Anda di halaman 1dari 6

Pemberdayaan Perempuan dalam Gereja

1. Tema : PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM GEREJA

2. Tujuan :
Pertemuan ini bertujuan agar peserta melihat dan menempatkan perempuan sesuai
dengan keberadaannya dan segala potensi yang dimilikinya pada posisi yang benar.

3. Pemikiran Dasar :
a. Perempuan memiliki potensi dan talenta yang perlu dimanfaatkan dengan baik.
b. Kenyataannya talenta dan potensi pada perempuan kurang dimanfaatkan dengan
baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaa dirinya dan orang lain.
c. Baik dalam sejarah Gereja sepanjang masa maupun dalam sejarah dunia, peranan
perempuan dalam kehidupan sangat besar. Ia bisa membangun dunia dan
masyarakat, tetapi juga bisa menghancurkan kehidupannya sendiri dan kehidupan
orang lain.
d. Perempuan dari kodratnya memberikan hirup baru kepada manusia.

4. Pembukaan : Doa
Ya Tuhan alangkah senangnya kalau boleh memiliki kehendak yang kuat. Kami teringat
akan orang-orang yang memiliki kamuan keras membaja. Mereka terus berusaha
membangun dunia.Diantara mereka terdapat juga banyak perempuan yang mempunyai
kemampuan dan kehendak kuat untuk menyelamatkan dunia ini.Maria Bunda Putra-Mu
dan Bunda kami adalah Putra-nya.Engkau mengganjar dengan mengangkatNya ke
surga dengan jiwa dan raga.Kami mohon dengan perantaraan Bunda perkasa ini agar
kami dianugerahi kekuatan dan ketabahan dalam memperjuangkan keberanian dan
keadilan. Salam Maria.............

5. Pengantar Pemandu
Saudar aterkasih, dalam pertemuan ini, kita akan melihat secara khusus posisi
perempuan dalam Gereja. Mengapa? Karena permasalahan gender ini lebih banyak
menyangkut perempuan. Bagaimana Gereja atau umat beriman menempatkan
perempuan dalam status yang sebenarnya?Untuk itu kita mencoba mendiskusikan
sebuah kasus yang dialaminya oleh Ibu Ari.

KISAH IBU ARI

Ibu Ari, siapa yang tidak mengenalnya? Sejak masih kuliah, dia sudah aktif di mana-
mana : di kampus, di paroki, di masyarakat. Dia memang menyenangkan sehingga
pertemuan-pertemuan menjadi terasa kurang lengkap tanpa dia. Wisma Mahasiswa itu
terasa sepi kalau dia tak hadir.Berada di sekitarnya bukan karena tertarik pada
gagasan-gagasannya yang kreatif dan kerjasama yang rapi, tetapi orang senang
karena dia pandai berbicara. Tak hanya pembicaraan yag berat dan serius, tetapi juga
humor-humornya yang segar membuat orang tidak merasa rugi untuk menghabiskan
waktu bersama dia. Itulah sebabnya dia mendapat nama kedua : Woro Criwis.

Perkawinanya tidak membuatnya berubah. Kalau dia boleh disebut seorang ratu,
dia bukan hanya ratu rumah tangga : kegiatan-kegitannya membuat namanya dikenal
sampai di lua batas paroki, kota, keuskupan dan priponsi tempat tinggalnya.

Tugas pokoknya adalah menjadi guru Matematika di SMA.Tetapi waktu-waktu


kosongnya dipakai untuk membaca banyak buku yang menyangkut kehidupan sosial.
Kegiatan-kegiatan sosialnya menjadikan kegemaran membacanya sebagai pemenuhan
kebutuhan sehingga ia tidak hanya menjadi orang yang suka ikut-ikutan, tetapi memiliki
pendapat, pemikiran, bahkan merumuskan dan meawarkan gagasan, menentukan
langkah dan mengevluasi perubahan yang terjadi.

Kini kedua anaknya sudah besar.Ria anak yang kedua yang kuliah di Fakultas
Sosial dan Politik nampaknya tak kalah aktif dibandingkan ketik ibu Ari masih muda.
Dan yang menarik adalah anak perempuannya ini dapat dijadikan teman diskusi yang
memperkaya.Sudah berapa lama anaknya pulang dan membawa cerita tentang
bagaimana dia dan teman-temannya mengembangkan studi tentang perempuan.Dia
pun ikut tertarik.Pelan-pelan dia sadari bahwa ada masalah besar di kalangan
perempun bangsanya.Dalam perjalanannya ke Bali yang terakhir, perempuan-
perempuan yang menjadi kuli bngunan di jalan yang disaksikannya telah mengusik
hatinya.Gambaran perempuan dengan pakaian dekil, mengangkat beban berat itu
kerap kali muncul di benaknya.Sudah hampir dua semester ini berbagai bahan bacaan
tentang perempuan di lalapnya.Ketika adiknya yang mau pulang dari belajar di Amerika
menanyakan oleh-oleh yang diinginkan, satu jawabannya ialah buku-buku tentang
gerakan perempuan.

Dia merasa bahwa di dalam hatinya timbul sesuatu yang mengganggu, menentang
dan sekaligu mendorong untuk berbuat sesuatu.Dia merasakan tumbuhnya kepekaan
baru.Dia jadi mudah tersinggung bila ada berita tentang perempuan yang
dilecehkan.Dalam sebuah perjalanan, untuk mengisi waktu, dia membaca “Bekisar
Merah” – nya Ahmad Tohari.Dia menitikkan air mata.Apa yang diderita oleh Lasi itu
adalah lambang penderitaan banyak sekali perempuan di Indonesia. Juga, kematian
Srintil Ronggeng Dukuh Paruk dari penulis yang sama dan Buku Jantera Bianglala
adalah kisah nyata yang masih dengan mudah dapat didengar jaman ini. Akan tetapi
semuanya dirasakan belum encukupi. Dia ikut beberapa seminar tentang perempuan
dan disana ia mengenal teman-teman baru.
Anak-anaknya sudah beranjak dewasa.Suaminya juga tidak banyak rewel.Dia
punya cukup waktu untuk mematangkan gagasannya.“Aku harus memulai,” itulah kata-
katanya pada suatu hari. Maka ia mulai bergabung dengan kelompok-kelompok yang
aktif dalam gerakan ini. Di sana dia menemukan bekas muridnya. Dia senang.Hanya
saja kalau sendirian di rumah dia merasa begitu sepi.Di beberapa kegiatan yang diikuti,
dia lebih banyak menemukan pemikir-pemikir serta aktivis vokal yang masih muda,
hampir tidak ada yang seumur.Juga tidak ada yang seagama dengannya, Maka dia
putuskan untuk menawarkan gagasannya ini kepada teman-teman di paroki dan
diorganisasi Wanita Katolik.

Dia temui beberapa teman.Tanggapannya berbagai macam.Sekian banayk


tanggapan itu dia catat baik-baik.Ibu sutanto, misalnya, dosen Akutansi di Universitas
Katolik, semula nampak berminat, bahkan sekali pernah mengundang ke
rumahnya.Setelah beberapa kali bertemu, Bu Tanto mengatakan, “Ah jeng, mbok
jangan aneh-aneh. Kodrat perempuan kan memang begitu. Dia kan memang harus
tunduk pada suami, mendidik anak dengan baik. Kalaupun dia bekerja, itu kan hanya
untuk keluarganya. Lihat to, nama kita ini. Sejak kawin kan orang tidak memandang
saya “Sri”. Saya lbih dikenal dengan ‘Ibu Sutanto”. Kitab Suci saja mengatakan ,”Hai
istri, tunduklah kepada suamimu, seperti kepada tuhan, karena suami adalah kepala
istri sama seperti Kristus kepala jemaat..... (Lih Ef 5:22). Dan lagi, kita ini kan memang
hanya pembantu suami. Panggilan kita adalah di dalam keluarga.Itulah sbabnya sejak
dulu saya tidk masuk organisasi-organisasi gereja. Bukankah Kitab Suci sendiri
mengatakan ,” Sama seperti semua jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan
harus berdiam diri dalam pertemun-pertemuan jemaat. Sebab mereka tidak
diperbolehkan untuk berbicara.Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan
juga oleh Hukum Taurat.Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka
menanyakan kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk
berbicara dalam pertemuan jemaat (1 Kor 14:34 – 35)

Ibu Ari terkejut sekali dengan jawaban itu, Lalu dia bertanya, “Lo, tetapi ibu kan
seorang dosn...?” “Iyah jeng, semua itu kan untuk cari tambahan nafkah, untuk
pendidikan anak-nak yang sekarang ini semakin mahal dan lagi suami kan juga senang
kalau kita bisa ikut ‘urun-urun” Ini lho Jeng, saya kira lebih menarik, beberapa ibu
merencanakan untuk ziarah ke Laourdes.Mereka sudah mengumpulkan uang.Sekarang
tinggal mencari seorang untuk mengorganisasikannya. Anda kan selama ini pintar
berorganisasi. Bergabung ya....?

Pembicaraan itu terekam lama di hatinya.Tetapi Ibu Ari tidak tinggal diam. Dia
temui ibu Mira yang selam ini terkenal sebagai pengusaha katering yang
berhasil.Memang ibu Mira juga berminat.Bahkan dalam perjalanan ziarah ke
Sendangsono, bulan Mei yang lalu, dia sempatkan untuk duduk di samping bu Ari.Di
dengarnya gagasan-gagasan Bu Ari seperti seorang anak mendengarkan gurunya. Ini
sebuah kisah yang lain dari pada kehidupan sehariannya melayani pesanan. Ini juga
hal baru selama sekolah di IKIP jurusan Tata Boga tak pernah didengarnya.Dia tertarik
pada kisah tentang perempuan di Muangthai yang dijual oleh keluarganya untuk
dijadikan pelacur. Dia terkesan juga oleh cerita Sadisah yang menjadi buruh di
Tanggerang dan tinggal dibedeng-bedeng kumuh yang ketika Lebaran enggan pulang
ke dusun karena tidak membawa oleh-oleh bagi keluarganya yang mengira kalau
bekerja di kota pasti akan pulang ke dusun sebagai orang kaya.

Memang Bu, perempuan-perempuan banyak yang menderita. Menurut saya, itu


karena mereka kurang pendidikan sehingga mereka tidak tahu apa yang harus
diperbuat dalam hidup ini. Kalau nanti bu Ari mau memulai sebuah usaha pendidikan
untuk mereka, jangan segan-segan mengajak saya.”
Pada suatu hari, Ibu Mira datang ke rumah Ibu Ari. Dia menyerahkan uang satu juta
dengan meninggalkan pesan, “bu, ini syukuran, si Nita baru saja luus, silahkan
dijadikan modal buat pendidikan anak-anak perempuan....siapa tahu dapat mengurangi
jumlah mereka yang harus jadi buruh murah....”

Bu Ari tercengang.Dua bulan kemudian, pada bulan agustus dia telepon ke rumah
Bu Mira, untuk mengajaknya mengikuti seminar tentang perempuan. Tetapi jawaban
dari ujung sana membuatnya merasa sendirian lagi. Selama sebulan Bu Mira akan
pergi ke luar negeri, ke Amerika dan pulangnya lewat Eropa. Dia mau mengambil
program S2 di Wasington University.

Untuk beberapa lama bu Ari merasa sendiri. Dia mau memulai sesuatu.Tetapi
masih ad hal yang kurang.Dia harus mempunyai sebuah komunitas.Pada suatu hari di
sebuah pesta nikah, dia ditemui oleh Anas bekas muridnya yang menjadi Sarjana
Hukum dan aktif di gerakan perempuan. ‘Ya, Bu, tentu kami senang kalau ibu mau
bergabung bersama kami, kami punya banyak program penyadaran. Orang-orang kami
tinggal bersama perempuan-perempuan yang menjadi korban struktur budaya, sosial,
ekonomi dan politik.Kami tulis keadaan mereka, kami ajak melihat sebab-
sebabnya.Kami juga mempunyai bagian publiksi yang menyiarkan sebanyak mungkin
penderitaan perempuan.Kami mencita-citakan sebuah kesetaraan.Juga, ada bagian
Advokasi hukum.Salah satu penderitaan perempuan di negeri ini karena banyak
rumusan hukum yang tidak adil.Kami ingin ubah itu bersama-sama. Kami juga
membuat jaringan global karena dalam perjuangan ini kami tidak sendirian; seluruh
dunia menderita karena perempuan menderita....”

Diskusi
Peserta dibagi dalam kelompok dan diberikan pertanyaa penuntun :
a. Keprihatinan ibu Ari mengenai perempuan mendapat tanggapan. Dalam tuturan ini
ada tiga ibu ; Ibu Susanto, Ibu Mira dan Ibu Anas. Dari ketiga tanggapan itu, Anda
tertarik pada tanggapan mana/ Silahkan memilih salah satu saja. Mengapa anda
berpendapat bahwa tanggapan orang yang Anda pilih itu adalah yang baik?
b. Saya anggap tanggapan ibu .....adalah tanggapan yan pling baik
karena .....................
c. Saya tidak mengganggap tanggapan ibu ....sebagai tanggapan yang terbaik
karena ................
d. Tanggapan dari lingkungan saya kebanyakan dekat dengan tanggapan
saya................ dengan contoh .......

6. Kelompok Masuk dalam pleno


Peserta diminta untuk memilih dari ketiga kekuatan ibu-ibu itu.Bagaimana kekuatan nilai
yang dipilih itu mau dikembangkan.

7. Perluasan pandangan dan Refleksi


Pemandu :
Kalau masing-masing kelompok dengan alasannya memilih kekuatan-kekuatan yang
ada pada ketiga ibu tersebut, ya... pasti ada segi positifnya dan negatifnya juga.Kita
tidak melihat mana yang benar dan mana yang salah, tetapi mau meliaht nilai atau
kekuatan yang harus dikembangkan demi mengatasi permasalahan gender sehingga
baik laki-laki maupun perempuan dapat menghayati hidupnya sesuai dengan
kepribadiannya.

Gereja dalam Gaudium et Spes 8 mengatakan ,”Adapun dalam kehidupan keluarga


muncullah berbagai ketidakserasian, baik dengan kondisi kependudukan, ekonomi dan
sosial, yang serba mendesak, maupun karena kesulitan-kesulitan yang timbul antara
angkatan-angkatan yang beruntun atau pun juga karena hubungan-hubungan sosial
yang baru antara laki-laki dan perempuan.”

Dengan ini Gereja juga melihat adanya ketidakserasian dalam relasi laki-laki dan
perempuan akibat perjalanan waktu dan perkembangan relasi dalam bidang ekonomi,
kebudayaan dan sosial. Dalam GS 9 dinyatakan, “ Kaum perempuan menuntut
kesamaam dengan kaum laki-laki berdasarkan hukum maupun di dalam kenyataan, bila
kesamaan itu belum mereka peroleh’.

Dengan ini Gereja juga menghendaki kesamaan laki-laki dan perempuan sesuai
dengan keberadaan masing-masing.

Sebab itu GS 60 jelas-jelas melihat bahwa sudah waktunya kesamaan harus


diwujudkan dalam : “karena sekarang terbuka peluang untuk membebaskan jumlah
orang yang amat besar dari bncana kebodohan, maka merupakan kewajiban yang
cocok sekali denagn jaman sekarang, terutama bagi umat kristen, untuk dengan tekun
berupaya supaya di bidang ekonomi maupun politik pda tingkat nasional maupun
tingkat internasional diambil keputusan-keputusan fundamental agar dimanapun juga
diakui dn diwujudkan secara nyata hak semua orang atas kebudayaan manusiawi, soal,
selaras dan martabat pribadi, tanpa membeda-bedakan suku, laki-laki dan perempuan,
bangsa, agama atau kondisi sosial.....”

Di Indonesia, himbauan Gereja ini perlu juga diperhatikan bersama karena


permasalahan perempua cukup memprihatinkan. Kalau kita kembali melihat refleksi
dan sharing-sharing pengalaman sesama di atas....lalu bagaimana sikap kita pada
masa mendatang, apakah yang mau kita laksanakan sebagai tanggapan atas
himbauan Gereja dalam situasi kita ini?

8. Tindakan ke Masa Depan


a. Menanggapi segala kekerasan dengan cara bijaksana. Ini harus dimulai dari diri
sendiri.
b. Membina saat-saat kebersamaan, seperti makan bersama, rekreasi bersama, doa
bersama (baik di dalam komunitas dan di dalam keluarga)
c. Mengubah hubungan-hubungan negatif seperti perbudakan, majikan-buruh dengan
hubungan positif seperti persaudaraan, rekan kerja, baik di tempat kerja, di sekolah, di
rumah dengan anak, pembantu, serta tetangga.
d. Perjuangan disesuaikan dengan kesadaran dan ketabahan
e. Perlu dialog dan pembicaraan bersama dalam menghdapi persoalan dan masalah,
baik di dalam keluarg maupun di dalm komunitas.

9. Penutup
Doa spontan oleh peserta, kemudian disatukan dengan doa Bapa Kami dan diakhiri
dengan lagu.

Penyuluh Agama Katolik

Albertus Hartanto, S.Ag

Anda mungkin juga menyukai