A. KONDISI UMUM
Pembangunan industri, sebagai motor penggerak perekonomian, akan terus didorong perannya karena telah terbukti memberi kontribusi yang berarti terhadap pembangunan nasional. Mengingat perannya yang strategis, sektor industri khususnya industri manufaktur, perlu ditingkatkan kinerjanya. Berbagai upaya perbaikan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kemerosotan kinerja sektor industri telah dilakukan, namun kinerja itu tampaknya belum sepenuhnya pulih. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang membutuhkan perhatian dan perlu segera diatasi. Dorongan peningkatan kinerja industri terkait dengan perbaikan kinerja pada ekonomi nasional. Menurut perhitungan sementara, pertumbuhan ekonomi 2005 mencapai 5,6%, dan diperkirakan akan terus meningkat pada 2006 menjadi 5,9%. Ini merupakan indikasi positif bahwa pertumbuhan industri manufaktur turut meningkat. Pada tahun 2005 industri manufaktur non-migas tumbuh sekitar 5,85 %, sementara tahun 2006 pertumbuhannya diperkirakan naik menjadi 7,7%. Dengan tingkat kinerja seperti itu, industri tahun 2007 ditargetkan akan tumbuh sebesar 8,1%. Utilisasi kapasitas produksi sektor industri pada tahun 2005 juga menunjukkan perbaikan. Tingkat utilisasi rata-rata sektor industri meningkat naik dari 64,5% pada 2004 menjadi 65,6% di tahun 2005. Kelompok industri yang memanfaatkan kapasitas produksinya cukup tinggi adalah industri pulp dan kertas, yakni sekitar 74,7%, atau mencapai volume produksi sebesar 5,4 juta ton. Apabila perekonomian nasional tetap stabil, utilisasi kelompok industri ini tahun 2006 diperkirakan akan menjadi 80%. Namun demikian, industri manufaktur masih menghadapi tantangan yang harus segera diatasi. Belum berkembangnya industri bahan baku dan industri penunjang di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Kondisi ini berakibat pada lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan hilir, sehingga struktur industri secara keseluruhan menjadi rentan. Dampaknya tercermin dari besarnya ketergantungan komponen impor bahan baku dan setengah jadi pada industri kimia, otomotif, dan elektronika. Masalah lain yang menuntut perhatian bersama adalah lemahnya penguasaan teknologi industri. Fakta di pasar menunjukkan bahwa sebagian besar produk lokal dihasilkan oleh industri berbasis teknologi rendah, yakni industri yang menghasilkan nilai tambah relatif rendah. Kondisi ini juga disebabkan oleh belum terpadunya pengembangan iptek di lembaga-lembaga penelitian yang tersebar di berbagai instansi dengan dunia industri. Ketertinggalan atas penguasaan teknologi membuat daya saing produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Di pasar lokal, daya saing produk kita semakin terancam akibat belum meluasnya penerapan standarisasi nasional.
Lemahnya daya saing turut dipengaruhi oleh permasalahan lain seperti ekonomi biaya tinggi, penyelundupan, hubungan industrial, dan kepastian hukum dan keamanan.
c. Pemberdayaan industri kecil dan menengah dengan: ! Membangun Pusat Pengembangan Klaster (10 UPT) untuk komoditi tertentu di sumber bahan baku sebagai sub-sistem dalam pengembangan klaster industri serta revitalisasi 20 UPT ! Pembinaan terpadu IKM di daerah (dekonsentrasi) melalui operasionalisasi 40 UPT dan pelaksanaan paket pelatihan Shindan 3. Peningkatan peran faktor pendukung pengembangan industri, melalui: a. Pengembangan 5 (lima) teknologi baru yang siap diterapkan di industri b. Pembinaan pengawasan standardisasi, akreditasi dan pengendalian mutu melalui pengembangan SNI serta pembinaan standard oleh 22 balai penelitian dan standardisasi (Baristand) c. Membangun kawasan industri, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. d. Pengembangan sistem informasi keindustrian e. Pengembangan kapasitas diklat serta peningkatan kapasitas aparatur perindustrian f. Peningkatan aparatur dengan menerapkan good governance.
II.17-3