuraimi yang selanjutnya berganti nama menjadi KH. Cholil. KH. Tamim
Irsyad mengajarkan Al Qur’an dan Fiqih sedangkan KH. Cholil mengajarkan ilmu
Tauhid dan Tasawuf. KH. Cholil dinikahkan dengan putri KH Tamim Irsyad yaitu
Nyai Fatimah. Pada periode ini siswa yang ada sekitar 200 orang, dari Jombang
Mojokerto, Surabaya dan Madura, beberapa orang dari Jawa Tengah. KH. Cholil
sempat Jadzab sepeninggal teman sekaligus mertuanya KH. Tamim Irsyad (1930)
dia harus mengasuh pondok sendirian. Demi pengembangan dan kaderisasi, tiga
orang kader diutus belajar di Makkah yaitu KH. Romly Tamim, KH. Dahlan
Cholil dan KH. Ma’sum Cholil.

Periode Pertengahan (1937-1958 M)

1. Thareqat Qodhiriyah Wan Naqsabandiyah (TQN)


2. Huffadz (Penghafal) Al-Qur'an

Periode Baru fase Pertama (1958-1985 M)

 Bidang Struktur Organisasi

23
1. Dewan Kyai :
2. Dewan Guru :
3. Dewan Harian :
4. Dewan Keuangan :

 Bidang Pendidikan

a. Dibukanya Universitas Darul 'Ulum pada tahun 1965.

 Bidang Sarana Fisik

1. Pada 1954, dibuka Madrasah Mu'alimat Atas (sederajat SMA).


2. Pada 1960, Ikappdar (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Darul 'Ulum)
dibentuk.
3. Pada 1965, mempunyai tanah milik di Jombang, sebagai lokasi
berdirinya Universitas Darul 'Ulum.
4. Tahun 1959-1982, telah disempurnakan fasilitas belajar, ibadah, maupun
asrama tempat tinggal para santri.

Periode Baru fase Kedua (1985-1993 M)

 Perkembangan Kelembagaan

1. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso).


2. Lembaga Universitas Darul 'Ulum.
3. Lembaga Thareqat Qodiriyah Wan Naqsabandiyah (TQN).

 Bidang Pendidikan

1. Pada 1988, dibuka program Komputer.


2. Pada 1989, dibuka SMEA Darul 'Ulum.
3. Pada 1991, dibuka Akademi Perawatan Darul 'Ulum.
4. Pada 1992, dibuka STM Darul 'Ulum.

 Bidang Fisik Bangunan

24
1. Pada 1986, dibangun gedung perkuliahan Fakultas Hukum dan Teknik
di Jombang, & gedung SMA Darul 'Ulum 1 & Asrama Ibnu Siena.
2. Pada 1987, dibangun gedung Fakultas Tarbiyah di Jl. Rejoso, Peterongan,
& SMA Putri bersama dengan Asrama Raden Rahmat.
3. Pada 1989, dibangun gedung MAN Rejoso & MTsN
Rejoso bersamaan Asrama Bani Tamim & Asrama Al-Ghozali.
4. Pada 1990, dibangun gedung Pertemuan Universitas Darul 'Ulum dengan
kapasitas 2000 orang.
5. Pada 1992, dibangun gedung Akademi Perawatan Darul 'Ulum.

 Bidang Kepemimpinan

1. Pertama : Nyai Hj. Fatimah, istri KH. Cholil.


2. Kedua : KH. Romly Tamim
3. Ketiga : KH. Umar Tamim

II. Tujuan dari Pondok Pesantren Darul Ulum adalah sebagai berikut :
a. Membentuk kader muslim yang sejati. aktif dalam menjalankan
ajaran islam dan konsekuen terhadap kesaksiannya.
b. Menempatkan ilmu pengetahuan sebagai penegak agama dan
negara. Seperti semboyan Pondok Pesantren Darul Ulum,
maksudnya : Orang - orang yang mempunyai Ilmu pengetahuan
selalu dalam sikapnya.
c. Membentuk manusia - manusia yang akrab dan selalu mencintai
Allah SWT. Lewat kesadaran bahwa hanya petunjuknya yang akan
sanggup menciptakan kebaikan seperti sabda Rasulillah
SAW :maksudnya barang siapa bertambah ilmunya dan tidak
bertambah petunjuk allah SWT, maka akan menjauhkan dari
kedamaian.
III. Struktur Organisasi

Majelis Pimpinan Pondok Pesantren (MPP) adalah Lembaga Tertinggi di


lingkungan Pondok Pesantren Darul Ulum (Rejoso). Lembaga ini memiliki
kewenangan :

25
Pertama, Menentukan kebijaksanaan umum dan mendasar arah pengajian,
pengajaran dan pendidikan di Darul Ulum. Kedua, Menentukan Kebijaksanaan
penggalian dana dan pengelolaan dana diseluruh Unit Asrama, Madrasah serta
Sekolah. Anggota MPP terdiri atas delapan orang yang berasal dari Perwakilan
Dzurriyyat Pendiri Pondok Pesantren di mana KH. Tamim Irsyad sebagai pendiri
memiliki tiga keturunan, yaitu:

Ny. Hj. Fatimah menikah dengan KH. Cholil Aljuraimi

KH. Romly menikah dengan :

 Ny. Azzah binti Hasyim Asy'ari


 Ny. Maisaroh
 Ny. Khodijah

KH. Umar menikah dengan Hj. Muzamzamah

Saat ini, Anggota MPP terdiri dari: Bani Cholil diwakili oleh: - Drs. KH. Cholil
Dahlan - Drs. H. Hamid Bisri, SE. MSi

Bani Romly diwakili oleh: - KH. Tamim Romly, SH. M.Si - Rohmatul Akbar, ST
- Dr. H. M. Afifuddin Dimyathi, MA.

Bani Umar diwakili oleh: - Drs. H. M. Za'imuddin Wijaya As'ad, MS - Drs. H. M.


Iqbal Hasyim - dr. H. M. Zulfikar As'ad, MMR.

Riwayat Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum (Rejoso):

1. KH. Tamim Irsyad

2. KH. Cholil

3. KH. Romly Tamim

4. KH. Dahlan Cholil

5. KH. Ma'soem Cholil

6. KH. Bisri Cholil

7. KH. Umar Tamim

8. Ahmad Baidawi Cholil

26
9. KH. Sufyan Cholil

10. Dr. KH. Musta'in Romly

11. KH. Hasyim Umar

12. KH. Drs. Sonhaji Romly

13. KH. Rifa'i Romly

14. KH. Hanan Ma'soem

15. KH. Muh As'ad Umar

16. KH. Dimyathi Romly

17. KH. Dahlan Bisri

IV. Sistem Pendidikan pondok pesantren darul ulum

Seiring dengan perjalanan waktu, santri yang berdatangan menimba ilmu


semakin banyak dan beragam. Kenyataan tersebut telah mendorong Pondok
Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso) beberapa kali telah melakukan perubahan
kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-
pesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal yang digunakan
adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning
di hadapan guru), serta metode weton atau bandongan atau halqah (kyai
membaca kitab dan santri memberi makna).

V. Unit Pendikan Formal pondok pesantren darul ulum

Pondok Pesantren Darul Ulum (Rejoso) adalah pesantren yang memiliki


unit pendidikan terlengkap di Indonesia. Dari Jenjang Madrasah
Ibtidaiyah/Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

Berikut daftar unit pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Darul Ulum
(Rejoso):
1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Rejoso
2. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Plus Darul Ulum
3. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Rejoso di Pondok Pesantren Darul

27
Ulum (Rejoso)
4. SMP Darul Ulum 1 Unggulan
5. SMP Negeri 3 Peterongan di Pondok Pesantren Darul Ulum (Rejoso)
6. SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPPT
7. SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT (Sekolah Berstandar Internasional)
8. SMA Darul Ulum 3 Bilingual
9. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Rejoso di Pondok Pesantren Darul Ulum
(Rejoso)
10. Madrasah Aliyah (MA) Unggulan Darul Ulum
11. SMK Darul Ulum 1 (Teknik Mesin, Teknik Sipil)

12. SMK Darul Ulum 2 (Administrasi)

13. SMK Telkom Darul Ulum, Teknik Komputer dan Jaringan, Multimedia,
Rekayasa Perangkat Lunak)
14. Universitas Darul Ulum (UNDAR) di Kota Jombang
15. Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (UNIPDU) di Komplek Pondok
Pesantren Darul Ulum (Rejoso)

28
BAB III

PENUTUP

I. KESIMPULAN

A. syekhona kholil

Sesungguhnya pendidikan yang kita laksanakan sekarang ini tidaklah


terlepas dari usaha-usaha para tokoh pendidikan yang dahulu telah merintisnya
dengan perjuangan yang sangat berat dan tidak mengenal lelah. Oleh karena itu
bila kita berbicara tentang pendidikan yang kini berlangsung tidaklah arif bila
tidak membicarakan sosok dan tokoh pendidikan tersebut, dengan hanya
menerima jerih payah dan karya mereka.
Dari semua uraian di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan itu
sangatlah penting terutama yang pendidikan Islam. Yang mana pendidikan Islam
ini sangatlah dianjurkan bahkan diwajibkan bagi tiap-tiap muslim.
Dalam perkembangannya di seluruh dunia banyaklah terdapat tokoh-tokoh yang
terkemuka dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam. Semua
mempunyai pemikiran-pemikiran tersendiri, namun semuanya itu tetaplah
mengarah dan mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits.
B. pondok pesantren darul ulum paterongan

Pesantren yang dirintis pertama kali oleh KH. Tamim Irsyad pada
tahun 1885 ini dengan upaya serta kerja keras sehingga terwujudlah salah satu
lembaga pendidikan islam yaitu Pondok Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso) yang sec
ara bahasa Darul berarti Gudang sedangkan 'Ulum, jamak dari ilmu yang berarti
ilmu-ilmu, sehingga secara garis besar Darul 'Ulum memiliki arti “Gudangnya
Ilmu-ilmu”, yang filosofinya tampak jelas dalam nama pondok pesantren tersebut.
Sehingga, sampai detik ini Pondok Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso) masih
dipercaya untuk mengayomi para santri dari penjuru Nusantara kurang lebih
sekitar 5000 santri yang menimba ilmu di sana.

Sejak berdirinya pondok pesantren Darul Ulum yang merupakan salah satu
wadah pembentukan kaderisasi calon kholifah bangsa telah ditanamkan beberapa

29
kriteria dasar tentang tujuan dan dasar didirikannya. Seringkali para sesepuh
sebelum beliau (KH Tamim Irsyad) menekankan hal tersebut secara eksplisit dan
memberikan estafet tonggak kepemimpinannya pondok pesantren Darul Ulum
pada generasi penerusnya .

II. SARAN

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui
kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat
menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam
pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu
penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan.
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.

30
DAFTAR PUSTAKA

 Guru ulama Jawa, Madura oleh Wan Mohd. Shaghir Abdullah


 Sya’roni As-Samfuriy, Indramayu 7 Rabi’ul Awwal 1434
 Manakib KH Cholil Bangkalan
 Dari beberapa website lainnya.
 WWW.GOOGLE.COM
 Wiki Aswaja Ensiklopedia NU
 Profil Pondok Pesantren Darul 'Ulum, Situs SSO-SMADU2

31

Anda mungkin juga menyukai