Anda di halaman 1dari 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Sukun (arthocarpus atilis) 1. Nama Tumbuhan

Gambar 1. Daun sukun 2. Klasifikasi Tumbuhan Berikut adalah klasifikasi tanaman sukun: Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sumatera Jawa Bali : Spermatophyta : Magnolyophyta : Magnolyopsida :Urticales : Moraceae : Artocarpus : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Nama daerah tanaman sukun adalah: : Gomu (Melayu) Kulu (Aceh) Kulur (Batak) Kalawi : Kelewih (Sunda) Kluwih (Jawa) Kolor (Madura) : Kalewih (Bali) (Minangkabau) Kaluwih (Lampung)

Nusa tenggara Sulawesi Maluku Nur R., 2009)

: Kolo (Bima) Lakuf (Timor) : Gamasi (Makassar) Kuloro (Selayar) Ulo (Bugis) : Limes, Unas (Seram) Dolai (Halmahera) (Ahmad

3. Morfologi tumbuhan

Habitus

: Pohon tinggi mencapai 30 m, dengan stek

umumnya pendek dan bercabang rendah. Buah yang tidak bermusim, namun mengalami puncak pengeluaran buah dan bunganya dua tahun sekali.

Batang

: Batangnya besar, agak lunak dan bergetah

banyak. Bercabang banyak, pertumbuhan cenderung ke atas. Permukaan kasar, coklat, tingginya mencapai 20 meter. Kayunya lunak dan kulit kayu sedikit kasar.

Daun

: Daunnya lebar sekali, bercanggap menjari

dan berbulu kasar. Tunggal, berseling, lonjong, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, lebar 25-50 cm, pertulangan menyirip tebal, permukaan kasar hijau.

Bunga

: Bunga-bunga sukun berkelamin tunggal

(bunga betina dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bungany keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang disebut ontel, panjang 1020 cm berwarna kuning. Bunga wanita berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka. Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik.

Buah

: Buah sukun terbentuk dari keseluruhan

jambak bunganya. Buahnya terbentuk bulat atau sedikit bujur. Ukuran garis pusatnya ialah diantara 10 hingga 30 cm. Berat normal buah sukun ialah diantara 1 hingga 3 kg. ia mempunyai kulit yang

berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk polygonal pada kulitnya. Segmen polygonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun. Polygonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang manakala buah yang belum matang mempunyai segmen-segmen polygonal yang lebih kecil dan lebih padat. Buah-buah sukun mirip dangan buah keluwih (timbul). Perbedaannya adalah duri buah sukun tumpul, bahkan tidak tampak pada permukaan buahnya.

Biji hitam.

: Berbentuk ginjal, panjang 3-5 cm, berwarna

Akar

: Akar tanaman sukun mempunyai akar

tunggang yang dalam dan akar samping yang dangkal. Akar samping dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk bibit (Ahmad Nur R., 2009).

4. Kandungan kimia

Daun sukun memiliki kandungan kimia antara lain saponin, polifenol, tanin, asam hidrosianat, asetilkolin, riboflavin sedangkan kulimbatangnya mengandung flavonoida. Daun sukun yang telah kuning mengandung fenol, kuersetin dan kamfero (Ahmad Nur R., 2009). 5. Khasiat Daun sukunefektif mengobati penyaki seperti liver, hepatitis,

pembesaran limpa, jantung, ginjal, tekanan darah tinggi, kencing manis dan juga bisa untuk penyembuh kulit yang bengkak atau gatal-gatal. Ada juga yang memanfaakan batangnya untuk obat mencairkan darah bagi wanita yang baru 8-10 hari melahirkan. Zat-zat yang terkandung di daunnya pun juga bisa mampu untuk mengatasi peradangan (Ahmad Nur R., 2009). B. Bakteri

1.

Pengertian bakteri Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan

tersebar luas, dibandingkan dengan organisme lainnya. Umumya merupakan organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota, tidak mengandung klorofil, serta berukuran mikroskopik (sangat kecil) (Dwidjoseputro, 1989). 2. Shigella dysentriae a. Definisi shigella dysentriae Shigella species adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen penyebab penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe Escherichiae karena sifat genetik yang saling berhubungan, tetapidimasukkan dalam genus tersenderi yaitu genus Shigella karena gejala klinik yang disebabkannya bersifat khas. Sampai saat ini terdapat 4 spesies Shigella yaitu: 1. 2. 3. 4. Shigella dysenteriae Shigella flexneri Shigella boydii Shigella sonnei

Gambar 2. Shigella dysentria


b. Taksonomi Shigella dysentriae

Divisio Subdivisio Clasiss Ordo Familia Tribe Genus Species

: Monomychota : Schizomycetea : Schizomycetes : Eubacteriales : Enterobacteriaceae : Eschericeae : Shigella : Shigella dysenteriae (Anonim. 2011 ).

c. Morfologi dan Fisiologi Shigella dysentriae

Shigella dysentriae merupakan spesies bakteri Shigella yang paling umum ditemukan di Asia Timur dan Amerika Tengah. Bakteri ini merupakan bakteri patogen usus yang umumnya dikenal sebagai bakteri penyebab disentri (disentri basiler) Shigella dysentriae termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dadan tribus Escherichiae. Genus Shigella dinamakan sesuai dengan nama ahli bakteriologi kebangsaan Jepang, Kiyoshi Shiga, yang menemukan basilus disentri pada tahun 1897. Genus Shigella dibedakan dari genus-genus lain karena menyebabkan gejala klinikyang khas. Hingga saatb ini telah ditemukan 4 spesies Shigella, yaitu Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Shigella boydii, dan Shigell sonnei. Keempat spesies tersebut dibedaakan berdasarkan komponen utama yang dimiliki oleh antigen O yang terdapat pada setiap genus Shigella. Setiap spesies dari genus Shigella dibedakan menjadi beberapa serotipe berdasarkan komponen minor antigen O. Shigella dysentriae mempunyai 10 serotipe. Shigella dysentriae merupakan bakteri Gram-negatif berukuran 0,50,7 m x 2-3 m. Bentuk morfologi shigella dysentriae adalah batang pendek atau basil tunggal, tidak berspora, tidak berflagel sehingga tidak bergerak, dan dapat memiliki kapsul. Bentuk morfologi shigella dysentriae sangat mirip dengan bakteri Salmonella, tetapi Shigella dysentriae dapat dibedakan berdasarkan reaksi farmentasi dan uji serologi. Shigella

dysentriae tidak membentuk gas pada reaksi fermentasi dan lebih rentan terhadap berbagai bahan kimia jika dibandingkan dengan salmonella. Dalam media perbenihan, shigella dysentriae membentuk koloni yang halus dan mengilap. Shigella dysentriae merupoakan bakteri hidup dalam suasana aerob atau fakultatif anaerob. Suhu optimum perrtumbuhan bakteri ini adalah 37
o

C dan pH optimum 6,4-7,8. Shigella dapat memfermentasi berbagai macam

karbohidrat, kecuali laktosa, menghasilkan asam tanpa gas. Berdasarkan reaksi fermentasi, Shigella dysentriae dapat dibedakan dari spesies Shigella lain karena memberikan hasilnegatif pada fermentasi manitol. Shigella dysentriae memiliki daya tahan yang rendah terhadap berbagai zat kimia, mati pada suhu 55 oC, dan bertahan hidup dalam fenol 0,5% selama 5 jam dan dalam fenol 1% selama 1 jam. Akan tetapi, bakteri ini tahan terhadap suhu dan kelembapan rendah, yakni dapat bertahan hidup dalam es selama 2 bulan. Di alam bebas, bakteri ini dapat bertahan di air laut selama 2-5 bulan (DR. Maksum Radji, 2011). d. Patogenesis dan Gejala Klinik Disentri basiler atau shigellosis adalah infeksi usus akut yang dapat sembuh sendiri yang disebabkan oleh Shigella. Shigellosis dapat menyebabkan 3 bentuk diare yaitu: Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mukus dan pus Watery diarrhea Kombinasi keduanya Masa inkubasi adalah 2-4 hari, atau lebih lama sampai 1 minggu. Oleh seorang yang sehat diperlukan 200 kuman untuk menyebabkan sakit. Kuman masuk dan berada diusus halus, menuju terminal ileum dan kolon melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian berkembang biak d lapisan mukosa. Berikutnya adalah terjadinya reaksi peradangan yang dapat menyebabkan terlepasnya sel-sel dan timbulnya tukak pada permukaan mukosa usus. Yang terjadi organisme menembus dinding usus dan menyebar kebagian tubuh yang lain. Reaksi peradangan

yang hebat tersebut mungkin merupakan faktor penting yang membatasi penyakit ini hanya pada usus, selain itu juga menyebabkan timbulnya gejala klinik berupa demam, nyeri abdomen dan tenesmus ani. Penyembuhan spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadainya siptikemia pada penderita dengan gizi buruk dan berakhir dengan kematian. (Anonim, 1994)
C. Ekstraksi Pelarut

1.

Pengertian Ekstrak adalah sediaan pekat didapat dengan cara mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani, memakai pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua pelarut dan ekstrak yang tersisa diuapkan sedemikian rupa sehingga memenuhi ketentuan baku yang ditetapkan (Anonim, 1995). Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan mengggunakan penyari tertentu. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. Untuk mengekstraksi senyawa kimia yang ada dalam tumbuhan terlebih dahulu bahan dikeringkan kemudian dihaluskan dengan derajat halus tertentu lalu diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Untuk mendapatkan sari yang kental dapat dilakukan dengan menguapkan hasil ekstraksi dengan bantuan rotary evaporator (Harborne, 1987).

2.

Maserasi Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerace, yang artinya

merendam, merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 2008).

Maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut akibat adanya perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan di luar sel. Larutan yang pekat akan didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di luar dan di dalam sel (Anonim, 1986). Dalam proses maserasi, obat yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama menstruum yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok berulang-ulang lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari (Ansel, 2008). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah digunakan. Penyarian dengan maserasi dipakai untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam larutan penyari, tidak mengandung benzoin, sitrak, dan lain-lain. Penyarian dengan maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dan di luar sel tetap terjaga (Anonim, 1986).
3. Larutan penyari

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk kandungan senyawa berkhasiat atau yang aktif, sehingga senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari kandungan senyawa lainnya. Ekstrak total hanya mengandung sebagian besar kandungan senyawa yang diinginkan, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Pemilihan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu murah, mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak menguap dan

tidak mudah terbakar, selektif hanya menarik zat yang berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan dalam peraturan. Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air, atau eter (Anonim, 1986). Air sebagai penyari memiliki gaya ekstraksi yang menonjol untuk banyak bahan kandungan simplisia yang aktif secara terapeutik, tetapi sekaligus mampu mengekstraksi sejumlah besar bahan pengotor. Keburukannya adalah dapat menyebabkan reaksi pemutusan secara hidrolitik dan fermentative yang menyebabkan cepat rusaknya bahan aktif, serta mudah dikontaminasi (Voight, 1995). Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Anonim, 1986). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Etanol dapat melarutkan senyawa aktif tannin, polifenol, poliasetilen, flavonol, terpenoid, sterol, alkaloid, dan propolis, sedangkan air melarutkan pati, tannin, saponin, terpenoid, polipeptida, dan lektin (Cowan, 1999). Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penggangu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan penyari (Voight, 1995). D. Antibiotik 1. Definisi Antibiotik Antibiotika adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari, atau dibentuk oelh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Antibiotik tersebar di dalam alam, dan memegang peranan penting dalam mengantur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah, dan kompos. Antibiotik yang kini banyak dipergunakan, kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus, Penicillium dan Streptomyces (Anonim,1994)

Sifat-sifat antibiotik adalah sebagai berikut:


a. Menghambat atau membunuh pathogen tanpa merusak host

b. Bersifat bakterisid dan bukan bakteriostatik c. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman d. Berspektrum luas e. Tidak bersifat alergik atau menimbulkan efek samping bila dipergunkana dalam jangka waktu lama f. Tetap aktif dalam plasma, ccairan badan, atau eksudat g. Larut di dalam air serta stabil
h. Bactericidal level di dalam tubuh cepat dicapai dan bertahan

untuk waktu lama (Anonim,1994). 2. Mekanisme kerja antibiotik Antibiotik mengganggu (interfere) bagian-bagian yang didalam sel, yaitu: a. Sintesis dinding sel b. Fungsi membran c. Sintesis protein d. Metabolisme asam nukleat
e. Metabolisme intermedier (Anonim,1994).

3. Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya Antibiotik mengganggu (interface) bagian-bangian yang peka di dalam sel, yaitu sintesis dinding sel, fungsi membrane, sintesis protein, metabolism asam nukleat, metabolism intermedier. a. Antibiotik yang mempengaruhi dinding sel bakteri Antibiotik yang mempengaruhi dinding sel adalah penisilin, fosfomisin, sikloserin, ristosetin, vankomisin, dan basitrasin. Sel bakteri dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut dengna dinding sel, melindungi membrane protoplasma di bawahnya terhadap trauma, baik osmotik, maupun mekanik. Mekanisme kerja penisilin mengganggu pembentukan dinding sel terutama pada tahap terakhir. Penggunaan

penisilin ini dapat menyebabkan sferoplas atau kuman tanda dinding sel (kuman bentuk L) b. Antibiotik yang merusak membrane sel Antibiotik yang dapat merusak dinding sel adalah polimiksin. Membran sel memegang peranan vital dalam sel yang merupakan pembatas osmotic bagi bebasnya difusi antara lingkungan luar dan dalam sel.
c.

Antibiotik yang mengganggu fungsi DNA Sejumlah obat antimikroba berfungsi terutama menggangu/ merusak

struktur dan fungsi DNA, akan tetapi karena toksik, maka hanya beberapa saja yang dapat dipakai di klinik. Meskipun demikian obat-obat ini sangat bermanfaat sebagai alat biokimia, dan memberikan sumbangan yang penting pada biologi molekuler. Mekanisme kerja antibiotic ini adalah dengan mengganggu struktur double helix DNA bakteri tersebut. Antibiotik yang menggangu fungsi DNA adalah mitomisin dan asam nalidiksat. Pemberian mitomisin ke dalam biakan bakteri yang hambtan pada pembelahan sedang tumbuh, sel. Asam akan mengakibatkan nalidiksat

dipergunakan dalam pengobatan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. d. Antibiotik yang menghambat sintesis protein Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama, yaitu transkripsi atau sintesis asam ribonukleat yang DNA-dependent dan translasi atau sintesis protein yang RNA-de-pendent. Antibiotik yang mampu menghambat sintesis proses ini, akan menghambat sintesis protein. Antibiotik yang menghambat sintesis protein adalah aktinomisisn, rifampisin, streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, klindamisin. (Anonim,1994). 4. Siprofloksasin (Ciprofloksacin) Derivat siklopropil dari kelompok fluorkinolon (1987) berkhasiat lebih luas dan kuat daripada nalidiksinat dan pipemidinat, juga menghasilkan kadar darah/jaringan dan plasma-t yang lebih tinggi. Penggunaan sistemisnya lebih luas dan meliputi ISK berkomplikasi, infeksi

saluran pernapasan bila disebabkan oleh Pseudomonas aurogenosa, infeksi saluran cerna, jaringan lunak, kulit, dan gonore. Resorpsinya baik dengan BA ca 70% dan kadar plasma maksimal tercapai 0,5-1,5 jam setelah penggunaan oral. PP-nya ca 30%. Dimetabolisasikan menjadi 4 metabolis aktif yang diekskresikan melalui urin (55%) dan feces (39%). Plasma- t nya 3-5 jam dan mencapai kira-kira 8 jam pada ganguan fungsi ginjal yang serius.(Tan dan Raharja, 2007) E. Uji Aktivitas Antimikroba
1. Metode difusi a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bouwer)

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. (Pratiwi, 2008). b. E-test Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum). Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjuk kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi, 2008). c. Ditch-plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji

(maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008).
d. Cup-plate technique / sumuran

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. (Pratiwi, 2008). e. Gradient-plate tecnique Pada metode ini konsentrasi agen antimikoba pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua dilanjutkan diatasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Pratiwi, 2008).
2. Metode dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).
a. Metode dilusi cair/ broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba

uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
b. Metode dilusi padat / solidilution test

Prinsip dari metode ini sama dengan metode pengenceran berderet. Pada metode ini masing-masing konsentrasi zat antibakteri ditambahkan pada media agar terlebih dahulu, kemudian dituang ke cawan petri hingga memadat. Selanjutnya, bakteri diinokulasi pada agar tersebut. Konsentrasi terendah dari zat antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri dinyatakan sebagai konsentrasi hambatan minimal (Pratiwi, 2008).

F. Hipotesis Ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) mampu menghambat pertumbuhan Shiggella dysentriae. Pada konsentrasi 60% ekstak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) yang paling berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Shiggella dysentriae. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan melihat zona hambat ekstrak etanol daun sukun terhadap bakteri pada seri konsentrasi 10%b/v, 20%b/v, 40%b/v, dan 60%b/v B. Tempat dan Waktu 1. Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Akademi Farmasi Nasional dan Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi Nasional pada bulan Januari Februari 2012. 2. Waktu Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari Februari 2012. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah daun sukun (arthocarpus atilis) yang diperoleh dari daerah Pengkol Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo 2. Sampel Sampel adalah ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) konsentrasi 10% bv, 20% bv, 40% b/v, dan 60% b/v D. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah daya hambat ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) konsentrasi 10% bv, 20% b/v, 40% bv, dan 60% b/v.terhadap pertumbuhan Shigella dysentriae
E. Variabel Penelitian

a.

Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun

sukun (arthocarpus atilis) dengan konsenterasi 10% bv, 20% b/v, 40% bv, dan 60% b/v b. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) terhadap bakteri Shigella dysentriae
c. Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi penelitian di laboratorium dikerjakan secara aseptis dan steril

F. Kerangka pikir Pembuatan serbuk daun sukun (arthocarpus atilis)

Pembuatan ekstrak daun sukun (arthocarpus atilis) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%

Uji bobot konstan atau uji susut pengeringan

Uji kandungan kimia ekstrak daun sukun (arthocarpus atilis)

Uji penetapan kadar etanol ekstrak daun sukun

Regenerasi bakteri Shigella dysentriae kedalam media NA miring Penanaman bakteri ke dalam media NA plate

Kontrol (-) etanol

Uji aktivitaas antibakteri ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) terhadap Shigella dysentriae dengan konsenterasi 10% bv, 20% b/v, 40% bv, dan 60% b/v

Kontrol (+) ciprofloxac in

Analisi data

Hasil

Kesimpulan

G. Instrumen Penelitian

1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, lampu spiritus, autoclav, ohse bulat, ohse lurus, petridisk steril, kapas, labu ukur, erlenmeyer,cawan porselin, beker glass,tabung reaksi, pipet steril, oven, inkubator, object glass, mikroskop, dan blender. 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah ekstrak daun sukun, biakan murni Shigella dysentriae, spiritus, media Nutrien Agar (NA) plate, NA miring, etanol 70%, akuadest, reagen Dragendroff, reagen Mayer, Fecl3, KOH, eter, etil asetat, NaOH, CaCl2, HCl, ammonia, klorofrom

H. Cara kerja 1. Persiapan Alat Alat-alat gelas disterilkan dalam oven pada suhu 175 oC selama 90 menit. Ohse disterilkan dengan cara dipanaskan di atas api langsung sampai berwarna merah. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 21oC selama 15 menit. 2. Prosedur Kerja a. Pembuatan serbuk daun sukun Daun sukun yang masih segar, dicuci hingga bersih. Diiris-iris kecil. Daun sukun dikeringkan dalam oven sampai kering, pada suhu 50oC. Haluskan sampai menjadi serbuk dengan menggunakan blender dan kemudian diayak. b. Pembuatan ekstrak daun sukun Timbang serbuk kering daun sukun. Masukan dalam bejana, tambahkan etanol 70% sebanyak 7,5 kali bobot serbuk dan diaduk. Maserasi

selama 5 hari dalam bejana tertutup dengan pengadukan tiap hari. Pisahkan maserat dari enapan, bilas enapan dengan penyarian secukupnya. Enapkan maserat selama 2 hari ditempat sejuk (jangan diaduk). Pisahkan maserat dari enapan dengan hati-hati. Uapkan maserat hingga diperoleh ekstrak. Ambil 1 gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan volume 10 ml untuk 10%. Ambil 2 gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan volume 10 jml untuk 20%. Ambil 4 gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan volume 10 ml untuk 40%. Ambil 6 gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan volume 10 ml untuk 60%. (Anonim, 1997) c. Uji bobot konstan Dengan pernyataan bobot tetap yang tertera pada uji susut pengeringan dan penetapan sisa pemijaran dimaksudkan bahwa dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah zat dikeringkan atau dipijarkan lagi selama 1 jam. Dengan pernyataan bobot yang dapat diabaikan, dimaksudkan bobot yang tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang ditimbang (Anonim, 1997). d. Uji penetapan kadar etanol Masukkan 5 gram ekstrak kedalam labu destilasi, tambahkan air dengan volume 75 ml. Destilasi hingga diperoleh destilasi kurang lebih 48 ml, destilat ditampung dalam labu takar 50 ml. Dalam labu takar tersebut ditambah dengan aquades sampai tanda batas. Piknometer kosong, piknometer berisi destilat, dan bpiknometer berisi aquades ditimbang bobotnya, dan dihitung bobot jenis. Kadar etanol dapat diketahui dengan menggunakan daftar tabel bobot jenis dan kadar etanol (Anonim, 1997).

e.

Uji kandungan kimia daun sukun Uji flavonoid 0,5 gram ekstrak ditambah 10 ml methanol dipanaskan kemudian disaring panas-panas diperoleh filtrat diuapkan ditambah 5 ml klorofrom sampai larut ditambah 10 ml aquades diambil fase air.
1. 1 ml filtrat ditambah 2 tetes FeCl3 1% sampai terbentuk warna hitam

2. 1 ml filtrat ditambah 2 tetes NaOH 10% sampai terbentuk warna hijau kebiruan
3. 1 ml filtrat ditambah 2 tetes CaCl2 sampai terbentuk warna orange

Uji Saponin 0,5 gram ekstrak ditambah 5 ml aquades kemudian dikocok kuat dalam tabung reaksi sampai terbentuk busa

Uji Tanin 0,5 gram ekstrak ditambah 10 ml aquades kemudian disaring sampai diperoleh filtrat. Filtrat ditambah FeCl3 sampai terbentuk warna hijau kehitaman/biru

f.

Regenerasi Bakteri Membuat biakan agar miring Menggoreskan biakan dari stok bakteri ke media nutrient agar (NA) miring yang masih baru

Inkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam Uji daya antibakteri ekstrak daun sukun dengan metode difusi

g.

Inokulasikan koloni sampel kuman Shigella dysentriae dari biakan Na miring ke dalam NaCl 0,9% steril, bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan standar Neflometer Mc Farland seri tabung 5 hingga diperoleh kekeruhan yang sama. Inokulasikan suspensi tersebut secara perataan menggunakan kapas lidi steril pada NA plate. Biarkan mengering, inkubasi pada suhu 370C selama 15 menit. Paperdisk kosong yang telah dicelupkan ke dalam ekstrak etanol daun sukun dengan kosentrasi 10%b/v, 20%b/v, 40%b/v, dan 60%b/v, diletakkan pada permukaan NA plate yang telah diinokulasikan suspensi bakteri. Sebagai control positif menggunakan paper disk antibiotik??, control negatif menggunakan paper disk yang dicelupkan kedalam pelarut etanol steril. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Daerah bening di sekitar paper disk menunjukkan hasil uji positif mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Diameter daerah bening yang diperoleh kemudian diukur menggunakan jangka sorong.

I. Analisi data Hasil yang positif atau dapat menghambat pertumbuhan Shigella dysentriae ditandai dengan terbentuknya zona hambat atau zona jernih pada area di sekitar disk, sedangkan hasil negatif atau tidak dapat menghambat pertumbuhan Shigella dysentriae ditandai dengan tidak terbentuknya zona hambat atau zona jernih pada area disekitar disk. Diameter zona hambat atau zona jernih yang diperoleh kemudian dianalisis statistika dengan menggunakan software program SPSS 17 dengan metode one way anova.

Anda mungkin juga menyukai