Anda di halaman 1dari 7

Nama : Arasy Sida Anggraini

No. Absen : 04
Judul Novel : Layar Terkembang
Pengarang Novel : St. Takdir Alisjahbana
Penerbit : PT Balai Pustaka
Jumlah Halaman : 176 halaman
Sinopsis Novel :

Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia


dikenal sebagai seorang gadis yang pendiam teguh dan aktif
dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti
yang selalu serius dan cenderung pendiam sangat berbeda
dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan
periang.

Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika


sedang asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu
dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan
perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang
Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya
adalah Demang Munaf, tinggap di Martapura, Sumatra
Selatan.

Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan
Maria pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selal teringat
kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih
banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang
selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.

Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi
dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati
menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai
berbagai hal.

Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu
Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan
persahabatan biasa.

Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang
berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita.
Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.

Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya
ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun
ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian,
datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya,
surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara
sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk
kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah mendapat restu
ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura.

Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu
pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam
kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.

Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Sesungguhpun demikian
pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat
pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya
kepada Tuti.

Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat
itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal
keinginandsnya untuk menjalin cinta dengannya. Sesungguhpun gadis itu sebenarnya sedang
merindukan cinta kasih seorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya.
Maka segera ia menulis surat penolakannya.

Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk
merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit
TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di
Pacet, Sindanglaya Jawa Barat.
Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak
juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan
yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.

Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di
Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan.
Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga
mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan.
Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau
dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di
desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.

Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin
akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang
merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria
sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan
rumah tangga, Maria mengjhembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya
di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan
seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang
penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing
mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Lalu
sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali
melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.
1. Bagaimana pendapatmu terhadap kreativitas pengarang memunculkan ide yang
terimplementasi dalam novel tersebut?
: Menurut pendapat saya, pengarang cukup kreatif dalam memunculkan ide
tersebut karena ide cerita sangat bermanfaat bagi kehidupan wanita, entah itu pada
zaman dahulu hingga zaman sekarang. Pengarang memunculkan ide yang dapat
membuat orang menghapuskan perbedaan kasta antara wanita dan laki-laki
sehingga wanita mampu mendapatkan hak yang sama.

Tidak hanya dalam kesetaraan gender, novel tersebut juga banyak mengajarkan
bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam kehidupan sosialnya. Salah satu
yang diajarkan yakni agar sesama manusia dapat saling membantu karena mereka
adalah makhluk sosial serta tidak memandang derajat kepada setiap orang. Sisi
keagamaan juga diajarkan dalam novel "Layar Terkembang" ini, yaitu bahwa
manusia hendaklah mengingat tuhan sedari dini dan bukan hanya saat tua nanti.
Jika manusia melakukan hal itu niscaya kehidupannya akan menjadi lebih mudah
serta terarah.

2. Bagaimana pandangan pengarang terhadap masalah yang muncul di era cerita


tersebut?
: Permasalahan yang dimunculkan dalam novel “Layar Terkembang” adalah
upaya yang dilakukan oleh sosok Tuti untuk memperjuangkan emansipasi wanita
pada zaman itu dengan cara mengikuti organisasi-organisasi wanita dan
menyurahkan sebagian kehidupannya untuk organisasi, bahkan hingga ia cukup
sulit dalam memilih pasangan hidupnya juga. Menurut saya, penulis mampu
menyampaikan permasalahan tersebut dengan baik sehingga mampu memotivasi
wanita di zaman sekarang agar mampu membagi antara kepentingan umum serta
kepentingan untuk diri kita sendiri.

3. Jelaskan maksud pengarang untuk pembaca atau khalayak? Apa yang


dikemukakannya?
: Yang dimaksudkan oleh penulis untuk pembaca adalah agar segala sesuatunya
mampu diseimbangkan sehingga mampu terselesaikan dengan baik antara
keduanya, serta menunjukkan bahwa untuk membela kaumnya atau golongannya
tidak hanya bisa dilakukan di kota-kota besar, namun di desa kecil juga mampu
melakukan hal berguna dengan cara yang lain.

4. Buatlah abstraksi terkait diri pengarang yang tampak dalam novel tersebut beserta
konfirmasinya dengan referensi pendukung.
: Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah novel roman
lama yang menjadi saksi sejarah dan perkembangan
Bahasa Indonesia, sekaligus jejak pemikiran modern Indonesia. Novel ini telah
dicetak ulang beberapa kali. Novel ini merupakan curahan dari cita-cita penulis .
Novel ini mengisahkan perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Roman ini termasuk novel modern disaat sebagian besar masyarakat Indonesia
masih dalam pemikiran lama (1936). Novel ini banyak memperkenalkan masalah
wanita Indonesia dengan benturan budaya-budaya baru, menuju pemikiran
modern. Hak-hak wanita, yang banyak diusung oleh budaya modern dengan
kesadaran gender, banyak diungkapkan dalam novel berwawasan luas dan
mandiri. Didalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang
benturan kebudayaan antara barat-timur serta masalah agama.

5. Setelah membaca novel tersebut tentunya kalian memperoleh sejumlah


pengetahuan baru. Pengetahuan atau informasi tersebut sesuai dengan referensi
nonsastra (pengetahuan faktual yang nyata). Uraikan dengan 2-3 paragraf.
: Karakter perempuan 30-an nampak dalam novel ini diceritakan dengan bahasa
sederhana namun sedikit adanya pengaruh dari bahasa Belanda. Pengaruh budaya
Belanda yang masuk berupa penampilan maupun kosakata yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Wanita Indonesia pada saat itu cenderung masih kolot dan
masih bergantung pada laki-laki. Melalui novel ini, penulis ingin mengungkapkan
bagaimana seorang wanita bersikap, wanita harus mempunyai pandangan yang
luas.

Melalui novel ini dapat dijelaskan tentang bagaimana situasi pada saat itu.
Bagaimana masyarakat pada saat itu sebenarnya sudah mengenal tentang adanya
pergerakkan nasional di mana di tandai dengan munculnya kaum terpelajar yang
mendirikan organisasi Budi Utomo. Sejak munculnya Budi Utomo maka
munculah berbagai partai dan organisai politik termasuk organisasi wanita seperti
Wanita Oetomo, Poetri Indonesia, Poetri Sedar, dll.

Munculnya organisasi wanita pada saat itu sangat berpengaruh terhadap


masyarakat saat itu, terutama kaum wanita. Walaupun tidak semua, namun
sebagian besar wanita sudah mulai belajar untuk bersekolah. Dari situlah dapat
interpretasikan tokoh Tuti dalam novel ini mewakili karakter perempuan yang
berpendidikan.

6. Pada saat kalian membaca novel. Dimungkinkan muncul kritikan terhadap novel
tersebut, misalnya cerita yang bombastis, hiperbol, penggunaan bahasa yang sulit
dipahami, dan kesalahan redaksional (tanda baca, huruf,dsb).uraikan kritik kalian
tersebut dalam 2 paragraf (minimal 6 kalimat).
: Kelebihan dalam novel “Layar Terkembang” adalah alur yang digunakan sangat
jelas karena runtut dari awal hingga akhir. Dalam cerita ini juga menggunakan
cukup banyak kata kias untuk nilai estetika yang menarik minat pembaca. Nilai
moral yang terkandung dalam cerita ini juga sangat menginspirasi karena
menceritakan bagaimana perjuangan wanita untuk memperjuangkan
emansipasinya.

Kekurangan yang ada dalam novel “Layar Terkembang” adalah banyaknya


penggunaan bahasa melayu yang menyusahkan pembaca untuk mengartikannya.
Kalimat yang digunakan juga tidak efektif seperti banyak pemborosan kata.
Dalam buku ini juga ada beberapa bagian yang kurang diberikan penjelasan untuk
kejadiannya, seperti saja proses kematian tokoh Maria yang terkesan dibuat
sesingkat mungkin saat kematiannya.

Novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana ini diterbitkan pertama pada
tahun 1936 oleh penerbit Balai Pustaka. Dalam makalah ini akan membahas tentang
kritik sastra yaitu kritik objektif mengenai tokoh dan penokohan. Kritik objektif
berarti kritik yang menekankan pada struktur karya sastra itu sendiri. Jadi, yang
dipakai dalam kritik objektif adalah argumentasi strukturalnya.
Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita, sedangkan penokohan adalah karakter atau
sifat dari pelaku cerita. Dalam makalah ini akan membahas mengenai tiga tokoh
utama dan penokohannya dalam novel Layar Terkembang karya St. Takdir
Alisjahbana yaitu Tuti, Maria, dan Yusuf.

1. Tuti
Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia seorang wanita yang memiliki
wawasan dan pemikiran modern. Dia aktif dalam berbagai kegaitan organisasi wanita.
Dia mencoba menyamakan hak kaum wanita dengan kaum pria. Dia juga seorang
yang selalu serius, jarang memuji, pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu..
Dalam novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana ini, tokoh Tuti
tergambar secara jelas dengan karakter atau sifat yang dimilikinya.
“Tuti bukan seorang yang kagum, yang mudah heran melihat sesuatu. Keinsyafannya
akan harga dirinya amat besar. Ia tahu bahwa ia pandai dan cakap serta banyak yang
akan dapat dikerjakannya dan dicapainya. Segala sesuatu diukurnya dengan
kecapakannya sendiri, sebab itu ia jarang memuji. Tentang apa saja ia mempunyai
pikiran dan pemandangan sendiri dan segala buah pikirannya yang tetap itu
berdasarkan pertibangan yang disokong oleh keyakinan yang pasti. Jarang benar ia
hendak melombar-lomba, turut menurut dengan orang lain, apabila sesuatu tiada
sesuai dengan kata hatinya.”
Dari kutipan diatas pengarang menggambarkan karakter atau sifat Tuti dengan detail.
Hal ini akan memudahkan para pembaca untuk mengetahui dengan jelas karakter atau
sifat Tuti dalam novel Layar Terkembang.
“Dan untuk menjaga supaya perempuan itu jangan insaf akan kedudukannya, akan
nasibnya yang nista itu, maka diikat oranglah dengan bermacam-macam ikatan:
bermacam-macam adat, bermacam-macam kebiasaan, bermacam-macam nasihat.
Perempuan dikurung orang dalam rumah sampai bersuami, perempuan tiada boleh
berjalan dari kejahatan dan aib, tetapi pada hakikatnya segalanya itu melemahkan
perempuan. Ia terpencil dari dunia, pengalamannya kurang dan seluk beluk dunia
tidak diketahuinya.”.

Anda mungkin juga menyukai