Anda di halaman 1dari 3

Syaikh Saied bin Abdullah Ba Adilla Raja Mutiara dari Banda

Syaikh Saied Ba Adilla atau lengkapnya adalah Syaikh Saied Abdullah Ba Adilla, merupakan seorang pemimpin golongan keturunan Arab pada masanya untuk wilayah Banda Neira atau Maluku yang cukup terkenal. Syekh Saied juga merupakan kakek dari tokoh Nasional Indonesia, Des Alwi dari garis ibu. Selain dari bisnis rempahrempahnya, Ba-adilla juga mendapatkan kekayaan yang melimpah dari booming bisnis mutiara. Pada tahun 1897, ketika dia menjabat sebagai Kapten Arab di Pulau Banda, Syaikh Saied mendapatkan keistimewaan/ijin secara resmi untuk memulai/mengembangkan bisnis Mutiara di perairan kepulauan Aru. Dimana dia pernah mempersembahkan sebuah mutiara terbesar dan terbaik dalam sejarah untuk Ratu Emma dari Belanda1. Syekah Saied Baadilla ini juga dipanggil dengan panggilan Tjong Baadilla, karena dia beribukan seorang keturuan Cina. Sang ayah, Abdullah Baadilla adalah seorang pedagang keturunan arab yang kawin dengan putri kapitan Cina dari Marga Teh, yang pernah ditangkap oleh VOC dan dibuang ke Banda Neira. DI Naira, waktu itu sekitar permulaan abad 19, keluarga Teh, diantaranya dipersunting oleh Abdullah Baadila. Yang satu lagi oleh seorang kapten Cina, Nio,sedangkan yang ketiga menikah dengan seorang keturnan Spanyol, Montanus. Perkawinan antara Abdullah Baadila dengan puteri Cina itu melahirkan tiga orang putera: Said putera sulung, Abdul Rahim dan si bungsu Salim. Ketiga putra Abdullah ini berturut-turut dipanggil dengan julukan Tjong, Nana dan Coco. Tjong yang terkenal sebagai "orang kaya" Banda ini adalah seorang pengekspor pala dan pengusaha mutiara serta pernah diundang ke Belanda untuk bertemu dengan Ratu Belanda Emma (ibu Ratu Wihelmina) pada tahun 1896. Tjong menghadiahkan Ratu Emma ini sebuah mutiara sebesar telur burung merpati yang sampai sekarang masih tetap menempel pada perhiasan Kerajaan Oranye dan Tjong juga pernah diangkat menjadi "Kapitan Oranglima" (Kepala Adat) di Banda Naira2. Des Alwi sendiri tidak murni keturunan Banda. Ibu Des Alwi adalah anak Raja Mutiara dari Banda, Said Tjong Baadilla. Kakek Des Alwi, Said Tjong Baadilla, berdarah Arab dan Cina, juga disebut-sebut sebagai orang terkaya di jamannya. Tidak hanya di Pulau Banda, tapi juga di Maluku. Di tahun 1896, kakeknya pernah berkunjung ke Belanda dan menghadiahi mutiara sebesar telur merpati kepada Ratu Emma (ibunda Ratu Wilhelmina).

1 2

The Economic Role of The Arab Community in Maluku, 1816 1940 : William Gervase Clarence-Smith http://www.mail-archive.com/budaya_tionghua@yahoogroups.com/msg14160.html

Ayah Des, bernama Alwi, kapten kapal, adalah anak dari Pangeran Omar, keturunan Sultan Palembang, yang bekerja sama dengan Baadilla mengangkut mutiara. Ketika Des Alwi berusia tiga tahun, kejayaan dan kekayaan keluarga mereka bangkrut total, dan seluruh harta habis dijual satu persatu. Sejak itu Des Alwi tumbuh sama seperti anak-anak kebanyakan lainnya yang hidup pas-pasan.

Borobudur, 10 Februari 1922

Lahir di Pulau Banda negeri para Raja-raja yang sangat dicintai oleh masyarakat setempat, karena dalam hidupnya selalu berusaha membangun, mengembangkan dan memperbaiki keadaan serta hubungan baik antara keluarga dan suku bangsa keturunan yang berbeda-beda sehingga berhasil memprsatukan hati mereka dengan lebih mengutamakan kepentingan dan kebaikan negeri mereka. Beliau seorang yang bersifat tasaamuh toleransi dalam melakukan amal kebaikan, pemurah dermawan, dan telah berhasil membangun sebuah Masjid yang luas untuk ibadah dan melaksanakan solat berjamaah. Berkepribadian tawaadhu rendah diri, berpartisipasi aktif dan mendatangkan banyak manfaat kepada masyarakat pulau Banda sehingga pemerintah penjajah Belanda memberikan penghargaan yang tertinggi atas jasa-jasanya tersebut berupa pengangkatan sebagai Kapten Pemimpin di pulau Banda dengan mendapatkan tanda jasa berupa Prasasti Perak sebagai tanda bukti berkelakuan baik dan keberhasilannya mendapatkan sympati rakyat banyak. Beliau memiliki sekitar 30 kapal perahu layar yang mempekerjakan lebih dari 300 pekerja untuk pekerjaan menyelam di dasar laut untuk mencari batu permata (Lulu) dalam usaha yang dioperasikan hanya di pulai Banda yang telah menghasilkan keuntungan sangat besar bagi masyarakat setempat, disamping mendapatkan pendidikan dan pelatihan bidang bisnis industry di bawah bimbingan beliau pribadi sehingga masyarkat penduduk pulau Banda memberinya nama atau gelar Raja Permata. Syeikh Said BaaAdielah ( ) pernah berkunjung ke Eropah melalui negeri Cina dan menggunakan kereta api ke Negara Syberia, Jerman kemudian negeri Belanda (Holand) pada tahun 1903 dalam rangka perjalanan bersama putra-putranya yang bersekolah di Negaranegara tersebut. Berita tentang kunjungannya ke negeri Belanda tersebut di muat dalam 50 media cetak yang ditulis oleh Guru Besar tenaga akademik dari belbagai institusi pendidikan

dan tokoh-tokoh Gereja sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang sangat berharga yang telah diterima oleh masyarakat pendatang yang berbeda-beda agama di pulai Banda. Dan di tahun tersebut juga diterbutkan profile dan foto pribadinya berikut riwayat hidup singkatnya berupa kalender dalam bentuk semi pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai