Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan

muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan. Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Keselamatan Kerja Winarsunu (2008) mengemukakan bahwa keselamatan kerja adalah tingkah laku individu dalam berinteraksi dengan lingkungan kerja yang secara khusus berhubungan dengan terbentuknya perilaku aman yang dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dan terbentuknya perilaku tidak aman dalam bekerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Slamet (2012) juga mendefinisikan tentang keselamatan kerja. Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja, karena tidak yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini. 2.2 Kesehatan Kerja Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Menurut Lalu Husni (2005) kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social.

2.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja 2.3.1 Pengertian Menurut Depnaker RI (2005) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala daya upaya pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa dan

pengendalian bahaya dengan menerapkan system pengendalian bahaya

secara

tepat

dan

melaksanakan

perundang-undangan

tentang

keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. 2.3.2 Tujuan Menurut Sumamur (2006), tujuan kesehatan dan keselamatan kerja adalah: 1. Para pegawai mendapat jaminan kesehatan kerja baik secara fisik, social dan psikologis. 2. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai. 3. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja. 4. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja. 5. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan kerja. 6. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya. 7. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya. 8. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.4 Konsep Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Perkantoran dan Laboratorium 2.4.1 Hal-hal yang Berhubungan Pelaksanaan K3 Perkantoran dan Laboratorium Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :
1.

Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Jaringan elektrik dan komunikasi. Kualitas udara. Kualitas pencahayaan. Kebisingan. Display unit (tata ruang dan alat). Hygiene dan sanitasi. Psikososial. Pemeliharaan. penggunaan Komputer.

2.4.2 Permasalahan K3 Perkantoran dan Laboratorim 1. Indoor meliputi hal-hal: a. Konstruksi gedung: 1) Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan). 2) Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti asbes dll. 3) Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang disesuaikan dengan kebutuhan. 4) Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap ruangan/unit

kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit door). b. Kualitas Udara: 1) Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan. 2) Kontrol terhadap polusi 3) Pemasangan Exhaust Fan (perlindungan terhadap kelembaban udara). 4) Pemasangan stiker, poster dilarang merokok. 5) Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk, ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC) minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk pencegahan penyakit Legionairre Diseases . 6) Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor). 7) Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan debu, bau dll. 2. Outdoor meliputi hal-hal: a. Disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan, dll. b. Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati. c. Pemasangan fan di dalam lift. d. Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya): 1) Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur dengan Luxs Meter) 2) Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.

3) Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata). 4) Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang. 5) Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan

memperhatikan warna yang digunakan. 6) Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga. e. Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali): 1) Internal a) Over voltage (Kelebihan Tegangan Pada masing-masing Sumber AC) b) Hubungan pendek c) Induksi d) Arus berlebih e) Korosif kabel f) Kebocoran instalasi g) Campuran gas eksplosif 2) Eksternal a) Faktor mekanik. b) Faktor fisik dan kimia. c) Angin dan pencahayaan (cuaca) d) Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek. e) Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP. f) Bencana alam atau buatan manusia.

2.4.3 Persyaratan Kesehatan di Perkantoran dan Laboratorium 1. Air Bersih a. Persyaratan Memenuhi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai dengan kepmenkes no. 907/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. b. Tata cara pelaksanaan. 1) Air bersih dapat diperoleh dari PAM, sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan. 2) Distribusi harus menggunakan perpipaan. 3) Sumber air bersih dan saran distribusinya harus bebas dari pencemaran fisik, kimia, dan bakteriologis. 4) Sampel air bersih untuk pemeriksaan lab diambil dari sumber atau bak penampungan dan dari kran terjauh, diperiksa minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. 2. Udara Ruangan Penyehatan udara ruangan adalah upaya yang dilakukan agar suhu dan kelembaban, debu, pertukaran udara, bahan pencemar dan mikroba di ruang kerja memenuhi persyaratan kesehatan. a. Suhu dan Kelembaban Agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: 1) Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m. 2) Bila suhu > 280C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dan lain-lain 3) Bila suhu udara luar < 180C perlu menggunkan pemanas ruangan 4) Bila kelembaban ruang kerja : a) > 60% perlu menggunakan alat dehumidifier. b) < 40% perlu menggunakan alat humidifier (misalnya: mesin pembentuk aerosol).

b. Debu. Agar kandungan debu di dalam ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan upaya sebagai berikut: 1) Kegiatan membersihkan ruang kerja perkantoran dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan kain pel basah atau pompa hampa (vacuum pump). 2) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dan dicat 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 3) Sistem ventilasi yang memenuhi syarat. c. Pertukaran Udara. Agar pertukaran udara ruang perkantoran dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan upaya sebagai berikut: 1) Untuk ruangan kerja yang ber AC harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai. 2) Ruang ber AC secara periodik harus dimatikan dan diupayakan mendapat pergantian udara secara alamiah dengan cara membuka seluruh pintu dan jendela atau dengan kipas angin. 3) Membersihkan saringan atau filter udara AC secara periodek sesuai ketentuan pabrik. d. Gas Pencemar. Agar kandungan gas pencemar dalam ruangan kerja perkantoran tidak melebihi konsentrasi maksimal, maka perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: 1) Pertukaran udara ruang diupayakan dapat berjalan dengan baik. 2) Ruang kerja tidak berhubungan langsung dengan dapur. 3) Dilarang merokok di dalam ruang kerja. 4) Tidak menggunakan bahan bangunan yang mengeluarkan bau yang menyengat. e. Mikroba. Agar angka kuman di dalam ruang tdak melebihi batas persyaratan, perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut:

1) Keryawan yang menderita penyakit yang ditularkan melalui udara untuk sementara waktu tidak boleh bekerja. 2) Lantai dibersihkan dengan antiseptik. 3) Memelihara sistem ventilasi agar berfungsi dengan baik. 4) Memelihara sistem AC sentral. 3. Limbah a. Limbah padat/sampah Adalah sebuah buangan yang berbentuk padat termasuk buangna yang berasal dari kegiatan perkantoran. 1) Setiap perkantoran harus dilengkapi dengan tempat sampah yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup. 2) Sampah kering dan sampah basah ditampung dalam tempat yang terpisah. 3) Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara yang

memenuhi syarat. 4) Membersihkan ruang dan lingkungan perkantoran minimal 2 (dua) kali sehari. 5) Mengumpulkan sampah kering dan basah pada tempat yang berlainan dengan menggunakan kantong plastik warna hitam. 6) Mengamankan limbah padat sisa kegiatan perkantoran. b. Limbah cair adalah buangan yang berbentuk cair termasuk tinja. 1) Kualitas effluen harus memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau. 3) Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan lebih dahulu sebelum dibuang kelingkungan minimal dengan septik tank. 4. Pencahayaan. a. Jumlah penyinaran pada bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

b.Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux. c. Agar memenuhi persyaratan kesehatan, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: 1) Pencahayaan alam atau buatan diupayakan tidak menimbulkan kesilauan dan memiliki intensitas sesuai dengan peruntukannya. 2) Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu harus sering dibersihkan. 3) Bola lampu yang tidak berfungsi dengan baik segera diganti. 5. Vektor penyakit a. Tata cara pelaksanaan: 1) Pengendalian secara fisika. a) Konstruksi bangunan tidak memungkinkan masuk dan berkembangbiaknya vektor reservoar penyakit kedalam ruang kerja dengan memasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus. b) Menjaga kebersihan lingkungan, sehingga tidak terjadi penumpukan sampah dan sisa makanan. c) Pengaturan peralatan dan arsip secara teratur. d) Meniadakan tempat perindukan serangga dan tikus. 2) Pengendalian dengan bahan kimia. Yaitu dengan melakukan: penyemprotan, pengasapan, memasang umpan, abatesasi pada penampungan air bersih. 6. Ruang dan Bangunan a. Bangunan kuat, terpelihara, bersih, dan tidak memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan. b. Lantai terbuat dari bahan ang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, dan bersih. c. Setiap orang mendapatkan ruang udara minimal 10 m3 / karyawan. d. Dinding bersih dan berwarna terang, permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kedap air.

e. Langit-langit kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 2,50 m dari lantai. f. Atap kuat dan tidak bocor. g. Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya cahaya minimal 1/6 kali luas lantai. 7. Toilet. Toilet karyawan wanita dan pria terpisah. Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban, dan peratusan sesuai dengan jumlah karyawan.

8. Instalasi a. Instalasi adalah penjaringan pipa/kabel untuk fasilitas listrik, air limbah, air bersih, telepon dan lain-lain yang diperlukan untuk menunjang kegiata industri. b. Persyaratan. 1) Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai dengan ketentuan teknis berlaku. 2) Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 m atau lebih tinggi dari bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi dengan penangkal petir. c. Tata cara pelaksanaan

1) Instalasi

untuk

masing-masing

peruntukan

sebaiknya

menggunakan kode warna dan label. 2) Diupayakan agar tidak terjadi hubungan silang dan aliran balik antara jaringan distribusi air limbah dengan menggunakan air bersih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Jaringan instalasi agar ditata sedemikian rupa agar memenuhi syarat estetika. 4) Jaringan instalasi tidak menjadi tempat perindukan serangga dan tikus. 9. Food safety Diluar dari kepmenkes no. 1405/MenKes/SK/XI/2002, maka ada aspek lain yang patut menjadi perhatian kita yaitu food safety, karena: a. Keamanan pangan menjadi issue yang cukup penting di perkantoran, karena semua pekerja setidaknya makan siang di kantor, dengan membeli dari food court yang ada. b. Kemudian adanya petugas cleaning services yang sekaligus bertugas menyediakan makanan dan minuman bagi pekerja, sudah dikatagorikan sebagai foohandler. c. Karena itu seiring dengan tugas tim office hygiene tadi, maka penerapan kepmenkes no. 715/MENKES/SK/V/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi jasaboga perlu mendapatkan perhatian, salah satunya adalah pelatihan bagi foodhandler dan supervisor kantin. 2.4.4 Rekomendasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran dan Laboratorium 1. Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage. 2. Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban.

3. Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja. 4. Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung. 5. Kontrol terhadap kebisingan: a. Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara. b. Di depan pintu ruang rapat diberi tanda harap tenang, ada rapat . c. Dinding isolator khusus untuk ruang genset. 6. Hal-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata ruang. 7. Display unit (tata ruang dan letak): a. Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi. b. Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m?). c. Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan. d. Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik. e. Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya. f. Tempat untuk istirahat dan shalat. g. Pantry dilengkapi dengan lemari dapur. h. Ruang tempat penampungan arsip sementara. i. Workshop station (bengkel kerja). 8. Hygiene dan Sanitasi: c. Ruang kerja
1)

Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.

2)

Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade.

d. Toilet/Kamar mandi
1) 2)

Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair. Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa gambar dll.

3)

Penyediaan bak sampah yang tertutup.

4)

Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin.

e. Kantin 1) Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek, sarung tangan dll). 2) Penyediaan air mengalir dan sabun cair. 3) Lantai tetap terpelihara. 4) Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak menggunakan minyak goreng secara berulang. 5) Penyediaan bak sampah yang tertutup. 6) Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja. 9. Psikososial a. Petugas keamanan ditiap lantai. b. Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan. c. Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh : 1) Budaya nrimo. 2) Sistem pelaporan macet. 3) Ketakutan melaporkan. 4) Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar. d. Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal sebulan sekali. e. Penegakan disiplin ditempat kerja. f. Olah raga di tempat kerja, sebelum memulai kerja. g. Menggalakkan olah raga setiap jumat 10. Pemeliharaan a. Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan memperhitungkan risiko berdasarkan faktorfaktor konsekuensi, pajanan dan kemungkinan terjadinya. b. Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan.

c. Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai. d. Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya

bom/kebakaran/demostrasi/ bencana alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman. 11. Aspek K3 perkantoran (tentang penggunaan komputer) a. Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman : b. Hal-hal yang harus diperhatikan : c. Memanfaatkan kesepuluh jari. d. Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit. e. Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja. f. Lakukan peregangan. g. Sudut lampu 45 derajat. h. Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang. i. Sudut pandang 15 derajat, jarak layar dengan mata 30 50 cm. j. Kursi ergonomis (adjusted chair). k. Jarak meja dengan paha 20 cm l. Senam waktu istirahat. m. Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan

penggunaan komputer disetiap unit kerja. n. Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat poster/leaflet. o. Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal Display)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan komputer. Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi keselamatan karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya. Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun perbandingan dalam rangka

meningkatkan 3.2 Saran

pelaksanaan K3 khususnya diperkantoran.

3.2.1 Dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat dianjurkan untuk menerapakan semua sistem K3 dengan sebaik mungkin,karena ini menyangkut nyawa seseorang sehingga dapat dilindungi dari hal-hal yang tidak diharapkan (seperti kematian). 3.2.2 Untuk mengetahui keseluruhan tentang bagaimana sebenarnya

penerapan K3 dalam perkantoran penulis menyarankan untuk terjun langsung kelapangan untuk melihat penggunaanya.

DAFTAR PUSTAKA Awanukaya. 2012. Hal-hal yang Berhubungan dengan Pelaksanaan K3 Perkantoran. [Terhubung berkala]: http://www.awanukaya.com/2012/09/ hal-hal-yang-berhubungan-dengan-pelaksanaan-k3-perkantoran.html. Diakses tanggal 28 September 2013. Blum, Beskrajna noc Moli. 1981. aplikasi keselamatan dan kesehatan kerja(K3). Bandung: Rosda karya. Fero. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). [Terhubung berkala]: http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-NonDegree-22832BAB%20II_fero.pdf. Diakses tanggal 28 September 2013. Generousdi. Dinar, D. D. 2004. Peranan Ahli K3 dalam Mendorong Efektifitas Pengawasan K3 Sangat Penting dan Strategis. Jurnal Teknik Mesin. [Terhubung berkala]: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JTM/article/ view/340/340. Diakses tanggal 28 September 2013. Kusuma, Jati, Ibrahim. 2010. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang. Jurnal kesehatan dan keselamatan Kerja. [Terhubung berkala]: http://eprints.undip.ac.id/26498/2/Jurnal.pdf. Diakses tanggal 28 September 2013. Syaaf, Masruri, Fathul. 2008. Analisa Perilaku Tenaga Kerja dalam Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Skripsi. [Terhubung berkala]: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126237-S-5263Analisis%20perilaku-Literatur.pdf. Diakses tanggal 28 September 2013. Triadityo, Y. D. 2008. Hubungan Antara Keselamatan Kerja Dengan Semangat Kerja Karyawan Bagian Produksi Cahaya Timur Offset Yogyakarta. Skripsi. [Terhubung berkala]: http://www.uadjournal.com/index.php/EMPATHY/article/viewFile/1594/944. Diakses tanggal 28 September 2013. Uhud, Annasyiatul. dkk. 2008. Buku Pedoman Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Praktek dan Praktikum. [Terhubung berkala]: http://fkg.unair.ac.id/filer/buku%20pedmn%20K3PSTKG.pdf. Diakses tanggal 28 September 2013. Yulini, Emma (2002). Introduction to Office Hygiene (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). [Terhubung berkala]: http://www.phitagoras.co.id. Diakses tanggal 28 September 2013.

Anda mungkin juga menyukai