A
+
Lt = 2 Ls Lc = 0
Catatan :
42
Pada spiral curve kita mendapatkan tikungan peralihan (transition spirals) ini
penting bagi keselamatan dan kenikmatan pemakai jalan. Sebelum kita
memasuki tikungan ada ruangan / jarak untuk masa peralihan dari kecepatan
tinggi kecepatan yang ditentukan oleh keadaan melewati tikungan tersebut,
atau dari jalan lurus ke tikungan jadi kita tidak langsung dari jalan lurus
langsung ketikungan secara mendadak.
Tetapi pada spiral-spiral, dimana Lc O atau S.C. = C.S. adalah merupakan
tikungan yang kurang baik, sebab tidak ada jarak yang tertentu dalam masa
tikungan yang sama miringnya.
TRANSITION SPIRAL
Beberapa Istilahnya :
43
T.S. = Titik perubahan dari jalan yang lurus ke lengkung peralihan
(spiral curve)
S.C. = Titik perubahan dari jalan lengkung peralihan (spiral)
kelingkaran (simple curve)
S.T. = Titik percobaan dari spiral curve ke jalan yang lurus.
Rc = Jari-jari lengkung lingkaran (simple curve)
Es = Jarak P.I. ke lengkung lingkaran (External distance)
Ls = Panjang lengkung peralihan dari TS ke S.C. dan C.S. ke S.T.
I = Jarak lurus dari T.S. ke sesuatu titik P dalam spiral
s = Sudut antara garis singgung dititik S.C. dan garis singgung di
titik T.S.
= Sudut antara garis singgung dititik sembarang P, dalam spiral dan
garis singgung dititik T.S.
= Sudut antara garis lurus dari T.S. ke sesuatu titik P dalam spiral
dengan garis singgung dititik T.S.
K = Perbandingan dari perubahan derajat dari Spiral K =
Ls
Dc
= Total sudut tikungan
c = Sudut tikungan untuk bagian Simple Curve saja.
Xs, Ys = Koordinat dari titik S.C. dengan menganggap garis singgung di
T.S. sebagai SG X dan garis tegak lurus sebagai SG : Y.
44
X, Y = Koordinat dari sesuatu titik di spiral curve
SUPERELEVATION
I. KIRI NAIK II. KANAN NAIK (kebalikan
Dari kalau kiri naik)
1. Pave slope = 2%
Shoulder kiri dan kanan = 6 %
2. Pav. Slope 2% hasilnya (-) arah keluar
Shoulder kiri = pav. Slope 7%
45
3. Pav. Slope 6% hasilnya (+) arah kedalam
Shoulder kiri = pav. Slope 7%
Shoulder kanan = pav. Slope
Catatan : Superelevation normal
Pavement = - 2%
Shoulder = - 6%
Superelevasi maksimum 10 %
Pelebaran jalan ini mengikuti perubahan dari Superelevati (kemiringan)
jalan, apabila di titik superelevati max, maka pada titik tersebut pelebaran
(widening) max.
PELEBARAN TIKUNGAN
RUMUS :
B = n (b + c) + (n 1) Td + Z
B = Total wide of pavement on curve (meter)
46
Jumlah lebar perkerasan pada tikungan (dalam meter)
n = Total traffic lane
Jumlah jalur lalu lintas
c = Side deliverance space (meter) 0.80 meter
b = Wide of truck course on curve (meter)
Lebar lintasan kendaraan truk pada tikungan.
Td = Sectional width due to front over hang (meter)
Lebar melintang akibat tonjokan depan
Z = Additional width due to differences driving (meter)
Lebar tambahan akibat kelainan dalam pengemudi.
Z =
VR
V 105 . 0
Di bawah ini dapat dilihat bagaimana mencari kemiringan dan pelebaran
dalam peralihan (Transition of Superelevation and Widening).
2.3. KONSEP PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
Konsep perancangan jalan secara garis besar dapat dibedakan dalam
dua kelompok yaitu: perancangan jalan baru dan peningkatan jalan lama.
47
2.3.1. PERANCANGAN JALAN BARU
Sasaran dari perancangan jalan baru dapat berupa:
a. Pembukaan lahan potensial.
b. Pengembangan wilayah.
c. Pembukaan jaringan transportasi darat baru.
d. Pengembangan tata ruang.
e. Membuka daerah yang terisolir
Pada dasarnya dalam perancangan jalan baru, umumnya yang
diutamakan adalah keseimbangan tata ruang wilayah yang sudah ada.
Konsistensi pengembangan tidak merubah peruntukan lahan yang sudah ada.
Malahan dengan penempatan lokasi jalan yang sesuai diusahakan membantu
perbaikan peruntukan lahan yang sudah ada.
Kriteria perancangan jalan dan perkerasan harus mengikuti pola yang
ada dan pola-pola yang akan dikembangkan. Prediksi lalu lintas dan prediksi
perkembangan pola transportasi harus diarahkan pada system yang akan
dibangun.
2.3.2. PENINGKATAN JALAN LAMA
Sasaran dari perancangan peningkatan jalan lama dapat berupa:
48
a. Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayannya (umur
rencana), yang emmerlukan rekonstruksi baru.
b. Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayanannya
(umur rencana), namun masih berada dalam kondisi yang hanya
memerlukan rehabilitas dibeberapa tempat saja.
c. Jalan lama dengan perubahan karakteristik lalu-lintas sehingga struktur
yang ada tidak mampu memikul beban lalu-lintas.
d. Terjadinya pada struktur perkerasan akibat kondisi alam, bencana alam,
atau penyebab lainnya.
e. Kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung arus lalu-lintas.
Kriteria perancangan dan parameternya akan berbeda sesuai dengan
sasaran dan kondisi yang ada. Umumnya menggunakan data dasar yang
semula, dengan beberapa modifikasi bagian-bagian yang sudah tidak
memenuhi syarat.
Termasuk pada kategori ini adalah perancangan bagi jalan-jalan untuk
program peningkatan jalan, pemeliharaan jalan, rehabilitas jalan,
rekonstruksi jalan dan pelapisan ulang jalan.
2.4. KRITERIA PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
Dalam perancangan perkerasan, dengan menggunakan metode
manapun, selalu ada 3 (tiga) parameter desain, yaitu:
49
1.Pembebanan lalu lintas.
2.Umur rencana.
Umur rencana ditetapkan sesuai dengan program penanganan jalan
yang direncanakan, misalnya:
- Pembangunan Jalan Baru, untuk masa layan 20 tahun.
- Peningkatan Jalan, untuk masa layan 10 tahun dan
- Pemeliharaan Jalan, untuk jangka 5 tahun.
3.Standard an kelas jalan
Klansifikasi Jalan menurut Kelas Jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1a
(untuk jalan antar kota) dan Tabel 2.1b. (untuk jalan perkotaan) dan Tabel
2.1.c. (untuk jalan Kabupaten).
2.5. PARAMETER PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
1. Klasifikai kendaraan
Pengelompokkan kendaraan untuk keperluan desain struktur perkerasan
jalan, dibagi atas:
Tabel 2.1a. Kualifikasi Kelas Jalan Antar Kota
(Sumber:TPGJAK-No.038/T/BM/1997)
FUNGSI KELAS MUATAN SUMBU
TERBERAT
50
(MST ton)
Arteri I
II
IIIA
> 10
10
8
Kolektor IIIA
IIIB
8
Lokal IIIC 8
Tabel 2.1.b. Klasifikasi Jalan Perkotaan
Jalan Tipe I (Penganturan Jalan Masuk : Penuh)
FUNGSI KELAS
PRIMER: * Arteri
* Kolektor
I
II
SEKUNDER : * Arteri II
Jalan Tipe II (Penganturan Jalan Masuk : Sebagian atau tanpa
pengaturan)
FUNGSI KELAS MUATAN SUMBU
TERBERAT
(MST ton)
PRIMER: * Arteri
* Kolektor
-
> 10.000
< 10.000
I
I
II
PRIMER: * Arteri
* Kolektor
> 20.000
< 20.000
I
II
51
* Jalan
Lokal
> 6.000
< 6.000
> 500
< 500
II
III
III
IV
Sumber : Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan - 1988
Tabel 2.1.c. Klasifikasi Jalan Kabupaten
(Sumber : Petunjuk Perencanaan Teknis Jalan Kabupaten 1992 Dirjen
Bina Marga)
FUNGSI VOLUME
LALU
LINTAS
(Dalam
SMP)
KELAS KECEPATAN
( km/jam)
MEDAN
D B G
SEKUDER
:
*Jalan
Lokal
> 500
201 500
50 200
< 50
III A
III B
1
IIIB
2
IIIC
50
40
40
30
40
30
30
30
30
30
30
20
i. Kendaraan roda tiga (bemo, helicak, dll).
ii. Sedan, Minibus, Jeep, dll.
iii. Kendaraan angkutan penumpang kecil (oplet, dll)
iv. Bus mikro.
v. Bus.
vi. Kendaraan angkutan barang kecil (pick-up, dll)
vii. Truk mikro (2 as, 4 roda)
viii. Truk besar (2 as, 6 roda. Mobil tangki, dll)
ix. Truk 3 as
52
x. Truk 4 as
xi. Truk gandengan 4 as atau lebih)
xii. Sepeda Motor)
xiii. Kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, pedati, gerobak, dll)
Kelompok kendaraan yang umum dipakai untuk perancangan perkerasan
jalan adalah sebagaimana yang tampak pada Gbr.2.7.
2. PENAMPANG JALAN
Potongan melintang Jalan terdiri dari:
a. Bagian Jalan yang merupakan daerah penguasaan jalan terdiri dari:
i.DAMAJA, daerah manfaat jalan, dibatasi oleh:
* Lebar antara batas ambang pengaman jalan dikedua sisi jalan.
- Tinggi 5,00 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan.
- Kedalaman ruang bebas 1,5 meter dibawah muka jalan.
ii. DAMIJA, daerah milik jalan, dibatasi oleh:
* Lebar yang sama dengan DAMAJA ditambah dengan ambang
pengaman jalan, dengan tinggi 5,0 meter dan kedalaman 1,5 m.
iii. DAWASJA, daerah pengawasan jalan, daerah ruang sepanjang
jalan, diluar DAMAJA, dibatasi oleh:
- tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan, sebagai berikut:
53
1. Jalan Arteri minimum 20,000 meter.
2. Jalan Kolektor minimum 15, 00 meter.
3. Jalan Lokal minimum 10,00 meter.
- Didaerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas.
Ketentuan mengenai Bagian Jalan, DAMAJA, DAMIJA, DAWASJA, dan
peruntukan penempatan utilitas dan fasilitas yang dibolehkan, diatur pada
Peraturan Pemerintah RI no. 26/1985 pasal 21, sebagaimana ditujukan pada
Gambar 3.3.
b. Elemen jalan:
- Jalur lalu lintas
- Median dan jalur tepian (kalau ada)
- Bahu Jalan.
- Jalur perjalan kaki (trotoar)
- Jalur hijau
- Ambang pembatas (frontage road)
- Jalur parker
- Batas luar Jalan (outer separation).
- Selokan dan lereng
54
i. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas
kendaraan (carrage way, traffic lane), secara fisik berupa perkearsan
jalan.
Batas jalur lalulintas dapat berupa:
- Median,
- Pulau jalan (island)
- Bahu,
- Separator, atau trotoar.
ii. Jalur lalulintas dapat terdiri atas beberapa lajur.
iii. Jalur lalulintas dapat terdiri dari:
a. 1 jalur : 2 lajur 2 arah (2/2 TB)
b. 1 jalur : 2 lajur 1 arah (2/1 TB)
c. 2 jalur : 4 lajur 2 arah (4/2 B)
d. 2 jalur : n lajur 2 arah (n/2 B)
Dimana: n = jumlah lajur
TB = tidak terbagi
B = terbagi
iv. Median, bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur
lalulintas yang berlawanan arah, berfungsi untuk:
- Memisahkan dua aliran lalulintas yang berlawanan arah,
55
- Ruang lapak tunggu penyeberang jalan.
- Penempatan fasilitas jalan,
- Tempat prasarana kerja sementara,
- Penghijauan,
- Tempat berhenti darurat (jika cukup luas),
- Cadangan berhenti darurat (jika cukup luas),
- Cadangan lajur (untuk pengembangan jumlah lajur)
- Perlindungann terhadap silau lampu kendaraan berlawanan.
Jalan dua arah dengan empat lajur atau lebih perlu dilengkapi median,
dibedakan menjadi:
- Median yang direndahkan : jalur tepian dan bangunan.
- Pemisah jalur yang direndahkan. Lebar minimum median yang
direndahkan 7,00 m.
- Median yang ditinggikan. Lebar minimum median yang ditinggikan
2,00 m.
- Lebar minimum median dan jalur tepian (marginal strip), dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Pada Gbr.2.8 dapat tipikal penampang jalan perkotaan (urban) dengan
beberapa elemen jalan.
Tabel 2.2. Lebar Median
56
Klasifikasi Jalan Lebar Min.
Median (m)
Laber jalur
tepian
Arteri Primer (Full Access Control)
Kolektor Primer / Arteri Sekunder
(Partai atau Non Access Control)
Arteri Primer / kolektor primer /
arteri sekunder (partai atau non-
access control)
Kolektor Primer / Arteri Sekunder /
Kolektor
Sekunder (Partai atau Non-assess
control)
Kolektor Sekunder / Lokal
Sekunder
(Partai atau Non-assess control)
2,50
2,00
2,00
2,00
1,50
0,75
0,50
0,50
0,25
0,25
Sumber: Standar Perecanaan Geometrik Jalan Perkotaan
3. RUANG BEBAS KENDARAAN
Didalam ruang bebas kendaraan tidak diperkenankan adanya
bangunan, fasilitas utilitas, pohon dan benda-benda yang tidak bergerak.
Penempatan utilitas didaerah penguasaan jalan ditetapkan berdasarkan
PP.No.26/1985
3.1. KELOMPOK STRUKTUR JALAN LENTUR
Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis terdiri dari
elemen perkerasan: lapisan pondasi bawah (sub base coure) lapisan
57
pondasi atas (base coure) lapisan permukaan (surface course) yang
dihampar pada tanag dasar (sub grade), jelasnya lihat Gbr 3.1.
Masing-masing elemen lapisan diatas termasuk tanah dasar secara
bersama-sama memikul beban lalu lintas. Tebal struktur perkerasan dibuat
sedemikian rupa sampai batas kemampuan tanah dasar memikul beban lalu
lintas, atau dapat dikatakan tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada
kondisi atau daya dukung dasar.
3.1.1. ELEMEN TANAH DASAR (SUB GRADE)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
dari sifat-sifat dan daya dukung tanag dasar.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanent) dari macam tanah tertentu
akibat beban.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan macam tanag yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
58
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas
dari macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar
pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan beberapa
sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan, seperti:
- Daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup.
- Komposisi dan gradasi butiran tanah.
- Sifat kembang susut (swelling) tanah.
- Kemudahan untuk dipadatkan.
- Kemudahan meluluskan air (drainase)
- Plastisitas dari tanag.
- Sifat ekspansive tanah dan lain-lain.
Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui
penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat
menentukan tebal lapis perkerasan diatasnya, sifat fisik perkerasan
dikemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi permukaan dan
lain sebagainya.
59
Para perancang dan pelaksaan harus menganti betul bagaimana sifat
dan karakteristik tanah dari bahan material tanah dasar. Disiplin ilmu
mekanika tanah dan geoteknik sangat membantu untuk mengantisipasi
perilaku dari tanah dasar, sebelum benar-benar dipilih sebagai subgrade
(pertimbangan perancangan) dan sebelum dilaksanakan pengerjaannya
sebagai struktur perkerasan yang paling bawah (pertimbangan pelaksanaan).
Beberapa pedoman praktis dalam rancangan tanah dasar dapat dilihat
pada lampiran A-1 yang merupakan sifat spesifik tanah untuk klasifikasi dari
Cassagrade, yang sekaligus menunjukkan rating sebagai tanah dasar,
sedangkan pada lampiran A-2 merupakan petunjuk dari Highway Research
Board USA untuk mendapatkan rating tanah dasar berdasarkan system
klasifikasi Group Index. (GI) atau kadangkala disebut system Unified
Classification.
3.1.2. ELEMEN LAPIS PONDASI BAWAH (SUB-BASE COURE)
Lapis pondasi bawah (subbase) adalah suatu lapisan perkerasan jalan
yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi atas (base), yang
berfungsi sebagai bagian perkerasan yang meneruskan beban diatasnya, dan
selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
60
Lapis pondasi bawah dibuat diatas tanah dasar yang berfungsi
diantaranya sebagai:
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
b. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relative murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan
biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancer.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat berat atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam material setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang
relative lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi
bawah.
Ada berbagai jenis lapis pondasi bawah yang sering dilaksanakan
yaitu:
a. Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan balas pasir.
b. Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung sedikit
tanah.
61
c. Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir.
d. Pondasi bawah yang menggunakan aggregate.
e. Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt Treated
Sub-Base) atau disebut Leston Bawah (Lapis Aspal Beton Pondasi
Bawah).
f. Pondasi bawah menggunakan stabilitas tanah.
3.1.3. ELEMEN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COURSE)
Lapis pondasi atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang
terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (subbase), yang
berfungsi sebagai bagian perkerasan yang mendukung lapis permukaan dan
beban-beban roda yang bekerja diatasnya dan menyebarkan tegangan yang
terjadi ke lapis pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar.
Lapis pondasi atas dibuat diatas lapis pondasi bawah yang berfungsi
diantaranya:
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
c. Meneruskan limpahan gaya lalu lintas ke lapis pondasi bawah.
Bahan-bahan untuk pondasi atas, umumnya harus cukup kuat dan
awet sehingga dapat menahan beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai lapis pondasi atas, hendaknya dilakukan
62
penyeledikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
persyaratan teknik yang ada.
Bermacam-macam bahan aqlam/bahan setempat (CBR > 50%, PI <
4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain : batu
pecah, kerikil pecah, dan / atau stabilitas tanah dengan semen atau kapur.
Secara umum dapat berupa:
a. Pondasi atas yang menggunakan material pondasi Telford.
b. Pondasi atas yang menggunakan material aggregate.
c. Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt Treated
Base) atau disebut Laston (Lapis Aspal Beton) Atas.
d. Pondasi atas menggunakan stabilisasi material.
a. Pondasi atas yang menggunakan material pondasi Telford.
* BAHAN :
- Batu yang digunakan dapat terdiri dari batu kali atau batu gunung, yang
disusun beraturan secara vertical.
- Disela-sela batu diisi dengan batu pengunci, dengan maksud agar
susunan batu terkunci dengan cukup kuat dan kokoh.
- Selanjutnya dihampir pasir kasar dan dipadatkan.
b. Pondasi atas yang menggunakan material aggregatat.
63
* BAHAN:
- Material agregat yang digunakan, untuk pondasi atas adalah dari batu
pecah yang bergradasi tertentu. Batu pecah tersebut berasal dari proses
di crusbing plat, melalui tahapan pemecahan, penyaringan, pemisahan
dan pencampuran, sehingga menghasilkan suatu bahan yang sesuai
dengan persyaratan-persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan.
- Klasifikasi Agregat kelas A, biasa dipakai untuk Lapis Pondasi Atas
(lihat Tabel 3.2. dan Tabel 3.3).
c. Pondasi atas yang menggunakan Asphalt Treated Base = Laston (Lapis
Aspal Beton) Pondasi Atas.
* BAHAN
i. Agregat
a. Agregat yang digunakan berupa sirtu hasil pecah mesin (crushed gravel)
atau batu pecah (crushed stone), yang bersih dari lempung, bahan organic
dan bahan-bahan lainnya yang tidak dikehendaki, serta memenuhi
persyaratan berikut:
64
Tabel 3.7. Persyaratan Gradasi Agregat ATB
UKURAN SARINGAN % BERAT
LOLOS SARINGAN (mm)
25,0
19,0
13,0
9,5
4,75
2,36
0,6
0,15
0,075
100
95-100
66-100
52-78
47-57
42-56
13-54
4-31
3-8
- Kehilangan berat akibat abrasi mesin Los Angeles pada 500 putaran : 40%
- Kelekatan agregat terhadap aspal 95%.
- Indeks kepipihan maksimum 25%.
- Perespan agregat terhadap air maksimum 3%
- Gumpalan lempung dalam agregat maksimum 25%
- Berat jenis semu (apparent) agregat minimum 2,5
- Minimum agregat kasar yang tertahan saringan no.4, harus mempunyai
satu bidang pecah.
65
b. Pasir harus non-plastis, bersih dari bahan-bahan lempung, organic dan
bahan-bahan lainnua yang tidak dikehendaki, serta mempunyai sand
equivalent minimum 50%. (AASHTO T-176).
ii. Bahan Pengikat
a. Aspal keras yang digunakan adalah dari jenis Pen.60/70 atau
Pen.80/100 yang memenuhi persyaratan.
b. Aspal cair yang digunakan untuk lapis resap pengikat (primecoat)
terdiri dari jenis MC-30, MC-70, MC-250, aspal emulasi dari jenis
CMS atau MS atau MS yang memenuhi persyaratan.
c. Aspal cair yang digunakan untuk lapisan pengikat (tackoat), adalah
dari jenis RC-70, RC-250, aspal emulai jenis CRS, atau RS yang
memenuhi syarat.
d. Pondasi atas yang menggunakan material stabilisasi
(lihat Stabilisasi Pondasi Bawah diatas)
*BAHAN :
- Bahan peng-stabilisasi digunakan semen atau kapur (lihat Tabel 3.5.
dan Tabel 3.6).
- Jenis CB1 dan CB2 adalah untuk lapis pondasi atas (lihat Tabel 3.4)
66
3.1.4. ELEMEN LAPIS PERMUKAAN (SURFACE COURSE)
Fungsi lapis permukaan antara lain:
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis pemukaan umumnya adalah campuran bahan
agregat dan aspal, dengan persayatan bahan yang memenuhi standar.
Penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat agregat dan agar
lapisan dapat bersifat kadap air; disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaan, umur rencana, serta pertahanan konstruksi, agar dicapai manfaat
yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Bahan yang umum digunakan untuk Lapis Permukaan adalah:
- Asphaltic Concrete=AC(LASTON)= Lapis Aspal Beton).
- Hot Rolled Asphalt (HRA) dalam hal ini HRS (Hot Rolled) Sheet)=
LATASTON (Lapis Tipis Aspal Beton)
- LASBUTAG (Lapis Aspal Buton Aggregat Campuran dingin).
67
- LATASBUM (Lapis Tipis Aspal Buton Murni)
- LATASIR (Lapis Tipis Aspal Pasir)
- BURAS (Laburan Aspal)
- BURDA (Laburan Aspal Dua Lapis) dan BURTU (Labur Aspal Satu
Lapis)
- SMA (Split Mastic Asphalt).
- BMA (Butonized Mastic Asphalt), dll.
-
PROSEDUR PERENCANAAN
1. ANALISA LALU LINTAS
i. Prosentase Kendaraan pada Jalur Rencana:
- Tetapkan lebar lajur lalu lintas berdasarkan Tabel 5.3. Standar
Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan 1992 atau Tabel II.8
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (lihat Buku 1).
- Jumlah lajur, sesuaikan dengan batas marka; bilamana tidak ada batas
lajur yang jelas, tetapkan sesuai dengan Tabel 4.1 berikut ini.
68
Tabel 4.1. Penetapan Jumlah Jalur
LEBAR PERKERASAN (L) JUMLAH JALUR (n)
L 5,50 m
5,50 m L < 8,25 m
8,25 m L < 11,25 m
11,25 m L < 15,00 m
15,00 m L < 18,75 m
18,75 m L < 22,00 m
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur
ii. Hitung koefisien distribusi kendaraan (C
iii. Tabel 4.2. Koefisen Distribusi Kendaraan Dalam Jalur (C)
JUMLAH
JALUR
KENDARAAN RINGAN
*)
KENDARAAN BERAT
*)
1 ARAH 2 ARAH 1 ARAH 2 ARAH
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur
1,00
0,60
0,40
1,00
0,50
0,40
0,30
0,25
0,20
1,00
0,70
0,50
1,00
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40
69
*) berat total < 5 ton : mobil penumpang, pickup, mobil hantaran
**) berat total 5 ton : bus, truck, traktor, semitrailer, trailer.
iv. Hitung LHR pada tahun awal rencana (LHR
0
), untuk masing-masing
jenis kendaraan yang ada.
LHR
0
= (1 + i)
n
.
N
tipe
(4.11)
Dimana i = faktor pertumbuhan kendaraan, selama pelaksanaan.
n = jumlah tahun, sejak data pengukuran diambil, sampai
dengan awal umur rencana.
N = masing-masing tipe kendaraan
iv. Hitung LHR pada tahun akhir rencana (LHR), untuk setiap jenis
kendaraan
LHR
t
= (1 + i)
UR
.
LHR
0
(4.12)
Dimana : UR = umur rencana.
i = faktor pertumbuhan kendaraan, selama umur rencana.
v. Hitung Angka Ekivalen (AE)
70
Tabel 4.3. Angka Ekivalen (AE)
BEBAN
SATU
SUMBU
ANGKA EKIVALEN
(AE)
BEBAN
SATU
SUMBU
ANGKA EKIVALEN
(AE)`
kg Sumbu
Ganda
Sumbu
Ganda
kg Sumbu
Tunggal
Sumbu
Ganda
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10.000
11.000
12.000
13.000
14.000
15.000
16.000
0,0002
0,0036
0,0183
0,0577
0,1410
0,2923
0,5415
0,9238
1,0000
1,4798
2,2555
3,3022
4,6770
6,4419
8,6647
11,4184
14,7815
-
0,0003
0,0016
0,0050
0,0121
0,0251
0,04466
0,0794
0,0860
0,1273
0,1940
0,2840
0,4022
0,5540
0,7452
0,9820
1,2712
17.000
18.000
19.000
20.000
21.000
22.000
23.000
24.000
25.000
18,8380
23,6771
29,3937
36,0877
43.8648
52,8360
63,1176
74,8315
88,1048
1,6201
2,0362
2,5279
3,1035
3,7724
4,5439
5,4281
6,4355
7,5770
71
vi. Hitung Lintas Ekivalen Pertama :
LEP = LHR
0
x C x
EA..(4.13)
vii. Hitung Lintas Ekivalen Akhir :
LEA = LHR
0
x C x
EA..(4.13)
viii. Hitung Lintas Ekivalen Tengah :
LET = 0,5 (LEP + LEA)
..(4.15)
ix. Hitung Faktor Penyesuaian (FP)
FP = UR /
10(4.16)
x. Hitung Lintas Ekivalen Rencana :
LER = FP x
LET(4.17)
72
2. PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN
i. Hitung Daya Dukung Tanah (DDT).
Gunakan Nomogram (CBR-DDT) Lihat Lampiran B-1.
ii. Dari data jenis bahan lapis permukaan dan roughness (kalau tersedia)
tetapkan indeks IP
0
dari Tabel 4.4a.
iii. Dengan merencanakan bagaimana kondisi permukaan jalan, pada akhir
umur rencana tetapkan IP
t
(Tabel 4.4b).
iv. Selanjutnya dari pemilihan yang dilakukan pada ii dan iii, diatas, pilih
nomogram mana yang sesuai (lihat Lampiran B-2 s/d B-10), untuk
dipakai mencari ITP.
v. Dari pasangan harga DDT dan LER tarik garis lurus sesuai arah petunjuk
inset pada Nomogram. Garis ini akan memotong suatu angka pada garis
vertikal ITP.
vi. Dari pasangan ITP dan FR (Lampiran B-2 s/d B-10) lakukan hal yang
sama, sehingga memotong garis vertical ITP. Angka yang didapat adalah
nilai ITP yang dicari.
vii. Selanjutnya gunakan rumus ITP =a1.D1 + a2.D2
+a3.D3(4.18) untuk mencari tebal perkerasan, dengan
menyesuaikan data jenis bahan untuk mendapatkan masing-masing
koefisien relative (Tabel 4.7) dan untuk mencari tebal LPB dalam
73
alternative jalan baru, atau kombinasi tebal minimal LPA dan LPB untuk
mencari tebal overlay dari lapis permukaan.
Tabel 4.4a. Indeks Permukaan pada awal UR (IP
0
)
JENIS LAPIS
PERKERASAN
IP
0
ROUGHNESS
*)-MM/KM
LASTON
LASBUTAG
HRA
BURDA
BURTU
LAPEN
LATASBUM
BURAS
LATASIR
Jalan Tanah
Jalan Kerikil
4
3,9 3,5
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,4 3,0
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,4
2,4
1000
>1000
2000
>2000
2000
>2000
3000
>3000
*) Roughness diukur dengan alat ouhnessmeter NAASRA
74
Tabel 4.4b. Indeks Permukaan Akhir (IP
T
)
LER
(SS/hari)
KLASSIFIKASI JALAN
LOKASL KOLEKTOR ARTERI TOL
< 10
10 100
100 1000
> 1000
1,0 1,5
1,5
1,5 2,0
-
1,5
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
2,5
-
-
-
2,5
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton sumbu tunggal
CATATAN : Para proyek jalan darurat atau jalan murah maka IP dapat diambil
1,0
Tabel 4.5 Faktor Regional
KELANDAIAN
I
(< 6%)
KELANDAIAN
II
(6%-10%)
KELANDAIAN
I
(> 10%)
% Kendaraan
Berat
% Kendaraan
Berat
% Kendaraan
Berat
30% > 30% 30% > 30% 30% > 30%
Iklim I
< 900mm/th
0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
Iklim I
< 900mm/th
1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
CATATAN: Pada bagian jalan persiapan, 3 pemberhentian atau tikungan
tajam (jari-jari 30 m), FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa FR
ditambah dengan 1,0
75
Tabel 4.62. Batas Minimum Tebal Lapis Permukaan
ITP TEBAL
MINIMU
M
(cm)
BAHAN
< 3,00
3,00-
6,70
6,71-
7,49
7,50-
9,99
>=10,0
0
5
5
7,5
7,5
10
LAPIS PELINDUNG, BURAS/BURTU/BURDA
LAPEN/MACADAM,HRA,LASBUTAG,LASTO
N
LAPEN/MACADAM,HRA,LASBUTAG,LASTO
N
LASBUTAG, LASTON
LASTON
Tabel 4.6b. Batas Minimum Tebal Lapisan Pondasi
ITP TEBAL
MINIMUM
(cm)
BAHAN
< 3,00
3,00-7,49
7,50-9,99
10,00-
12,24
12,25
15
20 *)
10
20
15
20
25
BATU PECAH, STAB.SEMEN,STAB.KAPUR
BATU PECAH, STAB.SEMEN, STAB.KAPUR
LASTON ATAS
BATU PECAH,
STAB.SEMEN,STAB.KAPUR,MACAM
LASTON ATAS
BATU PECAH, STAB.SEMEN, STAB, KAPUR,
MACADAM, LAPEN, LASTON ATAS.
BATU PECAH, STAB.SEMEN, STAB.KAPUR,
MACADAM, LAPEN, LASTON ATAS.
* UNTUK LAPIS PONDASI BAWAH :
Untuk setiap nilai IPT, bila digunakan lapis pondasi bawah, tebal
minimum adalah 10 cm.
76
Tabel 4.7 Koefisien Kekuatan Relatif
KOEFISIEN
KEKUATAN
RELATIF
KEKUATAN BAHAN JENIS BAHAN
a1 a2 a3 MS
(kg)
K
t
(kg/cm
2
)
CBR
(%)
0,40
0,35
0,32
0,30
0,35
0,31
0,28
0,26
0,30
0,26
0,25
0,20
0,28
0,26
0,24
0,23
0,19
0,15
0,13
0,15
0,13
0,14
0,12
0,14
0,13
0,12
0,13
0,12
0,11
0,10
744
590
454
340
744
590
454
340
340
340
590
454
340
22
18
22
18
100
60
100
80
60
70
50
30
20
LASTON
ASBUTON
HRA
MACADAM
LAPEN (MEKANIS)
LAPEN (MANUAL)
LASTON
ATAS
LAPEN (MEKANIS)
LAPEN (MANUAL)
STABILITAS SEMEN
STABILITAS
KAPUR
MACADAM BASAH
MACADAM KERING
BATU PECAH KLS.A
BATU PECAH KLS.B
BATU PECAH KLS.C
SIRTU KLS.A
KLS.B
KLS.C
TANAH/LEMPUNG
KEPASIRAN
Catatan: Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7.
Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
77
Prosedur diatas dilaksanakan untuk perancangan perkerasan jalan
baru, atau relokasi, untuk perancangan pelapisan ulang dan pelaksanaan
bertahap dilakukan sebagai berikut:
Pelapisan Ulang :
- Nilai ITP sisa struktur perkerasan lama, adalah :
ITP
sisa
= (a
1
.D
i
. NK) ..(4.19)
Dimana :
A
i
, D
i
seperti diatas
NK = nilai kondisi sisa lapisan (Tabel 4.8).
- Tebal lapis permukaan untuk pelapisan ulang (overlay) didapat dari :
ITP
perlu
ITP
sisa
D = (4.20)
a1
Dimana :
D = tebal lapis permukaan ulang
a1 = koeofisien kekuatan relative lapis permukaan (bahan lapis
permukaan, harus sama dengan bahan struktur lama).
Konstruksi Bertahap :
- Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih mempunyai
nilai sisa 40%. Dengan kondisi seperti ini ITP
tahap pertama
dihitung
berdasarkan beban lalu lintas LER = 1,67 LER
1
.
78
x.LER
1
= LER
1
+ 40%.x.LER
1
x = 1,67
- Konstruksi tahap pertama, tanpa penambahan konstruksi tahap kedua, akan
mampu melayani 60% dari total masa layan.
y.LER2 = LER
1
+ LER
2
= 60%.y.LER
2
+ LER
2
y = 2,50
ITP tahap pertama ditambah tahap kedua : ITP
1+2
diperoleh dari nomogram
dengan menggunakan LER = 2,5 LER
2
.
Nilai ITP tahap kedua adalah : ITP
2
= ITP
1+2
ITP
1.
Tabel 4.8. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
GAMBARAN KONDISI PERKERASAN NILAI KONDISI (%)
1.LAPIS PERMUKAAN
-Umumnya tidak terjasi crack, hanya sedikit
deformasi pada lajur roda.
-Terlihat crack halus, sedikit deformasi pada
lajur roda, namun masih ettap stabil.
-Crack sedang, beberapa deformasi pada
lajur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kesetabilan.
-Crack banyak, demikian juga deformasi,
pada lajur roda.
2.LAPIS PONDASI ATAS
a).Pondasi aspal beton atau penetrasi
macadam.
-Umumnya tidak terjadi crack.
90 100
70 90
50 70
30 50
90 100
70 90
70 90
79
-Terlihat crack halus, namun masih tetap
stabil.
-Crack sedang, pada dasarnya masih
menunjuk-kan kestabilan.
-Crack banyak, menunjukkan genjala
ketidak-setabilan.
b).Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
-Plastisitas Indeks (PI) 10.
c).Pondasi Macadam atau batu pecah.
-Plastisitas Indeks (PI) 6.
3.LAPIS PONDASI BAWAH
-Plastisitas Indeks (PI) 6.
-Plastisitas Indeks (PI) 6.
50 70
30 50
70 100
80 100
90 100
70 90
80
81
82
83
84