Anda di halaman 1dari 13

Perpustakaan kelamin

• Latar Belakang

Meneropong perkembangan dunia seni hiburan pada era postmo, telah membuka secara luas dan
bebas ruang para seniman dalam berkarya. Tumpah ruahnya karya di dunia sosmed membentuk
prilaku hyper eksistensialis pada tatanan masyarakat, yang secara tidak langsung telah
menggelindingkan bola narsis di publik, lalu tercipta secara natural budaya instan baik dikalangan
produsen seni maupun konsumen. Minimnya proses penggalian lebih mengakar dalam membuat
karya, mengantarkan pekarya menyajikan nilai-nilai edukasi dalam bentuk metafora estetik,
sehingga karya yang di tampilkan sebatas informasi semata. Hal ini sangat terasa pada budaya
literasi yang semakin hari kian merosot. Data dari United Nations Eductional, Scientific, and Cultural
Organization (UNISCO) menunjukan, presentase minat baca generasi muda Indonesia hanya 0,01
persen. Artinya dari 10.000 anak bangsa, hanya satu orang saja yang senang membaca(kompas.com
22/06/2017).

Fenomena ini sangat di sayangkan, sebab jendela keilmuan adalah literasi yang diawali dengan
membaca buku. Awal mula peradaban pencerahan ditandai dengan ditemukannya tulisan dengan
buku sebagai bentuk monumentalnya. Sesuatu yang kultus dan Sakral telah diacuhkan,
dikhawatirkan peradaban buku dan perpustakaan punah dengan sendirinya. Faktor penyebab
rendahnya minat baca tidak hanya soal keterbatasan akses bacaan yang kurang, bisa saja dengan
banyaknya bacaan yang di-digitalisasi oleh teknologi membuat masyarakat malas untuk membeli
dan mempunyai buku fisik. Selain itu fasilitas membaca seperti perpustakaan semakin hari semakin
sepi. Artinya ada sikap apatis dari para pengambil kebijakan dan penyaji kesenian dalam menyikapi
fenomena kemunduran budaya literasi. Sedikitnya ditemui karya seni yang bercerita tentang
pentingnya sebuah buku baik itu musik, lukisan, program TV, dan Film.

Perut Bumi adalah Komunitas Film yang terus konsisten menjadikan film sebagai jembatan media
edukasi dalam berkarya. Bertumpu pada fenomena tersebut, Komunitas Perut Bumi akan hadir
kembali dalam kancah perfilman Nasional melalui Film Layar Lebar dengan judul “Perpustakaan
Kelamin” ber-Genre Science Fiction (Fiksi Ilmiah) yang sarat dengan muatan moralitas, spritualitas
dan humanitas juga sejarah ilmu pengetahuan. Digambarkan dalam bentuk inhern yang
mengandung berbagai makna melalui alur drama fluktuatif yang menarik, cerita dikemas dengan
nuansa budaya tradisi lokal perkampungan indonesia.

• Premis

Perjuangan seorang anak demi buku dan ibunya, dengan mengorbankan kelamin untuk uang
sebesar 1,5 milyar rupiah. Uang tersebut di gunakan untuk membangun perpustakaan agar dapat
menyembuhkan ibunya yang sedang menderita trauma hingga sakit jiwa karena perpustakaan
miliknya hilang luluh lantak akibat kebakaran.
• Sinopsis

Syajratul Ilmi seorang ibu yang dulunya terhormat, santun, penuh kasih dan dermawan, kini
dirundung duka mendalam. Tubuhnya kerap kali kotor layaknya tak terurus seakan dunia tak
mengakuinya. Matanya sesak sebab luka, dihantam sepi. Tak ada lagi rona, detak, rasa dan hidup,
yang tersisa hanya siksa yang membelenggu! Ribuan buku yang ia kumpulkan selama 19 tahun di
perpustakaan miliknya tetiba hancur akibat peristiwa kebakaran. Kecerdasan dan kemanusiaannya
telah luluh lantak dengan sekali pukul.

Tanpa berdirinya jiwa sang Ibu yang utuh, nasib Harian seperti hidup di dunia yang paling sakit dan
penuh duka. Pergulatan wacana dan perbincangan isi buku dengan ibunya sangat dirindukan Harian
yang sering ia lakukan sebelum ibunya menderita kegilaan. Berbagai upaya telah Harian lakukan
demi menyembuhkan Ibunya, mulai dari mendatangkan dokter kejiwaan sampai dengan air doa
para Kyai. Tapi itu tidak berguna, sang Ibu tetap gila berbulan-bulan lamanya.

Sampai pada suatu saat, ada sabda yang menyeruak keluar dari benak Harian, yang di tafsirkan
sebagai jalan Tuhan. Bahwa Ibu bisa sembuh jika perpustakaannya di bangun kembali.
Kenyataannya membangun perpustakaan tidaklah murah apalagi dengan mengumpulkan ribuan
buku. Meminta uang melalui sumbangan dan proposal adalah hal yang tak di senangi Ibunya,
sekaligus menghianati ajaran Ibu jika itu dilakukan untuk sebuah buku. Sebab buku yang didapatkan
harus dengan hasil kerja keringat sendiri. Harian memutuskan untuk bekerja, upah yang dia terima
dibelikan buku lalu dikumpulkan sedikit demi sedikit selama berbulan-bulan. Akan tetapi Harian tak
tahan melihat derita ibu yang semakin hari semakin memburuk, rasa putus asa menghantui dan
menghantam habis-habisan Harian.

Seketika ada nama terbesit dalam kepala Harian yang melintas begitu saja, sahabatnya yang sedang
membutuhkan donor kelamin akan memberi tebusan uang sebesar 1,5 milyar. Uang sebanyak itu
sangat cukup untuk membangun kembali perpustakaan Ibunya, bahkan jauh lebih megah dan
mewah, Harian percaya ibunya akan sembuh saat melihat perpustakaannya kembali utuh. Demi Ibu
dan buku, Harian rela menghancurkan dan merelakan kelaminnya. Sebuah organ yang bentuknya
sepele dan selalu disembunyikan tapi sekaligus merupakan segalanya.

• Pemeran utama dan Karakteristik

• Syajarotul Ilmi (Najwa Shihab, Cut mini)-(Open Casting)

Syarotul Ilmi adalah Ibu yang menyandang arti nama Pohon Ilmu, nama ini telah disematkan
oleh Kiyai di desa Cigendel, Pohon adalah simbol dari ketercapaian, puncak spritual bagi
orang suci, seperti Musa a.s dengan Pohon Zionnya, Buddha dengan Bodinya, Isa dengan
Pohon Cemaranya dan Muhammad dengan Sidrotul Muntaha-Nya. Sedangkan Ilmi ialah
Ilmu, Jelas sudah nama Syajarotul Ilmi menegaskankan, semoga dengan jalan ilmu Syajarotul
Ilmi bisa mencapai puncak spiritualitas. Dari nama inilah Syajarotul Ilmi jatuh cinta pada
buku dan ilmu pengetahuan. Dia adalah janda yang diberkahi satu anak laki-laki bernama
Harian. Selain berkebun aktivitas Syajarotul Ilmi senang membaca dan mengoleksi buku di
perpustakaan miliknya yang di bangun di samping rumahnya setelah suaminya meninggal.
Syajarotul Ilmi hanya lulusan SMA, dia tidak sempat melanjutkan sekolahnya karena
begitulah kebiasaan orang tua kampung, anak perempuan cukup sekolah sampai SMP dan
SMA saja lalu menikah. Syajarotul Ilmi pernah mengajukan keberatan kepada ke dua orang
tuanya tapi apa daya keputusan tertinggi tetap ada pada ayah. Walau Syajarotul Ilmi tetap
menjalani takdir mengabdikan dirinya pada suami dan anaknya. Bukan berarti dia putus asa
untuk mencari Ilmu, dia setiap hari menghabiskan separuh waktu untuk membaca buku.
Mendidik anaknya dengan membaca buku. Kecintaan Syajarotul Ilmi pada buku telah
membentuk karakternya lebih bijak, santun dan sopan ke seluruh ciptaan semesta.
Syajarotul Ilmi adalah ibu yang sangat kritis segala sesuatu di timbang lewat logika, dan di
sematkan melalui intuisi. Syajarotul ilmi menjadi tempat para warga meminta saran tentang
hidup, sebab pengetahuannya yang cukup luas. Seperti guru tanpa seragam. Syajaratul Ilmi
memiliki tubuh yang ramping, badannya setinggi ibu-ibu kampung pada umumnya, walau
umurnya hampir mencapai setengah abad, wajahnya berseri dan murah senyum. Syajarotul
ilmi adalah ibu yang gigih, tegar dalam menafkahi dan mendidik keluarga. Syajarotul Ilmi
biasa disapa ibu Ilmi telah membangun perpustakaan dari hasil panen kebun, sedikit demi
sedikit ia kumpulkan selama hidupnya hingga terkumpul ribuan buku. Dari bukulah ia belajar
bahasa asing, tidak sedikit kamus bahasa yang ia miliki mulai dari bahasa arab, inggris,
mandarin, perancis, semua macam buku ia pelajari tapi dominan buku sejarah tentang buku.
Ibu Ilmi sangat menghargai dan mengkultuskan para penulis buku. Setiap ia masuk
perpustakaan miliknya mengirimkan Alfatihah dan Ayat suci juga doa untuk para penulis.
Karena para penulislah telah merangkum berbagai fenomena dalam satu buku dan
mewariskannya bagi penerus peradaban.

• Harian Kecil (open casting)

Harian adalah anak tunggal dari Syajarotul Ilmi. Anak yang sering bertanya tanya tentang
apapun yang ada di sekitarnya. Harian tidak menempuh pendidikan formal tapi sepenuhnya
pendidikan ia dapatkan dari Ibunya. Aktivitas Harian selain membaca dia juga ikut pengajian
kitab kuning di pondok Kiyai Dadang yang tidak jauh dari rumahnya. Ibu Ilmi mendidik
Harian sangatlah unik, dia di beri mata pelajaran langsung menyentuh realitas, seperti
belajar ilmu sosial harian di pinta untuk bergaul, ilmu alam Harian diajarkan dengan cara
bercocok tanam, matematika dengan cara berdagang, sedangkan agama di dapatkan dari
kiyai Dadang seorang kiyai kampung atau kiyai organik. Karena didikan dari Ibunya yang
serba unik Harian mempengaruhi cara berpikirnya, ia terus bertanya dan kritis terhadap
sesuatu yang ia temui. Sampai pada akhirnya warga kampung menjulukinya orang tua. Gaya
bahasanya mirip dengan orang dewasa. Sebelum tidur harian selalu di dongengkan sejarah
bangsa, agama, atau cerita cerita rakyat oleh ibunya. Pergulatan dan wacana tentang
pengetahuan adalah aktivitas sehari hari didapati oleh Harian.

• Harian Dewasa (Abimana, Vino Gibastian, ) – (Open Casting)


Harian dewasa ialah harian yang telah berumur 22 tahun, sudah matang dalam menerka
fenomena, Harian dewasa lebih takjub dan sangat menyayangi ibunya. Perjuangan ibunya
dalam mendidik adalah hal yang tidak bisa di lupakan oleh Harian. Harian begitu bersyukur
pada Tuhan sebab memberi ibu yang luar biasa baginya. Dulu harian sering protes kepada
Ibunya karena tidak di sekolahkan, saat harian dewasa dia telah mengerti tujuan Ibunya
ialah mengajarinya untuk tetap dekat dengan kuasa dan mampu menelaah segala kejadian
dan masalah yang dia hadapinya. Aktivitas Harian dewasa ialah membantu ibunya di
perpustakaan, menjamu para tamu yang mengunjungi perpustakaan baik itu warga
setempat pun mahasiswa. Ibu Ilmi tidak lagi meminta Dayat untuk membeli buku, tugas itu
sekarang menjadi tugas Harian. Selain beraktivitas di Kampung harian juga sering ke kota,
bergaul dengan organisasi kampus yaitu PAKU (Pasukan Anti Kuliah). Organisasi ini
membahas dan mengkaji buku buku. Disinilah harian bertemu dengan kekasihnya.

• Drupadi (Chelsea Island, Pevita)- (Open Casting)

Drupadi adalah pacar Harian. Drupadi termasuk perempuan yang cerdas ia dari keluarga
kedokteran ia bertemu Harian di organisasi Paku. Drupadi memiliki watak yang keras, dia
sangat kritis terhadap sesuatu yang dianggap keliru dan menyeleweng. Wajahnya cantik,
senyumnya manis. Dan tidak gampang jatuh hati. Drupadi jatuh hati dengan harian karena
cara berpikir harian dianggap berbeda dengan orang orang lain, selain itu sikap harian
sangat sopan dan beribawa. Drupadi memiliki postur tubuh yang berisi, tinggi badannya
normal layaknya perempuan pada umumnya. Hidungnya mancung, bibirnya tipis,
rambutnya panjang ikal. Kebiasaan Drupadi ialah menguncir rambutnya saat melihat
sesuatu yang ia sukai.

• Ulun ( Adi Pati Dolken, Vincent) – (Open Casting)

Ulun adalah sahabat kecil Harian, saat berusia 6 tahun terjadi kecelakaan bagi Ulun, dia
telah kehilangan batang kelamin saat di sunat. Dan itu sudah menjadi rahasia umum di bagi
warga desa dan tidak pernah lagi di bahas hingga hal ini dilupakan bagi warga desa dianggap
biasa. Saat Ulun tumbuh dewasa dan kuliah di Jakarta, tragedi terkait kelamin Ulun perlahan
tenggelam. Badan Ulun tegap dan tinggi, wajahnya tanpan, rambutnya selalu tersisir rapih
dan klimis, pakaiannya yang megah selalu menyerbak harum. Tak hanya dari penampilannya
yang mewah Ulun-pun memiliki pengetahuan yang mengagumkan banyak orang. Ulun
pencinta buku sastra, ketika kembali ke kampung Ulun sering mengunjungi perpustakaan bu
Ilmi, dan berdiskusi dengan Harian.

• Kiyai Dadang (Slamet Raharjo) – (Open Casting)

Kiyai Dadang adalah seorang kiyai kampung, kakek yang dihormati di desa Cigendel, menjadi
sesepuh bagi warga desa. Kiyai Dadang begitu kharismatik dia membuka pengajian kitab
kuning secara gratis untuk masyarakat. Kiyai Dadang sangat dekat dengan Ibu Ilmi mereka
berdua sering berdiskusi saat bertemu di jalan. Kiyai Dadang begitu dekat dengan keluarga
Ibu Ilmi. Sebagai kiyai organik tentunya kiyai dadang sering diminta pertimbangan dalam
menyikapi masalah dalam masyarakat desa Cigendel.

• Pemeran pembantu

• 14 Orang - Dikri, Uding, Lilis, Aisyah, Firman, Hendra, Ayip, Kang Oleh, Kang Budi, Kang Adi,
Fathona, Abah Unen, Ma Odah. (hal 43 kejadian di Perpusatakaan).

• Dayat adalah tetangga dari Ibu Ilmi, Dayat sering membantu ibu Ilmi membeli buku di Kota.

• Haji Anip Ialah Paman dari Ulun, salah seorang saudagar besar di desa Cigendel.

• 17 Anak Anak SD (Hal. 62)

• Kang Nana si tukang ojek dari kampung ke terminal

• Uni penjaga Toko Buku tidak lengkap di samping kampus UIN

• Perempuan yang membaca buku Jalalaludin Rumi saat di Bus. (Hal. 67)

• Abot Silet salah satu pendiri Organisasi PAKU

• Ipay sahabat Harian seorang pelukis sekaligus anggota PAKU, sering bercanda dengan
sesuatu yang sakral. (Hal. 77)

• Azis, kawan Harian, seorang marbot, penjaga mesjid an-Nur, kawan Harian paling Agamis,
selalu melibatkan Allah dalam kata-katanya

• Zaidan sahabat harian di paku. Zaidan pencinta dan penonton film apa saja termasuk film
erotis. (hal. 84)

• Ateng, sahabat Harian yang gay (hal. 88)

• Fikri teman curhat Harian, Fikri termasuk orang yang sering membantu harian jika
memerlukan sesuatu

• Dian anak orang kaya yang menghajar harian saat menawarinya untuk mendonorkan
kelamin (hal. 89)

• Naldi adalah orang yang di temui Harian di rumah sakit yang mendadak butuh uang besar
untuk pengobatan ayahnya (hal. 92)

• Abot orang yang paling di tuakan di organisasi paku (hal.105)

• 33 Anggota PAKU

• Reni sahabat dekat Drupadi (Hal. 131)


• Ujang penjual bajigur di daerah kampus UIN

• Perempuan yang menampar Reza (133)

• Paman Drupadi seorang dokter kejiwaan

• 7 Pegawai Rumah Sakit.

(seluruh pemain akan diseleksi di sesuaikan dengan karakter yang ada pada Novel
Perpustakaan Kelamin)

• Mengapa film ini menjadi penting untuk di Produksi?

Film Perpustakaan kelamin berangkat dari novel dengan judul yang sama karya Sanghyang Mughni
Pancaniti. Film ini bergenre Science Fiction (Fiksi Ilmiah). Film ini berlatar belakang desa kabupaten yang
tidak jauh dari kota. Mengangkat budaya masyarakat lokal yang di kolaborasikan dengan dunia modern
dan memiliki drama yang fluktuatif dan padat. Film PK 40 persen menyajikan proses perjalanan sebuah
buku, kesakralan buku dan sejarah tentang buku. Selain tentang buku banyak kisah kisah para penulis,
dan tokoh tokoh masa lampau yang di jabarkan di dalam Film ini. Keistimewaan buku dan kemuliaan
seorang ibu akan di gambarkan pada film perpustakaan kelamin. Perjuangan seorang anak dalam
menentukan pilihan antara menyelamatkan kelaminnya atau menolong Ibunya. Pesan moral tidak hanya
di dapatkan melalui prilaku seorang pahlawan bahkan kejadian yang dianggap tabu pun selalu memiliki
alasan. Film ini lebih fokus pada perjuangan seorang ibu dalam mendidik anaknya lalu perjuangan
seorang anak dalam membalas kasih Ibunya. Segala bentuk fatwa dan peradaban dahulu kala dalam
memperjuangkan sebuah buku yang berdampak pada peradaban di bungkus dengan dialog yang
menarik yang tidak lepas dari Visualisasi yang epic.

• Pandangan para tokoh publik tentang Novel Perpustakaan Kelamin

• Yang paling real di benak kita selain Tuhan adalah tanya, di Novel Perpustakaan kelamin
dieksplorasi dengan kekuatan sastra, ruh buku ini mengajarkan kita maqom, dan tanya tak
sekedar bahasa. “ Fauz Noor Penulis Novel Tapak Sabda

• Membaca perpustakaan kelamin adalah, menelusuri jejak kehidupan yang begitu relatif,
menapaki jejak peradaban yang di sembunyikan. Tuhan telah meniupkan ruh beserta
Rasionalitas, melalui karya ini kita akan menggunakan kedua Anugrah ini. “ Nur Sayyid
Santoso Kristeva Penulis Buku Negara Marxis dan Revolusi Ploretariat.

• “Sebagai seorang Ibu, awalnya saya deg-degan melihat judul novel ini. Saya takut Mughni
menulis sesuatu yang Porno, picisan, dan binal. Akan tetapi, ketika saya membaca dan
menyelami alur kisahnya, bagaimana buku dan kelamin dipertarungkan demi seorang Ibu,
maka saya memutuskan menyimpan Doa di pundaknya, agar ia mampu melanjutkan kisah
novel ini di buku kedua. “ -Dr. Heni Gustini Nur’aeini, M.Ag
• “Perpustakaan kelamin. Perpustakaan dan Kelamin. Pengetahuan dan Kenikmatan. Kepalaku
pecah di bagian deretan daftar buku yang dibicarakan, tokoh tokoh dan isi kepalanya yang di
jadikan bahan obrolan. Tapi tidak hanya kepal, hatiku pun terkoyak saat penuli mulai
berbicara tentang kelamin dan embel embelny. Baiknya penulis lebih dulu menerbitkan
buku ini tujuh atau delapan tahun yang lalu, mungkin aku tahu apa yang harus dilakukan
pada perpustakaan dan kelamin.” Melani Mustikasari (Penyair)

• Sebuah karya yang mengajak kita melakukan inner journey : Menertawakan, mengkritisi dan
memperbaiki diri.” Dr. Aang Ridwan, M. Ag- (Penulis Buku ‘Filsafat Komunikasi ‘)

• Novel ini menampar mahasiswa yang malas membaca seperti saya. “ Fajar Rahmawan
(mahasiswa yang beasiswanya dicabut)

• Drama Film Perpustakaan Kelamin

Film Perpustakaan Kelamin di bagi menjadi 12 Babak, setiap babak memiliki 10 menit artinya film ini
akan berdurasi 120 Menit

Babak Opening Pengenalanan Konflik solusi Konflik solusi Grafik


Karakter kecil besar
• Seorang ibu Menggambarkan Harian
mulai gila, teriak aktivitas me
teriak tentang keseharian Ibu
perpustakaan Ilmi, pengenalan
dan bukunya, dia bangunan tua,
gila sebab perpustakaan
perpustakaannya yang di
terbakar sembunyikan

• Visi Film

• Bertujuan untuk membudidayakan membaca dan memperkuat kultur literasi bagi seluruh
masyarakat Indonesia.

• Membangun semangat komunitas yang bergerak di bidang literasi, rumah baca, pustaka.

• Berbagi Energi Positif bagi pegiat leterasi dan melahirkan gerakan semangat baca bagi
masyarakat indonesia.
• Misi Film

• Melalui berbagai metode distribusi film akan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.

• Mengajak beberapa komunitas untuk terlibat dalam mewujudkan film baik dalam pra, pro
hingga paska produksi

• Melalui film perpustakaan kelamin, harapannya perpustakaan di seluruh indonesia memilik


ruh baru, menjadi ruang yang penting seluruh masyarakat.

• Lembaga

• Komunitas Film Perut Bumi Production

• Komunitas Baca Qalam

• PH F - Production

• Sasaran Penonton

• Primary

• Jenis Kelamin : Perempuan dan Lelaki

• Umur : 15 – 27 Tahun

• Pendidikan : SMP kelas 3, SMA, Mahasiswa, Sarjana

• Pekerjaan : Pelajar semua kalangan, Wiraswasta, Pegiat leterasi, Praktisi Akedimisi


dan Aktifis.

• Secondary

• Jenis Kelamin : Perempuan dan Lelaki

• Umur : 27 – 50 Tahun

• Pendidikan : Sarjana, Magister, Doktoral, Profesor

• Pekerjaan : Dosen, Guru, Kiyai

• Distribusi Film

• Penanggung Jawab Produksi

• Penasehat : Fauz Noor, Ismail Saiful Mu’in, Ridwan Mandar, BW Purba Negara,

• Pimpinan Produksi : Fachry Prasetya


• Produser : Bayu Anggara

Muhammad Munawwir Tipu Mas Mattaro

• Manajer Produksi : Noval Dwinhuari Anthony

• Manajer Unit :

• Kordinator Produksi :

• Sutradara : Muhammad Munawwir Tipu Mas Mattaro

• Penulis Naskah : Muhammad Munawwir Tipu Mas Mattaro

• Kepala Kreatif : Veno Mahakesa

• Program Kerja

• Riset

• Penulisan Skenario – Draft final Skenario Film

• Check Lokasi

• Casting Talent

• Pra produksi

• Produksi

• Post Produksi

• Distribusi

• Strategi komunikasi dan Promosi

• Proyeksi Biaya

• Sponsorship & Benefit

• Profil Sineas

• Lampiran Badan hukum

• Rangkuman Novel Perpustakaan Kelamin (jammi dulu lampirkan ini)


Di sebuah desa yang tidak begitu jauh dari kota, hidup seorang Ibu yang bernama Sijratul Ilmi (pohon
Ilmu) dengan anak tunggal bernama Harian yang di lahirkan seminggu setelah suaminya meninggal.
Mereka hidup berdua dengan penuh kebahagiaan sebab ilmu pengetahuan yang luar biasa. Sijratul Ilmi
sangata dihormati oleh warga desa, karena sikapnya yang sopan dan dermawan dan tidak membeda-
bedakan siapapun dalam menyikapi manusia, apalagi dengan kecerdasan dan kemanusiaaan yang
dimilikinya menjadikan dirinya sebagai tempat untuk bertanya bagi warga tentang kehidupan. Sijratul
Ilmi sangat berbeda dengan ibu pada umumnya dalam mendidik seorang anak, Harian tidak pernah
menempuh sekolah formal semasa hidupnya, sebab sijratul IImi percaya bahwa sekolah formal tidak
menjamin anak anak cerdas dalam menyikapi hidup dan sikap berbudi antar sesama hanya sebatas teks
saja, Sijratul Ilmi melihat pendidikan Formal selalu mengutamakan angka dan Ijazah beserta sertifikat.
Hal ini dianggap tidak begitu penting bagi Sijratul Ilmi, selain itu untuk membuat anak cerdas dalam
berpikir berbudi dalam berprilaku tidak harus dengan mempercayakan seluruhnya kepada lembaga
pendidikan. Sijratul Ilmi membentuk karakter anaknya melalui membaca buku dan realitas, Harian di
bebaskan untuk bergaul dan mempertanyakan apapun yg menjadi dilema dalam pikirannya, atau rasa
penasarannya mesti ditumpah lewat tanya. Selain itu banyak hal unik yang dilakukan Sijratul Ilmi saat
membesarkan Harian, seperti bangunan tua yang ada di samping rumah, adalah perpustakaan Ibu
harian yang telah di bangun selama 19 tahun itu di rahasiakan pada anaknya sendiri. Misteri
perpustakaan ini membuat rasa penasaran hari selama bertahun-tahun hingga akhirnya Harian sering
memarahi Ibunya saat masih kecil, bahkan sempat berepotesis bahwa bangunan tua itu adalah makam
bapaknya.

Suatu ketika harian tidak lagi mempertanyakan pada ibunya terkait bangunan tua itu, tetapi dia selalu
mencari cara untuk bisa mengintip kedalam ketika ibunya masuk kebangunan tersebut. Malahan yang
dia dapati adalah Ibunya membawah pelita kedalam dan membacakan Al-fatihah dan ayat kursi. Dari sini
harian setiap usai shalat shubuh kedepan bangunan tua itu mengirim doa untuk bapaknya, Ibunya
beberapa kali menyaksikan hal tersebut tetapi Sirjatul Ilmu pura pura tidak tahu. Hal ini di sengaja
dilakukan oleh ibunya, karena dia berharap dengan membentuk rasa penasaran yang mendalam bisa
membuat anaknya lebih jatuh cinta pada buku dan pengetahuan.

Sampai pada akhirnya Harian memasuki usia 20 tahun, usia dimana seseorang dianggap dewasa, Ibu
Memberitahu misteri yang selama 20 tahun itu adalah perpustakaan, Harian kaget dan meminta alasan
kenapa harus di sembunyikan dengan durasi waktu yang sangat lama. Ini adalah strategi Ibu harian, agar
anaknya dapat jatuh cinta kepada ilmu pengetahuan karena ilmu adalah jendela dunia. Dan setiap
malam Ibu Harian, mengirimkan doa oleh para penulis, sebab buku dianggap pintu atau awal peradaban
ummat manusia, bahwasanya buku mengantarkan manusia ke arah yang lebih bijak, maka perlulah kita
berterima kasih dan menjaga kesucian buku dan menghormati para penulisnya, sebab tanpa mereka kita
tidak bisa membayangkan kekacauan yang dilakukan manusia. Buku sebagai penuntun, sebagai bahan
pertimbangan, sebagai seni, dan sebagai sesuatu yang teramat penting bagi keberlangsungan Hidup.

Sijratul Ilmi dan Harian, kehidupannya penuh dengan ilmu pengetahuan, wacana tentang peradaban
manusia, sejarah buku, dan perbincangan tentang agama, budaya, sejarah dst adalah budaya yang di
bangun Sijratul Ilmi untuk anaknya dan warga sekitar. Harian tidaklah sekolah tetapi bukan berarti
harian tidak memiliki guru dalam pengembaraan ilmu pengetahuan, selain Ibunya, harian juga belajar
mengaji kitab kuning dan mengkaji ilmu-ilmu alam dan agama di pondok milik kiyai dadang, lalu Ilmu
sosial diajarkan secara langsung dengan bergaul ke golongan mana saja. Beginilah pendidkan dan
perjalanan harian di desa maupun dirumahnya, tumbuh besar dengan berbagai wacana dan buku.

Rumah Sijratul Ilmu sangat sederhana tidak ada barang barang mewah, yang membuat kediamannya
berbeda adalah setiap ruang dalam rumahnya selalu ada buku, buku bertebaran dimana mana di ruang
tamu hingga dalam kamar mandi, setiap orang masuk kedalam rumah nya maka matanya akan di hiasi
oleh buku buku bacaan. Sijratul Ilmi memiliki buku sebanyak itu dari hasil keringatnya sendiri dengan
menjual hasil kebun miliknya di pasar desa cigendel. Upah yang di terima biasanya di sisahkan untuk
membeli buku, sebelum tiba di rumah ibu harian menyempatkan waktu singgah di rumah kang dayat
meminta tolong untuk di belikan buku di kota.

Selain hanya hidup di desa harian juga memiliki pergaulan di kota, walaupun tidak kuliah harian berpikir
seperti mahasiswa bahkan lebih, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk masuk organisasi yang
bertempat di samping kampus. Organisasi ini juga tidak jauh jauh dari buku,karena tugasnya hanya satu
mendiskusikan buku. Syarat masuk organisasi ini hanya 2 mau belajar dan sebelum keluar wajib
membasuh kaki Ibu. Organisasi ini bernama PAKU pasukan anti kuliah, disinilah ia di terpa kajian kajian
yang sangat mendasar, disini membahas buku apapun.

Disinilah harian memiliki teman yang sejalan dengan pemikirannya, teman teman yang selalu
mengutamakan esensi, isi dan nilai dari pada sebatas teks, eksistensi, dan kulit. Selain itu disini harian
menemukan cinta sejatinya yang bernama drupadi. Teman teman Harian sering mengunjungi
perpustakaan milik Ibunya, biasanya mereka datang saat ada satu buku yang susah di pahami, mereka
datang menemui Sijratul Ilmi untuk berdiskusi bertukar pikiran satu dengan yang lain. Puberitas asmara
Harian dan Drupadi sama seperti orang orang yang berpacaran pada umumnya yang membuatnya
berbeda mereka berdialog menggunakan referensi buku yang biasanya di selipkan pada setiap kali
mereka pacaran. Harian adalah lelaki normal dia juga memiliki nafsu, seringkali juga ia mereka berdua
bercumbu atas dasar logika. Hingga suatu hari Drupadi menyadari bahwa bercinta tanpa ijabsah adalah
hal yang bermasalah dan tidak benar. Luka ini di tumpahkan setelah beberapa kali mereka melakukan
percumbuan.

Seperti orang orang pada umumnya, Harian memiliki sahabat di kampung bernama kang ulun, kang ulun
bagai kakak kandung sendiri Harian, sebab di desa harian sering bersikap baik dengan Harian, sering
membagikan jajanannya pada saat kecil, terkadang harian di belikan baju oleh kang ulun, persahabatan
ini terjalin saat Kang Ulun sering dibuly oleh teman-temannya karena tidak memiliki batang kelamin, ini
adalah kecelakaan saat kang Ulun di sunat, Harianlah yang sering membela kang ulun saat di ganggu
oleh teman teman sekolahannya. Mereka biasa main bola bareng, main layangan dan seterusnya.

Suatu hari kang Ulun mendatangi Harian, kang Ulun meminta tolong pada Harian untuk di carikan
pendonor kelamin dengan jaminan uang sebesar 1,5 milyar jika ada teman harian yang ingin
mendonorkan kelaminnya sebab beberapa bulan lagi kang Ulun akan menikah. Kang Ulun memohon
pada harian dengan sungguh-sungguh hingga Harian meng-iyakan permintaan kang Ulun. Harian
akhirnya ke kota menemui teman temannya dan menjalankan misi dari kang ulun. Sudah banyak teman
yang di temuinya dan tentu saja tidak ada lelaki yang ingin kelaminnya hancur walau duit yang di
tawarkan tidak sedikit.

Beberapa minggu Harian mencari pendonor tidak pula di temukan, teman teman harian tidak yang mau
mendonorkan kelaminnya, sampai pada suatu ketika, saat Harian telah mendengar luka yang di
tumpahkan Drupadi, harian tetiba mengajaknya untuk kerumah drupadi, Harian ingin menikahi Drupadi
agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Bersamaan dengan kejadian itu harian mendapatkan kabar
bahwa Perpustakaan milik ibunya kebakaran. Harian dan Drupadi akhirnya kembali ke kampung
menemui ibunya. Sesampainya di rumah hanya ada abu dan kepingan kayu dan buku dan segerombol
orang orang membersihkan bekas kebakaran, dan nampak dari jauh banyak warga yang ada di rumah
Harian. Ternyata orang orang telah menangkan Ibu Harian, Ibu Harian tanpa pakaian, teriak teriak
matanya kemana-mana tajam melototi setiap orang, Ibunya kini gila sangat terpukul saat melihat perpus
miliknya telah tiada.

Kini seluruh warga berduka melihat Sijratul Imi tidak waras lagi, harian sangat terpukul, beberapa orang
telah menenangkan Ibunya dan Harian. Beberapa hari setelah kejadian, Harian merawat dan berusaha
menyembuhkan ibunya, dari segala cara telah iya lakukan mulai dari perawatan sikis dokter kejiwaan
sampai dengan bacaan doa dari para kiyai dan tabib tabib, tapi tak ada juga obat manjur yang bisa
menyembuhkan ibunya. Kesedihan terus berlanjut berhari hari, tak tahan harian melihat ibunya seperti
itu menderita penyakit kejiwaan.

Pada akhirnya Harian percaya bahwa hanya ada satu cara untuk menyembuhkan Ibunya ialah kembali
membangun perpustakaan milik ibunya. Hal ini membuat harian kembali bangkit lagi saat menemukan
solusi, tetapi membangun perpustakaan tidaklah murah apalagi harus mendatangkan ribuan buku.
Sedangkan Harian tidak lahir sebagai anak dari orang kaya, dari mana harian harus mendapatkan buku
sebanyak buku yang telah di kumpulkan oleh ibunya. Tidak mungkin harian meminta bantuan untuk
sebuah buku karena pesan ibunya jangan pernah mengemis kepada orang orang untuk sebuah buku.
Harian akhirnya memilih bekerja sebagai tukang buku, menjadi penjual buku di sala satu toko milik
temannya, selain itu dia juga menulis puisi di berbagai media online dan cetak, lalu harian juga tetap
berkebun menanam singkong dan sayur sayuran sebagai tambahan upah agar dapat membangun
perpustakaan. Tetapi di setiap harinya harian melihat ibunya semakin menderita, terkadang tiba-tiba
ibunya keluar telanjang ke perpustakaan yang sudah hancur berteriak, semua kejadian itu membuat
Harian semakin bersedih dan jatuh kedalam duka yang paling dalam.

Banyak cara yang telah di lakukannya dan Harian tidak tahan melihat ibunya menggila berbulan-bulan
lamanya, sampai pada akhirnya nama kang ulun terlintas di pikirannya. Harian mendatangi kang Ulun
lalu menanyakan apakah donor kelamin masih di butuhkan oleh kang Ulun. Kang ulun sedih mendengar
hal tersebut karena Harian yang dianggapnya sebagai adik sendiri ingin menghancurkan masa depannya
demi menyelamatkan Ibunya. Beberapa kali kang Ulun meminta harian agar berpikir beberapa kali
sebelum semuanya terjadi. Tapi harian tetap sudah memutuskan bahwa inilah jalannya dengan
mengorbankan kelaminnya sebab duit sebesar 1,5 milyar harian dapat membangun perpustakaan
kembali bahkan bisa lebih megah dan mewah dari perpustakaan dulunya.
Harian dan kang Ulun bersepakat, dan mereka berdua berangkat ke jakarta untuk melakukan
tranplantasi kelamin. Harian mulai memasuki ruang operasi dan prosesnya berjalan lancar, tapi Harian
baru sadar selama 12 hari setelah di suntik bius oleh dokter, saat harian bangun, kang Ulun tidak pernah
muncul yang dia dapati hanya surat yang berisi kata maaf dari kang Ulun. Surat itu membuat Harian
gagap,tercengang, keringat dingin dan tidak percaya apa yang telah terjadi. Ternyata isi surat itu
permintaan maaf Ulun karena telah sengaja membakar Perpustakaan milik ibunya, dengan alasan
bahwa apapun harian akan lakukan demi buku dan ibunya. Transplantasi Kelamin ini sudah di
rencanakan oleh kang Ulun sejak lama dan menjadikan dia sebagai korbannya. Harian tidak bisa lagi
berbicara, badannya gemetar dan matanya menyorot sesal, sesak terasa realitas sungguh tak dapat ia
sangka dan terima.

Anda mungkin juga menyukai