Anda di halaman 1dari 31

SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PADA PERIODE MEKKAH DAN

MADINAH

A. Dakwah Rasulullah SAW pada Periode Mekah


Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab
Jahiliyah, atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama,
umumnya masyarakatArab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid,
yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam a.s. Mereka umumnya
beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu
mereka letakkan di Kabah ( Baitullah ). Di antara berhala-berhala yang termahsyur
bernama: Maabi, Hubai, Khuzaah, Lata, Uzzadan Manar. Selain itu ada pula sebagian
masyarakat Arab Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum
Sabiin.

1. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul


Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah swt., terjadi
pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang
bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira
terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah. Muhamad
diangkat Allah swt., sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya
Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Quran
Surah Al-Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Quran pertama tersebut, dalam
sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Quran. Menurut sebagian ulama, setelah
turun wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-Mudassir: 1-7,
yang berisi perintah Allah swt., agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan
ajaran Islam kepada umat manusia. Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad saw.,
berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun (610-622 M), secara
berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Quran
sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada
periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
2. Ajaran Islam Periode Mekah
Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah saw., di awal
kenabiannya adalah sebagai berikut :
a. Keesaan Allah swt
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan

1
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah
menjelaskan sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah saw.,
yakni :
Kaum kafir Quraisy terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran
persamaan hak dan kedudukan antarasemua orang. Mereka mempertahankan
tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin
mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah saw., (Islam)
melarangnya.
Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan
sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa
ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
Kaum kafir Quraisy menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat
meninggalkan agama dan tradisi hidupnya bermasyarakat warisan leluhur
mereka.
Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah
Rasulullah saw., karena Islam melarang menyembah berhala.

Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah


Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain :
Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-
Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum
kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan. Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada
Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu
saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat
Islam menganut agama kaum kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap
berhala. Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, Nabi Muhammad saw.,
menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk di dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang
wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu
memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada
tahun (615 M). Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena
menduga keadaan di Mekah sudah normal, dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir
Quraisy, yaitu Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu

2
Jahal labih kejam. Akhirnya, Rasulullah saw., menyuruh sahabatnya kembali ke
Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Jafar bin Abu Thalib. Pada tahun
ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah saw., dan pelindungnya
wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad saw. juga telah wafat. Dalam sejarah
Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut amul huzni (tahun duka cita).
Pada abad ke-5 sejarah dakwah Rasulullah saw. Di Mekah, bangsa Quraisy dengan segala
upaya berusaha melumpuhkan gerakan Muhammad saw. Hal ini dibuktikan dengan
pemblokiran terhadap Bani Hasyiim dan Bani Muthalib (keluarga besar Muhammad
saw.) beberapa pemblokiran tersebut antara lain :
a. Memutuskan hubungan perkawinan.
b. Memutuskan hubungan jual beli.
c. Memutuskan hubungan ziarah-menziarahi.
d. Tidak ada tolong menolong.
Pemblokiran itu tertulis di atas selembar sahitah atau plakat yang digantungkan di Kabah
dan tidak akan dicabut sebelum Muhammad saw. menghentikan gerakannya. Selama tiga
tahun lamanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib menderita kemiskinan akibat
pemblokiran. Banyak pengikut Rasulullah yang menyingkir ke luar kota Mekah untuk
mempertahankan hidup untuk menyelamatkan diri. Ujian bagi Rasulullah saw. Juga
bertambah berat dengan wafatnya dua orang yang sangat dicintainya, yaitu pamannya,
Abu Thalib dalam usia 87 tahun dan istrinya, yaitu Khadijah. Peristiwa tersebut yang
terjadi pada tahun ke-10 dari masa kenabian (620 M) dalam sejarah disebut Amul Huzni
(tahun kesedihan atau tahun duka cita). Dengan meninggalnya dua tokoh tersebut orang
Quraisy makin berani dan leluasa mengganggu dan menghalangi Rasulullah SAW.
Mereka berani melempar kotoran ke punggung Nabi, bahkan Beliau hampir meninggal
karena ada orang yang hendak mencekiknya. NabiMuhammad SAW. Merasakan bahwa
dakwah di Mekah tidak lagi sesuai sebagai pusat dakwah Islam. Oleh karena itu, Beliau
bersama Zaid bin Haritsah pergi hijrah ke Thaif untuk berdakwah. Ajaran Rasulullah itu
ditolak dengan kasar. Bahkan mereka pun mengusir, menyoraki dan mengejar Rasulullah
sambil di lempari dengan batu. Saat itu Rasulullah SAW Sempat berlindung di bawah
kebun anggur di kebun Utba dan Syaiba (anak Rabia). Meski demikian terluka,
Rasulullah SAW. Tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Kesulitan dan hambatan
yang terus-menerus menimpa Muhammad SAW. Dan pengikutnya dihadapi dengan sabar
dan tawakal. Saat mengahadapi ujian yang berat dan tingkat perjuangan sudah berada
pada puncaknya, Rasulullah SAW. di perintahkan oleh Allah SWT untuk menjalani Isra
dan Miraj dari Mekah menuju ke Baitul Maqdis di Palestina, dan selanjutnya naik ke

3
langit hingga ke Sidratul Muntaha (QS Al-Isra/17:1). Kejadian Isra dan Miraj terjadi
pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M) di tempuh dalam
waktu satu malam.Hikmah Allah Swt. Dari peristiwa isra dan miraj antar lain sebagai
berikut.
1. Karunia dan keistimewaan tersendiri bagi Nabi Muhammad SAW. Yang tidak pernah
diberikan Allah SWT. Kepada manusia dan nabi-nabi sebelumnya.
2. Memberikan penambahan kekuatan iman keyakinan Beliau sebagai rasul untuk terus
menyerukan agama Allah SWT kepada seluruh umat manusia.
3. Menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri sejauh mana mereka beriman dan percaya
kepada kejadian yang menakjubkan itu yang hanya ditempuh dalam waktu semalam.
Peristiwa ini dijadikan olok-olok oleh kaum Quraisy dan menuduh Nabi Muhammad
SAW. Sudah gila. Meski demikian, ada orang yang beriman atau percaya terhadap
kejadian ini,yaitu Abu Bakar sehingga nama Beliau ditambahkan dengan gelar As Sidik
3.Akhir Periode Dakwah Rasulullah Di Kota Mekah
Dengan berpindahnya Nabi saw dari Mekkah maka berakhirlah periode pertama
perjalanan dakwah beliau di kota Mekkah. Lebih kurang 13 tahun lamanya, Beliau
berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama Islam di tengah masyarakat Mekkah
dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan raga.Sebelum memasuki Yatsrib, Nabi saw
singgah di Quba selama 4 hari beristirahat, Nabi mendirikan sebuah masjid quba dan
masjid pertama dalam sejarah Islam. Tepat pada hari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1Hijrah
bertepatan pada 24 September 6 M. Mereka mendapat sambutan penuh haru, hormat, dan
kerinduan diiringi puji-pujian dari seluruh masyarakat Madinah. Nabi saw mengadakan
shalat Jumat yang pertama kali dalam sejarah Islam dan Beliaupun berkhotbah di hadapan
muslimin Muhajirin dan Anshar
B. Dakwah Rasulullah SAW pada periode madinah
Pada tahun ke-13 (sesudah Nabi Muhammad diutus,) 73 orang penduduk Madinah
berkunjung ke Makkah untuk mengunjungi Nabi dan meminta beliau agar pindah ke
Madinah. Melihat kondisi Masyarakat di Mekkah yang memandang Rasulullah sebagai
buruan akhirnya nabi memandang bahwa kota Makkah tidak dapat dijadikan lagi pusat
dakwah. Karena itu, Nabi pernah mengunjungi beberapa negeri seperti Thaif, untuk
dijadikan sebagai tempat pusat dakwah, namun ternyata tidak bisa, karena penduduk
Thaif juga memusuhi Nabi. Oleh karena itu, Nabi memilih kota Madinah ( Yastrib )
sebagai tempat hijrah kaum Muslimin.
1. Faktor faktor Nabi memilih kota Madinah sebagai tempat hijrah kaum muslimin.
1. Madinah adalah tempat yang paling dekat dengan Makkah.

4
2. Sebelum jadi Nabi, Muhammad telah mempunyai hubungan yang baik dengan
penduduk madinah karena kakek nabi, Abdul Mutholib, mempunyai istri orang Madinah.
3. Penduduk Madinah sudah dikenal Nabi bahwa mereka memiiki sifat yang lemah
lembut.
4. Nabi Muhammad SAW mempunyai kerabat di madinah yaitu bani Nadjar.
5. Bagi diri Nabi sendiri, hijrah ke Madinah karena perintah Allh SWT.
2. Dakwah Rasulullah Periode Madinah
a. Penduduk kota Madinah terb\diri dari 2 golongan yang berbeda jauh, yaitu:
1. Golongan Arab yang berasal dari selatan yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj
2. Golongan yahudi, yaitu orang-orang Israel yang berasal dari utara (Palestina)
Dengan hijrahnya kaum muslimin, terbukalah kesempatan bagi Nabi saw untuk mengatur
strategi membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman musuh baik dari luar
maupun dari dalam.
3. Hikmah Sejarah Dakwah Rasululah saw Periode Madinah
Hikmah sejarah dakwah Rasulullah saw antara lain:
1. Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum
Anshardapat memberikan rasa aman dan tentram.
2. Persatuan dan saling menghormati antar agama.
3. Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya
dan miskin.
4. Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt
memahami dan menyadari bahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt
dan antara manusia dengan manusia.
5. Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia
maupun di akhirat.
6. Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam.
7. Terciptanya hubungan yang kondusif
C. Strategi Dakwah Rasulullah SAW pada periode Makkah dan Madinah
a. Strategi Dakwah Rasulullah SAW Pada Periode Mekah
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama,moral dan hukum, sehingga menjadi
umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang
disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.. Strategi
dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai
berikut:

5
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3 - 4 Tahun
Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk
masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan
kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan
dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah
SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah
SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW
), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh
Rasulullah SAW pada waktu kecil).Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam
sehingga ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka
adalah:

Abdul Amar dari Bani Zuhrah

Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris

Utsman bin Affan

Zubair bin Awam

Saad bin Abu Waqqas

Thalhah bin Ubaidillah.

Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang
namanya sudah disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam
generasi awal).
2. Dakwah secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah
turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara
terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Quran Surah 26: ayat: 214-216. Tahap-
tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antaralain sebaga berikut:
1.Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan
makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama
Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi
merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Jafar binAbu Thalib, dan Zaid bin
Haritsah.
2.Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah,terutama yang berada dan
bertempat tinggal di sekitar Kabah untuk berkumpul di Bukit Shafa.

6
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam
dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah binAbdul Muthalib (paman Nabi SAW)
dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari
kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).Rasulullah SAW menyampaikan
seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa
penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain:

Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.

Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.

Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah).Gelombang pertama

tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus danKhazraj sebanyak 6 orang. Gelombang
kedua tahun 621 M, sebanyak 13orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya
lebih banyak lagi.Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini,
terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan
Baiatul Aqabah.
Isi Baiatul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka
akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada
Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
b. Strategi Dakwah Rasulullah saw Periode Mainah antara lain:
1. Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin
dengan kaum Anshar.
2. Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam.
3. Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan social untk masyarakat IslamDengan
diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat
mewujudkan nagari Baldtun Thiyibatun Warabbun Ghafur dan Madinah disebut
Madinatul Munawwarah

BAB II
KEPEMIMPINAN UMAT ISLAM PASCA RASULULLAH WAFAT

A. Kondisi Masyarakat Sepeninggal Rasulullah Saw

7
Dalam catatan sejarah Islam diketahui bahwa Muhammad Saw, selain sebagai rasulullah,
juga sebagai pemimpin pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Setelah beliau wafat,
fungsinya sebagai rasul tidak dapat digantikan atau dialihkan kepada orang lain. Karena
fungsi rasul merupakan hak prerogratif Allah, bukan wilayah kekuasaan manusia. Akan
tetapi, sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat, posisi tersebut harus ada
yang menggantikan. Oleh karena itu, pascawafatnya rasulullah Saw, terjadi kebingungan
di kalangan masyarakat muslim ketika itu. Bahkan ada di antara mereka yang tidak
percaya kalau Muhammad sebagai seorang Nabi utusan Allah, juga bisa wafat. Melihat
gejala seperti ini, Abu Bakar mendatangi kelompok tersebut dan langsung berpidato.
Dalam pidatonya ia mengatakan Wahai manusia, siapa yang memuja Muhamad,
sesungguhnya Muhammad telah wafat, tetapi siapa yang memuja Allah, Allah hidup
selama-lamanya, tidak akan pernah mati. Untuk memerkuat pidatonya itu, Abu Baar
mengutip ayat al-Quran surat li Imrn ayat 144.
Artinya;
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang
yang bersyukur.
Selain itu, dalam situasi seperti ini, muncul beberapa kelompok masyarakat muslim
Madinah yang tengah bermusyawarah guna menentukan siapa pengganti Muhammad
Saw sebagai pemimpin pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Mereka, kaum Anshar
tengah mendiskusikan siapa yang akan menggantkan posisi politik dan kepemimpinan
Muhammad Saw. Mereka mencalonkan kandidatnya, bernama Saad bin Ubadah.
Sementara dari Muhajirin Umar mencalonkan Abu Bakar.
Hasil dari perdebatan tersebut, muncullah Ab Bakar as-Shiddeq sebagai pemimpin umat
Islam. Kemudian dilanjutkan oleh sahabat Umar bin al-Khattb, Usmn bin Affn dan
Al bin Ab Thlib. Kepemimpinan para sahabat yang empat ini dikenal dalam sejarah
Islam dengan sebutan al-Khulafa al-Rasyidun, yakni para pemimpin peng-ganti yang
mendapat petunjuk dari Allah SWT.
B. Pengertian Khulafaur Rasyidin
Kata Khulafaur rasyidin berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata khulafa dan ar-rasyidin
Kata khulafa adalah bentuk jamak dari kata khalifah Kata khulafa berarti banyak
khalifah, sedangkan kata khalifah menurut bahasa pemimpin atau pengganti, maksudnya
adalah orang yang berada di belakang seseorang. Kata ar-rasyidin adalah bentuk jamak

8
dari kata ar-rasyid. Kata ar rasyidin berarti orang yang mendapat petunjuk (hidayah),
sedangkan kata ar-rasyid menurut bahasa berarti orang yang benar, lurus atau pintar, serta
arif dan bijaksana.
Jadi pengertian khulafaur rasyidin adalah orang-orang yang ditunjuk sebagai pengganti
atau pemimpin yang benar, lurus atau pintar, serta memperoleh petunjuk (hidayah), dan
arif lagi bijaksana.
Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara
diemban oleh sahabatnya secara berturut-turut. Termasuk penggantinya inilah yang
dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. Secara kebahasaan, Khulafaur Rasyidin
berarti para khalifah yang mendapat petunjuk. Keempatnya adalah Abu Bakar
(memerintah 632-634 M), Umar bin Khattab (memerintah 634-644 M), Usman bin Affan
(memerintah 644-656 M), dan Ali bin Abi Thalib (memerintah 656-661 M).Tidak lama
Khulafaur Rasyidin menjadi penerus nabi. Hanya 31 tahun dimulai dari tahun 632 M dan
berakhir tahun 661 M. namun 31 tahun tersebut sangat menentukan bagi keberadaan
Islam. Masa itu adalah masa konsolidasi dan masa pemantapan dasar-dasar Islam dan
peradabannya. Khulafaur Rasyidin yang berhasil menyelamatkan akidah Islam dari
pembangkangan kaum murtad dan nabi palsu. Khulafaur Rasyidin pula yang pertama kali
berhasil membawa Islam keluar dari kungkungan padang pasir Jazirah Arab untuk
menaklukkan Persia, Syam dan Mesir. Sejarah tentu akan lain jika pada saat itu Khulafaur
Rasyidin gagal menunaikan tugasnya.
1. Khalifah Pertama: Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/ 632-634 M)
a. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ketika nabi Muhammad wafat, nabi tidak berwasiat apapun tentang siapa yang akan
menjadi khalifah pengganti nabi. Persoalan yang besar ini beliau serahkan kepada
musyawarah umat Islam. Setelah nabi wafat, golongan Anshor bermusyawarah dibalai
Bani Saidah dipimpin oleh Saad bin Ubadah berpendapat bahwa kepemimpinan umat
Islam sepatutnya dipegang oleh golongan Anshor, dari golongan Muhajirin
bermusyawarah di masjid Nabawi dipimpin oleh Umar bin Khattab, berpendapat bahwa
yang sepantasnya memimpin umat Islam dari golongan Muhajirin.
Perbedaan tersebut dapat didamaikan dengan ucapan dari Abu Ubaidah yang mengatakan
Hai kaum Anshar, kamu adalah orang yang pertama menolong dan membela, maka
janganlah pula kamu yang pertama merusakkannya. Dengan sadar maka bersatulah
antara golongan Anshar dan golongan Muhajirin dengan mengangkat Abu Bakar sebagai
khalifah secara aklamasi, yang pertama didahului dengan jabatan tangan Umar bin
Khattab yang diikuti oleh sahabat-sahabat yang lain.Keesokan harinya barulah dilakukan

9
baiat umum di Masjid Nabawi . Pidato Abu Bakar setelah dibaiat adalah: Wahai
manusia, saya telah diangkat sebagai Khalifah, padahal saya bukanlah orang yang terbaik
di antara kamu, maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku,
jika saya berbuat salah maka betulkanlah aku.
b. Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar adalah sahabat Nabi SAW yang paling utama. Pengalamannya amat luas dan
jasanya amat besar terhadap agama. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy,
berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan. Jabatannya dikala nabi
masih hidup, selain menjadi saudagar yang kaya, ia adalah ahli nasab dan ahli hukum
yang jujur. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama rasulullah sampai pada hari
wafatnya Rasulullah. Ialah yang diserahi untuk menjadi imam shalat, karenanya umat
Islam memandang ialah yang paling berhak menjadi khalifah daripada yang
lainnya.Selain itu, Abu Bakar adalah orang yang sederhana, jabatannya sebagai khalifah
tidak menyebabkannya hidup bermewah-mewah. Ia tidak mau menyalahgunakan
jabatannya sebagai penguasa untuk memperkaya dirinya sendiri ataupun keluarganya. Ia
meninggal dalam kesederhanaan
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Abu Bakar Ash-Siddiq
Jasa-jasa Abu Bakar adalah:
1). Memberantas nabi-nabi palsu
2). Memerangi orang-orang yang ingkar zakat, yang beranggapan bahwa membayar zakat
hanya kepada nabi Muhammad, setelah nabi wafat tidak ada lagi kewajiban.
3). Memberantas orang-orang murtad, yang belum memahami tentang Islam.
4). Menghimpun Al Quran atas usulan Umar bin Khattab dengan alasan:
a). Banyak penghafal Al Quran yang gugur syahid.
b). Tulisan yang ada di pelepah-pelepah kurma, batu-batu tulang, dikhawatirkan rusak
dan hilang.
c). Untuk menjaga kemurnian Al Quran, penulisan tersebut diserahkan kepada Zaid bin
Tsabit dan disimpan oleh khalifah Abu Bakar.
2. Khalifah Kedua: Umar bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
a. Proses Pengangkatan Umar Bin Khattab
Pada tahun 634 M, ketika pasukan muslim sedang bergerak menaklukkan Syam, Abu
Bakar jatuh sakit. Saat itulah Abu Bakar berfikir untuk menunjuk satu orang sebagai
penggantinya. Pilihannya jatuh pada Umar bin Khattab, pandangannya yang jauh
membuat Abu Bakar yakin bahwa Umar adalah yang tepat untuk menggantikannya.
Meskipun begitu, sebelum menentukan Umar, Abu Bakar meminta penilaian para sahabat

10
besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan dan
Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin Zaid, dan sahabat-sahabatnya dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya mereka menyepakati pilihan Abu Bakar. Dengan
meninggalnya Abu Bakar pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M dalam usia 63
tahun, maka pemerintahan Islam langsung dipegang oleh Umar bin Khattab yang telah
ditunjuk oleh Abu Bakar dan disetujui oleh seluruh umat Islam secara aklamasi dengan
tidak meninggalkan asas demokrasi Islam. Dengan hati yang ikhlas mereka semua ikut
membaiat Umar sebagai Khulafaur Rasyidin II. Maka demikianlah, kaum muslim pada
tahun 634 M(13 H) membaiat Umar sebagai Khalifah.
b. Keutamaan Umar bin Khattab
Umar adalah seorang yang keras dan tegas. Karena ketegasan dan kekerasannya
membedakan yang benar dari yang salah, ia dijuluki dengan Al-Faruq, artinya pembeda
antara yang benar dan yang salah. Bahkan ia pernah menghukum cambuk anaknya sendiri
karena meminum khamr. Bagi Umar, ketegasan pelaksanaan hukum harus dikenakan
tehadap siapapun tanpa pandang bulu. Khalifah Umar juga gampang tersentuh hatinya
melihat kesusahan umatnya. Ia juga seorang pemimpin yang rendah hati, demi
memperhatikan kesejahteraan umatnya, Umar tidak segan-segan meninjau langsung
kondisi kesejahteraan umat. Itulah kebijaksanaan Umar saat menjabat sebagai khalifah.
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Umar bin Khattab
1) Umar bin Khattab membagi daerah Islam menjadi beberapa wilayah atau propinsi
yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur:
Propinsi Kufah dipimpin Saad bin Abi Waqosh.
Propinsi Basrah dipimpin Utbah bin Khazwan.
Propinsi Fustat (Mesir) dipimpin Amru bin Ash.
2) Membentuk dewan-dewan.
3) Menetapkan tahun Hijriyah sebagai tahun baru Islam.
4) Membangun dan memperindah masjid-masjid seperti: Masjidil Haram, Masjid
Nabawi, Masjid Amru bin Ash di Mesir.

3. Khalifah Ketiga: Usman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)


a. Proses Pengangkatan Usman bin Affan Sebagai Khalifah
Ketika Umar merasakan ajalnya sudah dekat, ia menunjuk enam orang sahabatnya yang
terpilih menjadi dewan di zamannya. Salah satu dari sahabat itu dipilih dan yang
mendapat suara tebanyak akan menjadi Khalifah. Enam orang calon sebagai
penggantinya terdiri dari:

11
Usman bin Affan
Ali bin Abi Thalib
Thalhah bin Ubaidillah
Zubair bin Awwam
Saad bin Abi Waqqash
Abdurrahman bin Auf.
Dewan ini bertugas memilih salah seorang di antara mereka yang akan menggantikan
sebagai Khalifah ketiga. Abdur Rahman bin Auf ditunjuk sebagai ketua panitia
pemilihan, sedangkan proses pemilihan adalah musyawarah untuk mufakat.
Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H, Khalifah Umar yang hendak
mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Perutnya ditikam oleh Abu Luluah
Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah bin Syuban. Abu Luluah menikam
Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar kepadanya sehari sebelumnya.Sesudah
Umar wafat, Abdur Rahman bin Auf memulai tugasnya dengan menghimpun pendapat
dari anggota dewan dan dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Anshar, begitu pula
mendengar pendapat dari rakyat kecil. Dari usahanya itu, disampaikan bahwa umumnya
kaum muslimin mencalonkan dua orang unggulan yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib.
Dalam pemilihan timbul kesulitan dalam menetapkan calon Khalifah. Kesulitan tersebut
timbul karena:
1). Berdasarkan pendapat umum, mayoritas masyarakat menginginkan Usman bin Affan
menjadi khalifah.
2). Di kalangan anggota dewan timbul perbedaan pendapat. Abdur Rahman bin Auf
cenderung memilih Usman bin Affan, sedangkan Saad bin Abi Waqosh memilih Ali bin
Abi Thalib.
3). Thalhah bin Ubaidillah, salah satu diantara enam calon khalifah masih berada di luar
kota, sehingga belum diketahui pendapatnya.
Bekat ketekunan dan kebijaksanaan Abdur Rahman bin Auf, maka terpilihlah Usman bin
Affan menjadi Khalifah pada usia 70 tahun pada tahun 23 H (644 M), kemudian Ali-pun
mengucapkan baiat kepada Usman bin Affan.Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah
23 H, Khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas.
Perutnya ditikam oleh Abu Luluah Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah
bin Syuban. Abu Luluah menikam Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar
kepadanya sehari sebelumnya.
b. Keutamaan Usman bin Affan

12
Usman bin Affan termasuk salah seorang yang pertama masuk Islam . ia pernah menjadi
sekretaris Rasulullah menuliskan wahyu dan di zaman Abu Bakar ia menjadi penasihat
Khalifah. Usman bin Affan juga terkenal dengan kesholehan dan kejujurannya dalam
agama. Dia pernah menafkahkan sebagian hartanya untuk memajukan Islam. Dia
disayangi oleh Rasulullah sampai dinikahkan dengan putrinya Ruqayyah , setelah
Ruqayyah wafat dinikahkan dengan putrinya yang lain Ummu Kultsum. Oleh karena itu
Usman diberi gelar Dzun Nurain yang artinya mempunyai dua cahaya dan pernah hijrah
dua kali ke Habasyah dan ke Madinah.
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Khalifah Usman bin Affan
Jasa-jasanya adalah:
1). Membangun dan memperindah Masjid Nabawi di Madinah.
2). Mengadakan penulisan dan penggandaan Al Quran yang dikenal dengan Mushaf
Usmani atau Mushaf al Imam. Panitia penggandaan terdiri dari: Zaid bin Tsabit sebagai
ketua dengan anggotanya yaitu Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdur Rahman
bin Haris bin Hisyam. Hasilnya sebanyak lima mushaf, satu disimpan oleh Khalifah
Usman, sisanya masing-masing dikirim ke Makkah, Syria, Basrah dan Kufah.
3). Membangun angkatan laut yang tangguh untuk menangkis serangan musuh terutama
melawan pasukan Romawi yang ingin merebut kota Iskandariyah
4). Memperluas wilayah Islam sampai ke Armenia, Afrika (Tunisia), Tripoli (Libya) dan
Azerbaijan serta kepulauan Cyprus kemudian dilanjutkan ke Konstantinopel, Turki dan
negara-negara Balkan (Yugoslavia dan Polandia).
Usman adalah orang yang lemah lembut dan dermawan. Namun dikarenakan kelembutan
dan sifat dermawannya tersebut, Usman bin Affan banyak dimanfaatkan oleh family-
familinya dalam menduduki jabatan pemerintahan sehingga terkenal dengan family
system. Akhir pemerintahan Usman muncul seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam
dengan tujuan mengadu domba umat Islam untuk menghancurkan Islam. Orang tersebut
bernama Abdullah bin Saba yang menyebarkan fitnah kesana kemari yang
mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Usman oleh Al Ghofiqi.
4. Khalifah Keempat Ali bin Abi Thalib (35 40 H/ 656 661 M)
a. Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Saat akhir kepemimpinan Khalifah Usman, banyak sekali terjadi fitnah disana sini. Kaum
pemberontak mengepung rumah Usman bin Affan. Beberapa sahabat yang utama
mengirim putra masing-masing untuk melindungi jiwa Khalifah Usman bin Affan.
Setelah pengepungan sampai pada hari ke delapan belas, Usman meminta bantuan kepada
Muawiyah dan kepada wali-wali lain. Mengetahui hal tersebut, para pemberontak kian

13
marah dan sebagian mereka masuk kediaman Khalifah Usman. Mereka memukul
Khalifah Usman dengan pedang sehingga membawa kematiannya dan merampas
hartanya, keadaan kacau dan berbaur antara anti Usman dan pro Usman. Kejadian nista
yang menyedihkan itu terjadi pada tahun 35 H (656 H).
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga mengirim anaknya Hasan dan Husain untuk ikut
melindungi Usman. Namun itu tak mampu mencegah bencana yang menimpa Khalifah
Usman. Pembunuhan secara keji ini menyisakan suasana mencekam, terutrama di
Madinah. Tidak ada satu pemimpin yang bisa menunjukkan apa yang harus dilakukan.
Keadaan ini berlangsung beberapa kali. Beberapa sahabat seperti Zubair bin Awwam dan
Tholhah bin Ubaidillah ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Namun Ali belum
mengambil tindakan apapun. Setelah didesak terus-menerus, akhirnya Ali bersedia dibaiat
sebagai Khalifah pada 24 Juni 656 M bertempat di Masjid Nabawi.
b. Keutamaan Ali bin Abi Thalib
Ali adalah seorang yang zuhud dan sederhana. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup,
bahkan menentangnya. Ali bin Abi Thalib adalah perwira yang tangkas, cerdas, tangkas,
teguh pendirian, dan pemberani. Tak ada yang meragukan keperwiraanya. Berkat
keperwiraannya tersebut, Ali mendapat julukan Asadullah yang artinya singa Allah.
Karena ketegasannya, ia tidak segan-segan mengganti pejabat gubernur yang tidak becus
mengurusi kepentingan umat Islam.
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Khalifah Ali bin Thalib
Jasa-jasanya adalah:
1) Khalifah Ali mengganti gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman yang
kebanyakan dari family-famili khalifah tanpa memperhatikan kemampuan, keadilan dan
akhlak mereka (hanya mementingkan pribadinya). Tindakan ini menimbulkan akibat
antara lain munculnya tiga golongan (golongan Ali, golongan Aisyah, dan golongan
Zubair dan Tholhah., meletusnya perang Jamal, perselisihan antara Ali dan Muawiyah
dan terjadinya perang Shiffin. Akibat dari perang Shiffin ini, muncullah Khawarij dan
Syiah.
2) Menarik kembali tanah milik Negara dan harta baitul Mal yang dibagi-bagikan
kepada pejabat dan family-famili khalifah Usman biarpun ditentang oleh para gubernur
lama. Kemudian dikembalikan fungsinya untuk kepentingan Negara dan golongan lemah.
3) Memerintahkan kepada Abul Aswad Ad Duali untuk mengarang buku tentang
pokok-pokok ilmu Nahwu (Qoidah Nahwiyah) untuk mempermudah orang membaca dan
memahami sumber ajaran Islam.
4) Membangun kota Kufah yang kemudian dijadikan pusat pengembangan ilmu

14
pengetahuan Nahwu, Tafsir, Hadis dan lain-lain. Pada akhirnya khalifah Ali dibunuh oleh
Ibnu Muljam dari golongan Khawarij.
C. Kebijakan dan Strategi Khulafaur Rasyidin
Kurang lebih 30 tahun para khulafaurrasyidin memimpin umat Islam. Mereka banyak
sekali mengambil kebijakan-kebijakan guna menyelamatkan kaum muslimin. Kebijakan-
kebijakan itu antara lain:
1. Memerangi Kaum Murtad
Kematian Rasulullah mengguncang keimanan kaum muslimin. Lebih-lebih mereka yang
baru masuk Islam. Hal inilah yang melahirkan orang-orang murtad dan enggan membayar
zakat. Hal itu juga yang menyebabkan munculnya nabi-nabi palsu, antara lain
Musailamah bin Habib Al-Kadzab dari Yamamah, Tulaikhah dari Bani Asad, Zut Taj
Laqit bin Malik dari Oman, Aswad Al Ansi dari Yaman, bahkan ada perempuan yang
mengaku nabi bernama Sajah dari Bani Tamim dari Yaman.
Dalam hal menghadapi nabi palsu, Abu Bakar bersikap tegas. Setelah mereka tidak mau
bertaubat, Abu Bakar akan mengirim pasukannya dengan panglima terbaiknya untuk
memerangi mereka. Peperangan tersebut disebut dengan Perang Riddah, berlangsung
pada tahun 633 M.
2. Pembukuan Al Quran
Umar bin khattab merasa khawatir akan banyaknya para sahabat penghafal Al- Quran
yang gugur di medan perang sebagai syahid, hal itu membuatnya menghadap Abu Bakar
untuk mengatakan perlunya mencatat semua hafalan Al Quran para sahabat yang masih
hidup, sehingga Al Quran dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Sesungguhnya
Abu Bakar bimbang untuk mengambil keputusan ini, karena Rasulullah belum pernah
melakukan pencatatan Al Quran, akan tetapi Umar berhasil meyakinkan Abu Bakar.
Akhirnya Abu Bakar mengusulkan Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan Al
Quran.
Sesungguhnya banyak sekali ragam cara membaca al quran , hal itu hampir saja menjadi
pencetus perang saudara karena berselisih paham tentang cara membaca Al -Quran.
Kondisi ini akhirnya dilaporkan oleh Huzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman.
Khalifah Usman akhirnya melakukan penyeragaman cara baca Al Quran. Cara baca
inilah yang kemudian dipakai oleh kaum muslimin sampai sekarang. Dalam menyusun
cara membaca Al Quran ini, Usman berpatokan pada Al Quran yang telah disusun oleh
Abu Bakar. Khalifah Usman mengharuskan kaum muslimin untuk menggunakan salinan
Al Quran yang telah disebarkan tersebut, sedang yang lainnya dibakar. Mushaf-mushaf
inilah yang dikenal Mushaf Usmani.

15
3. Keberhasilan-Keberhasilan Ekspedisi Militer
Dalam perkembangan kaum muslimin harus menghadapi dua kekuatan. Yakni Byzantium
dan Sasaniah. Ke wilayah Sasaniah, kaum muslimin diwakili oleh Musannah bin Haritsah
yang menyerbu Irak., tinakan ini disusun oleh Abu Bakar yang mengutus Khalid bin
Walid untuk membantu Musannah. Sasaniah baru sepenuhnya dikuasai oleh pasukan
muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 637 M ke arah Byzantium,
keberhasilan pertama dilakukan oleh Usman bin Zaid dan pasukannya pada masa awal
Khalifah Abu Bakar. Setelah itu pengiriman pasukan dilakukan besar-besaran. Ditambah
dengan kedatangan panglima Khalid bin Walid setelah sukses merebut Hirrah. Pada tahun
636 M, dalam satu pertempuran dahsyat yang dikenal dengan nama Perang Yarmuk,
pasukan muslim membuktikan keunggulannya. Setelahnya Syam, Persia, Mesir,
Iskandariyah jatuh ke tangan muslim. Dari sini kemudian pasukan muslim bergerak ke
Afrika Utara. Kesuksesan tentara muslim ini salah satunya karena didukung oleh
angkatan laut yang kuat yang didirikan pada masa Khalifah Usman oleh gubernur Syam,
Muawiyah bin Abi Sufyan.
4. Penataan Pemerintah
Pada masa pemerintah Khalifah Abu Bakar, sistem pemerintahan masih menganut pada
sistem yang pernah diterapkan pada masa nabi Muhammad SAW. Pada masa nabi, sistem
pemerintahan bersifat Sentralistik, dimana kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
berada pada satu tangan. Akan tetapi, pada masa pemerintahan Umar bin Khattab semua
berdiri sendiri bahkan terjadi desentralisasi. Setiap wilayah atau daerah memiliki
kewenangan mengatur pemerintahan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan
pemerintah pusat. Untuk itu, Khalifah Umar bin Khattab membangun jaringan
pemerintahan sipil yang sempuna, tanpa mengikuti atau mencontoh sistem pemerintahan
yang lain. Pada masa pemerintahannya, terdapat dua lembaga penasehat, yaitu majelis
yang bersidang atas pemberitahuan atau informasi umum, dan majelis yang hanya
membahas masalah-masalah yang sangat penting. Untuk memperlancar jalannya roda
pemerintahan, khalifah membentuk beberapa lembaga atau organisasi ketatanegaraan
yang didasari atas hasil pemikiran dan ijtihad Khalifah Umar bin Khattab. Organisasi-
organisasi tersebut antara lain, misalnya:
5. Pembentukan Lembaga Politik (Al Nidzam Al-Siyasiyah) yang meliputi:
1). Al-Khilafah, sistem ini terkait dengan pemerintahan sistem khalifah.
2). Al-Wizariyah, para wazir atau menteri yang membantu Khalifah dalam urusan
pemerintahan.
3). Al-Kitabah, sistem ini terkait dengan masalah pengangkatan seseorang untuk

16
menjabat sekretariat Negara.
Al-Nidzam Al-Idary yaitu sistem pemerintahan yang berkaitan dengan tata usaha
administrasi Negara.
Al-Nidzam Al-Maly, organisasi keuangan Negara, lembaga ini mengelola masuk
keluarnya uang Negara. Untuk itu dibentuk Baitul Mal.
Al-Nidzam Al-Harby, yaitu sistem pemerintahan yang berkaitan dengan masalah
ketentaraan. Organisasi ini mengurusi masalah ketentaraan, masalah gaji tentara, urusan
persenjataan, pengadaan asrama-asrama dan benteng-benteng pertahanan.
Al-Nidzam Al-Qadhai, yaitu sistem yang berkaitan dengan masalah kehakiman,
yang meliputi masalah pengadilan, pengadilan banding dan pengadilan damai.
6. Pengelolaan Keuangan
Dalam hal pengelolaan keuangan dibentuklah Diwan. Diwan adalah bahasa Persia yang
berarti daftar atau catatan. Diwan pertama kali dibentuk oleh Khalifah Umar Bin Khattab.
Diwan yang pertama kali dibentuk adalah diwan yang mengurusi pendapatan dan
pembelanjaan keuangan daerah. Uang-uang yang mengalir pada Diwan ini berasal dari
wilayah taklukan Persia, Syam, Mesir selain itu juga berasal dari zakat, jizyah (pajak)
yang dikenakan kepada setiap nonmuslim, dan kharraj (pajak tanah) yang dikenakan atau
tanah yang dimiliki nonmuslim.
D. Ibrah Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Ibrah atau pelajaran yang dapat diambil dari kepemimpinan Khulafaurrasyidin adalah
meneladani prestasi-prestasi yang dicapai. Khalifah Abu Bakar As Siddiq merupakan
salah satu sosok pemimpin yang tegas dan teguh memegang kebenaran. Khalifah abu
bakar as siddiq segera memberantas suatu gerakan yang dinilai menyalahi Islam, tanpa
memberi kesempatan gerakan tersebut berkembang.
Khalifah Umar bin Khattab merupakan salah satu pemimpin yang meletakkan dasar-dasar
demokrasi dalam Islam. Beliau benar-benar memperhatikan dan mengutamakan
kepentingan rakyat. Dalam pemerintahana beliau pejabat yang benar-benar dapat
dipercaya. Khalifah umar bin khattab juga membuka diri untuk menerima suara langsung
dari rakyat.
Khalifah Usman bin Affan merupakan salah satu pemimpin yang lemah lembut dan
sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya. Beliau lebih suka mengadakan pendekatan
persuasif jika terjadi gejolak.
Adapun Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemimpin yang disiplin, tegas dan
keras dalam membela kebenaran yang diyakininya daripada persatuan. Khalifah Ali bin
Abi Thalib juga menjunjung tinggi keputusan yang sudah menjadi kesepakatan mayoritas.

17
E. Meneladani Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin yang terdiri atas empat sahabat nabi Muhammad SAW mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mempunyai karakter
lembut dan tegas. Dalam suasana Negara yang kacau, pemimpin yang berkarakter seperti
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq sangat diperlukan. Dengan kelembutannya, Khalifah Abu
Bakar As-Siddiq dapat menginsafkan orang-orang yang terbujuk berbuat makar.
Sementara itu, orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh
Khalifah Abu Bakar As Siddiq.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, situasi Negara aman. Dalam kondisi seperti itu
perlu pemimpin yang mempunyai karakter seperti Umar bin Khattab yaitu cerdas, tegas
dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kecerdasan Umar bin Khattab sangat diperlukan
untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang Islami.
Situasi Negara pada masa Khalifah Usman bin Affan benar-benar sudah aman.
Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu,
karakter pemimpin yang saleh, penyantun, dan sabar sangat diperlukan. Dengan karakter
seperti khalifah Usman bin Affan tersebut kemakmuran rakyat dapat tercapai, baik
jasmani maupun rohani.
Pada masa peralihan kekuasaan dari khalifah Usman bin Affan kepada Ali Bin Abi
Thalib, kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi seperti ini karakter pemimpin yang
tegas dan mengutamakan kebenaran sangat diperlukan. Khalifah Ali bin Abi Thalib
mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan Ali bin Abi Thalib dalam membela kebenaran
mirip dengan Khalifah Umar bin Khattab.
BAB III
PERKEMBANGAN ISLAM PADA PERIODE KLASIK (ZAMAN KEEMASAN)
PADA TAHUN (650 M-1250 M)
A. Pada periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting:
a. Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Di fase inilah Islam di
bawah kepemimpinan para khalifah mengalami perluasan pengaruh yang sangat
signifikan, kearah Barat melalui Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur
melalui Persia Islam sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan (di bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang
hukum dikenal para imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafii, dan Ibn Hanbal.
Di bidang teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asyari, al-Maturidi, Wasil
ibn Atha al-Mutazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Jubai. Di bidang ketasawwufan
dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan lainnya lagi. Sementara

18
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina,
Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, al-Masudi dan al-Razi;
Dalam fase ekspansi ini kehadiran telah cukup banyak mendapat perhatian dan telah para
pemikir dan sejarawan dari berbagai kalangan. Berbagai pendapat dan teori yang
membincang persoalan tersebut membuktikan bahwa tema Islam memang menarik untuk
dikaji terlebih dinegeri yang dikenal mayoritas penduduknya muslim. Terkait teori yang
menyatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari anak benua India, misalnya, ternyata
sejarawan tidak satu kata mengenai wilayah Gujarat. Pendapat Pijnappel yang juga
disokong oleh C. Snouck Hurgronje, J.P Moquette, E.O. Winstedt, B.J.O Schrieke, dan
lain-lainnya tersebut ternyata berbeda dengan yang dikemukakan oleh S.Q Fatimi dan
G.E Morison. Fatimi menyatakan bahwa bukti epigrafis berupa nisan yang dipercaya
diimpor dari Cambay-Gujarat sebenarnya bentuk dan gayanya justru lebih mirip dengan
nisan yang berasal dari Bengal. Sementara Morison lebih mempercayai bahwa islam di
Indonesia bermula dari Pantai Coromandel. Sebab menurutnya pada masa Islamisasi
kerajaan samudera dimana raja pertamanya (Malik Al-saleh) wafat tahun 1297 M.
Saat itu Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Baru setahun kemudian kekuasaan
Islam menaklukkan Gujarat. Jika Islam berasal dari sana tentunya Islam telah menjadi
agama yang mapan dan berkembang ditempat itu.
Sedangkan tentang teori Islam Indonesia berasal langsung dari Makkah (yang antara lain
dikemukakan oleh T.W Arnold dan Crawford) lebih didasarkan pada beberapa fakta
tertulis dari beberapa pengembara Cina sekitar abad ke-7 M, dimana kala itu kekuatan
Islam telah menjadi dominan dalam perdagangan Barat-Timur, Bahwa ternyata dipesisir
pantai Sumatera telah ada komunitas Muslim yang terdiri dari pedagang asal Arab yang
diantaranya melakukan pernikahan dengan perempuan-perempuan local. Terdapat juga
sebuah kitab Ajaib al-Hind yang ditulis al-Ramhurmuzi sekitar tahun 1000 M.
b. Fase disintegrasi (1000-1250 M)
Sebagaimana yang telah di jelaskan pada bab terdahulu,hanya pada periode pertama
pemerintah bani Abbas mencapai masa keemasannya. Pada periode setelahnya
pemerintah dinasti ini mulai menurun,terutama di bidang politik yang ditandai dengan
perpecahan dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada terenggutnya
Baghdad oleh bala tentara Hulagu di tahun 1258 M. Jika menengok sejarah agama-
agama, dengan mudah akan dapat diketemukan fakta yang menunjukkan bahwa banyak
agama mengalami persebaran hingga keluar jauh dari wilayah asal pertumbuhannya.
Bahkan tak jarang, suatu agama justru dapat berkembang dengan jumlah pengikut yang
lebih besar di wilayah lain di luar wilayah asalnya. Proses persebaran ini, dapat

19
mengambil pola-pola sebagai berikut:
Pertama, ekspansi, baik melalui kontak langsung maupun hirarkis ; Kedua, pola relokasi.
Bersamaan dengan aliran persebaran tersebut, terjadilah proses perubahan dari segi
pemahaman maupun praktek yang menunjukkan perbedaan karena faktor lokalitas dan
tokohnya. Artinya, banyak agama mengalami perubahan dari aslinya ketika berkembang
di wilayah lain. Faktor budaya dan kebiasaan lokal kerap memberi pengaruh terhadap
bentuk kepercayaan dan perilaku keberagamaan sehingga muncul fenomena aliran-aliran.
Fenomena ini tak terkecuali berlangsung juga dalam tradisi dan komunitas muslim.

BAB IV
PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA / INDONESIA

A. Sejarah Islam Masuk ke Nusantara


Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah agama yang diturunkan oleh Allah
SWT untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Karena itu sebagaimana fithrahnya, maka
cepat atau lambat akan menyebar keseluruh dunia dan memenuhi alam semesta.
Keniscayaan inilah yang kemudian membawanya sampai ke wilayah Nusantara
Indonesia.
Kepulauan Melayu-Indonesia terletak dibagian ujung dunia Muslim. Ia
merepresentasikan salah satu wilayah paling jauh dari pusat-pusat Islam di Timur
Tengah. Fakta geografis ini sangat penting jika orang mencoba memahami dan
menjelaskan islamisasi di kawasan ini. Jauhnya Nusantara membuat islamisasi ini sangat
berbeda dengan islamisasi di kawasan umat Islam lainnya di Timur Tengah, Afrika Utara,
dan Asia Selatan. Berlawanan dengan wilayah-wilayah semacam Persia dan India yang
dalam banyak hal mengalami islamisasi setelah ekspansi militer dan kekuatan politik
Islam dari Asia Barat praktis tidak ada satu bagian dari kepulauan Melayu-Indonesia
yang mengalami islamisasi seperti itu. Di sisi lain, Islam datang ke Indonesia ketika
agama tersebut bukan lagi merupakan agama yang unggul baik secara politik, ekonomi,
militer, maupun budaya, tetapi secara umum mengalami masa-masa surut.
Konsekwensinya, umat Islam tidak mampu mendesakkan pengaruhnya untuk
mentransformasi budaya lokal menjadi konstruk peradaban Islam yang sebenarnya.
Islam bukan merupakan arus yang cukup kuat ketika pertama kali menyebarkan
agamanya. Karena itu para sejarawan menyebutkan bahwa, penyebaran Islam lebih
bersifat asimilatif ketimbang revolusioner. Islam datang ke Nusantara bukan melalui

20
penaklukan tetapi melalui jalur perdagangan. Para sarjana dan peneliti tentang proses
kedatangan dan penyebaran Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia hampir bersepakat
dengan kenyataan bahwa islamisasi di kawasan ini umumnya terjadi melalui jalan damai.
Tentu saja ada sedikit kasus tentang penggunaan kekuatan oleh penguasa Muslim
Melayu-Indonesia untuk mengonversi rakyat atau masyarakat di sekitarnya menjadi
Islam, tetapi secara umum pengislaman berlangsung melalui cara-cara damai.
Islam harus banyak berkompromi dengan berbagai elemen tradisi lokal dan bersikap
toleran terhadap berbagai tradisi yang asing bagi karakter dasarnya. Oleh karena itu,
Islam dianggap sebagai sekedar suatu lapisan tipis dari berbagai simbol yang dilekatkan
kepada inti ajaran-ajaran animisme dan/atau tradisi Hindu-Budha, hal ini terutama sekali
terjadi di pulau Jawa.
Para sejarawan tidak memiliki kesepakatan tentang kapan tepatnya Islam mulai
memasuki wilayah Nusantara. Sebagian besar menyebutkan bahwa Islam pertama kali
dikenal di Indonesia sekitar abad ke 3 Hijriah/abad ke 9 masehi atau bahkan lebih awal
dari itu. Namun Islam tidak menyebar di seluruh wilayah dalam intensitas yang sama.
Pada awalnya Islam tampak berkembang pesat di wilayah-wilayah yang tidak banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha, seperti Aceh, Banten, Sumatra Barat,
Makassar dan Maluku, serta wilayah-waliyah lain yang para penguasa lokalnya memiliki
akses langsung kepada peradaban kosmopolitan berkat maraknya perdagangan antar
bangsa ketika itu. (lihat J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society, dalam DR. Fauzan
Saleh, Teologi Pembaruan). Di wilayah-wilayah ini, Islam dapat memainkan peran yang
signifikan dalam kehidupan sosial dan mempengaruhi secara mendalam kesadaran
keagamaan serta hubungan sosial-politik pada penganutnya yang baru.
Dalam sebuah buku yang cukup terkenal, A History of Modern Indonesia; c 1300 to the
Present., M.C. Ricklefs, mengatakan bahwa abad ke 14 merupakan babak pertama sejarah
Indonesia modern. Ia menyebutkan bahwa elemen fundamental yang menyebabkan
periode sejarah sejak sekitar tahun 1300-an, yakni segi kultural dan religius, bahwa
Islamisasi Indonesia sejak tahun 1300-an masih terus berlangsung hingga kini.
Setidaknya hingga pertengahan abad ke 15, umat Islam bukan saja telah menyebar luas
keseluruh kepulauan Indonesia, tapi secara sosial bahkan telah muncul menjadi agen
perubahan sejarah yang penting. Meskipun belum sepenuhnya mencapai kepedalaman,
mereka misalnya telah banyak membangun apa yang disebut sebagai, diaspora-diaspora
perdagangan terutama di pesisir pantai. Dengan dukungan kelas saudagar terhadap para
ulama, proses Islamisasi berlangsung secara besar-besaran dan hampir menjadi landscape
histories yang dominan di Indonesia ketika itu.

21
B. Penyebaran Islam dari Daerah-Ke daerah

Untuk mengelaborasi lebih jauh, penduduk daerah pesisir yang secara ekonomi
bergantung pada perdagangan internasional, dalam satu dan lain hal, cenderung menerima
Islam dalam rangka mempertahankan para pedagang Muslim yang sudah berada di
Nusantara sejak paling kurang pada abad ke 7, untuk tetap mengunjungi dan berdagang di
pelabuhan-pelabuhan mereka. Dengan masuk Islam, penguasa lokal pada batas tertentu
mengadobsi aturan-aturan perdagangan Islam untuk digunakan dalam masyarakat
pelabuhan sehingga pada gilirannya akan menciptakan suasana yang lebih mendukung
bagi perdagangan. Contoh kasus ini adalah konversi penguasa Malaka, Parameswara,
yang agaknya menerima Islam demi menarik kedatangan para pedagang Muslim ke
pelabuhannya yang baru di bangun.
Sejak saat itu Islam mulai menyebar dan secara alami terjadi proses asimilasi dan
akulturasi terhadap budaya lokal. Dalam seminar tentang sejarah masuk dan
berkembangnya Islam di Aceh pada tahun 1978, menyebutkan bahwa Perlak, Lamuri dan
Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Menurut Prof. A. Hasymi,
kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Islam Perlak yang berdiri pada abad
ke 3 Hijriah. Hanya saja terdapat sedikit perbedaan mengenai tahun berdirinya kerajaan
tersebut, ada yang menyebutkan 225 H dan yang lain menyebut 227 H. (Lihat Izhhar al-
Haqq dan Tadzkirah Thabaqat dalam Prof A. Hasymi. Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Indonesia, PT. Almaarif, Bandung 1981).
Dalam keterangan Marcopolo mengatakan bahwa, perlu diketahui bahwa Perlak selalu
disinggahi saudagar Arab, sebab di kerajaan Perlak ini mereka telah mengislamkan
penduduknya.
Selanjutnya Prof. A. Hasymi menulis, pada tahun 173 H sebuah kapal layar telah
berlabuh di Bandar Perlak, membawa angkatan dakwah dibawah Nakhoda Khalifah, yang
datang dari Teluk Kambay Gujarat, pada tanggal 1 Muharram 225H Kerajaan Perlak di
Proklamasikan menjadi sebuah kerajaan Islam dan Sayid Abdul Aziz dilantik menjadi
raja dengan gelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Angkatan dakwah yang dipimpin Nakhoda Khalifah berjumlah 100 orang yang terdiri
dari orang Arab, Persia, dan India. Salah seorang dari mereka adalah Sayid Ali dari suku
Quraisy yang kawin dengan seorang putri Perlak yaitu Makhdum Tansyuri adik dari
Meurah (kepala suku) Perlak yang bernama Syahir Nuwi, adalah anak dari Pangeran
Salman yang datang ke Perlak 50 tahun sebelum kedatangan angkatan dakwah tersebut.

22
Jadi dapat diduga bahwa Islam masuk ke Aceh pada awal abad ke dua Hijriah atau akhir
abad pertama Hijriah.
Dari perkawinan Sayid Ali dengan Makdum Tansyuri lahirlah Sayid Abdul Aziz. Dari
sini dapat kita telusuri bahwa silsilah Sayid Abdul Aziz adalah Abdul Aziz bin Ali bin al-
Muktabar bin Muhammad ad-Diba bin Jakfar Shiddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Husain asy-Syahid bin Ali bin Abi Thalib/Fathimah binti Rasulullah
Saw.
Sejak saat itu penyebaran Islam dari daerah ke daerah mengalami perkembangan yang
pesat. Sejumlah kerajaan seperti kerajaan Pasai, kerajaan Aceh sampai ke Sumatera
Utara, Sumatera Selatan dan Pariaman juga menerima Islam.
Di Pasai pada pemerintahan Raja Meurah Silu (al-Malik as-Saleh) yang memerintah
Samudra Pasai pada tahun 650-688 H / 1261-1289 M menunjukkan bahwa beliau adalah
keterunan Raja Perlak, yaitu Makhdum Sultan malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (365 -
402 H / 976 1012 M). Pada masa kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Ahmad
Bahian Syah Malik az-Zahir tahun 727-750 H/1326-1345M, Samudera Pasai memainkan
peranan dalam perkembangan Islam di Jawa dan Sulawesi.
Sejak saat itulah di wilayah kerajaan-kerajaan Aceh berdatangan sejumlah ulama dari
Arab yang mengajarkan Islam. Di antaranya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin
Hasanji bin Muhammad Hamid ar-Raniry al-Quraisy atau Syekh Nuruddin ar-Raniry, dari
Gujarat, India. Tahun 1031 H/1621 M belajar ke Tarim, Hadramaut, kemudian
melanjutkan ke Mekkah dan Madinah. Nuruddin ar-Raniry adalah pengikut Tarekat
Rifaiyah, yang didirikan oleh Ahmad Rifai. Ia masuk terekat tersebut atas rekomendasi
dari Sayid Abu Hafis Umar bin Abdullah Basyaiban dari Tarim. Sedangkan Basyaiban di
rekomendasi oleh gurunya Sayid Muhammad Alaydrus yang lahir tahun 1561 M. di
samping ulama seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani (1638 M), dan Abdurauf
Singkel (1693 M)
Di Sumatra bagian Selatan menurut Ahmad mansyur Suryanegara dalam makalah yang
berjudul Masuknya Agama Islam ke Sumatra Selatan, menulis bahwa, pertama.
Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih maju dari bangsa Barat.
Jauh sebelumnya bangsa Arab telah mengusai samudra India atau Samudra Persia.
Sekitar abad ke 10 navigasi perdagangannya sudah sampai ke Korea dan Jepang, di
tengah perjalanan di Selat Malaka mereka berhubungan dagang dengan Zabaj (Sriwijaya),
karena suluruh kapal yang melewati Selat Malaka singgah mengambil perbekalan di
bandar Sriwijaya. Kedua, dapat dipastikan bahwa Islam masuk di daerah Sriwijaya pada
abad ke-7. hal ini mengingat cerita buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti

23
Tang memberitakan tentang utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada
tahun 674 M. dari sana dapat disimpulkan bahwa pada saat itu telah terjadi proses
Islamisasi. Apalagi disebutkan bahwa pada zaman Dinasti Tang telah dikabarkan bahwa
telah ada perkampungan Arab Muslim di pantai barat Sumatra pada tahun 674 M. ketiga,
Para penulis seperti Ibnu Batuta (900M), Sulaiman (850M), dan Abu Said (950 M)
menyebutkan bahwa sejak kekhalifahan Umayyah (661-750M) dan Abbasiyah (750-
1268M) hubungan dagang mereka telah samapai ke wilayah kekuasaan Sriwijaya. Juga di
saat yang sama para pedagang Sriwijaya telah berlayar ke negara-negara Timur Tengah.
DR. taufiq Abdullah dalam makalahnya yang berjudul beberapa Aspek Perkembangan
Islam di Sumatra Selatan, menulis. .setidaknya sejak akhir abad ke 16 Palembang
merupakan salah satu enclave Islam terpenting atau bahkan pusat Islam di bagian selatan
pulau emas ini. Ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang
banyak dikunjungi oleh pedagang Arab/Islam pada abad-abad kejayaan Sriwijaya, tetapi
juga dibantu oleh kebesaran Malaka. Ini berarti proses Islamisasi telah terjadi jauh
sebelumnya
Salman Aly di dalam makalahnya yang berjudul Sejarah Kesultanan Palembang, menulis.
Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan kesultanan Palembang, agama Islam telah lama
ada di kawasan ini kira-kira pada tahun 1440 Morang-orang Arab di masa ini terdapat
sekitar 500 jiwa yang kebanyakan tinggal di tepi Sungai Musi
Di masa Sultan Muhammad Mansur, terdapat seorang ulama yaitu Sayid Jamaluddin
Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang lebih dikenal dengan
sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa menyebarkan agama Islam di daerah
Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-
Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis.
Di pulau Jawa, menurut laporan sejarawan bahwa Islam sampai pada abad ke 13.
dokumen yang paling awal yang dianggap dapat dipercaya bagi penyebaran Islam di
tanah Jawa ialah ditemukannya batu nisan makam fathimah binti Maimun (1082) di desa
Leran, Gresik, Jawa Timur. Lihat G.W.J. Drewes, New Ligh on the Coming of Islam in
Southeast Asia dalam Ahmad Ibrahim et al (eds), Reading on Islam in Southeast Asia
(Siangapore; Institute of Southeast Asian Studies, 1985), h. 7 19. dan lihat juga,
Makam Siti Fathimah binti Maimun; awal sejarah Gresik terlupakan, Kompas, 10 Mei
2002, h. D (Suplemen Jawa Timur).
Dalam buku Sejarah Tanah Jawa karangan Fruin Mees, jilid II halaman 8, dikatakan
sebagai berikut; Sunan Kalijaga hidup pada awal abad ke enam di Kerajaan Kadilangu,
Demak. Di sana terdapat sebuah masjid terkenal yang didirikan pada tahun 874 H

24
(1468M). sebelum itu Demak di namakan Bintara. Maka di pastikan di masa sebelum itu
Islam telah ada di sana
Seluruh sejarawan menyebutkan bahwa penyebaran Islam di pulau Jawa adalah para wali
sembilan yang lebih terkenal walisongo. Tokoh yang paling utama dan tertua dari
sembilan wali adalah Maulana Magribi atau Maulana Malik Ibrahim. Beliau datang ke
pulau Jawa dan menetap di sebuah desa yang bernama Leran, terletak di luar kota Gresik.
Kota Gresik pada saat itu merupakan kota pelabuhan perdagangan yang sering dikunjungi
oleh para pedagang dari luar negeri. Ketika sampai di Gresik Maulana Malik Ibrahim
menghadap ke Raja Majapahit untuk menyatakan maksud kedatangannya untuk berdakwa
dan sekaligus mengajaknya masuk Islam. Oleh Raja Majapahit beliau diberi sebidang
tanah di desa Gapura, Gresik sebagai tempat mengembangkan agama Islam. Tanah itu
kemudian dikenal dengan nama tanah perdikan. Di atas tanah itu didirikan sebuah
Masjid untuk pusat kegiatan ibadah dan dakwah.
Berdasarkan tulisan yang ditemukan pada batu nisan Maulana Malik Ibrahim, beliau
wafat pada tahun 1419 M. dalam riwayat hidupnya, beliau berdakwa di Gresik selama 20
tahun. Jadi dapat diduga bahwa beliau mulai menetap di Gresik pada tahun 1399 M.
Tepatnya, beliau meninggal pada tanggal 12 Rabiul awal tahun 882 H/1419 M.
Menurut Prof. DR. Hamka, Maulana Malik Ibrahim datang dari Kasyan, Persia, dan
seorang bangsa Arab keturunan Rasulullah. Hal yang sama dibenarkan oleh Prof. DR.
Hoessein Djajadiningrat, bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan Zainal Abidin,
cicit Nabi Muhammad Saw. AF. Martadji menuliskan bahwa nasab beliau adalah sebagai
berikut; S. Maulana Malik Ibrahim bin S. Zainal Alam Barakat bin S. Jamaluddin Husein
bin S. Ahmad Basya bin S. Abdullah Syahin Syah bin S. Abdul Malik bin S. Alwi bin S.
Muhammad Sahib Mirbat bin S. Ali Khali Qasam bin S.Alwi bin S. Muhammad bin S.
Alwi bin S. Abdullah Ubaidillah bin S. Ahmad Muhajir bin S. Isa bin S. Muhammad bin
S. Ali Uraidhi bin S. Jafar Shadiq bin S. Muhammad al-Baqir bin S. Ali Zainal Abidin
bin S. Sayyidina HUsein bin S. Sayidina Ali/Siti Fathimah binti Rasulullah Saw.
Demikian juga dengan para walisongo lainnya, seperti Sunan Ampel atau Raden Rahmat
yang pada tahun 1479 berhasil mendirikan Masjid Agung Demak. Kerajaan Demak
adalah kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan Rajanya Raden Patah yang direstui
oleh Sunan Ampel. Sunan Berikutnya adalah Sunan Giri atau Sultan Abdul Faqih atau
lebih dikenal dengan nama Ainul Yaqin lahir pada 1365, yang juga masih keturunan
Rasulullah. Beliau berdakwa di daerah Blambangan. Di Kudus ada Sunan Kudus atau
Jafar Shadiq, beliau dijuluki waliyul ilmi. Sunan Kudus mendirikan Masjid al
Manar/al-Aqsa di Kudus pada tahun 965 H / 1549 M. Menurut Prof DR. Hamka, Sunan

25
Kudus adalah keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib dan memakai juga nama moyangnya
Jafar Shadiq imam ke empat menurut kepercayaan kaum Syiah dan menurut Babat
Tanah Jawa. Nama belaiu waktu kecil adalah Untung. Beliau bekerja keras menyiarkan
agama Islam berpusat di satu tempat yang diberui nama Quds (tempat suci), diambil dari
nama negeri Bait al-Muqaddas sendiri, sebab dari sana konon beliau datang
Demikian halnya dengan Sunan Bonang atau Maulana Makdum Ibrahim, Sunan Drajat
atau Syarifuddin Hasyim, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, Sunan kalijaga
atau Muhammad said, dan Sunan Muria atau Raden Said bin Raden Syahid. Seluruh
walisongo adalah putra-putra keturunan Nabi Muhammad Saw. Dengan perjuangan
dalam dakwah mereka yang tidak mengenal lelah maka hampir seluruh Tanah Jawa dapat
di Islamkan.
Di Kalimantan kerajaan tanjungpura pada masa Raja Sorgi yang bergelar Giri Kusuma
menerima seorang ulama Islam yang bernama Syekh Husein. Karena tertarik dengan
ajarannya maka Raja segera memeluk Islam. Syekh Husein kemudian di kawinkan
dengan putri dari sepupu Raja Kusuma dengan perjanjian bahwa jika Syekh Husein
mandapatkan anak laki-laki dari perkawinan itu dan raja Kusuma mendapatkan anak
perempuan atau sebaliknya, maka mereka akan dikawinkan, karena kepada merekalah
nantinya tahta kerajaan akan diwariskan.
Syekh Husein dari pernikahan itu mendapat anak yang diberi nama Syarif Hasan. Ketika
raja Kusuma meninggal 1604 M, Syarif Hasan diangkat menjadi raja setelah sebelumnya
menikah dengan Putri Raja. Sejak saat itu Islam berkembang dengan pesat hingga masa
pemerintahan Sultan Zainuddin II.
Di Pontianak rombongan para pendakwah Islam yang datang dari kota Tarim, Hadramaut,
diantaranya adalah habib Husein al-Gadri. Setelah berdakwa sekitar 3 tahun di daerah
Pontianak datanglah utusan dari raja Mempawa yang bernama Opu Daeng Menambon
(keturunan Raja Luwu Sulawesi Selatan yang kawin dengan Ratu Mas Indrawati Putri
Sultan Zainuddin II dari Raja Tanjungpura) untuk menjemput Habib Husein al-Gadri.
Tanggal 8 Muharram 1160 H dengan 5 buah perahu berangkatlah ke Mempawa.
Di Mempawa Habib Husein al-Gadri sebelum Wafatnya pada tanggal 3 Dzulhijjah 1184
H, beliau menikahkan Putranya yang bernama Syarif Abdurrahman dengan Putri raja
Mempawa Utin Cendramindi. Ketika beliau berada di Banjar oleh Sultan Banjar diangkat
menjadi Pangeran Sayid Abdurahman Nur Alam yang kemudian menjadi Raja Pontianak
dengan gelar Sri Sultan Syarif Abdurrahman bin Habib Husein al-Gadri.
Kerajaan terbesar setelah kerajaan Sriwijaya dan Majapahit adalah kerajaan di Sulawesi
adalah Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa berdiri sekitar tahun 1300 an. Sebagai kerajaan di

26
pesisir selat Makassar yang merupakan salah satu lintas laut perdagangan yang paling
ramai. Maka hubungan dengan dunia luar tercipta baik dalam urusan ekonomi, sasial,
politik, budaya dan agama.
Sulaiman as-Sirafi, pengelana dan pedagang dari pelabuhan Siraf di Teluk Persia
mengatakan bahwa di Sili terdapat beberapa orang Islam, yaitu sekurang-kurangnya pada
akhir abad ke 2 Hijriah. Hal ini sesuatu yang telah pasti dan tidak butuh pen-tahqiq-an
lagi karena perdagangan rempah-rempah dan wangi-wangian yang berasal dari kepulauan
Maluku pasti membuat pedagang-pedagang Muslimin sering berkunjung ke sana dan
ketempat-tempat yang berdekatan dengan kepulauan ini. Menurut Syaikh Syamsuddin
Abu Ubaidillah Muhammad bin Thalib ad-Dimasyqi yang terkenal dengan nama Syaikh
ar-Rabwah dalam bukunya Nukhbah ad Dhar bahwa kepulauan Sili atau Sulu adalah
Sulawesi. Lebih lanjut beliau mengatakan, sekelompok Alawiyin telah memasuki pulau-
pulau itu di waktu mereka melarikan diri dari kejaran golongan Bani Umayyah. Mereka
lalu menetap dan berkuasa di sana sampai mati dan dikuburkan di daerah itu
Islam mulai diterima secara resmi dalam struktur kerajaan sekitar tahun 1500 an, pada
masa Raja Gowa ke IX yang bernama Daeng Mantanra Karaeng Tamaparisika Kallonna.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya Masjid yang dibangun pertama kali di
daerah Manggalekanna tahun 1538 M. Pada masa pemerintahan Raja I Mangarangi
Daeng Manrobbia yang bergelar Sultan Alauddin di datangkanlah 3 orang ulama yang
berasal dari Sumatra, yaitu:
1. Khatib Tunggal Abdul Makmur digelar Datori Bandang dan menjadi penyebar agama
di daerah Makassar
2. Khatib Sulaiman yang digelari Datori pattimang yang terutama menyebarkan Islam di
daerah Kerajaan Luwu
3. Khatib Bungsu yang digelar Datori Tiro menjadi penyebar agama di daerah
Bulukumba.
Kerajaan Gowa di Selatan dan Keraajaan Luwu di Daerah Utara Sulawesi Selatan
menjadi pusat penyebaran Islam sejak Islam di jadikan sebagai agama resmi kerajaan,
sehingga hampir seluruh Sulawesi Selatan kecuali Tana Toraja memeluk agama Islam.
Raja Gowa ke 32,33 dan ke 36 memakai gelar Aidid di belakang namanya. Mereka
adalah keturunan dari Sayyid Jalaluddin bin Muhammad Wahid al-Aidid seorang ulama
dari Hadramaut yang datang dari Aceh. Menurut cerita, pada abad ke 17 yaitu sekitar
tahun 1632 M, telah datang di desa Cikoang, di Semenanjung Laikang pesisir selatan
Sulawesi Selatan, seorang Sayid yang berasal dari Hadramaut bernama Sayid Jalaluddin
bin Muhammad Wahid al-Aidid. Di Cikoang Sayid Jalaluddin mengajarkan agama Islam

27
kepada penduduk setempat. Sebelum tiba di desa Cikoang, beliau terlebih dahulu
menyiarkan Islam di Kutai, Kalimantan. Di Kutai beliau kawin dengan seorang Putri
bangsawan Gowa. Dari perkawinannya tersebut kini tidak kurang dari 200 orang kepala
keluarga yang bergelar sayid. Mereka sering menyebut dirinya sebagai kelompok
Ahlulbait yang maksudnya keturunan dari nabi Muhammad Saw. Disebutkan bahwa
Syekh Yusuf al Makassari ulama terkemuka Nusantara abad ke 17 sebelum berangkat
belajar ke Timur Tengah terlebih dahulu beliau belajar kepada Sayid Jalaluddin al-Aidid
dan Sayid Baalawi bin Abdullah al-Allamah Al-Thahir yang hidup di Bontoala. Setalah
berdakwa sekitar 30 tahun di wilayah Makassar dan sekitarnya Sayid Jalaluddin
melanjutkan perjalanan dakwah ke Pulau Sumbawa di Nusa Tenggara, sedangkan
keluarga dan keturunannya di tinggalkan di Cikoang. (lihat, Ulama Pembawa Islam di
Indonesia dan Sekitarnya, DR. Muhammad Syamsu, As, Lentera. Dan, Jaringan Global
dan Lokal Islam Nusantara, Prof. Azyumardi Azra, Mizan).
Diantara ajaran Sayid Jalaluddin yang dapat dilihat hingga hari ini adalah Maulud Nabi
Muhamamad saw yang disebut tradisi Maudu Lompoa. Pada masa pemerintahan Sayid
Jafar Ash-Shadiq al Aidid menjadi Raja Gowa, maka tradisi Maudu Lompoa di tetapkan
sebagai hari besar agama yang sangat penting sampai sekarang. Acara ini digelar selama
18 hari sejak 12 Rabiulawal sampai 30 Rabiulawal. Pelaksanaannya dilaksanakan secara
langsugn oleh 40 Anrongguru yakni guru-guru makrifat yang terdiri dari para sayid
keturunan Sayid Jalaluddin al-Aidid.
Di Sulawesi Tengah penyiaran Islam di bawa oleh ulama dari Bugis keturunan
Hadramaut. Diaantaranya ialah Sayid Zen al-Idrus serta Syarif Ali yang kawin dengan
Saeran putrid bangsawan Buol, Toli-Toli. Tahun 1666 M syarif Ali bersama dengan
putranya yang bernama Syarif Mansur yang gigih dalam berdakwa bertempur dengan
Belanda. Setelah perjuangan panjang itu berlalu Syarif Mansur berserta 40 orang
pengikutnya memasuki kota Manado.
Dalam kurun waktu berikutnya seorang ulama Arab bernama Habib Idrus bin Salim al-
Jufri. Menurut cerita seorang tua bermarga al-Hamid yang di lahirkan di daerah Makassar
menyebutkan bahwa Habib Idrus berangka ke Palu atas petunjuk gurunya di Pekalongan
yaitu habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Attas. Habib Idrus mengajarkan Islam
kepada penduduk Palu. Atas usaha tersebut dengan bantuan murid-muridnya dan
masyarakat setempat di bangunlah sebuah madrasah/pesantren yang di beri nama al-
Khaerat. Kemudian di resmikan sebagai Lembaga Pendidikan al-Khairat pada tanggal 30
Juni 1930 Masehi bersamaan dengan 14 Muharram 1349 Hijriah.
Di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada abad ke 18 Rajanya adalah seorang

28
pemeluk agama Kristen, karena penjajah asing. Bernama Yakob Manoppo. Pada zaman
pemerintahan Cornelius Manoppo sejumlah ulama keturunan Arab yang dating dari
Makassar karena hubungan dan pengaruh dakwah yang kuat akhirnya Raja Yakob
Manoppo tanpa keraguan memeluk agama Islam. Demikian di tulis Prof Hamka dalam
bukunya Sejarah Umat Islam jilid IV.
Kemudian seorang ulama keturunan Arab yaitu Sayid Umar bin Salim bin Jindan
kemudian menikah dengan putrid kerajaan Bolaang Mongondow yang bernama Launa
(saudara dari Loren Manoppo). Lalu Sayid Umar di angkat menajdi kepala daerah di
daerah Sangaji.
Di Maluku, sejak abad ke 10 dan 11 perniagaan rempah-rempah terutama cengkeh dan
pala adalah primadona. Para pedagang dari Arab dan Persia sudah keluar masuk sambil
menyampaikan penyebaran agama Islam. Diceritakan bahwa di Ternate telah dating
seorang ulama Islam yang bernama Datu Maulana Husein. Ulama ini sangat pandai
membaca al-Quran dengan suara merdu sehingga pendduk tertarik untuk mendengarkan.
Tetapi oleh Maulana Husein memberikan syarat bahwa setiap yang ingin mendengarkan
bacaan Qurannya harus lebih dahulu mengucapkan dua kalimah syahadah, sehingga sejak
saat itulah penduduk Ternate mulai memeluk agama Islam. Raja Ternate saat itu adalah
Gapi Buta menerima Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Zainal Abidin (1465-
1486 M).
Sumber sejarah lama dan cerita rakyat secara tradisional menyebutkan bahwa semua
sultan yang memerintah di empat kerajaan utama di maluku Utara berasal dari keturunan
Nabi Muhammad saw. Jakfar Shadiq yang sampai di Ternate pada tanggal 10 Muharram
470 Hijriah (kira-kira 1015 M) kawin dengan Nur Safah. Dari pernikahannya dikarunia
delapan orang anak empat putra dan empat putri. Dari ke empat putranyalah yang
memerintah 4 kerajaan di daerah Maluku, yaitu; Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan.
(Lihat Beberapa Segi Sejarah Daerah Maluku, Drs. Bambang Soewondo, h. 40-42, Dept.
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 1978).
Secara keseluruhan daerah kepulauan Maluku seperti Hitu, Jadi, Kepulauan Kei terjadi
sejak tahun 1500 an. Sampai pada tahun 1580 Sultan Babullah telah meluaskan
kekuasaannya ke pulai-pulau sekelilingnya, sehingga dari Pulau Mindanau ( Pilipina)
hingga Pulau Sumbawa, serta dari Irian hingga ke Sulawesi Tenggara.
Di Bali tidak ada keterangan yang pasti kapan Islam sampai. Akan tetapi ada beberapa
petunjuk yang dapat dijadikan dasar Islam sampai ke pulau Dewata itu. Antara lain :
1. Dalam sejarah Sulawesi diterangkan bahwa Islam saat itu dijadikan agama resmi
Kerajaan Gowa sehingga daerah-daerah yang di kuasainya, termasuk bali pasti

29
disampaikan tentang Islam
2. Sejak Makassar berselisih dengan Kompeni belanda, pertempuran terjadi pada tahun
1653-1655 M. ini mengakibatkan banyak banyak nelayan Bugis pindah ke Bali, pasukan
Gowa juga banyak yang mampir ke Bali.
3. Pada tahun 1690 M terjadi pertempuran antara penguasa ban Bukit di Singaraja yang
bernama I Gusti Ngura Panji Sakti melawan pasukan Jembrana di bawah pimpinan Aryo
Pancoran. Dalam pertempuran itu Aryo Pancoran menggunakan meriam Bugis
4. Pada tahun 1715 M, I Gusti Agung Alit Tekung yang menjadi penguasa di Jembrana
banyak bekerjasama dengan umat Islam Bugis seperti Daeng Marema dan daeng
Kudadempet, keduanya adalah ahli silat yang dianggap sakti dan menjadi guru silat di
Jembrana.
Dari sejumlah alasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Islam pada periode
tersebut sudah sampai ke sana.
Pada abad ke XVII telah datang ke Bali dua orang ulama Arab, yaitu Sayid Muhammad
Alaydrus. Oleh Raja Bali saat itu yaitu Ratu Dewa Agung Putera Susuhunan Raja yang
menjadi penguasa Bali dan Lombok. Beliau di angkat menjadi penasehat Raja, betapapun
Raja beragama Hindu tetapi sayid Muhammad Alaydrus tetap dapat bekerjasama dan
dapat menyiarkan agama Islam. Yang ke dua adalah Sayid Ali bin Abu Bakar al-Hamid.
Oleh Raja Kalungkung Bali diangkat menjadi Sekretaris Raja untuk urusan perdagangan
dengan Bugis dan Makassar. Dengan tugas ini Sayid Ali dapat menyebarkan dakwah
Islam.
Pada tahun 1719 M dari Pontianak sekelompok pasukan mendarat di Pantai Air Kuning
yang sekarang di sebut Yeh Kuning di bawah pimpinan Syarif Abdurrahman al-Gadri.
Bersamaan dengan itu datang pula ulama yang bernama Syarif Abdullah bin Yahya
Maulana al-Gadri. Mereka membangun Masjid di Air Kuning yang sampai sekarang
masih berdiri. Inilah peninggalan arkeologi tertua tentang Islam di Bali sekalipun
bentuknya telah berubah karena pemugaran.
C. Kesimpulan
Secara umum dapat disebutkan bahwa para pembawa agama Islam pertama kali ke
wilayah Nusantara-Indonesia adalah para pedagang dan Muballigh dari Arab, Persia dan
India. Mereka mengunjungi daerah-daerah pesisir nusantara yang berhubungan langsung
dengan bandar-bandar perdagangan internasional. Aceh dengan kerajaan Perlak dan Pasai
telah menjadi penyangga penyebaran Islam yang utama ke wilayah lainnya di Nusantara.
Sebab ditemukan laporan bahwa hampir seluruh ulama yang menyebarkan Islam ke
daerah lain adalah berasal atau paling tidak berguru ke kepada ulama yang ada di kedua

30
kerajaan tersebut.
Setidaknya hingga pertengahan abad ke 15, umat Islam bukan saja telah menyebar luas
keseluruh kepuluan Indonesia, bahkan secara sosial telah muncul menjadi agen perubahan
sejarah yang penting. DR. Kuntowijoyo menyebutkan bahwa daya pikat utama agama
baru ini adalah pada gagasan persamaannya, sebuah gagasan yang sangat menarik bagi
kelas saudagar yang sedang tumbuh, dan yang tidak ditemukan dalam konsep stratifikasi
sosial Hindu. Islam dengan demikian menyediakan cetak biru untuk organisasi politico-
ekonomi, dan dengan ini sedang dipersiapkan jalan bagi terjadinya proses-proses
perubahan struktural baru dari system agraris-patrimonial kearah persamaan dan
pertumbuhan ekonomi atau kapitalisme-politik.
Dari cetak biru politico-ekonomi inilah, Islam menyentuh kalangan menengah pedagang
pribumi memeluk agama Islam untuk berpartisipasi dalam komunitas moral perdagangan
Muslim Internasional. Melalui Malaka yang sejak ahir abad ke 14 telah berkembang
menjadi entrepot-state (Negara penyalur perdagangan lintas laut).
Dengan demikian hubungan perdagangan antar pulau di wilayah Nusantara semakin
terbuka. Dan itu berarti memperluas jangkauan dakwah dan penyebaran Agama Islam.
Para ulama yang nota bene adalah para Sayid keturunan Rasulullah yang sebagiannya
menjadi Sultan atau paling tidak menjadi anggota keluarga kerajaan karena perkawinan
dengan kerabat para raja menajdi leluasa dalam menyebarkan Islam. Hal inilah yang
mempercepat proses islamisasi di wilayah kepulauan Nusantara-Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai