Anda di halaman 1dari 34

U

dara saat itu


emang kerasa
masih agak
dingin. Secara
perlahan angin
berhembus di sela-sela
rindangnya dedaunan
matoa waktu itu, terkesan
menambah sejuknya
suasana desa Pasir Eurih
Ciapus pada suatu masa di
tahun 1995. Disinilah awal
semua cerita terjadi. Awal
dimana berdirinya sebuah
Pusat Pendidikan
Lingkungan Hidup, Matoa.
Didaerah yang cukup luas
dengan fasilitas indahnya
pemandangan rerimbunan
pohon-pohon Matoa, yang
dihibahkan begitu saja
oleh kedermawanan dan segala bentuk
pengorbanan Abdul Bari Ts (Alm)
buat lingkungan hidup. Tapi enggak cuma
itu aza, rumah plus mobilnya juga ikut
beliau sumbangin buat kegiatan-kegiatan
pendidikan lingkungan.
Kalo mungkin ada pendekar yang
malang melintang di dunia lingkungan
hidup, Abdul Bari Ts mungkin salah
satunya. Sosok seorang bapa yang
peka banget ama keadaan lingkungan,
flora, fauna berikut potret keadaan
masa depannya. Kesensitifan beliau
soal keberadaan alam sekitar,
menggariskan ketegasan dalam setiap
sikap dan semua keputusannya.
Saking bersihnya, enggak sedikit juga
orang-orang yang kurang menyukai
perilaku bapa ini. Terutama orang-
orang yang jadi gak pernah ngedapatin
sesuatu yang biasa mereka dapatin
dibarengi “kerlipan mata”. Beliau
sangat mendambakan sosok generasi
yang berakhlak mulia, mau berkarya,
kalau berkata selalu jujur, bersahabat
dan setia kawan. Enggak cuma itu,
generasi ini juga sebaiknya harus
mencintai alam dan lingkungan, trus
punya jiwa satria, sedikit suka
bertualang, apalagi berhati bersih,
ditambah lagi peduli dan melestarikan
sumber daya alam anugrah Illahi.
Banyak yah…? Keliatannya emang
harus gitu. Susah sich emang, tapi
sepertinya itulah yang menjadi
harapan untuk sebuah generasi.
Lewat Yayasan
Bina Lingkungan
Gunung Salak yang
dikelolanya, Abdul Bari bareng rekan-
rekan coba memungut dan menata kembali
serpihan-serpihan dari keberadaan serta kondisi
lingkungan pada saat-saat sekarang ini. Mereka
sepakat untuk memahami betapa pentingnya
sebuah konservasi. Ini enggak gampang, ini jadi
sebuah perjuangan panjang tanpa mengenal lelah
meski bagi seorang Abdul Bari. Sedikit ditambah
beberapa dikit lagi pengorbanan, tentunya bukan
menjadi alasan untuk sekedar berpikir coba
berhenti. Abdul Bari terus berusaha nyari dukungan
dari sana-sini, mulai dari orang-orang yang Ia kenal
ampe golongan anak muda yang semestinya udah
dirangsang tingkat kepeduliannya terhadap
lingkungan dari dini.
Kegigihan sang Ayah, ternyata nimbulin panggilan
hati bagi seorang Budi Hartono. Budi
sebenernya gak punya dasar sama sekali soal
lingkungan hidup. Dia malah nyelese’in
kuliahannya di bidang ekonomi dan sempet kerja
pada satu tempat yang sesuai ama keahliannya
waktu itu. Tapi Budi ternyata gak nemu’in kepuasan
yang didapet dari bidang yang Ia geluti saat itu.
Hingga pada 1998, Ia akhirnya ikut turun berjuang
bersama jejak cita-cita dan gagasan yang
ditinggalin oleh sang Ayah. Awalnya Budi sering
ngikut kemana sang ayah pergi. Dari situ kemudian
Budi sedikitnya belajar dan tau apa sich yang
sebenernya sang ayah kerja’in. Budi mutusin untuk
coba berbuat, meski selang beberapa lama Budi
sempet stess karena gak ada temen yang bisa
diajak untuk ikut berjuang.
Ampe suatu ketika Budi
ketemu ama Baehaqi.
Seorang yang kemudian jadi temen deket
dan kaya’nya punya pandangan yang sama
ama dia. Bak udara segar, kemudian
beberapa temen mulai bermunculan.
Stress Budi sedikit memudar oleh
kehadiran mereka. Budi ngelangkah
bareng rekan-rekan alumni dan
mahasiswa dari IPB, UI, Trisakti serta para
sukarelawan dari berbagai kalangan.
Dengan sekitar 13 pasukan, akhirnya
mereka bikin Strategic Plan bareng-bareng.
Sebuah proposal akhirnya terlahir, tapi
ternyata semua gak berjalan seperti yang
Budi harepin. Jawaban dari proposal gak
kunjung dateng. Satu persatu pejuang
terpaksa harus pergi. Mereka dipaksa oleh
sebuah kebutuhan yang nuntut mereka
buat ngasilin. Budi pun gak bisa ngejawab
semua pertanyaan mereka
tentang sebuah kepastian.
Budi cuma bisa negesin
sama mereka tentang
sebuah keyakinan. Tapi
gak banyak kata yang
bisa nahan mereka
untuk tetep tinggal.
Akhirnya

Budi
sendirian
lagi…
Kira-kira pada akhir 1999, datanglah sebuah
jawaban. Proposal yang dibikin bareng temen-
temen waktu itu, ternyata disetujui KEHATI.
Kegiatan yang dilaku’in waktu itu adalah,
“Konservasi Eksitu Flora Gunung Salak”
yang ngelibatin SMP dan SMU di Bogor.
“Aduh gimana, nich?! Mana gak ada orang, lagi !”
Rekrutment dilakukan, muncul wajah-wajah baru
yang ikut bantu’in. Dan dari sini juga, muncul
beberapa wajah yang kemudian ikut membawa
perubahan terhadap Matoa ampe sekarang.
Rudi Rohmansyah, kenal ama sosok Abdul
Bari semenjak tahun 1993. Rudi yang berlatar
belakang Pramuka Kehutanan, sering ngelaku’in
kegiatan-kegiatan lingkungan bareng temen-temen
di Saka Wanabhakti. Pada akhir 1999, Rudi diajak
Budi buat ngebantu’in kegiatan itu.
“Kamu mau kan, Rud ???”
Rudi kenal betul siapa Abdul Bari Ts, dan Rudi pun
sangat menaruh hormat kepada Budi Hartono.
“Bisa, kan?”
Kegiatan ini sepertinya juga
nyambung ama kegiatan yang
biasa Rudi bikin.
“Mau enggak kamu, Rud !?”

Dan
ini pun bisa dijadi’in
media belajar buat Rudi.
“Rudd !!!”
“OK, saya siap !”
Humh, akhirnya…
Yuyu
Kelembutan
Yudaningsih kemudian
hadir di tengah-tengah
jajaran PPLH-Matoa
pada 1999. Tangan-
tangan lentik nan
lembut Yuyu,
kaya’nya cocok buat
ngurusin masalah-
masalah pembukuan
dan keuangannya
PPLH-Matoa.
Walaupun gak
banyak yang Yuyu
dapet dari segi
finansial waktu itu, tapi
Yuyu sama sekali gak
keberatan. Malah Yuyu
nyempatin keluar dari
PPLH-Matoa selama
6 bulan tanpa kabar, trus gabung
lagi setelah itu. Sempet-sempetnya
yach, Yuyu. Yuyu adalah seorang
pendengar yang baik, gak sedikit
orang yang jadi sering curhat ama
Yuyu. Ada juga yang sekedar
konsultasi, ngadu soal masalah-
masalah, minta pendapat, nanya
nasib, informasi nomor yang
keluar, ngeluh sering sakit-sakitan
dan sejenisnya. Tapi kalau giliran
Yuyu pengen curhat aza, gak ada
orang yang mau dengerin.
Banyak hal yang terjadi selama
pelaksanaan program itu, terutama
pada tahun 2000.
Di Mei 2000, hadirlah Heri Raspati
Wibowo. Memang gak banyak yang
istimewa dari pria satu ini, selain barisan kumis
yang tertata rapih hingga kadang bikin
penampilannya sedikit menawan. Heri dateng
dengan kemampuan yang sama sekali nol. Ia
diharepin bisa ngurusin masalah yang
berhubungan ama komputer.
“Komputer!?! …
. .bentuknya kaya gimana, tuch?!”
Tapi kemauan Heri begitu tinggi, hingga Ia
habisin sebagian besar waktunya buat belajar
lebih jauh soal program komputer terutama
yang ada hubungannya ama design. Gak ada
guru yang bisa dimintai’in penjelasan, gak ada
jawaban dari semua pertanyaan yang numpuk
di benak Heri. Makanya Heri mutusin buat
ngejalin hubungan yang lebih deket ama yang
namanya komputer, dan kaya’nya komputer
pun ngerasa gak keberatan buat nerima Heri.
Banyak waktu mereka habisin bedua. Dan saat
malam tiba, gak jarang Heri pun larut tertidur
dipelukan sang kekasihnya itu.
Badai itu ternyata datang lagi.
Setelah pelaksanaan program, suasana mulai
kembali berubah menjadi abu. Pengeluaran yang
cukup gede kaya’nya gak diimbangin ama
pemasukan yang cukup seret. Para personil Matoa
cuma dapet penghasilan yang relatif kecil, sehingga
banyak dari mereka yang kemudian memilih untuk
cabut. Kemudian terjadilah fase dimana orang
banyak yang keluar masuk kaya’ pergantian
pemain. Meskipun begitu, proses pendampingan
tetep dilaku’in. Proposal masih terus dibikin, walau
memang sifatnya insidential. Tapi kembali lagi,
Matoa mengalami kondisi yang
cukup kritis…
Cerita ini belum berakhir ampe di sini, karena ini
gak bisa dibiarin begitu aza. Kalau dibiarin begini
terus, lama-kelamaan Matoa bisa mati. Ternyata hal
ini dapet dijadi’in pelajaran yang amat berharga
buat Matoa. Ternyata kita gak bisa melulu
tergantung dan ngandelin ama proposal. Betapa
kita pun gak bisa terlalu idealisme. Mungkin ini
adalah sebuah kecelakaan bertahan hidup dengan
idealisme.
Dan akhirnya Matoa pun sepakat untuk mulai
berubah. Mereka coba ngebongkar kreatifitas
mereka biar bisa bertahan hidup. Budi yang
punya dasar pemikiran ekonomi yang cukup
bagus, bikin manuver-manuver dari segi
pemasaran. Hubungan yang harmonis antara
Heri dan komputer, bikin Heri mulai mahir
dalam urusan-urusan design. Yuyu pun mulai
cekatan dalam ngatur setiap pemasukan dan
pengeluaran. Ditambah Rudi yang sempet juga
belajar keluar selama kurang lebih satu
setengah tahun, kini mulai menekuni bidang
Ekotourism. Kali ini mereka gak akan melulu
tergantung ama pihak lain. Kali ini mereka
akan lebih banyak ngasilin produk dan ide
serta kekreatifan mereka yang dapat mereka
jual buat ngidupin PPLH-Matoa.

Dengan coba memproduksi macem-macem


media Outrech, maka lahirlah Matoa Design
Printing di tahun 2000. Dan bukan cuma itu
aza, di tahun 2001 Matoa bikin beberapa
kegiatan outdoor kaya’ pengamatan burung
dan penyu, outbond, pendampingan ketua
adat dari Taman Nasional Kayan Mentarang
yang kemudian dari situ tercetus pula Matoa
Outdoor & Expedition.
Tapi pada tahun yang sama,
Matoa mesti nerima kenyataan
ditinggalin seorang sosok Bapak yang
jadi salah satu motivasi mereka selama
ini. Abdul Bari Ts pergi ninggalin berbagai
macem kenangan yang terlalu sulit
dilupa’in begitu aza. Tetes air mata beliau
yang sering menetes disaat terhanyut
dalam sebuah kondisi lingkungan yang
memprihatinkan, menjadi tangis semua
orang yang pernah mengenalnya ketika
Indonesia terpaksa harus kehilangan
salah satu pendekar lingkungan hidup
yang pernah ada.
Sepeninggal Abdul Bari Ts,
Muhandis Natadiwirya kemudian
berperan jadi seseorang yang
dibapakkan oleh Matoa ngelanjutin
perjuangan Abdul Bari. Lagi-lagi dalam
kondisi apapun juga, semua mesti
berjalan lagi sesuai ama harapan dan
cita-cita dari Abdul Bari Ts.
Ciapus emang memiliki suasana yang
asri, teduh, sejuk, banyak pohon, suhu
yang masih dingin, kadang sering bikin
ngantuk, listrik sering mati, transportasi
agak repot, jauh ke mana-mana. Dan…
Pada 2002, Matoa
pindahan ke Jl. Abiyasa I
No. 15 Perum Bumi
Indraprasta I Bantarjati.
Di tempat baru ini,
harapannya bisa
mempermudah akses
Matoa kemana aza. Tapi walau bagaimanapun
juga Ciapus akan tetep jadi cita-cita, harapan
biar jadi tempat
ngumpulnya anak-anak
muda buat konservasi
lingkungan.
Makin kesini makin banyak design yang diminta
oleh berbagai pihak, dari design-design buat
pembuatan buku, kaos, ampe pembatas buku.
Karena makin banyak orang yang tertarik dan gak
semua design yang diminta buat dicetak, Matoa
Design Printing berubah jadi Matoa Creative
Design pada 2003.
Ampe pada upaya buat ngebangun divisi retail
merchandise yang diberi judul “Menapak”, ini
merupakan bentuk kerjasama bareng
Perkumpulan Telapak Indonesia.
Banyak kerjasama yang udah dibikin ampe saat
ini, baik bareng LSM-LSM, perusahaan,
sekolahan-sekolahan, ampe pada level
pemerintahan dan Kedubes. Kerjasama ama
pihak luar bareng The Shizouka Association for
International Relations (SIR), Jepang, pernah juga
mereka bikin. Road show lingkungan ke sekolah-
sekolah pun masih tetep dikerja’in, dengan
konsep subsidi silang antara kegiatan produksi
ama kegiatan-kegiatan pendidikan lingkungan.
Terima Kasih Kami Kepada :

Anda mungkin juga menyukai