DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012
PENGANTAR
Dimulainya program Pendidikan Menengah Universal (PMU) 12 Tahun pada tahun ini memberikan kesempatan besar kepada setiap warga negara Indonesia untuk mengenyam layanan pendidikan menengah. Program PMU 12 Tahun tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah penduduk usia 16-18 tahun, namun juga berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan SMA sebagai pusat pengembangan mutu pendidikan (center of excellence). Dengan mengusung tema menjangkau siswa didaerah terpencil yang susah dijangkau (reaching the unreach) diharapkan angka partisipasi kasar pendidikan menengah mencapai 97% pada tahun 2020. Mengacu pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025, program PMU 12 Tahun diharapkan dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkarater mulia, berilmupengetahuan (knowledgeable), dan berkeahlian (skillfull). Melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut diharapkan akan terwujud pembangunan ekonomi bangsa yang produktif dan berkelanjutan. Untuk mendukung program PMU 12 Tahun, Direktorat Pembinaan SMA telah menyusun program pembangunan pendidikan SMA yang mengacu pada misi 5K Pendidikan Nasional meliputi: Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan Kepastian. Aspek Pilar ketersediaan difasilitasi melalui penyediaan infrastruktur layanan pendidikan meliputi penyediaan ruang kelas yang diaktualisasikan dalam program bantuan sosial unit sekolah baru (USB), ruang kelas baru (RKB) dan rehabilitasi ruang. Pilar keterjangkauan difasilitasi melalui penyediaan bantuan operasional sekolah, bantuan biaya pendidikan bagi siswa miskin dan penyediaan asrama siswa. Pilar kualitas difasilitasi melalui penyediaan fasilitas mutu sekolah dan pengembangan pendidikan karakter siswa, pengembangan kualitas sekolah, olimpiade keilmuan, seni, dan olahraga serta penerapan pembelajaran berbasis teknologi informasi. Pilar kesetaraan difasilitasi melalui fasilitasi bagi lembaga penyelenggara program paket C. Pilar kepastian difasilitasi melalui program reformasi birokrasi dan komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan tata kelola yang transparan dan akuntabel. Buku Informasi Program Diretorat Pembinaan SMA Tahun Anggaran 2012 ini memuat informasi program dari berbagai program dan kegiatan Direktorat Pembinaan SMA pada Tahun 2012 yang merupakan penjabaran Misi 5-K Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2010-2014. Buku ini disusun agar dapat digunakan sebagai panduan kerja pelaksanaan program-program SMA, sekaligus menjadi salah satu bahan masukan bagi mitra kerja kami di dinas pendidikan propinsi, kabupaten/kota, sekolah dan instansi lainnya dalam merumuskan kebijakan pembangunan pendidikan SMA. Semoga bermanfaat Jakarta, Maret 2012 Direktur Pembinaan SMA
DAFTAR ISI
Kata pengantar Daftar isi BAB I. Kondisi Umum Pendidikan SMA A. Visi Indonesia 2025-2045 B. Peranan Pendidikan dalam Pengembangan Perekonomian C. Tantangan Pembangunan Pendidikan D. Angka Partisipasi Sekolah E. Disparitas Angka Partisipasi Sekolah F. Program Pendidikan Menengah Universal (PMU) 12 Tahun G. Skenario Implementasi Program PMU 12 Tahun H. Peluang dan Tantangan Pembangunan Pendidikan SMA BAB II. Visi, Misi dan Terget Kerja Direktorat Pembinaan SMA A. Visi dan Misi B. Tujuan Strategis dan Target Kinerja BAB III. Organisasi dan Anggaran A. Organisasi Pelaksana B. Rincian Tugas dan Fungsi C. Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2012 D. Alokasi Anggaran Tahun 2012 Pada Setiap Subdirektorat BAB IV. Program Kerja Tahun 2012 A. Sub Direktorat Program Dan Evaluasi B. Sub Direktorat Pembelajaran C. Sub Direktorat Sarana Dan Prasarana D. Sub Direktorat Kelembagaan Dan Peserta Didik E. Sub Bagian Tata Usaha F. Program Dekonsentrasi BAB V. PENUTUP Penutup i ii
1 3 4 5 6 8 9 11
14 15
21 22 23 26
29 32 36 38 43 44
46
Indonesia adalah negara yang memiliki hampir seluruh prasyarat untuk menjadi kekuatan ekonomi utama (big player) dalam perekonomian global. Salah satu potensi yang dimiliki Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia adalah besarnya jumlah penduduk dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, dengan total jumlah penduduk sebesar 230 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk dengan daya beli masyarakat yang tinggi dapat menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial. Untuk itu, peningkatan sumber daya menusia menjadi suatu keharusan untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Berikut ini adalah ilustrasi proyeksi demografi Indonesia hingga tahun 2050:
Gambar 1.2: Proyeksi Demografi Umur Penduduk Indonesia
Gambar diatas menunjukan bahwa pada periode tahun 2010 s.d. 2035 komposisi demografi Indonesia didominasi oleh penduduk yang berusia produktif (15 tahun s.d. 64 tahun). Kondisi ini memungkinkan Indonesia untuk menciptakan rasio ketergantungan (dependency ratio)1 penduduk yang rendah. Untuk menciptakan hal tersebut, peningkatan sumberdaya manusia mutlak diperlukan untuk dapat memanfaatkan secara maksimal proporsi penduduk usia produktif yang ada. Dengan tingkat pendidikan yang baik, maka produktivitas perekonomian juga akan meningkat sehingga dapat mendorong laju percepatan pembangunan ekonomi Indonesia. Namun, apabila kondisi ini tidak disertai dengan peningkatan sumberdaya manusia yang baik maka dapat menimbulkan bencana demografi.
1
Dependency ratio suatu negara dapat dikatakan kecil apabila mayoritas penduduknya produktif. Sementara itu, dependency ratio dikategorikan besar apabila penduduk yang tidak produktif berjumlah lebih banyak dibandingkan penduduk yang produktif, sehingga penduduk yang tidak produktif tersebut menggantungkan hidupnya pada penduduk yang produktif.
Produktivitas sumberdaya manusia merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja, diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan. Peranan pendidikan menjadi semakin penting seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan perekonomian yang berbasis sumberdaya alam menjadi perekonomian berbasis pengetahuan. Pembangunan perekonomian yang berbasis pengetahuan dan teknologi akan memberikan nilai tambah pada kegiatan ekonomi secara berkesinambungan.
Struktur pendidikan tenaga kerja seperti ini menjadikan produktivitas dan rata-rata penghasilan tenaga kerja masih relatif rendah. Komposisi tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh penduduk yang berlatarbelakang pendidikan SD dan SMTP, yang pada tahun 2011 memiliki proporsi 68.6% dari total tenaga kerja yang ada. Peningkatan tenaga kerja pada jenjang Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi masih relatif kecil. Pada jenjang Pendidikan Menengah (SMA dan SMK), dari tahun 2001 hingga 2011 baru terjadi peningkatan tenaga kerja sebesar 4.4% saja. Sementara itu, pada jenjang Universitas hanya terjadi peningkatan sebesar 3.2% dalam kurun waktu 10 tahun (2001-2011).
Gambar diatas menunjukan adanya penurunan partisipasi pendidikan seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan yang ditempuh. Angka partisipasi sekolah seiring dengan perjalanan waktu tempuh pendidikan dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi mengalami penurunan. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang SD sederajat pada tahun 2010 mencapai 115,3%, sedangkan APK SMP sederajat mencapai 98,2%. Angka partisipasi tersebut mengalami penurunan tajam pada jenjang pendidikan menengah dengan capaian APK hanya sebesar 70,5%. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah lulusan yang putus sekolah (DO) dan tidak melanjutkan, yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Pusat Data dan Statistik Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PDSP Balitbang, Kemdikbud 2010) menganalisis bahwa terdapat 579.867 lulusan SD yang tidak terserap ke SMP, sebesar 1,5% putus
5
sekolah dan 8,9% tidak melanjutkan. Angka tersebut meningkat menjadi sebesar 1.272.107 untuk lulusan SMP yang tidak terserap ke jenjang pendidikan menengah (SMA & SMK), sebesar 1,61% putus sekolah dan 21,3% tidak melanjutkan.
APK untuk kelompok termiskin (Quantil 1) pada tahun 2003 hanya sebesar 23,2% sedangkan APK untuk kelompok terkaya (Quantil 5) pada tahun yang sama mencapai 68,7%. Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa gap APK antar siswa per kelompok penghasilan tersebut berlangsung konstan dan tidak semakin mengecil. Hal ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan menengah didominasi oleh kelompok penduduk kaya, sedangkan bagi kelompok penduduk miskin pendidikan masih merupakan sebuah komoditi mahal dan sulit dijangkau. Tidak terjangkaunya biaya pendidikan bagi siswa miskin diperkuat oleh hasil Susenas (2009) yang menunjukkan bahwa rata-rata biaya pendidikan per siswa selama bulan Januari sampai dengan Juni 2009 (6 bulan) adalah sebesar Rp.2.141.294. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesempatan yang setara untuk mendapatkan layanan pendidikan (equal opportunity)
terutama untuk siswa yang berasal dari keluarga miskin masih menjadi tantangan bagi pembangunan pendidikan SMA. Rendahnya angka partisipasi sekolah jenjang pendidikan menengah selain disebabkan oleh faktor biaya juga disebabkan oleh tidak tersedianya fasilitas akses layanan pendidikan dan tidak terjangkaunya satuan pendidikan karena kendala geografis. Data PDSP, Balitbang Kemdikbud (2010) menunjukkan bahwa APK Sekolah Menengah (SM) terutama untuk daerah terpencil dan kepulauan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata APK nasional. Sebagai contoh, ketika APK SM nasional telah mencapai 70,53%, APK di Provinsi Papua dan Sulawesi Barat baru mencapai angka 52,2% dan 50,3%. Sementara itu secara nasional, masih terdapat gap APK antara jenjang pendidikan menengah dan jenjang SMP sederajat.
Gambar 1-7 Gap Partisipasi Sekolah Siswa SM Antar Daerah
Lampung Sulawesi Barat Jawa Barat APK Banten SD/ Riau MI Papua Barat Kalimantan Barat Sumatera Selatan Kalimantan Tengah Papua Kalimantan Selatan Jawa Tengah Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Jambi Jawa Timur Maluku Utara Aceh Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Gorontalo Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Barat Sulawesi Utara Sumatera Utara Kepulauan Riau Bali Kalimantan Timur Maluku DI Yogyakarta DKI Jakarta
150%
Lampung Sulawesi Barat Jawa Barat APK APK Banten SMP/ SMP/ Riau MTs MTs Papua Barat Kalimantan Barat Sumatera Selatan Kalimantan Tengah Papua Kalimantan Selatan Jawa Tengah Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Jambi Jawa Timur Maluku Utara Aceh Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Gorontalo Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Barat Sulawesi Utara Sumatera Utara Kepulauan Riau APK SMP/MTs Bali Nasional sebesar Kalimantan Timur 98.20% Maluku DI Yogyakarta DKI Jakarta
0% 50% 100% 150% 150%
APK SMA/MA/SMK
Masih terdapat selisih APK 28% antara SMP/Sederaja t dengan SMA/Sederaja t 3,5 juta siswa
100%
50%
100%
50%
0%
50%
100%
150%
Hal tersebut di atas mengidikasikan bahwa untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah SM, pemerintah mempunyai tugas untuk menyediakan fasilitas akses layanan pendidikan yang dapat dijangkau terutama oleh siswa di daerah terpencil dan kepulauan seperti unit sekolah baru, ruang kelas, asrama siswa dan tenaga pendidik (supply side). Sedangkan dari sisi demand pemerintah mempunyai tantangan untuk meningkatkan daya beli masyarakat terhadap layanan pendidikan melalui bantuan berupa dana, baik untuk operasional sekolah maupun untuk siswa dari keluarga tidak mampu secara ekonomi. Tantangan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan SM yang disebabkan oleh kendala daya beli dan kondisi geografis tidak hanya berdampak pada rendahnya APK SM dan disparitas APK SM antar daerah, namun juga kemampuan satuan pendidikan SM untuk
7
menampung lulusan SMP. Gambar di atas menunjukkan bahwa ketika rata-rata APK SMP nasional telah mencapai angka 98,2%, APK SM baru mencapai 70,5%. Data PDSP, Balitbang Kemdikbud (2011) menyatakan bahwa dari 4,2 juta siswa lulusan SMP, hanya 3 juta yang dapat ditampung oleh SMA/SMK. Keterbatasan daya tampung pendidikan menengah tersebut berdampak pada tidak tertampungnya sebanyak 1,181.844 lulusan SMP atau 21,1% siswa lulusan SMP untuk melanjutkan ke SMA/SMK. Keterbatasan daya tampung pendidikan menengah dan meningkatnya jumlah lulusan SMP sebagai dampak dari suksesnya Program Wajib Belajar 9 Tahun telah menginisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk merintis program Pendidikan Menengah Universal (Wajib Belajar) 12 Tahun.
menengah nasional sebesar 97% dan diperkirakan tercapai pada tahun 2020. Apabila tanpa upaya percepatan tersebut maka sasaran nasional tersebut diperkirakan baru akan tercapai pada tahun 2040. Penyelenggaraan PMU akan dimulai pada tahun 2012 dalam bentuk rintisan dan akan digulirkan mulai tahun 2013. Beberapa prinsip dasar pelaksanaan PMU adalah (a) mutu yang terjaga, tidak berkurang karena adanya penambahan daya tampung, (b) perimbangan SMA SMK sesuai potensi dan kebutuhan daerah, (c) pemerataan distribusi layanan pendidikan menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau, (d) peningkatan kebekerjaan (employability) lulusan (khususnya SMK), dan (e) pencapaian target APK di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota secara bertahap. Strategi pencapaian PMU mencakup 4 komponen utama, yaitu (a) satuan pendidikan, (b) pendidik dan tenaga kependidikan, (c) peserta didik dan (d) sistem pembelajaran. Perencanaan kebutuhan PMU antara lain meliputi sarana pendidikan, dan pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya, dalam skenario pencapaian sasaran PMU ini diidentifikasi perkiraan kebutuhan anggaran; pembagian peran antara Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; serta perimbangan komposisi SMA dan SMK sesuai dengan potensi daerah.
Pencapaian target APK 97% pada tahun 2020 diskenariokan secara spesifik berdasarkan kondisi provinsi dan kabupaten/kota terkait. Kabupaten/kota dengan angka partisipasi yang rendah seperti Kab. Sampang, Jatim, Kab. Labuhanbatu, Sumut, Kab. Tanah Tidung, Kaltim, Kab. Manggarai Timur, NTT dan Kab. Sorong, Papua Barat merupakan prioritas utama percepatan peningkatan APK pendidikan. Tabel berikut menggambarkan capaian APK dan percepatan peningkatan APK per kabupaten/kota.
Gambar 1-9 Prioritas Peningkatan APK Kabupaten/Kota
10
Untuk percepatan peningkatan APK pada level propinsi, pencapaian APK 97% disesuaikan dengan kondisi pendidikan setempat. Beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dan DIY bahkan telah mencapai target APK pada tahun 2011. Berikut gambaran tahapan pencapaian APK 97% per propinsi.
Gambar 1-9 Prioritas Peningkatan APK Kabupaten/Kota
perluasan daya tampung tersebut difokuskan untuk menutup kekurangan ruang kelas (mengurangi double shift) dan menarik siswa untuk masuk ke SMA. Dari hasil analisis data, pada tahun 2011, secara nasional dibutuhkan sekurangnya 9.000 ruang kelas untuk mengurangi double shift dan menampung siswa pendaftar yang tidak tertampung di SMA. Penyediaan ruang kelas SMA tersebut, terutama USB difokuskan pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan. 2. Keterjangkauan Layanan Pendidikan SMA Pemerintah dan masyarakat menutut sekolah untuk memberikan layanan pendidikan pendidikan SMA yang bermutu. Tuntutan tersebut berimplikasi pada kebutuhan biaya pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tuntutannya, maka akan semakin tinggi biaya yang dibutuhkan oleh sekolah. Akibatnya sekolah yang bermutu cenderung mahal dan hanya dapat dijangkau oleh siswa kaya, sedangkan siswa yang orang tuanya berpendapatan rendah sulit untuk bersekolah disekolah tersebut. Untuk itu, pemerintah perlu mengupayakan pemenuhan pendanaan pendidikan melalui penyediaan bantuan bagi sekolah untuk membantu memenuhi kebutuhan operasionalnya. Sehingga, biaya pendidikan yang harus ditanggung siswa dapat diminimalkan. Sedangkan dari sisi siswa, hal tersebut dapat difasilitasi melalui penyediaan dana bantuan yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan daya beli terhadap layanan pendidikan SMA. 3. Kualitas dan Relevansi Layanan Pendidikan SMA Layanan pendidikan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana mutu yang dimiliki sekolah untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Kondisi kepemilikinan sarana dan prasarana tersebut, dari sisi jumlah masih belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Tabel 1.1. Kepemilikan Fasilitas Mutu SMA di Seluruh Indonesia Sumber: Balitbang Kemdiknas 2009 dan Dit. PSMA 2010 Sarana & Prasarana Mutu Jumlah SMA A. Perpustakaan Memiliki Perpustakaan % Terhadap SMA B. Lab. IPA - Memiliki 3 Lab - % terhadap SMA - Memiliki 2 Lab - Memiliki 1 Lab. IPA C. Lab. Komputer Memiliki Lab. Komputer % Terhadap SMA 2005 9.317 6057 65% 883 9.48% 3917 6341 3483 37.4% 2006 9.892 6342 64.1% 883 8.93% 3917 6721 3597 36.4% 2007 10.239 6841 66.8% 883 8.62 4617 8352 4118 40.2% 2008 10.473 7281 69.5% 2525 24.11% 4757 8863 4457 42.6% 2009 10.700 7973 74.5% 3812 35.63% 5835 9159 5115 47.8% 2010 11.300 9.377 83% 5.922 52.41% 7.474 10.561 7.004 62%
12
Selain jumlah, penyebarannya juga belum merata di seluruh daerah. Sekolahsekolah yang memiliki sarana dan prasarana lengkap sebagian besar berada di kota besar, sedangkan sekolah yang berada di daerah pedesaan dan pinggiran minim dengan fasilitas tersebut. Sehingga hal tersebut bisa menjadi salah satu penyebab terjadi dispartitas mutu sekolah. Tantangan lainnya adalah masih sangat terbatasnya jumlah peralatan laboratorium, komputer dan bahan ajar yang bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh siswa untuk kegiatan praktek belajar dan kurang tenaga pengelola laboratorium. Kondisi ini menjadi penyebab belum maksimalnya pemanfaatan dan pendayagunan sarana dan prasarana mutu yang dimiliki sekolah. Fasilitas lain yang mempengaruhi mutu pendidikan ialah ketersediaan buku pelajaran. Secara nasional ratio buku per siswa di SMA adalah 0,65, belum menunjukkan ratio ideal satu buku untuk satu siswa. Masalah lain, bukan hanya keterbatasan jumlah, tetapi buku belum dijadikan sebagai sumber belajar dan belum tumbuhnya kesadaran membaca di kalangan siswa maupun guru. Keadaan tersebut semakin memburuk ketika ada kecenderungan dari sekolah mengganti buku setiap tahun. Pergantian ini tidak hanya membingungkan siswa, tapi juga orang tua yang setiap tahun pelajaran harus mengeluarkan biaya membeli buku baru. Hal lain yang terkait dengan sarana dan prasarana mutu pendidikan adalah masih sangat minimnya penggunaan TIK dalam mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Pemanfaatan TIK sekolah-sekolah di Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Salah satu penyebab minimnya pemanfaatan TIK adalah kurangnya fasilitas TIK, yaitu komputer. Jumlah komputer yang dimiliki sekolah untuk pembelajaran ratarata tidak sebanding dengan jumlah siswanya. Rata-rata nasional, rasio jumlah komputer dibanding jumlah siswa pada tahun 2009 adalah 1 banding 140. Artinya setiap unit komputer digunakan oleh 140 siswa. 4. Kesetaraan Layanan Pendidikan SMA Disparitas kepemilikan kondisi pendidikan seperti kepemilikan fasilitas mutu dan kualitas guru berimplikasi pada tidak meratanya kualitas layanan pendidikan SMA antar daerah. Ketimpangan dapat terlihat pada hasil belajar antar sekolah kota dan desa dan antar sekolah negeri dan swasta. Lebih lanjut lagi ketimpangan akan lebih terlihat ketika kita membandingkan hasil belajar pendidikan formal SMA dengan program kesetaraan SMA. Disparitas antar wilayah tidak hanya terkait dengan kepemilikan fasilitas mutu dan tenaga pengajar. Ketersediaan fasilitas akses layanan pendidikan juga menjadi tantangan utama pendidikan SMA. Pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan besar kemungkinan belum tersedia sekolah SMA. Lebih lanjut lagi ketersediaan ruang kelas yang memadai masih menjadi tantangan utama pendidikan SMA terutama pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan.
13
Visi Direktorat Pembinaan SMA 2014 Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan SMA dan Kesetaraan SMA melalui Penguatan Instansi yang Profesional, Akuntabel, dan Berwibawa Sebagai Pendorong Menuju Sekolah Menengah Atas Yang Mandiri Berskala Nasional dan Internasional.
14
Pencapaian visi di atas diwujudkan dengan menetapkan misi pendidikan SMA dan kesetaraan SMA tahun 2010-2014, yaitu: 1. Ketersediaan layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas yang merata di semua provinsi, kabupaten, kota. 2. Keterjangkauan layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas oleh semua lapisan masyarakat, tanpa melihat latar belakang ekonomi, status sosial, gender dan kondisi geografis. 3. Kualitas dan relevansi layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas yang mampu mengembangkan potensi dan karakter peserta didik untuk masuk ke perguruan tinggi atau terjun ke masyarakat. 4. Kesetaraan bagi semua lapisan masyarakat untuk memperoleh layanan pendidikan bermutu Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas. 5. Terwujudnya sistem tata kelola yang amanah dan handal dalam menjamin terselenggaranya layanan prima pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas.
T.2
T.3
T.4
15
Kode T.5
Tujuan Strategis SMA Terwujudnya sistem tata kelola yang amanah dan handal dalam menjamin terselenggaranya layanan prima pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas.
Untuk keperluan pengukuran ketercapaian tujuan strategis pembangunan pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kesetaraan Sekolah Menengah Atas, diperlukan sejumlah sasaran strategis yang menggambarkan kondisi yang harus dicapai pada tahun 2014. Sasaran strategis untuk setiap tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Sasaran Strategis Pembangunan Pendidikan SMA
SASARAN STRATEGIS APK SMA nasional mencapai 38,29 %; Sekurang-kurangnya 95% SMA berakreditasi, dan 40% nya berakreditasi minimal B; Sekurang-kurangnya 60% Kabupaten/Kota memiliki minimal 1 SMA rujukan pengembangan mutu; Seluruh satuan pendidikan SMA melaksanakan pengembangan dan penerapan KTSP; Sekurang-kurangnya 40% SMA melaksanakan pembelajaran berbasis TIK; Menurunnya angka putus sekolah SMA menjadi 1.69%; Meningkatkan tambahan akses 10% bagi lulusan SLTP/M.Ts yang berminat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA; Seluruh satuan pendidikan SMA menerapkan pembelajaran yang membangun karakter siswa; Seluruh satuan pendidikan SMA mengembangkan budaya kompetisi di bidang sains dan teknologi, seni, bahasa dan olah raga. Seluruh satker di Direktorat Pembinaan SMA mendapat dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
S1.8 S1.9
S1.10
Untuk mencapai target sasaran strategis pada tahun 2014 telah ditetapkan pembabakan pencapain target sasaran strategis per tahun yang tertuang dalam Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Pembinaan SMA. Berikut tabel IKK Direktorat Pembinaan SMA.
16
NO 1 2 3
SATUAN % % %
4 5
RUANG % 810 0.83% 670 0.64% 7,291 1.52% 1,987 0.46% 7,199 2% 9,288 2%
19.2%
23.4%
27.5%
31.7%
35.8%
40%
0%
5%
10%
22%
35%
50%
8 9
% %
64.7% 74.51%
71.76% 80.55%
78.82% 86.24%
85.88% 91.43%
92.94% 96.06%
100% 100%
10
0.5%
10%
15%
20%
25%
30%
11
35.63%
50.88%
65.23%
78.35%
90.05%
100%
12
47.8%
60.17%
71.81%
82.45%
91.93%
100%
13
15%
24%
33%
42%
51%
60%
14
5%
12%
19%
26%
33%
40%
17
NO 15
16
17
18 19
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) PERSENTASE SMA MENERAPKAN PEMBELAJARAN BERBASIS TIK PERSENTASE PESERTA DIDIK SMA PUTUS SEKOLAH PERSENTASE SISWA SMA MENDAPAT BKM PENYEDIAAN ASRAMA SISWA PERSENTASE SMA MENERAPKAN PEMBELAJARAN YANG MEMBANGUN KARAKTER SISWA PENYELENGGARAAN & PARTISIPASI LOMBA/OLIMPIADE KEILMUAN, SENI, BAHASA & OLAH RAGA TINGKAT NASIONAL & INTERNASIONAL BEASISWA UNTUK SISWA SMA BERPRESTASI JUMLAH MEDALI DARI KOMPETISI INTERNASIONAL SATKER YANG MENDAPAT DUKUNGAN MANAJEMEN DAN LAYANAN TEKNIS SMA
SATUAN %
TARGET 2010 8.4% 2011 16.3% 2012 24.2% 2013 32.1% 2014 40%
2.84%
2.61%
2.38%
2.15%
1.92%
1.69%
7.1%
7.58%
15.82%
11.43%
20%
20%
20
KEG 13 13 13 13 13 13
21
22
23
Untuk mencapai target IKK tahun 2012, Direktorat Pembinaan SMA telah menyusun kebijakan dan program yang relevan. Berikut tabel kebijakan dan program Direktorat Pembinaan SMA tahun 2012 dalam usaha untuk mencapai target IKK Tahun 2012.
18
Tabel 2.4. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), Kebijakan, dan Program Pembinaan SMA Tahun 2012
NO 1 INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) APK SMA NASIONAL SATUAN % TARGET 2012 33.2%
Direktorat
2 3
APK PAKET C NASIONAL PERSENTASE SISWA SMA MENDAPAT BOMM/RINTISAN BOS SMA PENYEDIAAN RUANG KELAS SMA
% %
2.11% 92.90%
RUANG 1,987
Penyediaan 1.855 unit RKB. Penyediaan 44 unit USB terdiri dari 25 USB
Reguler dan 19 USB Berasrama untuk wilayah khusus (9 unit untuk daerah perbatasan, dan 10 unit untuk daerah nelayan). Penyediaan 600 paket Subsidi Rehabilitasi Ruang SMA.
8 9
10
11
12
PERSENTASE REHABILITASI RUANG SMA PERSENTASE SMA MENERAPKAN SNP DENGAN AKREDITASI MINIMAL B PERSENTASE PENYELENGGARA PROGRAM PAKET C MENERAPKAN STANDAR ISI PERSENTASE SMA MENERAPKAN KTSP PERSENTASE SMA MEMILIKI PERPUSTAKAAN PERSENTASE SMA MEMILIKI EPERPUSTAKAAN PERSENTASE SMA MEMILIKI LAB. IPA (K, F, B) PERSENTASE SMA MEMILIKI LAB. KOMPUTER PERSENTASE KAB/KOTA MEMILIKI SATU SMA RUJUKAN PENGEMBANGAN MUTU
0.46%
31.7%
22%
20%
78.35%
82.45%
13
42%
Penyediaan 128 ruang laboratorium komputer SMA Penyediaan 276 paket subsidi peralatan TIK SMA Penyeidaan subsidi untuk 364 SMA kategori R-SBI
19
NO 14
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) PERSENTASE KAB/KOTA MEMILIKI SATU SMA BERKEUNGGULAN LOKAL PERSENTASE SMA MENERAPKAN PEMBELAJARAN BERBASIS TIK PERSENTASE PESERTA DIDIK SMA PUTUS SEKOLAH PERSENTASE SISWA SMA MENDAPAT BKM PENYEDIAAN ASRAMA SISWA PERSENTASE SMA MENERAPKAN PEMBELAJARAN YANG MEMBANGUN KARAKTER SISWA PENYELENGGARAAN & PARTISIPASI LOMBA/OLIMPIADE KEILMUAN, SENI, BAHASA & OLAH RAGA TINGKAT NASIONAL & INTERNASIONAL BEASISWA UNTUK SISWA SMA BERPRESTASI JUMLAH MEDALI DARI KOMPETISI INTERNASIONAL SATKER YANG MENDAPAT DUKUNGAN MANAJEMEN DAN LAYANAN TEKNIS SMA
SATUAN %
KEBIJAKAN DAN PROGRAM TAHUN 2012 Pengembangan 132 SMA Kategori Mandiri/PBKL
15
24.2%
16
2.15%
17 18 19
% UNIT %
11.43% 19 100%
Penyediaan BKMSMA untuk 505.290 siswa Penyediaan 19 unit asrama siswa Penerapan Pendidikan Karakter Bangsa di 5.496 SMA
20
KEG 13
21
Penyelenggaraan Olimpiade Sains Nasional melibatkan 1.072 siswa SMA Penyelenggaraan Olimpiade Olahraga Nasional dan FLS2N melibatkan 1.251 siswa SMA Penyelenggaraan Olimpiade Penelitian Siswa SMA melibatkan 375 siswa SMA Penyelenggaraan Debat Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia melibatkan 248 siswa SMA Penyediaan Beasiswa Prestasi untuk 379 siswa SMA Pembinaan tim IMO, IPhO, APHO, IChO, IOI, IBO, IOAA, IESO melibatkan 210 siswa SMA Informasi persekolahan di 497 Kab/Kota Penyusunan Perencanaan Program dan Anggaran (34 Dok) melibatkan 33 Propinsi dan 497 Kab/Kota Penyusunan Pedoman, Standar Program dan Evaluasi (13 Naskah)
22
23
20
A. ORGANISASI PELAKSANA
Secara organisasi, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas terdiri atas 4 (empat) sub direktorat, 8 (delapan) seksi dan dan 1 (satu) sub bagian. Rincan detail organisasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sub Direktorat Program dan Evaluasi Sub Direktorat program dan Evaluasi mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan perumusan kebijakan, program dan anggaran, kerja sama, pemberdayaan peran serta masyarakat, evaluasi pelaksanaan program dan anggaran, dan pelaporan Direktorat. Sub Direktorat Program dan Evaluasi terdiri dari 2 seksi, yaitu: a. Seksi Penyusunan Program b. Seksi Evaluasi Program 2. Sub Direktorat Pembelajaran Sub Direktorat Pembelajaran mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan perumusan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan, fasilitasi penerapan standar teknis kurikulum, dan akreditasi Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Sub Direktorat Pembelajaran terdiri dari 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pelaksanaan Kurikulum b. Seksi Penilaian dan Akreditasi 3. Sub Direktorat Sarana dan Prasarana Sub Direktorat Sarana dan Prasarana mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan perumusan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan serta fasilitasi penerapan standar teknis sarana dan prasarana Sekolah Menengah Atas serta kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Sub Direktorat Sarana dan Prasarana teridiri dari 2 seksi, yaitu: a. Seksi Sarana b. Seksi Prasarana
21
4. Sub Direktorat Kelembagaan dan Peserta Didik Sub Direktorat Kelembagaan dan Peserta Didik mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan perumusan dan koordinasi pelaksanaan kebijkan serta fasilitasi penerapan standar teknis kelembagaan dan pemberdayaan sekolah serta pembinaan bakat, prestasi, dan karakter peserta didik Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Sub Direktorat Kelembagaan dan Peserta Didik terdiri dari 2 seksi, yaitu: a. Seksi Kelembagaan b. Seksi Peserta Didik 5. Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha memiliki tugas untuk urusan persuratan, kepegawaian, keuangan, barang milik negara, dan kerumahtanggaan Direktorat.
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Direktorat Pembinaan SMA DIREKTUR PEMBINAAN SMA
Subbagian Tata Usaha
Subdirektorat Pembelajaran
Seksi Sarana
Seksi Kelembagaan
Seksi Prasarana
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 338 tersebut, Direktorat Pembinaan SMA menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut: 1. Perumusan kebijakan di bidang pembelajaran, sarana dan prasarana, kelembagaan, dan peserta didik Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembelajaran, sarana dan prasarana, kelembagaan, dan peserta didik Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Fasilitasi dan pemberian bimbingan teknis penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria pembelajaran, sarana dan prasarana, kelembagaan, dan peserta didik Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Pelaksanaan kerjasama dan pemberdayaan peran serta masyarakat di bidang pembinaan Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Evaluasi penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria pembelajaran, sarana dan prasarana, kelembagaan, dan peserta didik Sekolah Menengah Atas dan kesetaraan Sekolah Menengah Atas. Pelaksanaan administrasi Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 3.1. Alokasi Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2012 Antara Dana Mengikat dan Tidak Mengikat
No 1 Kegiatan Dana Tidak Mengikat A. Pusat Subdit. Program dan Evaluasi Subdit Pembelajaran Subdit Sarana dan Prasarana Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik Subbag Tata Usaha Sub Jumlah Pusat B. Dekonsentrasi Blockgrant Dekonsentrasi + Manajemen (33 Propinsi) Jumlah Dana Tidak Mengikat (Pusat+Dekon) Jumlah (Dalam Ribuan) Prosentase
49% 51%
100%
Gambar 3.2 Alokasi Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2012 Antara Pusat dan Dekonsentrasi
24
Tabel 3.2. Alokasi Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2012 Antara Pilar Kebijakan
Pusat Total Block Grant Swakelola % Block Grant % Swakelola Ketersediaan Keterjangkauan Kualitas Kesetaraan Governance % Ketersediaan % Keterjangkauan % Kualitas % Kesetaraan 670.773.799 176.613.168 79% 21% 312.675.000 98.875.000 293.716.347 142.120.620 Dekon 825.242.880 59.851.487 7% 93% 39.000.000 812.050.315 23.462.262 10.581.790
4% 92% 3% 1%
Gamabr 3.3. Alokasi Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2012 Berdasarkan Pilar Kebijakan
25
26
27
6. Dekonsentrasi
28
29
2. Informasi Persekolahan (14.150 Data Individual Satuan Pendidikan SMA dan Paket C) Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan layanan kebutuhan informasi pendidikan kepada masyarakat dan lembaga/unit kerja yang membutuhkan. Dengan penjaringan data individual sekolah, maka dapat diketahui kondisi pendidikan di setiap propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Penjaringan data ini juga dapat dijadikan dasar bagi Direktorat pembinaan SMA dalam melakukan pemetaan kondisi sekolah yang ada, sebagai dasar dari perumusan kebijakan ataupun program yang akan dilaksanakan. Dari kegiatan ini diharapkan didapatkan data/informasi mengenai data individual SMA di seluruh Indonesia. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara sistematis meliputi kegiatan penyusunan instrumen lembar isian data individual SMA (LIDI), Sosialisasi pendataan, penyusunan aplikasi pendataan dan pengelolaan server dan database SMA.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis bagi satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA. Sasaran Program mencakup pengumpulan data dari 14.150 satuan pendidikan SMA dan paket C, Sosialisasi mekanisme pendataan di 33 propinsi, dan pengolahan data SMA dan paket C.
3. Pemantauan Pelaksanaan Program Keberhasilan suatu program akan sangat bergantung dari kualitas perencanaan dan pengawasan. Oleh sebab itu untuk memenuhi target tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelolaan pendidikan, kegiatan monitoring dan evaluasi program perlu dilaksanakan. Ruang lingkup pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini meliputi program-program yang dilakukan di tingkat (a) pusat (direktorat Pembinaan SMA); dan (b) di tingkat daerah (dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota) sebagai pelaksana teknis dana dekonsentrasi, dan (c) tingkat sekolah. Pada tingkat kabupaten/kota dan sekolah monitoring dan evaluasi dilakukan oleh dinas pendidikan provinsi di seluruh Indonesia. Strategi pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini meliputi kegiatan evaluasi laporan kegiatan bulanan provinsi, juga evaluasi langsung ke lapangan untuk memantau perkembangan pelaksanaan pembangunan baik fisik maupun non fisik di sekolah-sekolah.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis bagi satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA. Sasaran Program mencakup pelaksanaan pemantauan pelaksanaan dekonsentrasi dan pencapaian hasil di 33 propinsi.
30
4. Penyusunan Pedoman, Stndar Program dan Evaluasi (13 Naskah) Kebijakan dan Program yang disusun oleh Direktorat Pembinaan SMA bertujuan untuk menyediakan akses layanan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Implementasi dari kebijakan dan program tersebut dilakukan langsung oleh stakeholder pendidikan baik Dinas Pendidikan Propinsi, Kabupaten/Kota, Sekolah dan Masyarakat. Untuk memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan program tersebut Direktorat Pembinaan SMA menyusun petunjuk teknis pelaksanaan program dan informasi kebijakan dan program dalam kerangka memastikan keterlaksanaan program dan sosialisasi program kepada stakeholder pendidikan. Pada tahun 2012 akan disusun dokumen pedoman dan standar program dan evaluasi meliputi: Buku Informasi Program Direktorat Pembinaan SMA, Buku Pedoman Dekonsentrasi SMA 2012 (Rintisan BOS SM dan BKM SM), Pedoman Evaluasi dan Pelaksanaan Dekonsentrasi, Pedoman Pendataan SMA, dan Laporan hasil program Dekonsentrasi.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis bagi satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA. Sasaran Program mencakup buku 1 naskah Informasi Program SMA 2012, 3 naskah buku pedoman Dekonsentrasi SMA, 4 naskah pedoman evaluasi pelaksanaan Dekonsentrasi, 3 naskah pedoman pendataan SMA, 1 naskah laporan hasil pelaksanaan program.
5. Bantuan Khusus Murid (BKM) Sebagai usaha untuk menekan angka putus sekolah siswa SMA, Direktorat Pembinaan SMA memberikan bantuan berupa dana untuk operasional siswa melalui program bantuan khusus murid (BKM). Pelaksanaan program ini selain dilakukan melalui mekanisme dekonsentrasi, juga dilakukan melalui kegiatan pusat. Pengalokasian dana BKM dalam bentuk voucer diharapkan dapat lebih mencapai siswa miskin yang terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi. Skenario pelaksanaan program ini dilakukan secara sistematis meliputi identifikasi dan pengolahan data siswa penerima bantuan, penyusunan dokumen administrasi keuangan, pengiriman dana bantuan ke rekening siswa melalui kerja sama dengan bank pemerintah sebagai bank penyalur, pemantauan program, dan pengolahan data siswa penerima bantuan.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mencegah siswa SMA putus sekolah. Sasaran program mencakup 125.000 siswa SMA yang tidak mampu secara ekonomi mendapatkan bantuan biaya pendidikan.
31
B. SUBDIREKTORAT PEMBELAJARAN
Subdirektorat Pembelajaran memiliki tugas untuk menyusun bahan perumusan kebijakan dan bahan koordinasi pelaksanaan kebiajakan dalam bidang kurikulum, penilaian, dan akreditasi SMA. Subdirektorat ini juga memiliki tugas untuk melaksanakan fasilitasi dan bimbingan teknis penerapan norma, standar, prosedur dalam bidang pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa program yang dilaksanakan oleh Subdirektorat Pembelajaran. 1. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di 364 SMA Sejalan dengan perlunya pendidikan yang bermutu bagi bangsa Indonesia, Pemerintah bersama dengan DPR RI menetapkan UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada pasal 50 ayat 3 yang memberikan amanat kepada pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurang satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional. Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional Tahun 20052025 yang menetapkan bahwa prioritas RPJP Tahap 1 (2005-2010) adalah meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pendidikan. Berdasarkan amanat tersebut, Direktorat Pembinaan SMA melaksanan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah yang masuk program RSBI adalah sekolah yang sudah memenuhi SNP, berpotensi dan memilliki komitmen untuk didorong ke arah Sekolah Bertaraf Internasional RSBI. Program RSBI menganut konsep whole school development dengan empat aspek pengembangan, yaitu: 1) Peningkatan hasil belajar siswa yang dicapai melalui: penguatan standar kompetensi kelulusan, perbaikan proses dan suasana belajar (termasuk penerapan ICT Based Learning), penyediaan dan perbaikan bahan ajar, serta penyediaan dan perbaikan peralatan dan fasilitas belajar. 2) Perbaikan manajemen sekolah dan quality assurance yang dicapai melalui: penerapan sistem manajemen berstandar internasional, peningkatan kinerja tenaga manajemen, peningkatan partisipasi masyarakat, dan penerapan program quality assurance berbasis sekolah.
32
3) Equal opportunity and equity assurance yang dicapai melalui: penyediaan beasiswa bagi siswa miskin berprestasi, penerapan kebijakan penerimaan siswa yang berpihak pada siswa miskin. 4) Kejelasan Tujuan (Clarity of Purpose), dimana rintisan sekolah bertaraf internasional lebih fokus pada proses pengembangan sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah, bukan pada proses internasionalisasi sekolah. Hal ini dimplementasikan pada: penggunaan bahasa inggris pada proses pembelajaran pada intinya bertujuan untuk menyerap ilmu pengetahuan yang berkembang di negara-negara maju (Eropa dan Amerika Serikat). Proses penyerapan ilmu pengetahuan tersebut diatas dapat dicapai melalui dua alternatif metode: (a) penggunaan bahasa inggris pada proses pembelajaran (english teacher learning), (b) Pengayaan buku-buku, dan bahan pembelajaran dari Negaranegara maju (Eropa dan Amerika Serikat) untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi guru dan siswa. Agenda kegiatan RSBI sepanjang tahun 2012 ini antara lain: (1) Review RKT, Action Plan dan MoU RSBI; (2) Pemberian subsidi RSBI; (3) Evaluasi Kinerja dan Daya Serap; (4) Bimbingan Teknis; (5) Rapat Koordinasi Tim Pengembang; (6) Pelatihan Tim Pembina RSBI; (7) Pengelolaan Data Based RSBI; (8) Pelatihan Manajemen TIK; (9) Validasi RSI; dan (10) Sister School. Untuk mendukung pelaksanaan program RSBI, setiap sekolah akan mendapat bantuan grant yang disesuaikan dengan jumlah siswa/rombongan belajar. Dana grant diperuntukan untuk kegiatan pengembangan sarana, peningkatan kualitas pembelajaran berbasis TIK, pengembangan manajemen sekolah dan kegiatan kesiswaan, termasuk pemberian beasiswa bagi siswa cerdas yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan satu SMA sebagai benchmark pengembangan mutu di setiap kabupaten/kota. Sasaran program mencakup 364 SMA.
2. Penyusunan Dokumen/Naskah Pembelajaran Dalam rangka mencapai 8 standar nasional pendidikan (SNP) pada tahun 2012, Direktorat Pembinaan SMA melakukan berbagai upaya pembinaan terhadap seluruh pengelola/penyelenggara pendidikan di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota dan satuan pendidikan melalui berbagai cara, antara lain melalui penyediaan perangkat pendukung, yaitu naskah pembelajaran berupa konsep, strategi implementasi, panduan dan petunjuk teknis. Pada tahun 2010 Subdit Pembelajaran Direktorat Pembinaan SMA telah memilki 58 dokmen perangkat pendukung pembelajaran, yang terdiri dari 36 judul perangkat pendukung KTSP, 12 judul SKM dan PBKL, dan
33
10 judul Pusat Sumber Belajar (PSB). Selanjutnya, dalam upaya lebih memberikan pemahaman secara teknis dalam kegiatan dan pengelolaan pembelajaran maka pada tahun 2012 Subdit Pembelajaran akan menyiapkan 22 dokumen pembelajaran, terdiri atas 12 dokumen contoh silabus mata pelajaran hasil kajian dari dokumen silabus beberapa sekolah, 10 dokumen juknis dan panduan SKM dan PBKL. Berikut ini adalah judul naskah perangkat pendukung pembelajaran pada tahun 2012. Dokumen pedoman pembelajaran yang berupa model KTSP (analisis silabus dan contoh silabus) diperuntukkan sebagai contoh bagi sekolah yang belum mampu menyusun KTSP secara mandiri. Dokumen pengembangan R-SBI berupa pedoman/petunjuk teknis pembelajaran akan digunakan oleh pembina (dinas pendidikan) dan satuan pendidikan, khususnya pendidik sebagai rujukan/panduan, atau referensi dalam proses pembelajaran maupun pengelolaan pendidikan.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis bagi satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA.. Sasaran program mencakup 8 naskah dokumen pembelajaran dan pengembangan R-SBI SMA.
3. Penerapan Pembelajaran Berbasis TIK SMA Dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan penilaian di SMA, Direktorat Pembinaan SMA melaksanakan berbagai program dan kegiatan antara lain melalui program pengembangan bahan ajar dan bahan ujian berbasis TIK, yang telah dilaksanakan sejak tahun 2005 dengan melibatkan sekitar 2.960 orang guru mata pelajaran di sejumlah SMA. Melalui kegiatan ini telah dihasilkan sejumlah bahan ajar berbasis TIK yang dibuat oleh guru selama mengikuti kegiatan worshop. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, sejak tahun 2008, Direktorat Pembinaan SMA melaksanakan pengembangan Program Rintisan Sumber Belajar berbasis TIK (ICT Based Learning) yang akan dikembangkan di sejumlah SMA. ICT Based Learning Centre berfungsi sebagai pusat informasi dan komunikasi pembelajaran berbentuk website yang dapat diakses oleh pendidik, tenaga kependidikan dan perserta didik secara interaktif, baik di sekolah yang bersangkutan maupun antar sekolah. Adapun yang menjadi tujuan pengembangan PSB di SMA, antara lain: (a) memperkaya sumber bahan pembelajaran berbasis TIK untuk seluruh mata pelajaran di SMA, (b) membangun jaringan komunikasi dan sharing antar guru mata pelajaran di seluruh penjuru tanah air, melalui wahana TIK, (c) membangun kebersamaan antar guru dan inter guru mata pelajaran, (d) memotivasi guru untuk manampilkan karyanya dibidang pendidikan (artikel, bahan ajar, bahan evaluasi/ujian, bahan penelitian, jurnal ilmiah dan sebagianya)
34
Pada tahun 2012 ini, Direktorat Pembinaan akan melaksanakan bimbingan teknis penerapan pembelajaran berbasis TIK ini pada 660 sekolah. Bimbingan teknis ini dilaksanakan dengan tujuan agar sekolah-sekolah rintisan ICT Based-Learning Centre dapat menerapkan pembelajaran berbasis TIK ini secara maksimal.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran dan jumlah SMA yang menerapkan pembelajaran berbasis TIK. Sasaran program mencakup 660 SMA.
4. Penerapan Standar Kelulusan Siswa SMA Penilaian hasil belajar merupakan bagian penting dari kurikulum yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mengetahui atau mengukur keberhasilan proses pembelajaran dan ketercapaian kompetensi peserta didik. Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Salah satu bentuk penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan adalah Ujian Sekolah. Sedangkan penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilaksanakan dalam bentuk Ujian Nasional. Ujian Sekolah tahun 2011/2012 dilakukan untuk semua mata pelajaran; meliputi ujian tertulis dan praktik untuk mata pelajaran tertentu. Ujian Nasional tahun 2011/2012 untuk SMA meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi (untuk program IPA), Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, Geografi (untuk program IPS), dan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Bahasa Asing lain (untuk program Bahasa). Penyelenggaraan Ujian Nasional berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasinal dan POS Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Untuk mengetahui persiapan dan pelaksanaan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional, serta siswa yang memenuhi standar kelulusan, Direktorat Pembinaan SMA akan melaksanakan pemantauan dan evaluasi/supervisi pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik di 33 propinsi. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi/supervisi pelaksanaan evaluasi hasil belajar (EHB) peserta didik dilaksanakan dengan cara swakelola, dengan melibatkan sejumlah penyusun/reviewer, pembahas, nara sumber, guru mata pelajaran, panitia, dan petugas evaluasi/supervsi. Hasil pemantauan dan evaluasi/supervisi pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik ini sangat bermanfaat bagi pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota, propinsi dan tingkat pusat (Direktorat, Pusat Penilaian Pendidikan, dan BSNP). Demikian pula bagi sekolah dalam
35
melakukan persiapan dan penyelenggaraan ujian sekolah dan ujian nasional pada waktu mendatang.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengevaluasi proses dan pelaksanaan Ujian Nasional. Sasaran program mencakup 266 SMA.
Program penyediaan ruang belajar dilakukan dengan tiga cara, yaitu melalui pembangunan unit sekolah baru (USB), pembangunan ruang kelas baru (RKB), dan merehabilitasi ruang kelas yang rusak. Penyediaan ruang belajar tersebut dimaksudkan untuk memberikan layanan pendidikan di daerah-daerah terpencil dan daerah pemekaran, memenuhi ratio siswa/kelas, memberikan layanan single shift dan rehabilitasi ringan dan sedang, bangunan/ruang. Pelaksanaan rintisan program pendidikan menengah universal 12 tahun merupakan latar belakang meningkatnya alokasi dana untuk penyediaan ruang kelas. Untuk meningkatkan APK SMA dari 31.01% pada tahun 2011 ke 33,20% pada tahun 2012. Pada tahun 2012
36
direncanakan akan dibangun 44 Unit Sekolah Baru (USB) SMA, yang terdiri atas 25 USB Reguler dan 19 USB Berasrama untuk wilayah khusus (9 unit untuk daerah perbatasan, dan 10 unit untuk daerah nelayan). Unit cost USB reguler sebesar Rp. 1,5 milyar dan unit cost USB berasrama sebesar Rp. 5 milyar. Khusus untuk USB berasrama provinsi berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk menyiapkan lokasi USB berasrama tersebut.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan infrastuktur SMA dalam upaya meningkatkan APK siswa. Sasaran program mencakup 25 USB Reguler dan 19 USB Berasrama untuk wilayah khusus (9 unit untuk daerah perbatasan, dan 10 unit untuk daerah nelayan)
2. Penyediaan Sarana dan Prasarana Mutu Berdasarkan hasil pendataan sekolah yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2010 tercatat bahwa, dari 11.300 SMA yang ada, 83% yang mempunyai perpustakaan, 52.41% yang memiliki 3 laboratorium IPA ( kimia, fisika, dan biologi), 66.14% yang memiliki 2 laboratorium IPA (kimia dan fisika), 93.46% yang memiliki 1 laboatorium IPA (kimia), dan 47,81% yang memiliki laboratorium komputer. Untuk memenuhi kualitas layanan pendidikan yang sesuai atau mendekati Standar Nasional Pendidikan, maka pada tahun 2012 akan diberikan bantuan kepada sekolah untuk pembangunan 99 ruang perpustakaan baru, 141 ruang laboratorium IPA baru (kimia, fisika, biologi), 128 ruang laboratorium komputer baru, 276 paket block grant bantuan peralatan TIK untuk mendukung laboratorium komputer, multi media dan ruang PSB. Selain bantuan-bantuan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA juga memberikan batuan pengembangan pendidikan/sekolah berupa: block grant untuk pengembangan sekolah; block grant media elektronik dan konten interaktif sekolah unggul; block grant pembelajaran e-learning untuk SMA; dan block grant visualisasi interaktif. Seluruh bantuanbantuan ini diserahkan langsung kepada sekolah dalam bentuk matching grant.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas mutu SMA dalam upaya meningkatkan peningkatan kualitas pembelajaran. Sasaran program mencakup 99 ruang perpustakaan baru, 141 ruang laboratorium IPA baru (kimia, fisika, biologi), 128 ruang laboratorium komputer baru, 276 paket block grant bantuan peralatan TIK
. 3. Pedoman Standar Sarana dan Prasarana (20 Naskah) Layanan pendidikan bermutu sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah untuk mendukung
37
kegiatan proses belajar mengajar. Dari sisi kepemilikan fisik, sarana dan prasarana sekolah belum memenuhi standar telah ditetapkan. Selain itu, penerapan sarana dan prasarana yang ada juga menjadi penting guna memaksimalkan sarana dan prasarana yang sudah ada. Pada tahun 2012 ini Direktorat Pembinaan SMA akan melaksanakan penyusunan dokumen pedoman standar sarana dan prasarana, penyerahan barang milik negara (BMN), dan Bimbingan Teknis Penerapan Standar Sarana dan Prasarana kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Tujuan dari pelaksanaan bimbingan teknis ini adalah agar Dinas Pedidikan Kabupaten/Kota memahami norma, standar, kriteria, dan mekanisme pelaksanaan program.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas mutu SMA dalam upaya meningkatkan peningkatan kualitas pembelajaran. Sasaran program mencakup 9 naskah pedoman standar sarana dan prasarana, penyerahan BMN sebanyak 497 dokumen, dan bimbingan teknis kepada 200 kabupaten/kota.
4. Review Proposal Blockgrant Review proposal block grant merupakan satu rangkaian dari tahapan kegiatan block grant. Setelah sekolah diverifikasi oleh Direktorat Pembinaan SMA untuk uji kondisi sekolah dan kebenaran proposal yang diajukan oleh sekolah calon penerima blok grant. Sekolah-sekolah yang lolos verifikasi diundang oleh Direktorat Pembinaan SMA untuk mengikuti review proposal. Review proposal dilaksanakan dalam bentuk workshop yang bertujuan untuk memperbaiki isi proposal, menandatangani SP2D, dan melengkapi syarat administrasi lainnya untuk pencairan dana block grant. Proposal sekolah yang telah dilegalisasi melalui review proposal menjadi acuan bagi sekolah dalam melaksanakan pembangunan dan kegiatan lainnya yang menggunakan dana block grant.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis bagi satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA.. Sasaran program mencakup jumlah sekolah yang menerima subsidi sarana dan prasarana.
38
program yang dilaksanakan oleh Subdirektorat Kelembagaan dan Peserta Didik. 1. Lomba Olimpiade Sains (OS) Salah satu kegiatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah mendorong minat siswa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Usaha mendorong minat tersebut dilakukan dengan menyelenggarakan Olimpiade 8 bidang pengetahuan, yaitu: Fisika, Kimia, Biologi, Matematika, Astronomi, Komputer, Ekonomi, dan Kebumian. Lomba-lomba tersebut dilaksanakan secara berjenjang dari mulai tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, nasional dan internasional. Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2012 akan diselenggarakan di DKI Jakarta. Sebelumnya acara ini dilaksanakan 2011 diselenggarakan di Kota Manado, Sulawesi Selatan, di Medan, Sumatera Utara (2010), sebelumnya dilangsungkan di Jakarta (2009), Makasar (2008), Surabaya (2007), Semarang (2006), DKI Jakarta (2005), Pekan Baru (2004) dan Bontang (2003). Untuk menumbuhkan budaya kompetisi dikalangan para siswa SMA, olimpiade keilmuan dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, nasional sampai dengan internasional. Ajang ini juga sekaligus menjadi alat seleksi untuk mewakili Indonesia di olimpiade internasional. Indonesia direncanakan akan mengirim siswa dari hasil seleksi dan pembinaan pemenang OSN 2012 untuk mengikuti berbagai event internasional yang akan diselenggarakan sepanjang tahun 2012. Untuk menumbuhkan budaya kompetisi dikalangan para siswa SMA, olimpiade keilmuan dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, nasional sampai dengan internasional. Ajang ini juga sekaligus menjadi alat seleksi untuk mewakili Indonesia di olimpiade internasional. Indonesia direncanakan akan mengirim siswa dari hasil seleksi dan pembinaan pemenang OSN 2012 untuk mengikuti berbagai event internasional yang akan diselenggarakan sepanjang tahun 2012 di berbagai negara. Jadwal olimpiade keilmuan dan negara penyelenggara yang akan diikuti oleh siswa-siswa wakil Indonesia dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 4.2. Pelaksanaan Olimpiade Sains Tingkat Internasional 2010 Event Olimpiade International Mathematics Olympiad (IMO) International Physics Olympiad (IPhO) International Chemistry Olympiad (IChO) Venues
Marde Plata, Argentina Tarlin Tastu, Estonia Washington DC, US
Jadwal
4 14 Juli
15 24 Juli 21 31 Juli
39
Event Olimpiade International Biology Olympiad (IBO) International Olympiad in Informatics (IOI) International Astronomy Olympiad (IAO) International Olympiad in Astronomy and Astrophysics (IOAA) International Earth Science Olympiad (IESO)
Venues Singapura Milan, Italia Gwangju, Korea Selatan Rio De Janeiro, Brazil Buenos Aires,Argentina
Jadwal
11 17 Juli
515 September
7-13 Oktober
Pada tahun 2012, Kementerian Pendidikan Nasional memberikan target kepada Direktorat Pembinaan SMA untuk meningkatkan prestasi siswa Indonesia di semua event Olimpiade Internasional dengan target 27 medali emas. Untuk mencapai target raihan emas pada olimpiade internasional, akan diteruskan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia dalam bentuk program pembinaan khusus (training centre), sebelum siswa mengikuti olimpiade internasional. Pembinaan khusus dilaksanakan dalam III tahap, Setiap tahap dilakukan seleksi untuk menentukan siswa terbaik yang akan mewakili Indonesia di tingkat internasional. Berikut jadwal pembinaan khusus:
Tabel 4.3. Jadwal Pembinaan Tim Olimpiade Internasional Tim Olimpiade Pembinaan Khusus I Matematika Fisika Kimia Biologi Komputer Astronomi Kebumian Pembinaan Khusus II Matematika Fisika Kimia Biologi 14 Juni 4 Juli 2012 14 Juni 4 Juli 2012 14 Juni 4 Juli 2012 14 Juni 4 Juli 2012 40 19 Februari 18 Maret 2012 19 Februari 18 Maret 2012 19 Februari 18 Maret 2012 19 Februari 18 Maret 2012 19 Februari 18 Maret 2012 19 Februari 18 Maret 2012 19 Februari 18 Maret 2012 Jadwal Pembinaan
Jadwal Pembinaan 14 Juni 4 Juli 2012 14 Juni 4 Juli 2012 14 Juni 4 Juli 2012
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam bidang akademik. Target perolehan medali emas sebanyak 27. Sasaran program mencakup 45 siswa SMA.
2. Olimpiade Olaraga dan Seni Siswa Nasional Dalam rangka meningkatkan semangat berolaharaga di kalangan siswa SMA, akan dilaksanakan kompetisi olahraga dan seni secara berjenjang dari tingkat kab/kota, provinsi, dan pusat. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun fisik yang sehat, kuat dan membentuk karakter siswa yang bersikap sportif, jujur, berprestasi, menumbuhkan kecerdasan estetika, serta mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Kompetisi ini akan diikuti oleh total 3.076 siswa SMA dari seluruh provinsi yang telah mengikuti seleksi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Pada tahun 2012 ini, untuk olahraga, yang dipertandingkan hanya lima cabang, yaitu pencak silat, karate, atletik, tenis meja, dan bulu tangkis. Sementara untuk seni, akan dipertandingkan 6 cabang kesenian, yaitu: Seni Baca Al Quran, Seni Kriya/Keterampilan, Seni Membuat Poster, Seni Baca dan Cipta Cerpen, Seni Menyanyi Solo dan Seni Tari Berpasangan.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam bidang olahraga dan seni. Sasaran program mencakup 1320 siswa SMA.
3. Olimpiade Penelitian Siswa (OPS) Banyak ilmuwan terkemuka dari berbagai cabang ilmu pengetahuan lahir dari lomba yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1997. Sejak saat itu setiap tahun LPIR dilaksanakan bagi para remaja (siswa SLTA dan SLTP). Bidang ilmu yang dilombakan adalah pertanian, matematika, fisika (mesin dan elektronika), kimia, geologi, kesehatan, psiklogi, sastra, sejarah/budaya ekologi (antar bidang), ekonomi, manajemen, pendidikan dan sosiologi. Tujuan penyelenggaraan LPIR adalah mendorong siswa gemar melakukan penelitian sejak usia remaja. Sejak tahun 2009 nama LPIR dirubah menjadi olimpiade penelitian siswa indonesia (OPSI).
41
Pada tahun 2012 ini akan dilaksanakan beberapa perlombaan penelitian pelajar tingkat internasional, yaitu Expo Science International (ESI).
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam bidang penelitian dan pengembangan. Sasaran program mencakup 76 siswa SMA.
4. Lomba Debat Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemikiran analitik siswa dalam mengemukan dan mempertahankan pendapat, membangun rasa percaya diri, serta menumbuh sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Ajang debat ini akan membicarakan isu-isu hangat mengenai perkembangan kondisi nasional maupun internasional yang terjadi. Komponen kegiatan dalam program ini meliputi: (1) pemanggilan peserta dari sekolah yang memenuhi syarat dan kreteria, (2) pembinaan khusus, dan (3) pengiriman/ pemberangkatan peserta ke WSDC.
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam bahasa. Sasaran program mencakup 129 siswa SMA.
5. Bimbingan Teknis Penerapan Pembinaan Karakter Bangsa Meningkatnya partisipasi pendidikan ternyata belum sepenuhnya diikuti dengan pendidikan karakter dan ahlak mulia yang mampu membangun karakter bangsa yang kokoh. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan karakter bangsa, seperti: penggunaan narkoba; tindak kekerasan di sekolah; pornografi, dll. Pendidikan karakter mempunyai peranan penting dalam upaya pembangunan karakter dalam arti luas, guna mendukung terwujudnya peradaban bangsa yang unggul dan mulia. Sejalan dengan visi pendidikan nasional yakni menciptakan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna), maka Direktorat Pembinaan SMA pada tahun 2012 ini akan melaksanakan Bimbingan Teknis Penerapan Pembinaan Karakter Bangsa. Bimbingan teknis ini meliputi: Pembinaan berwawasan lingkungan sehat, kebangsaan, dan karakter bangsa; pembinaan kepemimpinan dan kepanduan; pembinaan dan pendidikan kewirausahaan; dan pencegahan perilaku menyimpang (narkoba, kekerasan, HIV AIDS).
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan karakter siswa. Impelementasi pelaksanaan program dilakukan melalui kegiatan pramuka dan kemah remaja dengan melibatakan sasaran mencakup 500 siswa SMA.
42
6. Penghargaan Siswa Berprestasi Sebagai bentuk penghargaan bagi siswa berprestasi dan berbakat akan diberikan beasiswa kepada siswa-siswi pemenang Olimpide Internasional, Debat Bahasa Inggris, OSN, O2SN dan FL2SN tingkat nasional. Dengan sasaran: pemenang 8 mata pelajaran OSN, pemenang 5 cabang olahraga O2SN (atletik, silat, karate, bulutangkis, tenis meja) dan pemenang 6 cabang kesenian FL2SN (Seni Baca Al Quran, Seni Kriya/Keterampilan, Seni Membuat Poster, Seni Baca dan Cipta Cerpen, Seni Menyanyi Solo dan Seni Tari Berpasangan).
Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk memberikan motivasi dan penghargaan bagi siswa berprestasi. Impelementasi pelaksanaan program dilakukan melalui pemberian beasiswa dengan melibatakan sasaran mencakup 441 siswa SMA.
Dalam rangka mewujudkan instansi yang profesional, kuat dan akuntabel, Direktorat Pembinaan SMA pada tahun 2008 memperoleh sertifikat ISO 9001/2000. Pencapaian tersebut diperoleh melalui prosedur pelatihan tenaga audit internal, penyusunan manual dan prosedur manajemen mutu untuk beberapa kegiatan yang akan distandarisasikan, audit internal yang dilakukan secara internal oleh staf direktorat dan audit eksternal dari Tim Manajemen ISO 9001/2000. Sedangkan tahun 2009, Direktorat Pembinaan SMA telah berupaya untuk mempertahankan ISO 9001/2000 dan meningkatkannya ke ISO 9001/2008. Pada tahun 2012, penerapan manajemen mutu berstandar ISO 9001/2008 di lingkungan Direktorat Pembinaan SMA akan
43
dipertahankan dan ditingkatkan dengan memperluas penyusunan prosedur mutu dan pelatihan audit internal bagi staf direktorat, internal auditing dan eksternal auditing oleh Tim Manajemen ISO 9001/2008.
F. DEKONSENTRASI
Selain program-program yang dilaksanakan oleh subdirektorat, Direktorat Pembinaan SMA juga melimpahkan wewenang kepada Dinas Pendidikan Propinsi untuk melaksanakan program dengan mekanisme dekonsentrasi. Adapun program-program dekonsentrasi adalah sebagai berikut: 1. Bantuan Biaya Pendidikan Bagi Siswa Miskin (BKMM) Rendahnya angka partisipasi pendidikan, salah satunya disebabkan oleh lemahnya daya beli (demand power) masyarakat terhadap pendidikan. Komponen pembiayaan pendidikan yang terdiri dari uang sekolah, buku, seragam, dan biaya transportasi belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh masyarakat. Pemerintah berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan memberikan subsidi biaya pendidikan, khusus untuk murid miskin atau dikenal dengan program Bantuan Khusus Murid Miskin (BKMM). Program BKMM bertujuan untuk membantu siswa miskin dalam memenuhi biaya pendidikannya. Dengan bantuan ini, diharapkan dapat mencegah kemungkinan putus sekolah yang diakibatkan kesulitan biaya pendidikan. Program ini juga sekaligus memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar kepada siswa miskin untuk terus bersekolah hingga menyelesaikan pendidikan SMA. Pada tahun 2005 dan 2006 disalurkan BKMM kepada 693.458 siswa dan 455.000 siswa SMA/SMK/MA negeri dan swasta. Program ini masuk dalam Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar dan Minyak (PKPS-BBM). Pengelolaan program PKPS-BBM dikelola oleh Direktorat Pembinaan SMP bersamaan dengan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mulai tahun 2007, Program BKMM SMA dikelola Direktorat Pembinaan SMA. Pada tahun 2007 disalurkan BKMM kepada 310.609 siswa dan tahun 2008 disalurkan kembali dengan jumlah siswa yang sama. Namun pada tahun 2009 disalurkan kembali dengan jumlah sasaran turun menjadi 284.021 siswa. Dan pada tahun 2010 sasaran BKMM naik menjadi 308.124 siswa. Pada tahun 2011 sasaran BKMM ini sama dengan tahun sebelumnya, yakni 308.124 siswa SMA, baik negeri maupun swasta. Pada tahun 2012 dana dialokasikan BKM untuk 505.290 siswa. Jumlah sasaran BKMM masih terlalu minim dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin yang ada. Sasaran BKMM tahun 2012
44
sebanyak 505.290 siswa miskin masih terlalu kecil dibandingkan dengan penduduk miskin yang mencapai 31.023.400 jiwa (BPS 2010). Berdasarkan data tersebut, dana BKMM hanya menjangkau 0.99% penduduk miskin di seluruh Indonesia. 2. Rintisan Bantuan Operasional Sekolah Menengah (R-BOS SM) Untuk mencapai tujuan Pendidikan Menengah Universal (Wajib Belajar) 12 tahun, pemerintah telah menyusun program Rintisan Bantuan Operasional Sekolah Menengah (R-BOS SM). Pada tahun 2012, telah disiapkan anggaran sebesar 948 milyar rupiah yang akan disalurkan kepada SMA & SMK Negeri dan Swasta diseluruh Indonesia. Tujuan digulirkannya program Rintisan BOS SM ini adalah secara bertahap membantu siswa miskin memenuhi kebutuhan biaya pendidikan dalam rangka Rintisan Pendidikan Menengah Universal 12 tahun. Bantuan R-BOS SM mempunyai 2 fungsi yang dapat digunakan sekolah untuk: a. Dari sisi penerimaan (revenue) digunakan untuk membebaskan (fee waive) dan/atau memberikan potongan (discount fee) kepada siswa miskin dari kewajiban membayar tagihan biaya sekolah seperti iuran sekolah/sumbangan pembangunan pendidikan (SPP)/uang komite, biaya uijian, biaya praktek dan sebagainya. Jumlah siswa yang dibebaskan atau mendapat potongan biaya pendidikan sesuai dengan kebijakan (diskresi) sekolah dengan mempertimbangkan faktor jumlah siswa miskin yang ada, dana yang diterima dan besarnya biaya sekolah. Skenario pembebasan dan pemberian potongan biaya sekolah dapat dilihat pada bab 2 (dua) buku panduan ini. b. Dari sisi pengeluaran (expediture) dapat digunakan oleh sekolah untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah non personalia dengan jenis pengeluaran atau biaya sebagaimana diatur Permendiknas No. 69 Tahun 2009. Bantuan R-BOS SM bertujuan untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada sekolah, masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan kesempatan kepada siswa miskin mengikuti pendidikan di SM. Oleh karena itu, pada tahap rintisan ini, perlu dicari alternatif pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan siswa miskin dengan cara melibatkan peran pemda melalui BOS Daerah (BOSDA) dan atau menerapkan subsidi silang kepada orang tua dari keluarga mampu. Sasaran program pada tahap rintisan ini SMA dan SMK Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. Besar bantuan per sekolah diperhitungkan dari jumlah siswa, dimana program ini memperhitungkan jumlah siswa SM nasional sebanyak 7.905.139 yang terdiri dari 4.105.139 siswa SMA. Satuan biaya (unit cost) program Rintisan BOS SM sebesar Rp. 120.000/siswa/tahun.
45
BAB. V PENUTUP
Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu negara maju pada tahun 2025, dengan produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp. 34 triliun dan pendapatan per kapita per tahun mencapai Rp. 120 juta. Ketika dibandingkan dengan angka PDB dan pendapatan per kapita pada tahun 2010, proyeksi peningkatan PDB dan Pendapatan Per Kapita tersebut tumbuh 4 kali lipat. Proyeksi pertumbuhan pendapatan tersebut hanya akan tercapai ketika tersedia sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan keahlian (knowledge based society). Secara praktis, kualitas SDM Indonesia dapat terlihat dari komposisi tenaga kerja yang tersedia berdasarkan pendidikan yang ditamatkan. Pada saat ini, struktur tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja dengan pendidikan rendah. Sebesar 49.5% tenaga kerja Indonesia memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD), dan 19.1% tenaga kerja berpendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara itu, tenaga kerja yang berpendidikan menengah (SMA dan SMK) hanya 23.4%.
Gambar 5.1. Perbandingan Komposisi Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Pendidikan
Tahun 2011
(BPS) 5 % 3% 8,7 % 14,7%
Pendidikan
Universitas : Diploma I/II/III/Akademi: SMTA Kejuruan : SMTA Umum : SMTP : SD : 8,2 % 14,7% 19,1% 50,4% 4,8%
2,8%
19,1%
49,5%
Sumber: (BPS)
Badan
Pusat Statistik
Untuk mampu mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 diperlukan pengembangan kualitas tenaga kerja melalui percepatan pembangunan pendidikan. Dalam cakupan pembangunan ekonomi, hal tersebut bertujuan memperkecil proporsi tenaga kerja berpendidikan rendah dan meningkatkan komposisi tenaga kerja yang dilengkapi
46
dengan bekal ilmu pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill). Melalui pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal 12 Tahun diharapkan mampu meningkatkan kualitas struktur tenaga kerja untuk selanjutnya mencapai atau mendekati proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025.
Gambar 5.2. Proyeksi Perbandingan Komposisi Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
Universitas :
Diploma I/II/III: SMK: SMA/MA : SMP/MTs : SD/MI :
2010
(BPS)
4,8% (5%)
2015
(Proyeksi) 6%
2025
(Proyeksi) 8% 8% 8,2 18% % 20% 22% 20%
14
2,8% (3%)
4%
8,2% 8,2 (8,7%)
14,7% (14,7%)
19,1% (19,1%)
50,4% (49,5%)
Proyeksi komposisi tenaga kerja tahun 2025 tersebut hanya akan tercapai jika program PMU 12 Tahun sukses diimplementasikan, yaitu pada tahun 2020 semua siswa usia 16-18 menamatkan jenjang pendidikan menengah dengan standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Direktorat Pembinaan SMA berupaya untuk mendukung terwujudnya PMU 12 tahun. Upaya Direktorat Pembinaan SMA dalam mendukung kesuksesan PMU 12 tahun diaktualisasikan melalui misi Direktorat Pembinaan SMA yakni peningkatan: ketersediaan; keterjangkauan; kualitas dan relevansi; kesetaraan; dan terwujudnya sistem tata kelola yang amanah. Misi Direktorat Pembinaan SMA tersebut diimplementasikan dalam program-program pembangunan SMA yang berkesinambungan. Adapun program-program yang menjadi prioritas dalam upaya mendukung PMU 12 tahun diantaranya: pembangunan ruang belajar; rehabilitasi ruang belajar; penyediaan/pemenuhan sarana dan prasarana mutu pendidikan; Rintisan Bantuan Operasional Sekolah; dan Bantuan Khusus Murid. Program-program tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia kedepan.
47