Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rahmad Aldi

Kelas : XI IPA 1

RESENSI NOVEL “LAYAR TERKEMBANG”

IDENTITAS BUKU
Judul : LAYAR TERKEMBANG
Penulis : ST. TAKDIR ALISJAHBANA
Penerbit : PT. BALAI PUSTAKA
Tahun terbit : 2009
Kota terbit : Jakarta
Jumlah halaman : +  200 halaman

SINOPSIS
Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang
pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu
serius dan cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang
lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat akuarium,
mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan perkenalan.
Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta.
Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria
pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selalu teringat
kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih
banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang
selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis. Esok harinya, ketika
Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di
depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati menemani keduanya
berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal. Sejak itu,
pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu Tuti dan ayahnya
melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang
berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita.
Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya
ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun
ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian,
datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya,
surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara
sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk
kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah mendapat restu
ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura. Kedatangan Yusuf tentu saja
disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun melepas rindu masing-masing
dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf
menyatakan cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Sesungguhnyapun demikian
pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat
pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya
kepada Tuti. Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar.
Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti
perihal keinginannya untuk menjalin cinta dengannya. Sesungguhnyapun gadis itu sedang
merindukan cinta kasih dari seseorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki
idamannya. Maka segera ia menulis surat penolakannya. Sementara itu, keadaan Maria makin
bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut
keterangan dokter, Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan
agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan
terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga
mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang
makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di
Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan.
Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga
mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan.
Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau
dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di
desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab,
kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun
rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan
kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga,
Maria menghembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya di akhirat nanti,
kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan
kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya, saya tidak rela selama-lamanya
kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan
terakhir almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak
dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah
tumbuh bersemi.
UNSUR INSTRINSIK
1. Tema : Perjuangan wanita Indonesia
2. Latar / Setting :
Tempat :         
 Gedung akuarium di pasar ikan
Bukti : Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat
akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan
perkenalan.
 Rumah Wiriaatmaja
Bukti :
• Mertapura di Kalimantan Selatan,
• Rumah Sakit di Pacet,
• Rumah Partadiharja,
• Gedung Permufakatan
3. Alur : Maju
 Perkenalan : Saat di gedung akurium Yusuf bertemu dengan Maria dan Tuti.
Pertemuan itu memberi kesan istimewa pada Yusuf. Hingga akhirnya, Yusuf selalu
merasa ingin bertemu dengan Maria. Dari pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan
Maria danTuti, Yusuf mulai jatuh cinta kepada Maria. Ternyata perasaan Yusuf
dibalas pula oleh Maria. Mereka berdua hingga akhirnya merajut suatu ikatan khusus
yang semakin lama semakin mendalam. Pada akhirnya, Yusuf dan Maria
bertunangan.
 Konflik : Maria dan Tuti bertengkar hebat. Pertengkaran itu disebabkan oleh kritikan
pedas Tuti terhadap Maria. Tuti mengkritik bahwa cinta Maria kepada Yusuf sangat
berlebihan dan dapat melemahkan diri Maria sendiri. Tetapi Maria yang hatinya saat
itu sedang marah, Ia membalas kritikan Tuti dengan mengatakan bahwa dalam
masalah cinta Tuti sangat perhitungan dan tak pernah mau rugi sedikit pun serta Tuti
selalu memikirkan kongres ketimbang memikirkan perasaanya. Dan disinilah Tuti
sadar bahwa sampai kapanpun Ia tak bisa melawan kodratnya sebagai perempuan
yang memiliki perasaan untuk mencinta.
 Klimaks : Suatu ketika Maria terkena penyakit malaria. Penyakit tersebut membuat
Maria begitu lemah ditambah lagi penyakit TBC. Hingga pada akhirnya, Maria
meninggal dunia.
 Anti Klimaks : Sebelum Maria meninggal dunia, Ia menitipkan pesan terakhirnya
kepada Tuti dan Yusuf, yaitu jika kelak Ia meninggal nanti, Ia berharap bahwa Tuti
dan Yusuf dapat menikah.
 Penyelesaian : Akhirnya Tuti dan Yusuf menuruti permintaan terakhir Maria. Mereka
berdua menikah. Dengan begitu, Tuti tak perlu tersiksa lagi dengan perasaan kesepian
yang selama ini ia coba untuk melawan.
4. Sudut Pandang : Orang ketiga yang ditandai dengan menggunakan nama dalam
menyebutkan tokoh-tokohnya.
5. Tokoh dan Perwatakan :
 Maria : adalah adik Tuti, yang sangat periang.
 Tuti : seorang wanita yang memiliki wawasan dan pemikiran modern. Ia mencoba
menyamakan hak kaum wanita dengan kaum pria.
 Yusuf : seorang pemuda terpelajar yang modern. Ia adalah mahasiswa kedokteran.
Sifatnya baik hati dan berbudi luhur.
 Supono : Seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur.
 Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang memegang teguh agama, baik
hati dan penyayang.
 Partadiharja : Adik Ipar Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan
peduli antar sesama.
 Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat peduli akan alam
sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani.
 Rukamah : Sepupu Tuti dan Maria, seseorang yang baik hati dan suka bercanda.
 Ratna : Istri saleh, Seorang petani yang pandai dan baik hati.
 Juru Rawat : Seorang yang baik hati.
6. Gaya Penulisan : Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak   
menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
7. Amanat / Pesan : Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat
memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.

UNSUR EKSTRINSIK
1. Biografi pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana dilahirkan di Natal, 11 Februari 1908.
Beliau merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah kesusastraan dan pemikiran
kebudayaan di Indonesia. Dia banyak menulis puisi, novel, esai-esai sastra, bahasa serta
tulisan ilmiah mengenai filsafat, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan.
2. Nilai-Nilai
a. Nilai Agama : kita menjalankan perintah agama di mulai dari sekarang juga, tidak
harus menunggu hari tua.
b. Nilai Sosial : Novel ini menceritakan bahwa sesama manusia, apalagi sesama kaum
pelajar harus saling membantu. Bantuan itu dapat berupa beasiswa bagi pelajar yang
tidak mampu.
3. Bahasa Pengarang : Bahasa pengarang adalah bahasa Melayu.Walaupun latar novel Layar
Terkembang di Jakarta,bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu.
Unsur kebiasaan , adat , etika :
“...Tiba di muka pekuburan berhenti taxi itu dan keluarlah mereka.Yang perempuan
membawa di tangan kanannya karangan bunga.....
Pada batu nisan pualam putih yang berukir tepinya, terlukis dengan air emas yang
berkilat-kilat...Maria berpulang...Januari 193... usia 22 tahun.

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN


1. Keunggulan
a. Novel Layar Terkembang memberikan arti penting dari sebuah perjuangan dan
pengorbanan. Dalam mencapai apa yang kita cita-citakan, kita harus semangat dan
tidak mudah menyerah dan pantang putus asa. Sesulit apapun itu kita harus tetap
belajar dan bekerja keras.
b. Novel ini juga memberikan sebuah arti dari kesetiaan, jika kita mencintai seseorang,
kita harus bisa menerima dia apa adanya dan kita harus benar-benar
memperjuangkannya.
c. Novel ini mengajarkan kepada saya untuk saling menghargai dan peduli terhadap
sesama manusia dan terhadap alam.
2. Kelemahan
Bahasa yang digunakan dalam novel Layar Terkembang susah dimengerti karena
banyak menggunakan bahasa-bahasa lama.

Anda mungkin juga menyukai