Anda di halaman 1dari 4

ABDUL HALIM

Diperingatinya Hari pahlawan pada 10 november menjadikannya sebagai momentum untuk kembali
mengenang jasa pahlawanpejuang kemerdekaan di masa lalu. Mengingat terdapatnya darah serta
cucuran keringat yang harus dikerahkan untuk mewujudkan kedaulatan negara.

Salah satu tokoh yang cukup berperan dalam hal tersebut adalah Abdul Halim atau K.H. Abdul Halim. Ia
merupakan seorang tokoh kemerdekaan sekaligus ulama dari Kabupaten Majalengka yang lahir di
Ciborelang pada 26 Juni 1887 dan wafat pada 7 Mei 1962 serta menjadi pencetus pendidikan bagi
wilayah tersebut.

2 dari 6 halaman

Berkelana dari Ilmu Timur ke Ilmu Barat

tokoh pahlawan majalengka abdul halim


Mengutip dari sejarah-tni.mil.id, Abdul Halim memang sudah mulai dekat dengan ilmu keagamaan sejak
usianya masih balita. Mengingat ia lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren serta sang ayah yang juga
merupakan penghulu tersohor di kawasan Jatiwangi, Majalengka, membuat dirinya kerap mendapatkan
berbagai pelajaran keagamaan yang cukup dalam.

Hingga di usia 10 tahun dirinya pun terus mendalami berbagai macam ilmu termasuk ilmu kemanusiaan
sebagai bekalnya untuk mengembangkan pendidikan kelak. Saat berusia 10 tahun, Abdul Halim pun
semakin sering mendalami Al-Qur'an dan Hadist hingga mengantarkannya mendalami agama Islam
bersama KH Anwar yang merupakan ulama terkenal saat itu.

Selain itu ia juga turut belajar dengan berkeliling dari satu pesantren hingga ke pesantren lainnya, baik
yang berada di Majalengka hingga ke Pekalongan, Jawa Tengah. Bahkan Halim juga getol mendalami
bahasa Belanda dan latin kepada Van Hoeven yang merupakan seorang pendeta dan misionaris di
Cideres, Majalengka.

BACA JUGA:

Pentingnya Hidrasi bagi Tubuh, Bantu Jaga Kesehatan Sendi dan Ginjal

Penjual Cilung di Bogor Ajarkan Bahasa Inggris Gratis untuk Anak-Anak, Keren

Kemudian setelah dirasa cukup, Halim masih melanjutkan petualangan bergurunya kepada Syeikh
Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah yang merupakan ulama Indonesia yang menjadi Imam Besar
Masjidil Haram pada saat itu.

Advertisement

3 dari 6 halaman

Mencetak Generasi Muda Islam di Majalengka

Di tahun 1911, ia terus berupaya membangun generasi muda di Majalengka agar memiliki pemikiran
yang maju untuk melawan penjajah Belanda yang semakin semena-mena. Ia mendirikan sebuah
lembaga pendidikan bernama Majelis Ilmi di Majalengka.
Hal unik dari beliau, ia sama sekali tidak pernah disekolahkan oleh kedua orang tuanya di sekolah-formal
(sekolah Belanda pasa saat itu). Dengan alasan sekolah tersebut tidak mengajarkan agama Islam.

Selain mendirikan lembaga pendidikan Islam, ia juga mendirikan organisasi pemuda Islam
bernamaHayatul Qulub untuk membentuk remaja yang cinta majelis ilmu.

Di tengah kebijakan ekonomi yang berat sebelah dari Pemerintah Hindia Belanda membuat Hayatul
Qulub diterpa isu miring. Pemerintah Belanda menuding organisasi tersebut menjadi dalang kerusuhan
dan pembakaran dari toko-toko milik pedagang Tionghoa.

Sejak itu pun Belanda menginstruksikan untuk menutup segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
Islam dan Ekonomi tersebut.

Namun semangatnya dalam membangun Majalengka lewat Islamisasi modern terus digerakkan.
Kemudian ia kembali membuat pendidikan baru yang ia beri nama Jam’iyah al-I’anat al-Muta’alimin atau
Perkumpulan Pertolongan untuk Pelajar.

BACA JUGA:

Kisah Perajin Bordir Tasikmalaya, Dulu Berjaya Kini Terkendala Mahalnya Bahan Baku

10 Makanan Unik di Jakarta yang Populer, Jangan Sampai Dilewatkan

Mendengar semangatnya membangun pendidikan di Kabupaten Majalengka, membuat Ketua Syarekat


Islam HOS Tjokroaminoto memberi dukungan terhadap lembaga pendidikan itu. Hingga kemudian terus
berkembang dan berubah nama menjadi Persjarikatan Oelama atau Perserikatan Ulama.

6 dari 6 halaman

Mendirikan Sekolah Keterampilan dan Bakat

Selanjutnya ia pun kembali mendirikan sekolah yang dianggap berbeda di zamannya bernama Santi
Asromo di tahun 1932.
Salah satu keunikan sekolah tersebut adalah terdapatnya kurikulum praktik pertanian, pertukangan,
hingga kerajinan tangan untuk melihat dan mengembangkan minat dan bakat remaja Majalengka yang
mengenyam pendidikan.

Saat tentara Jepang mulai masuk ke Indonesia di tahun 1942, beragam organisasi politik dan keagamaan
pun dibekukan, termasuk Peserikatan Oelama yang ia bentuk bersama ke dua sahabatnya.

Tak sampai di situ, ia pun terus membuktikan dengan kembali mengajukan pendirian organisasi dan
pada tahun 1944 usahanya berhasil. Tetapi namanya diganti menjadi Perikatan Oemat Islam (POI).

Delapan tahun kemudian, organisasi POI mengadakan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia
(PUII) yang didirikan oleh K.H. Ahmad Sanusi sehingga membuat POI harus dirubah namanya menjadi
PUI atau Persatuan Umat Islam dan Abdul Halim pun diangkat sebagai ketua pertamanya.

Saat masa Agresi Militer Belanda, ia turut berperan aktif dalam membantu pendistribusian logistik
kepada para pejuang Indonesia. Selain itu juga sebelumnya terlibat sebagai anggota dari BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Dari kegigihannya itu, Residen Cirebon saat itu berupaya mengangkat sosok Abdul Halim sebagai Bupati
Kabupaten Majalengka.

Hingga saat ini salah satu warisan beliau yang masih bertahan adalah PUI, serta beberapa Pondok
Pesantren yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai