i. Reaksi : CO32+ H+ HCO31 mol = 1 grek ii. Reaksi: CO32+ 2H+ H2CO3 1 mol = 2 grek Anion CO32- dapat mengikat H+.
Kelarutan Larut dalam air. Hal ini dikarenakan garam dari kation Na+ mudah larut dalam air.
Metode Acidy-alkalimetri
Syarat kelayakan titrasi Acidy-alkalimetri adalah: Reaksi harus sempurna ke kanan Nilai K 105 Salah titrasi kebetulan < 2% Uji kelayakan titrasi Na2CO3 Misalkan 0,1 M Na2CO3 dititrasi dengan HCl 0,1 M dimana: H2CO3 HCO3HCO3- CO32pKa = 6,1 pKa = 10,4
Basa bervalensi 1:
dengan menggunakan titran HCl dan indikator phenolphlatein. Range pH yang dihasilkan berkisar 8,3 10 tak berwarna pink)
Basa bervalensi 2:
dengan menggunakan titran HCl dan indikator methyl orange. Range pH yang dihasilkan berkisar 3,2 4,4 merah kuning)
Reaksi autoprotolisa: HCO3- + HCO3- CO32- + H2CO3 pH ekivalen = titik potong CO32- dan H2CO3 F absolute = {[H30+] + [OH-] + asam + basa} grek/lt = 10-8,3 + 10-5,7 + 10-3,2 + 10-3,2 = 1,26 x 10-3 F relatif = F absolute/T X 100% = 1,26 x 10-3/0,05 X 100% = 2,52%
II.
Analisis Dalam menentukan kadar Na2CO3 maka diperlukan analisis untuk setiap metode titrasi yang akan dilakukan. Metode yang akan dianalisis untuk kedua zat tersebut adalah acidy-alkalimetry, redoksometri, dan kompleksometri.
A. Acidy-alkalimetry
Pada metode acidy-alkalimetry, digunakan metode titrasi asam basa. Metode ini hanya dapat menentukan kadar zat yang bersifat asam atau basa dengan larutan yang bersifat asam atau basa. Pada saat titik ekuivalen berlaku: 1 grek = 1 mol H+ yang dilepas/diterima.
pH ekuivalen = titik potong HCO3- dan H3O+ F absolute = {[H30+] + [OH-] + asam + basa} grek/lt = 10-3,6 + 10-10,4 + 10-3,6 + 10-3,6 = 7,53 x 10-4 F relatif = F absolute/T X 100% = 7,53 x 10-4/0.05 x 100% = 1,507% Jadi kesimpulannya: reaksi titrasi acidy-alkalimetri dapat digunakan untuk menemukan kadar Na2CO3 karena kesalahannya < 2%.
Meski metode permanganometri tidak memerlukan indikator, namun metode ini memiliki kekurangan, yaitu harus dilakukan dalam suasana asam, titran tidak stabil dalam air dan peka terhadap cahaya, serta pelarut titran harus terlindungi dari O2 dan CO2, sehingga perlu distandarisasi ulang. Titrasi ini dilakukan dengan ditandai perubahan warna menjadi merah muda. Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam reaksi iodometri, yaitu pelarut harus bebas O2 dan CO2 karena jika terdapat O2 maka akan terjadi reaksi sebagai berikut: O2 + 4I- + 4H+ 2I2 +2H2O Adanya O2 dan CO2 dalam pelarut, akan menyebabkan pelarut yang digunakan tersebut bersifat asam. Yang perlu diperhatikan juga adalah pH, jika pH terlalu basa I2 akan tehidrolisis menjadi hypoidit dan hypoidit mengoksidasi S2O32-. I2 juga harus terikat kuat dengan amilum. Metode redoksometri yang digunakan adalah reaksi iodometri tidak langsung dengan titran yang digunakan adalah Na2CO3 dan indikator amilum. Namun pada eksperimen I2 mudah menguap sehingga metode ini tidak digunakan.
B. Redoksometri
Metode redoksometri dilakukan untuk menentukan besarnya kadar zat dengan reaksi oksidasi dan reduksi. Ketika proses titrasi ini berlangsung, zat oksidator bereaksi dengan zat reduktor. Prinsip yang digunakan dalam reaksi ini adalah prinsip serah terima elektron. Dalam titrasi ini, prinsip serah terima elektron digunakan untuk menentukan molaritas zat oksidator/reduktor. Titik ekivalen tercapai saat: grek oksidator = grek reduktor [V x N]oksidator = [V x N]reduktor di mana, 1 grek = 1 mol elektron yang terlepas/terikat Kelayakan untuk titrasi ini adalah reaksi harus sempurna ke kanan, nilai K>108. Perhitungan nilai K ini dapat dihitung dengan cara berikut: n2 red1 + n1ox2 n2 ox1 + n1red2
C. Kompleksometri
K = 10 n1.n2.(E02-E01)/ 0,0591
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar dengan reaksi pembentukan ion kompleks dari kation logam. Prinsip bahwa ion logam memiliki kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks jika bereaksi dengan senyawa ligan digunakan untuk menentukan molaritas suatu senyawa logam. Titik ekivalen tercapai pada saat: mol titran = mol analat M(kation) + L (ligan) ML (kompleks) Titran yang digunakan adalah EDTA karena dapat membentuk kompleks dengan hampir semua logam. Syarat kelayakan titrasi ini adalah nilai K 108. Titrasi ini harus memperhatikan pH, dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika pH terlalu rendah (terlalu asam) reaksi kesetimbangan bergeser ke kiri, dan EDTA tidak stabil, sehingga bersenyawa dengan H+ menjadi H4(EDTA). Bila pH sangat tinggi (pH>>10), maka ion akan terbentuk hidroksidanya. Na+ tidak dapat membentuk ion kompleks, sehingga metode kompleksometri tidak dapat digunakan. III.
a.
Tahapan kerja
Peralatan: 1 buah labu takar 100 ml, 1 buah corong kecil, 1 buah batang pengaduk, 1 buah kaca arloji Bahan: Padatan murni Na2CO3, Aquades Tahapan kerja:
Peralatan : 1 buah labu takar 100 ml, 1 buah spatula. 1 buah cawan petri. 1 buah corong kecil, 1 buah batang pengaduk, 1 buah neraca digital Bahan: Padatan murni Na2CO3, Aquades Perhitungan: M Na2CO3= 0,1 M V Na2CO3 = 100 ml =0,1 liter Mr Na2CO3 = 105 gr/mol n Na2CO3 = M x V = 0,1 x 0,1 = 0,01 mol massa Na2CO3 = n x Mr = 0,01 x 106 =1 ,06 gram Tahapan kerja: Persiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan
Timbang serbuk Na2CO3 dengan neraca digital sebanyak 1,06 gram, di atas cawan petri. Kemudian larutkan sampel dengan aquades dengan bantuan batang pengaduk
Masukkan larutan Na2CO3 ke dalam labu takar 100 ml dengan bantuan corong dan batang pengaduk
Bilas kaca arloji, batang pengaduk, dan corong hingga tidak ada zat sampel yang tersisa pada peralatan tersebut
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar 100 ml menggunakan corong dan batang pengaduk
Bilas sebanyak 3 kali cawan petri, batang pengaduk, dan corong dengan aquades. Lalu masukkan air bilasan ke dalam labu takar 100 ml
Tambahkan aquades hingga larutan mencapai 100 ml, kemudian kocok secara perlahan hingga larutan homogen. Larutan standar primer Na2CO3 siap digunakan
Tersedia larutan HCl dan diinginkan 500 ml HCl 0,1 M Peralatan 1 buah pipet kecil, 1 buah gelas ukur 10 ml, 1 buah beaker glass ukuran 500 ml, 1 buah batang pengaduk Bahan Larutan HCl, Aquades Perhitungan Mb = 0,1 M Mr HCl = 36,5 gram/mol Vb = 500 ml % HCl = 25% = 1,12 gr/cm3 Ma = = 7,671232877 M Va.Ma = Vb. Mb Va. 7,671232877 M = 500.0,1 Va = 6,517857143 ml Tahapan kerja: Ambil menggunakan pipet 6,517857143 ml HCldan masukkan ke dalam gelas ukur
d. Standarisasi Larutan Standar Sekunder HCl dengan Larutan Standar Primer Na2CO3 0,1 M
Peralatan: 1 buah buret 50 ml, 1 buah corong, 1 buah labu erlenmeyer 250 ml, 1 buah volumetric pipet 10 ml Bahan: Larutan standar primer Na2CO3 , Larutan standar sekunder HCl, Indikator PP Tahapan kerja:
Masukkan 5 tetes PP ke dalam labu erlenmeyer, hingga larutan Na2CO3 menjadi merah muda
Tambahkan aquades ke dalam beaker glass hingga volume larutan HCl mencapai 500 ml
Dari 3 variasi data tersebut, hitung volume rata-rata dan molaritas larutan sekunder HCl dapat ditentukan
Kocok dengan batang pengaduk dan pastikan larutan telah merata secara homogen
Larutan selesai dibuat, namun belum memiliki molaritas 0,1 M secara presisi, sehingga perlu distandarisasi dengan larutan standar primer Na2CO3
Peralatan: 1 buah buret 50 ml, 1 buah corong, 1 buah labu erlenmeyer 250 ml, 1 buah volumetric pipet 10 ml Bahan: Larutan standar primer Na2CO3 , Larutan standar sekunder HCl yang telah distandarisasi, Indikator PP Tahapan kerja: Masukkan larutan HCl ke dalam buret ukuran 50 ml dengan corong Ambil 10 ml larutan Na2CO3 0,1 M dengan menggunakan pipet ukuran 10 ml
Volume
Masukkan 5 tetes PP ke dalam labu erlenmeyer, hingga larutan Na2CO3 menjadi merah muda
Dari 3 variasi data tersebut, hitung volume rata-rata HCl dan molaritas sampel Na2CO3 dapat ditentukan
Volume
V.
Referensi Khopkar, S.M. Konsep Dasar Kimia Analitik. 2008. Jakarta: UI-Press Modul Praktikum Kimia Analitik Kuantitatif 2013