Anda di halaman 1dari 118

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat yang dapat melindungi dari
kecelakaan kerja sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, dan dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh yang merusak lingkungan. Pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.

Keselamatan dan kesehatan kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala


kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan ternaga
kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat


kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut segenap
proses produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Salah satu aspek penting
sasaran keselamatan kerja, mengingat resiko bahayanya adalah penerapan
teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir.

Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja. Keselamatan kerja
adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja , dan masyarakat pada umumnya.
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga

1
2

oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih
dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan
disertai kerugian materil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai
kepada yang paling berat dan tidak diinginkan.

Upaya penerapan K3 di tempat bekerja perlu diperhatikan. Untuk itulah kami


mengadakan observasi lapangan di Industri pesawat PT. DIRGANTARA
INDONESIA untuk mengamati sejauh mana penerapan K3 yang sudah
dilaksanakan.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah K3.


2. Untuk mengetahui Penerapan K3 di PT. Dirgantara Indonesia kususnya di
Departemen Produksi dan Manufaktur.
3. Untuk menganalisis Limbah Cairan Coolant dan Beram/Chips.
4. Untuk mengetahui cara penanggulangan limbah yang dihasilkan.
5. Dapat menurunkan terjadinya kecelakaan pada pekerja Produksi dan
Manufaktur.
6. Untuk mengetahui cara kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja agar
sesuai dengan tujuan yang diharapkan pada masing-masing Departemen.
7. Dapat meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya penerapan K3 di
Industri

1.3 Sistemasi Penulisan

Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang penulisan, maksud dan tujuan,
ruang lingkup, teknik pengumpulan data, metodologi penelitian, tempat dan waktu
pelaksanaan dan sistematika penulisan.
3

b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisikan tentang pengkajian teori dari berbagai sumber yang
berhubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

c. BAB III Gambaran Objek


Bab ini berisiskan pembahasan lebih rinci mengenai objek yang diteliti
dimulai dari sejarah atau profil objek, proses produksi yang dilakukan oleh objek
tersebut, hingga gambaran atau kondisi K3 saat ini kaitannya dengan objek yang
diteliti.

d. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Bab ini berisikan anaslis dan pembahasan mengenai objek yang diteliti.
Analisis dan pembahasan tersebut diantaranya penelitian limbah yang dihasilkan
serta dampak dari objek yang diteliti.

e. BAB V KESIMPULAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang didalamnya terdapat
kesimpulan serta saran dari penulis.

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


 Lokasi : PT. DIRGANTARA INDONESIA
 Alamat : Jl. Pajajaran No. 154 Bandung, 40174
Jawa Barat
 Waktu Perlaksanaan : 26 Maret 2015 – 29 April 2015
4

1.5 Metodologi Penelitian

Mulai

1. Survei Lapangan
2. Studi Literatur
3. Pengumpulan
Data

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

Gambar 1.1 Flowchart Metodologi Penelitian


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori dan Kasus Keselamatan Kerja


Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Terdapat beberapa pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) yang dapat diambil dari beberapa sumber, di antaranya ialah pengertian dan
definisi K3 menurut Filosofi, menurut Keilmuan serta menurut standar OHSAS
18001:2007.
Berikut adalah pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) tersebut:

2.1.1 Filosofi (Mangkunegara) :


Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta
hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.

2.1.2 Keilmuan :
Semua Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran
lingkungan.

2.1.3 OHSAS 18001:2007 :


Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung
dan tamu) di tempat kerja.

- Definisi OHSAS 18001:2007


OHSAS 18001:2007 adalah suatu standar internasional untuk Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang bertujuan untuk
6

mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada setiap proses kerja di
tempat kerja.
OHSAS 18001 menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3
termasuk kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang diterapkan pada
setiap aktifitas dan mengenali adanya bahaya-bahaya yang timbul.
Organisasi yang mengimplementasi OHSAS 18001:2007 memiliki
struktur manajemen yang terorganisasikan dengan wewenang dan tanggung-jawab
yang tegas, sasaran perbaikan yang jelas, hasil pencapaian yang dapat diukur dan
pendekatan yang terstruktur untuk penilaian risiko.
Demikian pula, pengawasan terhadap kegagalan manajemen, pelaksanaan
audit kinerja dan melakukan tinjauan ulang kebijakan dan sasaran K3.

Manfaat

Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja guna mencegah/mengurangi risiko


kecelakaan dan penyakit akibat kerja melalui pendekatan system:

a. Mengurangi biaya operasional dengan meminimalkan kehilangan waktu kerja


karena kecelakaan dan penurunan kesehatan serta mengurangi biaya
kompensasi hukum.
b. Meningkatkan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, dengan
perlindungan pada kesehatan dan properti karyawan, para pelanggan dan
rekanan.
c. Persyaratan kepatuhan hukum.
d. Meningkatkan reputasi bisnis organisasi dengan adanya verifikasi pihak
ketiga yang independen pada standar yang diakui.

2.2 Teori Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2.2.1 Pengertian Kesehatan


Pengertian Kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
7

sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan
adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan
hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”
Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan,
mengatakan bahwa pengertian kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan
sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep positif menekankan
sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.
Pengertian Kesehatan Menurut Undang-Undang adalah:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya
kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna. Pemeliharaan kesehatan
adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan
dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak
secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan
berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan
pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para
koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi
pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela
terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.
8

Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat
Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau
perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan
Jamsostek.
Golongan masyarakat yang dianggap ‘teranaktirikan’ dalam hal jaminan
kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam
pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam
manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia,
tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri

2.2.2 Pengertian Keselamatan


Keselamatan adalah suatu keadaan aman, dalam suatu kondisi yang aman
secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politis, emosional, pekerjaan, psikologi,
ataupun pendidikan dan terhindar dari ancaman terhadap faktor-faktor tersebut.
Untuk mencapai hal ini, dapat dilakukan perlindungan terhadap suatu kejadian
yang memungkinkan terjadinya kerugian ekonomi atau kesehatan.

Jenis-jenis Keselamatan
Perlu dilakukan pembedaan antara produk yang memenuhi standar, yang
aman, dan yang dirasakan aman. Pada umumnya, terdapat tiga jenis keadaan:
a. Keselamatan normatif digunakan untuk menerangkan produk atau
desain yang memenuhi standar desain.
b. Keselamatan substantif digunakan untuk menerangkan pentingnya
keadaan aman, meskipun mungkin tidak memenuhi standar.
c. Keselamatan yang dirasakan digunakan untuk menerangkan keadaan
aman yang timbul dalam persepsi orang. Sebagai contoh adalah
anggapan aman terhadap keberadaan rambu lalu lintas. Namun, rambu-
rambu ini dapat menyebabkan kecelakaan karena menyebabkan
pengemudi kendaraan gugup.
9

2.2.3 Pengertian Kerja


Kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi,
sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Kerja dapat juga di artikan
sebagai pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
mencapai tujuan tertentu. Menurut Dr. Franz Von Magnis di dalam Anogara
(2009 : 11), pekerjaan adalah “kegiatan yang direncanakan”. Sedangkan Hegel di
dalam Anogara (2009 : 12) menambahkan bahwa “inti pekerjaan adalah kesadaran
manusia”.
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pekerjaan memungkinkan
orang untuk dapat menyatakan diri secara objektif kedunia ini, sehingga ia dan
orang lain dapat memandang dan memahami kebenaran dirinya. Menurut Camus
di dalam http://dhimaskasep.files.wordpress.com, “tanpa bekerja hidup akan
terasa tidak enak, pekerjaan yang tidak berarti membuat hidup tidak bergairah dan
kerja merupakan sesuatu yang diinginkan oleh manusia”. Henderson di dalam
http://dhimaskasep.files.wordpress.com menambahkan bahwa, “manusia perlu
bekerja dan ingin bekerja serta pekerjaan yang berarti memberikan dampak fisik
dan emosi”.

Ada beberapa jenis pekerja yaitu:


a. Workaholic yaitu orang yang kecanduan kerja, sangat terikat pada pekerjaan
dan tidak bisa berhenti bekerja.
b. Workshy yaitu orang yang malas bekerja, tidak mau melakukan pekerjaan, dan
pekerjaan sesuatu yang menjijikan.
c. Work Tolerant yaitu orang yang bekerja sesedikit mungkin untuk
mendapatkan hasil yang maksimum dan memandang pekerjaan sebagai
sesuatu yang tidak disenangi tetapi harus dilakukan.

Menurut Benneth di dalam http://dhimaskasep.files.wordpress.com, orientasi


manusia dalam bekerja adalah sebagai berikut:
a. Orientasi Ekonomi (Instrumental) yaitu pekerja memandang pekerjaan dari
sudut uang yang didapat.
b. Orientasi Sosial (Relasional) yaitu pekerajaan sebagai suatu lingkungan sosial
10

yang didominasi oleh hubungan interpersonal/ loyalitas personal.


c. Orientasi Psikologis (Personal) yaitu pekerja mengembangkan diri dan
memenuhi kebutuhannya dari pekerjaan yang dilakukan.

Selanjutnya, Dr. May Smith di dalam Anogara (2009 : 12) menyatakan bahwa
“tujuan kerja adalah untuk hidup”. Dengan demikian, mereka yang menukarkan
kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kebutuhan hidup, berarti bekerja.

2.2 Peraturan dan Regulasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Dasar Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja

a. UUD 1945 Pasal 27 ayat (2)


“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.”

b. UU. No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan pokok ketenagakerjaan


Pasal 9 : Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja, serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral agama.

Pasal 10 : Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang


meliputi Norma keselamatan kerja, Norma kesehatan kerja
dan Higiene perusahaan, Norma kerja dan Pemberian ganti
rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam kecelakaan kerja

c. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja


Undang-Undang No.1 tahun 1970 ini disebut “Undang-Undang
Keselamatan Kerja”. Hal ini dapat dilihat dari judulnya.
Di samping itu secara tegas pasal 18 Undang-Undang ini
menetapkan nama dan penyebutannya. Walaupun namanya Undang-
Undang Keselamatan Kerja akan tetapi materi yang diatur di dalamnya
termasuk kesehatan kerja.
11

Undang-Undang No. 1 tahun 1970 ini mulai berlaku sejak tanggal


ditetapkan, yaitu tanggal 12 Januari 1970. Tanggal tersebut kemudian
ditetapkan sebagai Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, juga
merupakan dasar penetapan dimulainya Kampanye Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Nasional, yang diteruskan menjadi Gerakan Nasional
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Bagian-bagian Undang-Undang No. 1 tahun 1970


Seperti halnya peraturan perundang-undangan lainnya maka UU No. 1
tahun 1970 mempunyai bagian-bagian pokok sebagai berikut :
Pembukaan, berisi pertimbangan-pertimbangan dikeluarkannya UU No.1 tahun
1970 dan dasar hukumnya. Di dalam pertimbangan sebenarnya telah tersirat
tujuan dari upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yaitu sebagai aturan untuk
menjamin hak tenaga kerja mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam
melakukan pekerjaan, juga keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja,
disamping menjamin setiap sumber produksi agar dapat dipergunakan secara
aman dan efisien.
Batang tubuh, berisikan ketentuan materinya yang dikelompokan dalam 10 bab
dan 14 pasal.
Penutup, berisikan ketentuan tentang sanksi dan pasal peralihan. Bagian ini
terdiri dari 1 bab dan 4 pasal.

Latar Belakang dikeluarkannya UU No.1 tahun 1970


Sebelum dikeluarkanya Undang-Undang No.1 tahun 1970 di Indonesia
sebenarnya sudah terdapat peraturan yang mengatur tentang keselamatan kerja
yaitu Veiligheids Reglement (VR) Stbl.406 tahun 1910 sebagai warisan dari
pemerintah HIndia Belanda, perkembangan yang terjadi di masyarakat, peraturan
tersebut dinilai tidak sesuai lagi dan perlu diadakan perubahan.
Hal-hal yang mendasar tentang ketidaksesuaian dimaksud antara lain
meliputi :
Veiligheids Reglement Stbl.406 tahun 1910 (VR) dinilai tidak sesuai dengan
perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja yaitu dengan berlakunya UU
12

No. 14/1969 dimana dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa setiap tenaga
kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatannya.

Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya terbatas pada


tenaga kerja yang bekerja di pabrik dan bengkel saja sebagaimana diatur dalam
VR, akan tetapi setiap orang yang berada di tempat kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerjanya.

Pasal 1 Ayat 2
Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
Penjelasan Praktis : Ciri-ciri pengurus, adalah mempunyai kewajiban dan
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua ketentuan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di tempat kerjanya.
Pengurus dalam pengertian umum adalah pucuk pimpinan suatu tempat
kerja yang berdiri sendiri.

Pasal 1 Ayat 3
Pengusaha adalah :
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja.
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan suatu usaha
bukan miliknya dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja ;
c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di
luar Indonesia.

Penjelasan Praktis :
Pengertian pengusaha, adalah lain dengan pengertian pengurus.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas yaitu kalau pengurus adalah pimpinan
tempat kerja sedangkan pengusaha adalah orang atau badan hukum yang memiliki
atau mewakili pemilik suatu tempat kerja. Bisa saja pengusaha dan pengurus suatu
13

tempat kerja adalah satu orang, yaitu terutama pada perusahaan-perusahaan


berskala kecil.

Pasal 1 Ayat 4
“Direktur adalah Pejabat yang ditunjuk leh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-Undang ini.”

Penjelasan Praktis :
Pengertian Direktur, dinyatakan cukup jelas seperti tertulis pada bunyi
ayat ini, tetapi untuk menghindarkan penafsiran yang keliru perlu dijelaskan lebih
lanjut bahwa dalam prakteknya yang disebut Direktur adalah Direktur Jendral
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan.

Pasal 1 Ayat 5
“Pegawai Pengawas” adalah pegawai teknis bekeahlian khusus dari Depnaker
yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

Penjelasan Praktis :
Berkeahlian Khusus, artinya menguasai pengetahuan dasar dan praktis
pada bidang keilmuan yang menyangkut perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam mengantisipasi bahaya kerja karena mesin, peralatan, lingkungan dan
lain-lain.
Keahlian Khusus yang dimakud misalnya ahli K3 listrik, ahli K3 Pesawat
Uap, ahli K3 radiasi, ahli K3 kimia, ahli K3 Penyelaman, ahli K3 Kesehatan
Kerja, yang hanya dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Oleh karena itu
untuk dapat menjadi pegawai pengawas harus terlebih dahulu mengikuti
pendidikan tertentu.
Dalam perkembangannya, pengawas keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan bagian atau spesialisasi tersendiri dari sistem pengawasan
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menaker No. 03 tahun
1984.
14

Pasal 1 Ayat 6
Ahli Keselamatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar
Depnaker yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang-undang ini.

Penjelasan Praktis :
Rumusan pengertian Ahli Keselamatan Kerja, pada ayat tersebut tercakup
juga Ahli Kesehatan Kerja. Dari rumusan tersebut perlu dimengerti bahwa untuk
pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1970, Disnaker dapat
melibatkan tenaga teknis dari luar Disnaker, baik yang berada di instansi/lembaga
pemerintah maupun swasta yang memenuhi persyaratan, sebagaimana ditetapkan
didalam Permen Tenaga Kerja No. 02/MEN/1992.
Latar belakang pemikiran atau konsep tersebut adalah karena Disnaker
tidak mungkin mampu membentuk pegawai pengawas dalam jumlah maupun
kemampuan dalam berbagai bidang keahlian seperti contoh diatas tadi sesuai
dengan perkembangan teknologi, walaupun pengawasan terhadap pelaksanaan
UU No. 1 tahun 1970 dapat dilakukan oleh tenaga dari luar Disnaker, namun
Kebijaksanaan Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja tetap berada pada
Menteri Tenaga Kerja.

Catatan :
Didalam ayat (5) dan (6) disebutkan bahwa yang mengangkat baik
pegawai pengawas maupun ahli keselamatan kerja adalah Menaker, akan tetapi
dalam pelaksanaannya diangkat oleh Dirjen Binawas sesuai keputusan Mentri
Tenaga Kerja, Trasmigrasi dan Kopersi No. Kep. 599/MEN/SJ/D/1979.

Pasal 2 Ayat 1
Yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
15

Penjelasan Praktis :
Didalam ayat ini ditetapkan ruang lingkup UU No.1 tahun 1970, yaitu
tempat kerja dimanapun berada, selama dalam wilayah kekuasaan negara
Republik Indonesia, baik milik swasta,perseorangan atau badan hukum maupun
milik pemerintah, yang memenuhi kriteria seperti tersebut dalam pasal 1 ayat (1).
Tempat kerja tersebut mencakup semua tempat kegiatan usaha baik yang bersifat
ekonomis maupun sosial. Tempat kerja yang bersifat sosial seperti ;
a. Bengkel tempat untuk pelajaran praktek.
b. Tempat rekreasi.
c. Rumah Sakit.
d. Tempat ibadah.
e. Tempat berbelanja dan pusat hiburan .

Pasal 2 Ayat 2
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja
dimana : ( huruf a s.d. r ) :

Penjelasan Praktis :
Ayat ini merinci jenis tahapan kegiatan dalam tempat-tempat kerja yang
termasuk pengertian tempat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) yaitu butir a s.d.
r dimana di dalamnya terdapat bahaya kerja yang berhubungan dengan :

1. Keadaan mesin/ alat/ bahan


2. Lingkungan kerja
3. Sifat pekerjaan
4. Cara kerja
5. Proses produksi

Pasal 2 Ayat 3
Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja,
ruang-ruang atau lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau
16

kesehatan yang bekerja dan yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat
dirubah rincian tersebut dalam ayat (2).

Penjelasan Praktis :
Ayat ini memberikan kemungkinan untuk mengatur tempat kerja selain
yang telah ditetapkan dan mempunyai ciri-ciri di atas dalam penetapan ruang
lingkup UU No. 1 Tahun 1970 ini.
Sebab dimungkinkan untuk waktu yang akan datang ditemukan tempat
kerja baru selain yang terinci pada ayat (2).

Pasal 3 Ayat 1
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

Penjelasan Praktis :
Ayat ini berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai melalui persyaratan-
persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan pelaksanaan UU No. 1 tahun 1970
yaitu butir (a s.d. r) yang bilamana diambil intisarinya adalah untuk mewujudkan
tujuan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal 3 Ayat 2
Dengan peraturan perundangan dapat diubah rincian seperti tersebut dalam
ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini merupakan usaha yang memungkinkan untuk menambah rincian
dari apa yang telah ditetapkan pada ayat (1) sesuai dengan perkembangan teknik
dan teknologi serta penemuan-penemuan baru di kemudian hari.
17

Pasal 4 Ayat 1
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini menegaskan bahwa syarat atau ketentuan keselamatan dan
kesehatan kerja ditetapkan sejak tahap perencanaan, pembuatan, pemakaian.
Dari ayat ini pula terlihat sifat preventif UU ini dan merupakan salah satu
perbedaan yang bersifat prinsipil bila dibandingkan dengan UU yang
digantikannya.

Pasal 4 Ayat 2
Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup
bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,
pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini menjelaskan isi dari setiap ketentuan atau syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yaitu akan berisi prinsip-prinsip teknis ilmiah yang mengatur
tentang konstruksi, bahan dan lain sebagainya.

Pasal 4 Ayat 3
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut
dalam ayat (1) dan (2), dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang
18

berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini merupakan kekecualian ayat (1) dan (2) apabila terjadi
perkembangan-perkembangan di kemudian hari.

Pasal 5 Ayat 1
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-Undang ini,
sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang ini dan
membantu pelaksanaannya

Penjelasan Praktis :
Ayat ini menjelaskan tugas pokok Direktur yaitu sebagai pelaksana umum
UU No. 1 tahun 1970 dan tugas pokok pegawai pengawas serta ahli keselamatan
kerja yaitu mengawasi langsung terhadap ditaatinya UU ini dan peraturan
pelaksananya.

Pasal 5 Ayat 2
Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja dalam melaksanakan UU ini diatur dengan peraturan
perundangan.

Pasal 6
(1) Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan
permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2) Tata cara permohonan banding, susunan panitia banding dan lain- lainnya
ditetapkan oleh menteri Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
19

Penjelasan Praktis :
Pasal ini mengatur tentang Panitia Banding yaitu sebagai upaya hukum
dan mekanisme penyelesaian persoalan apabila pengurus tempat kerja tidak dapat
menerima putusan direktur . Keputusan Panitia Banding tidak dapat diajukan
banding lagi artinya mengikat. Susunan Panitia Banding akan ditetapkan oleh
Menteri Tenaga Kerja .

Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-Undang inipengusaha harus
membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan
peraturan perundangan.

Penjelasan Praktis :
Pasal ini mengatur kewajiban pengusaha untuk membayar retribusi yaitu
sejumlah uang sebagai imbalan jasa pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah.
(Perda Kota Bandung No. 19 Tahun 2002 tentang Retribusi Ketenagakerjaan) *
* Tidak diberlakukan.

Pasal 8 Ayat 1
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini menetapkan kewajiban pengurus untuk memeriksakan kesehatan
badan, kondisi mental dan kesehatan fisik baik secara awal bagi tenaga kerja yang
baru diterimanya ataupun dipindahkan ke tempat/bagian lain.
Ayat ini menghendaki penyesuaian kemampuan fisik dan mental tenaga
kerja dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mendapatkan produktivitas
yang tinggi dan menghargai harkat dan martabat tenaga kerja.
20

Pasal 8 Ayat 2
Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha
dan dibenarkan oleh Direktur.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini menjelaskan disamping untuk mengetahui kemampuan fisik dan
mental tenaga kerja, pemeriksaan kesehatan secara berkala ini juga bertujuan
untuk mendeteksi secara dini timbulnya penyakit akibat kerja.
Ketentuan ini juga menunjukkan sifat preventif dari UU ini dan menjamin
adanya usaha perlindungan di bidang kesehatan dilakukan secara profesional dan
bertanggung jawab.

Pasal 8 Ayat 3
Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.

Penjelasan Praktis :
Pengujian kesehatan terutama untuk pemeriksaan kesehatan baik awal
maupun secara berkala dilakukan sesuai dengan lingkungan tempat kerja dimana
tenaga kerja tersebut akan ditempatkan.

Pasal 9 Ayat 1
Pengurus diwajibkan menunjukan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang :
a. kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya.
b. semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya.
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
21

Penjelasan Praktis :
Kewajiban pengurus untuk melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja baru
yaitu menunjukan dan menjelaskan 4 (empat) hal pokok tersebut diatas yang
harus dipahami, diketahui dan dilaksanakan oleh tenaga kerja yang baru diterima
sebelum dipekerjakan.

Pasal 9 Ayat 2
Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan
setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat
tersebut diatas.

Penjelasan Praktis :
Inti dari ayat ini adalah pengurus tidak dapat mempekerjakan tenaga kerja
yang baru diterima sebelum tenaga kerja yang bersangkutan memahami 4 hal
dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 9 Ayat 3
Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

Penjelasan Praktis :
Pengurus juga wajib melakukan pembinaan bagi tenaga kerjanya secara
berkala tentang :
a. Pencegahan kecelakaan
b. Pemadaman kebakaran
c. Pertolongan pertama pada kecelakaan
d. Hal-hal lain dalam rangka peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerjanya.
22

Pasal 9 Ayat 4
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankannya.

Penjelasan Praktis :
Inti dari ayat ini adalah pengurus harus terus secara berkesinambungan
untuk melaksanakan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.

Pasal 10 Ayat 1
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna mengembangkan kerjasama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi.

Penjelasan Praktis :
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kepentingan dan kewajiban
semua pihak, khususnya pengurus dan tenaga kerja. Menteri berwenang
membentuk P2K3 pada tempat-tempat kerja tertentu, sebagai wadah guna
memperkembangkan kerjasama, saling pergertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, serta dalam rangka
melancarkan usaha produksi.

Pasal 10 Ayat 2
Susunan P2K3, tugas dan lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
23

Penjelasan Praktis :
Dalam ayat ini disebutkan bahwa susunan, tugas dan lain-lainnya yang
berkaitan dengan P2K3 akan ditetapkan oleh Menaker. Untuk itu telah diatur
dalam Peraturan Menteri sebagaimana tersebut diatas, No. 04/Men/1987.

Pasal 11 Ayat 1
Pengurus wajib melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga kerja

Pasal 11 Ayat 2
Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud
dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

Penjelasan Praktis :
Pasal ini menetapkan kewajiban pengurus untuk mencatat dan melaporkan
kecelakaan yang membawa korban dan terjadi ditempat kerja yang dipimpinnya.
Namun demikian untuk upaya pencegahan kecelakaan yang serupa maka
pengurus juga diwajibkan mencatat dan menganalisa kecelakaan-kecelakaan yang
tidak membawa korban manusia disamping kecelakaan yang membawa korban.

Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan.
d. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan, diragukan olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus
24

ditentukan oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih


dapat dipertanggungjawabkan.
e. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.

Penjelasan Praktis :
Didalam pasal ini secara jelas dan tegas diatur kewajiban dan hak tenaga
kerja. Oleh karena itu, apabila tenaga kerja tidak melaksanakan kewajibannya atau
mentaati syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikenakan sanksi
hukum sesuai dengan pasal 15 Undang-undang No. 1 tahun 1970.

Pasal 13
Barangsiapa akan memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan mentaati
semua petunjuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan memakai alat-alat
perlindungan yang diwajibkan.

Penjelasan Praktis :
Menetapkan bahwa siapapun dalam hal ini orang lain selain tenaga kerja
akan memasuki suatu tempat kerja harus mentaati dan melaksanakan ketentuan
yang berlaku bagi tempat kerja tersebut, termasuk pemakaian alat pelindung diri
yang diwajibkan.

Pasal 14 Ayat 2
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sesuai Undang-Undang ini dan
semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan
kerja.
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinya, semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-
25

tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pengawas atau ahli
keselamatan dan kesehatan keja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.

Penjelasan Praktis :
Pasal ini menetapkan kewajiban pengurus untuk secara tertulis
menempatkan Undang-Undang No.1 tahun 1970 dan peraturan-peraturan lain dan
gambar-gambar keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan jenis dan
sifat pekerjaan pada tempat kerja yang bersangkutan. Bahan-bahan tersebut
dimaksudkan sebagai bahan pembinaan dan peringatan bagi siapapun yang berada
ditempat kerja tersebut, disamping itu pengurus wajib menyediakan alat
perlindungan diri secara cuma-cuma bagi siapapun yang memasuki tempat kerja.

Pasal 15 Ayat 1
Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.

Penjelasan Praktis :
Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa sebagian besar ketentuan yang ada
didalam Undang-Undang No.1 tahun 1970 masih bersifat pokok yang masih perlu
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 Ayat 2
Peraturan Perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman
pidana.
26

Penjelasan Praktis :
Menetapkan sanksi bagi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 1
tahun 1970 dan peraturan pelaksanaannya, yaitu :
a. Hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan, atau
b. Denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Pasal 15 Ayat 3
Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Penjelasan Praktis :
Adalah mengklasifikasikan pelanggaran dimaksud sebagi tindakan pidana
pelanggaran.

Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada
pada waktu Undang-Undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan didalam satu
tahun sesudah Undang-Undang ini mulai berlaku , untuk memenuhi ketentuan-
ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-Undang ini.

Penjelasan Praktis :
Pasal ini diwajibkan kepada pengusaha untuk memenuhi ketentuan
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 paling lama (satu) tahun setelah Undang-
Undang No. 1 tahun 1970 diundangkan, yaitu tanggal 12 Januari 1970.

Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam
Undang-Undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang
keselamatan kerja yang ada pada waktu undang- undang ini berlaku, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
27

Penjelasan Praktis :
Merupakan pasal yang mengatur tentang peralihan yaitu memberlakukan
kembali semua peraturan perundangan yang telah ada selama tidak bertentangan
dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 ini, antara lain :
a. Peraturan Khusus.
b. Undang-Undang dan Peraturan Uap.
c. Undang-Undang dan Peraturan Petasan
d. Undang-Undang dan Peraturan Rel Industri.
e. Undang-Undang dan Peraturan Timah Putih Kering.

Pasal 18
Undang-Undang ini disebut “Undang-Undang Keselamatan Kerja.”

Penjelasan Praktis :
Menetapkan nama pemyebutan dari Undang-Undang No. 1 tahun 1970,
yaitu Undang-Undang Keselamatan Kerja dan mulai berlaku pada hari
diundangkannya dalam lembaran negara R.I. No. 1 tanggal 12 Januari 1970.

UU. No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan


Pasal 89 :
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselengarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja

2.2.1 Tujuan Adanya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Industri


Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan
iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik
kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus
dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh
Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006), tujuan dari
28

dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mengurangi


biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja. Menurut Ernawati (2009), tujuan program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah:

 Melindungi para pekerja dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang


mungkin terjadi akibat kecerobohan pekerja. 
 Memelihara kesehatan para pekerja untuk memperoleh hasil pekerjaan
yang optimal. 
 Mengurangi angka sakit atau angka kematian diantara pekerja. 
 Mencegah timbulnya penyakit menular dan penyakit-penyakit lain yang
diakibatkan oleh sesama pekerja. 
 Membina dan meningkatkan kesehatan fisik maupun mental. 
 Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. 
 Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Roy Erickson (2009) menjelaskan, secara singkat tujuan dari


diselenggarakannya program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
sebagai berikut:
1. Memelihara lingkungan kerja yang sehat.
2. Mencegah dan mengobati kecelakaan yang diakibatkan oleh pekerjaan
sewaktu bekerja. Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari
kerja.
3. Memelihara moral, mencegah dan mengobati keracunan yang timbul kerja.
4. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan.
5. Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.

Malthis dan Jackson (2002) menyebutkan, keselamatan kerja merujuk pada


perlindungan terhadap kesejahteraan seseorang, dan tujuan utama keselamatan
kerja di perusahaan adalah mencegah kecelakaan atau cedera yang terkait dengan
pekerjaan. Rizky Argama (2006) menjelaskan bahwa keselamatan kerja bertujuan
29

untuk menyelamatkan kepentingan ekonomis perusahaan yang disebabkan


kecelakaan, untuk selanjutnya menyelamatkan para pekerja serta mencegah
terjadinya kecelakaan di tempat kerja, dengan cara menciptakan keamanan di
tempat kerja. Menurut Suma’mur (1981), tujuan keselamatan kerja adalah:

1. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-
baiknya.
3. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
5. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
kerja.
7. Agar pegawai merasa aman
dan terlindungi dalam bekerja.

2.3 Tinjauan Umum Mengenai Masalah yang Timbul Akibat Kerja

2.3.1 Studi-studi Industri Kasus

A. Pengertian Insiden, Kecelakaan, Nearmiss dan Keadaan Darurat

Dalam standar OHSAS 18001:2007 dijabarkan beberapa definisi


(pengertian) mengenai Insiden, Kecelakaan Kerja dan juga Nearmiss(hampir
celaka). Ketiga istilah di atas memiliki pengertian, arti dan definisi berbeda
sebagaimana hal berikut di bawah :
Pengertian (Definisi) Insiden ialah kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan
dimana cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat
terjadi. Termasuk insiden ialah keadaan darurat.
30

Pengertian (Definisi) Kecelakaan Kerja ialah insiden yang menimbulkan


cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Nearmiss ialah insiden yang tidak menimbulkan
cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak
diduga (terduga) yang memerlukan penanganan segera supaya (agar) tidak terjadi
kecelakaan.

B. Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan
kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah
karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.
Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain :
silicosis (karena paparan debu silica), asbestosis (karena paparan debu asbes), low
back pain (karena pengangkutan manual), white finger syndrom (karena getaran
mekanis pada alat kerja), dsb.

Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja (PAK) antara lain :


- Biologi(Bakteri, Virus Jamur, Binatang, Tanaman)
- Kimia (Bahan Beracun dan Berbahaya/Radioaktif)
- Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan, Cahaya)
- Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang, Pengangkutan Manual)
- Psikologi (Stress, dsb).
Untuk mencegah penyakit akibat kerja dapat dilakukan berbagai upaya antara
lain:
- Pemeriksaan Kesehatan Berkala.
- Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
- Pelayanan Kesehatan.
- Penyedian Sarana dan Prasarana serta perbaikan tempat kerja yang
lebih nyaman.
31

C. Macam-macam Kecelakaan Akibat Kerja

1) Penggunaan bahan kimia


Bahan kimia ada yang beracun dan ada yang tidak beracun. Bahan kimia
yang beracun dapat memengaruhi kesehatan seseorang karena bahan kimia dapat
masuk ke dalam tubuh melalui hidung (menghirup gas kimia), kulit (terserap
melalui kulit/mata), mulut (secara tidak sengaja menelan bahan kimia yang
tercampur ke dalam makanan, minuman).

a. Gejala orang yang terpapar bahan kimia


Beberapa contoh gejala orang yang terpapar bahan kimia, yaitu :
 Kepala pusing dan mengantuk, biasanya disebabkan oleh pelarut, cat, ozon
dan asap ( termasuk rokok ).
 Mata merah, berair, gatal, biasanya disebabkan oleh asap, gas, uap
beracun, dan cairan pembersih.
 Perut mual, muntah, dan sakit perut, biasanya disebabkan oleh debu
logam, pelarut, cat, menghirup timbal dalam waktu lama.
 Kulit merah, kering, dan gatal, biasanya disebabkan oleh pelarut, radiasi,
nikel, detergen, cat, dan cairan pembersih.

b. Upaya antisipasi penanganan


Upaya antisipasi penanganan terhadap bahan kimia, antara lain :
- Departemen tenaga kerja di Indonesia mewajibkan perusahaan untuk
memiliki lembar data tentang keselamatan pengguanaan bahan kimia
- Para tenaga kerja diberi informasi atau penyuluhan mengenai bahan
kimia dan bahayanya
- Membaca peringatan yang ada di label bahan kimia
- Merawat dan memelihara sarana kerja dari efek bahan kimia

c. Upaya penanganan
Upaya penanganan jika memperlihatkan gejala keracunan bahan kimia, harus
32

diketahui atau dicari dulu penyebab bahan kimianya dari jenis apa. Berilah
pertolongan pertama jika tahu cara menanganinya, jika tidak tahu maka sebaiknya
pasien secepatnya dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2) Kebisingan
Yang dimaksud kebisingan disini ialah tingkat suara yang ada di tempat kerja
terlalu keras, sehingga dapat mengganggu dan merusak pendengaran. Kebisingan
yang keras dapat menyebabkan hal-hal yang buruk bagi pekerja, misalnya,
pendengaran menjadi terganggu untuk sementara atau bahkan menjadi tuli,
pusing, kantuk, tekanan darah tinggi, dan depresi sehingga ketika ada alarm tanda
bahaya pekerja tidak mendengarnya.
a) Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penangananya terhadap kebisingan yaitu :
- Peralatan yang akan menimbulkan kebisingan dirawat secara teratur
oleh tenaga kerja yang ahli di bidang ini
- Tenaga kerja menggunakan pelindung berupa tutup telinga

b) Upaya penanganan
Upaya penanganan yang dilakukan, yaitu :
- Peralatan yang telah rusak sehingga menyebabkan kebisingan harus
secepatnya diperbaiki. Jangan menunggu hingga peralatan sudah
rusak parah, baru diperbaiki
- Pekerja beristirahat, jika keadaanya parah maka segera bawa ke
rumah sakit

3) Bahaya listrik
Setiap perusahaan tentunya menggunakan listrik, baik untuk penerangan
maupun untuk mengoperasionalkan pekerjaan. Biasanya, penggunaan arus
listrik di perusahaan lebih besar daripada di rumah. Arus listrik yang besar
perlu diwaspadai, karena berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan.
Kecelakaan akibat terkena sengatan listrik ini dapat menimbulkan luka bakar,
jatuh, bahkan kematian
33

a) Upaya antisipasi penanganan


Upaya antisipasi penaganan terhadap bahaya listrik, antara lain :
- Kabel atau bagian peralatan berarus listrik diberi penutup,
jika rusak maka harus segera diganti
- Peralatan listrik diberi ground
- Peralatan elektronik harus mendapat perlindungan khusus
- Daya pada sirkuit sesuai kapasitas
- Tidak boleh ada tempat penyimpanan bahan bakar yang mudah
terbakar dekat peralatan elektronik atau arus listrik
- Menggunakan peralatan perlindungan yang tepat, misalnya sarung
tangan atau pelindung wajah
- Memberi prosedur tertulis untuk perawatan listrik dan peralatan
elektronik
- Memberikan pelatihan kepada pekerjaan mengenai bahaya listrik dan
cara praktik kerja yang aman

b) Upaya penanganan
Upaya yang dilakukan untuk menganani seseorang yang terkena sengatan
listrik, penolong harus berhati-hati agar tidak langsung memegang korban, karena
bila kita pegang orang yang tersengat aliran listrik maka kita akan ikut tersengat.
Langkah yang baik dalam menolong orang yang tersengat listrik yaitu mematikan
stop kontak terlebih dahulu, lalu si pasien dilepaskan dari sengatan dengan cara
dikait dengan menggunakan peralatan yang tidak dapat dialiri listrik misalnya
kayu. Kemudian, secepatnya dibawa ke rumah sakit jika mengalami luka yang
serius.

4) Ergonomi
Ergonomi mempunyai dua pengertian, yaitu :
a) Penyerasian antara pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lingkungan tata
kerja.
b) Ilmu tentang hubungan di antara manusia, mesin yang dipakainya,
34

dan lingkungan kerja


Kecelakaan kerja dapat terjadi karena ada kesalahan ergonomi sehingga timbul
cedera dan luka pada tubuh

1) Penyebab ergonomi
Penyebab ergonomi, antara lain :
- Gerakan yang sama berulang-ulang
- Beban berat yang berlebihan selama kerja
- Menekuk dan memutar bagian tubuh dan bertahan lama pada satu posisi
tubuh
- Tubuh tertekan pada satu permukaan
- Menggunakan peralatan yang bergetar
- Keadaan panas atau dingin yang ekstrem
- Organisasi kerja yang buruk

2) Upaya penanganan
Upaya penanganan yang dilakukan , antara lain sebagai berikut:
- Gerakan berulang-ulang dapat ditanggulangi dengan cara mengurangi
jumlah pengulangan gerakan atau meningkatkan waktu jeda
antarulangan, atau menyelinginya dengan pekerjaan lain.
- Beban berat fisik yang berlebihan dapat ditanggulangi dngan cara
mengurangi gaya yang diperlukan untuk melakukan kerja, merancang
ulang cara kerja, menambah tenaga kerja, dan menggunakan peralatan
mekanik.
- Postur tubuh yang kaku dan beban statik di tanggulangi dengan
merancang ulang cara kerja dan peralatan yang dipakai sehingga postur
tubuh merasa nyaman.
- Tubuh tertekan ditanggulangi dengan cara memperbaiki peralatan yang
ada.
- Peralatan yang bergetar yang menyebabkan getaran pada tangan
ditanggulangi dengan cara mengisolasi tangan dari getaran.
35

- Panas dan dingin yang ekstrem ditanggulangi dengan cara mengatur suhu
ruangan.
- Organisasi kerja yang buruk di tanggulangi dengan cara beban kerja yang
sesuai, istirahat yang cukup, pekerjaan yang bervariasi, dan otonoi
individu (kebebasan perorangan namun masih sesuai dengan aturan
perusahaan)

4) Kebakaran
Kebakaran di tempat kerja sering kali terjadi sehingga mengakibatkan luka
bakar ringan, luka bakar serius, bahkan kematian. Api sebagai penyebab
kebakaran dapat bersumber dari pembakaran yang terbuka, rokok, kegiatan
las/pemotongan, radiasi dari benda panas, bunga api dari listrik, reaksi kimia, dan
kilat.

a) Upaya antisipasi penanganan


Upaya antisipasi penanganan terhadap kebakaran, antara lain :
Semua tenaga kerja diberi penyuluhan mengenai antisipasi kebakaran dan
prosedur penanganan kebakaran sesuai aturan perusahaan serta mengenali bahan-
bahan yang mudah terbakar dan meledak
- Membuat daftar hal-hal yang dapat menimbulkan kebakaran dan sumber
api
- Bahan-bahan yang mudah terbakar dan meledak disimpan dengan benar
- Memasang sistem pemadaman kebakaran, misalnya di tempat-tempat
tertentu dipasang air mancur otomatis jika terjadi kebakaran
- Menunjuk seseorang agar bertanggung jawab untuk mengoordinasikan
pengaturan ruangan, pencegahan kebakaran, dan evakuasi
- Aturan untuk mengurangi sumber api ditulis dan ditempelkan di tempat-
tempat strategis
- Merawat atau mengecek sistem keamanan untuk kebakaran
36

b) Upaya penanganan
Upaya penanganan yang dilakukan, antara lain :
- Saat terjadi kebakaran, semua orang yang berada di dalam
ruangan/gedung itu harus keluar ruangan/gedung melewati pintu-pintu
darurat.
- Jika api masih dapat ditangani dengan alat pemadam kebakaran,
sebaiknya cepat-cepat dipadamkan
- Menghubungi dinas pemadam kebakaran secepatnya bila api sudah di
luar batas kemampuan untuk dipadamkan. Melaporkan kebakaran, beri
tahu lokasi, besar/luas lokasi kebakaran, dan asal jenis api ( ledakan
kompor, arus listrik, barang terbakar, gas, bensin, dan sebagainya )
- Mengikuti prosedur penanganan dari tempat kerja
- Memperingatkan orang lain dan meninggalkan tempat

5) Stress
Stres merupakan perasaan tertekan akibat adanya masalah. Adanya stress
yang berkepanjangan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan tubuh. Oleh
karena itu, jika tubuh sudah merasa stress maka harus dicari penyebabnya dan
upaya penangananya
a) Penyebab stress di tempat kerja
Penyebab stress di tempat kerja dapat ditinjau dari dua faktor berikut
- Faktor fisik dan mental: kelelahan, penyakit sulit tidur, pusing,
maag, depresi, tegang, tekanan darah tinggi, kurang dihargai atasan,
tempat kerja yang tidak nyaman, kerja shift, kurang kontrol pada
pekerjaan, ventilasi dan penerangan yang buruk
- Faktor sosioekonomis : gaji yang rendah, diskriminasi gender,
prospek kerja yang tidak jelas dan meningkatnya beban kerja
b) Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penangananya, antara lain :
- Mendesain tempat kerja agar nyaman sehingga mempunyai
kesempatan untuk mengubah postur tubuh dan merelaksasi otot
37

- Sistem target pada penggajian biasanya menyebabkan stress,


kelelahan, dan kecelakaan. Sebaiknya sistem target diganti dengan
sistem keterampilan kualitas kerja dan senioritas sebagai motivator
kerja.

c) Upaya penanganan
Upaya penaganan yang dilakukan, antara lain :
- Menggunakan waktu libur secara efetif
- Berkumpul dengan teman-teman, sanak saudara yang dapat dijadikan
tempat mencurahkan, mendiskusikan, dan menemukan solusi terhadap
masalah yang dialami

6) Pelecehan seksual
Pelecehan seksual merupakan upaya meremehkan atau merendahkan
seseorang berdasarkan jenis kelamin. Pelecehan seksual yang terjadi di
tempat kerja, biasanya dilakukan oleh atasan atau pria lain yang merasa
berkuasa terhadap tenga kerja wanita.
a) Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penangananya, antara lain :
- Tidak pergi berduaan dengan atasan.
- Menggunakan pakaian yang sopan, sehingga tidak mengundang pria
untuk melecehkan.
- Berkata dan berperilaku yang santun, sehingga menimbulkan rasa
hormat/penghargaan diri dari kaum pria.
b) Upaya penanganan
Upaya penangananya, antara lain :
- Menghindarkan diri dari pria yang akan dan telah melakukan
pelechan seksual.
- Mencari tahu perangkat hukum yang bisa melindungi diri dari
pelecehan seksual.
38

D. Macam-macam Penyakit Akibat Kerja


Melalui keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993
ditetapkan beberapa macam penyakit akibat hubungan kerja : terdapat tiga puluh
satu macam penyakit yang timbul karena hubungan kerja antara lain sebagai
berikut :
1. Pnemokoniosis akibat debu mineral membentuk jaringan parut
(Asbertos – silokosis) menyebabkan cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan yang disebabkan oleh debu
logam.
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan akibat debu kapas, henep.
4. Asma akibat zat perangsang yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika disebabkan faktor dari luar akibat penghirupan debu
organik.
6. Penyakit akibat menghirup berilium atau persenyawaannya yang
beracun.
7. Penyakit akibat cadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya .
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaanya yang
beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang
beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang
beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh flour dan persenyawaannya yang
beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivate hologen persenyawaan
39

hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.


17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang
beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivate hidro dan amina dari benzena
atau homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glisol dan keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia dan
beracun seperti karbon monoksida, hidrogesianida, hidrogen
sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan
nikel.
22. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan otot, urat,
tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syarat tepi).
23. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang
bertekanan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi
yang mengion.
26. Penyakit kulit ( dermatosis ) yang disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi atau biologik.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh teripic, bitumen,
minyak mineral antrasena atau persenyawaan, produsen atau residu
dari zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi
khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas
radiasi.
31. Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan otot.

E. Penanganan Masalah yang Timbul Akibat Kerja


1. Penangan Masalah akibat Kecelakaan kerja
1) Penggunaan bahan kimia
40

Upaya antisipasi penanganan terhadap bahan kimia, antara lain:


- Departemen tenaga kerja di Indonesia mewajibkan perusahaan untuk
memiliki lembar data tentang keselamatan pengguanaan bahan kimia
- Para tenaga kerja diberi informasi atau penyuluhan mengenai bahan
kimia dan bahayanya
- Membaca peringatan yang ada di label bahan kimia
- Merawat dan memelihara sarana kerja dari efek bahan kimia

Upaya penanganan
Upaya penanganan jika memperlihatkan gejala keracunan bahan kimia, harus
diketahui atau dicari dulu penyebab bahan kimianya dari jenis apa. Berilah
pertolongan pertama jika tahu cara menanganinya, jika tidak tahu maka sebaiknya
pasien secepatnya dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.

2) Kebisingan
a) Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penangananya terhadap kebisingan yaitu :
- Peralatan yang akan menimbulkan kebisingan dirawat secara teratur
oleh tenaga kerja yang ahli di bidang ini
- Tenaga kerja menggunakan pelindung berupa tutup telinga
b) Upaya penanganan
Upaya penanganan yang dilakukan, yaitu :
- Peralatan yang telah rusak sehingga menyebabkan kebisingan harus
secepatnya diperbaiki. Jangan menunggu hingga peralatan sudah
rusak parah, baru diperbaiki
- Pekerja beristirahat, jika keadaanya parah maka segera bawa ke
rumah sakit

3) Bahaya listrik
a) Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penaganan terhadap bahaya listrik, antara lain :
41

- Kabel atau bagian peralatan berarus listrik diberi penutup,


jika rusak maka harus segera diganti
- Peralatan listrik diberi ground
- Peralatan elektronik harus mendapat perlindungan khusus
- Daya pada sirkuit sesuai kapasitas
- Tidak boleh ada tempat penyimpanan bahan bakar yang mudah
terbakar dekat peralatan elektronik atau arus listrik
- Menggunakan peralatan perlindungan yang tepat, misalnya
sarung tangan atau pelindung wajah
- Memberi prosedur tertulis untuk perawatan listrik dan peralatan
elektronik
- Memberikan pelatihan kepada pekerjaan mengenai bahaya listrik
dan cara praktik kerja yang aman

a) Upaya penanganan
Upaya yang dilakukan untuk menganani seseorang yang terkena sengatan
listrik, penolong harus berhati-hati agar tidak langsung memegang korban, karena
bila kita pegang orang yang tersengat aliran listrik maka kita akan ikut tersengat.
Langkah yang baik dalam menolong orang yang tersengat listrik yaitu mematikan
stop kontak terlebih dahulu, lalu si pasien dilepaskan dari sengatan dengan cara
dikait dengan menggunakan peralatan yang tidak dapat dialiri listrik misalnya
kayu. Kemudian, secepatnya dibawa ke rumah sakit jika mengalami luka yang
serius.

4) Ergonomi
Upaya penanganan yang dilakukan , antara lain sebagai berikut:
- Gerakan berulang-ulang dapat ditanggulangi dengan cara mengurangi
jumlah pengulangan gerakan atau meningkatkan waktu jeda
antarulangan, atau menyelinginya dengan pekerjaan lain.
- Beban berat fisik yang berlebihan dapat ditanggulangi dngan cara
mengurangi gaya yang diperlukan untuk melakukan kerja, merancang
ulang cara kerja, menambah tenaga kerja, dan menggunakan peralatan
42

mekanik.
- Postur tubuh yang kaku dan beban statik di tanggulangi dengan
merancang ulang cara kerja dan peralatan yang dipakai sehingga postur
tubuh merasa nyaman.
- Tubuh tertekan ditanggulangi dengan cara memperbaiki peralatan yang
ada.
- Peralatan yang bergetar yang menyebabkan getaran pada tangan
ditanggulangi dengan cara mengisolasi tangan dari getaran.
- Panas dan dingin yang ekstrem ditanggulangi dengan cara mengatur
suhu ruangan.
- Organisasi kerja yang buruk di tanggulangi dengan cara beban kerja
yang sesuai, istirahat yang cukup, pekerjaan yang bervariasi, dan otonoi
individu (kebebasan perorangan namun masih sesuai dengan aturan
perusahaan)

5) Kebakaran
a) Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penanganan terhadap kebakaran, antara lain :
 Semua tenaga kerja diberi penyuluhan mengenai antisipasi kebakaran dan
prosedur penanganan kebakaran sesuai aturan perusahaan serta mengenali
bahan-bahan yang mudah terbakar dan meledak.
 Membuat daftar hal-hal yang dapat menimbulkan kebakaran dan sumber
api.
 Bahan-bahan yang mudah terbakar dan meledak disimpan dengan benar.
 Memasang sistem pemadaman kebakaran, misalnya di tempat-tempat
tertentu dipasang air mancur otomatis jika terjadi kebakaran.
 Menunjuk seseorang agar bertanggung jawab untuk mengoordinasikan
pengaturan ruangan, pencegahan kebakaran, dan evakuasi.
 Aturan untuk mengurangi sumber api ditulis dan ditempelkan di tempat-
tempat strategis.
 Merawat atau mengecek sistem keamanan untuk kebakaran
43

b) Upaya penanganan
Upaya penanganan yang dilakukan, antara lain :
 Saat terjadi kebakaran, semua orang yang berada di dalam ruangan/gedung
itu harus keluar ruangan/gedung melewati pintu-pintu darurat.
 Jika api masih dapat ditangani dengan alat pemadam kebakaran, sebaiknya
cepat-cepat dipadamkan.
 Menghubungi dinas pemadam kebakaran secepatnya bila api sudah di luar
batas kemampuan untuk dipadamkan. Melaporkan kebakaran, beri tahu
lokasi, besar/luas lokasi kebakaran, dan asal jenis api ( ledakan kompor,
arus listrik, barang terbakar, gas, bensin, dan sebagainya )
 Mengikuti prosedur penanganan dari tempat kerja.
 Memperingatkan orang lain dan meninggalkan tempat

6) Stress
a. Upaya antisipasi penanganan
Upaya antisipasi penangananya, antara lain :
- Mendesain tempat kerja agar nyaman sehingga mempunyai
kesempatan untuk mengubah postur tubuh dan merelaksasi otot
- Sistem target pada penggajian biasanya menyebabkan stress,
kelelahan, dan kecelakaan. Sebaiknya sistem target diganti dengan
sistem keterampilan kualitas kerja dan senioritas sebagai motivator
kerja.

b. Upaya penanganan
Upaya penaganan yang dilakukan, antara lain :
- Menggunakan waktu libur secara efetif
- Berkumpul dengan teman-teman, sanak saudara yang dapat dijadikan
tempat mencurahkan, mendiskusikan, dan menemukan solusi terhadap
masalah yang dialami
7) Pelecehan seksual
44

a) Upaya antisipasi penanganan


Upaya antisipasi penangananya, antara lain :
 Tidak pergi berduaan dengan atasan.
 Menggunakan pakaian yang sopan, sehingga tidak
mengundang pria untuk melecehkan.
 Berkata dan berperilaku yang santun, sehingga menimbulkan
rasa hormat/penghargaan diri dari kaum pria.
b) Upaya penanganan
Upaya penangananya, antara lain :
 Menghindarkan diri dari pria yang akan dan
telah melakukan pelechan seksual.
 Mencari tahu perangkat hukum yang bisa
melindungi diri dari pelecehan seksual.

2. Penanganan masalah penyakit akibat kerja


1. Pemeriksaan Kesehatan Berkala.
2. Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
3. Pelayanan Kesehatan.
4. Penyedian Sarana dan Prasarana serta perbaikan tempat kerja yang
lebih nyaman.

3. Tinjauan Umum Mengenai Peran Masyarakat


Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peran
masyarakat. Yaitu proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus
untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses
kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa
oleh badan yang berwenang.
Dari sudut terminologi peran serta msyarakat dapat diartikan sebagai suatu
cara melakukan interaksi antara dua kelompok; Kelompok yang selama ini tidak
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok
45

yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahasan yang lebih
khusus lagi, peran serta masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cara untuk
membahas incentive material yang mereka butuhkan (Goulet, 1989).
Dengan perkataan lain, peran serta masyarakat merupakan insentif moral
sebagai "paspor" mereka untuk mempengaruhi lingkupmakro yang lebih tinggi,
tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menetukan
kesejahteraan mereka.
Tujuan dari peran serta masyarakat sejak tahap perencanaan adalah untuk
menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan
masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam rangka meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan lingkungan (Canter, 1977). Karena dengan
melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak kegiatan dan kelompok
kepentingan (interest groups), para pengambil keputusan dapat menangkap
pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan kelompok tersebut
dan menuangkannya ke dalam konsep.
Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong
pengambil keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang
positif dari berbagai faktor. Sejak proses peran serta masyarakat haruslah terbuka
untuk umum, peran serta masyarakat akan mempengaruhi kredibilitas
(accountability) badan yang bersangkutan. Dengan cara mendokumentasikan
perbuatan keputusan badan negara ini, sehingga mampu menyediakan sarana yang
memuaskan jika masyarakat dan bahkan pengadilan merasa perlu melakukan
pemeriksaan atas pertimbangan yang telah diambil ketika membuat keputusan
tersebut. Yang pada akhirnya akan dapat memaksa adanya tanggung jawab dari
badan negara tersebut atas kegiatan yang dilakukannya.
46

BAB III

GAMBARAN OBJEK

3.1 Profil Perusahaan

1. Sejarah Singkat Perusahaan

Cikal bakal PT. Dirgantara Indonesia sebenarnya telah muncul sejak


masaawal kemerdekaan Indonesia.Saat itu upaya perintisan dilakukan dengan
peralatan dan material yang cukup sederhana. Tercatat dalam sejarah pesawat
pertama yang diterbangkan tahun 1948 di lapangan udara Maospati dengan nama
RI-X WEL-1 hasil rancangan Wiweko Soepomo, disusul tahun 1954 Nurtanio
Pringgoadisuryo pun berhasil merancang sebuah pesawat dengan nama NU-200.
Tidak hanya itu, badan yang diprakarsai oleh Nurtanio bernama Depot
Penyelidikan, percobaan dan pembuatan pesawat terbang (DPPP) yang didirikan
Agustus 1961 telah mampu membuat pesawat terbang eksperimental seperti
Belalang (pesawat latih), si Kunang (pesawat olah raga), Kolintang dan Gelatik.
Perkembangan industri penerbangan nasional kemudian memasuki tonggak
pertama ketika aset Lipnur (TNI AU) dengan ATTP (Pertamina) dilebur menjadi
Industri Pesawat Terbang Nurtanio pada 23 Agustus 1976.Industri ini menjadi
salah satu kekuatan dirgantara nasional sebab dari situlah dimulainya sejarah
industri pesawat terbang modern selanjutnya dibangun untuk menghadapi segala
tantangan jaman serta dipacu percepatannya.

Pada periode ini juga segala aspek baik infrastruktur, fasilitas, sumber
daya manusia, hukum dan peraturan, beserta semua yang berkaitan dengan dan
mendukung keberadaan industri diatur secara menyeluruh.Tanggal 11 Oktober
1985, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio diubah menjadi PT Industri Pesawat
Terbang Nusantara (IPTN) setelah melakukan pembangunan fasilitas serta sarana
dan prasarana yang diperlukan.Industri ini kemudian mengembangkan teknologi
canggih dan konsep transformasi teknologi yang memberikan hasil yang optimal
47

sebagai upaya untuk menguasai teknologi penerbangan dalam waktu yang relatif
singkat yaitu 20 tahun.

Perjalanan IPTN kemudian memasuki masa-masa yang sulit manakala


krisis moneter yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 ternyata
meluas ke arah krisis multi dimensi yang meliputi bidang-bidang ekonomi, sosial,
budaya, hukum, akhlak dan hankam. Dampaknya pada kehidupan masyarakat
Indonesia sangat besar, tidak terkecuali bagi kelangsungan IPTN. Dampak kritis
tersebut memaksa pemerintah menyurutkan dukungan secara politis dan
mengurangi suntikan dana yang sebelumnya merupakan sendi tempat IPTN
bergantung. Hal ini tidak diantisipasi oleh IPTN, diperparah lagi dengan kondisi
intenral IPTN yang secara financial dan managerial yang kurang mandiri.

Ditengah memburuknya kondisi IPTN, Presiden RI K.H. Abdurrahman


wahid (Alm.) meresmikan perubahan nama IPTN menjadi PT Dirgantara
Indonesia pada tanggal 24 Agustus 2002 untuk memberi nafas dan paradigma
baru bagi perusahaan. Meski persoalan yang muncul pun semakin rumit dan
kompleks, hal ini disebabkan volume bisnis jauh lebih kecil dari sumber daya
yang tersedia. Upaya penyelamatan PT Dirgantara Indonesia akhirnya dilakukan
dengan berdasar pada beberapa fakta bahwa PT Dirganta Indonesia adalah aset
nasional, industri strategis yang mendukung kepentingan nasional dan memiliki
kemampuan serta memiliki hubungan kedirgantaraan. Strategi perusahaan
dilakukan dengan tahap rescue (sampai dengan Desember 2003), recovery
(Januari sampai Desember 2004), dan kemudian dilanjutkan dengan tahap
pertumbuhan bisnis.

PT. Dirgantara Indonesia adalah industri pesawat terbang yang pertama


dan satu-satunya di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara. Perusahaan ini
dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. DI didirikan pada 26 April 1976 dengan nama
PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan BJ Habibie sebagai Presiden Direktur.
Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri
Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985. Setelah
48

direstrukturisasi, IPTN kemudian berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia


pada 24 Agustus 2002.

Dirgantara Indonesia tidak hanya memproduksi berbagai pesawat tetapi


juga helikopter, senjata, menyediakan pelatihan dan jasa pemeliharaan
(maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat. Dirgantara Indonesia juga
menjadi sub-kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar di dunia
seperti Boeing, Airbus, General Dynamic, Fokker dan lain sebagainya. Dirgantara
Indonesia pernah mempunyai karyawan sampai 16 ribu orang. Karena krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, Dirgantara Indonesia melakukan rasionalisasi
karyawannya hingga menjadi berjumlah sekitar 4000 orang.

Pada awal hingga pertengahan tahun 2000-an Dirgantara Indonesia mulai


menunjukkan kebangkitannya kembali, banyak pesanan dari luar negeri seperti
Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, Filipina dan lain-lain. Meskipun begitu,
karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat
pensiun dan jaminan hari tua kepada mantan karyawannya, DI dinyatakan pailit
oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September
2007. Namun pada tanggal 24 Oktober 2007 keputusan pailit tersebut dibatalkan.

Tahun 2012 merupakan momen kebangkitan Dirgantara Indonesia. Pada


awal 2012 Dirgantara Indonesia berhasil mengirimkan 4 pesawat CN235 pesanan
Korea Selatan. Selain itu Dirgantara Indonesia juga sedang berusaha
menyelesaikan 3 pesawat CN235 pesanan TNI AL, dan 24 Heli Super Puma dari
EUROCOPTER.

Selain beberapa pesawat tersebut Dirgantara Indonesia juga sedang


menjajaki untuk membangun pesawat C295 (CN235 versi jumbo) dan N219, serta
kerja sama dengan Korea Selatan dalam membangun pesawat tempur siluman
KFX.
49

2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi perusahaan

Menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri dirgantara yang berbasis


pada teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global, dengan
mengandalkan keunggulan biaya.

Misi perusahaan

 Menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan


komersil serta dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki
keunggulan biaya.
 Sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara, terutama dalam
rancang bangun, manufaktur, produksi dan pemeliharaan untuk
kepentingan komersil dan militer juga untuk aplikasi di luar industri
dirgantara.
 Menjadikan perusahaan sebagai pemain kelas dunia di industri global yang
mampu bersaing dan melakukan aliansi strategis dengan industri
dirgantara kelas dunia lainnya.

3. Strategi Perusahaan

Dalam jangka panjang terdapat dua tahap sasaran perusahaan :

1. Tahap konsolidasi dan survival (2001-2003)

2. Tahap tumbuh dan sehat (2004 dan seterusnya)

4. Langkah-langkah strategis meliputi empat upaya :

1. Re-orientasi bisnis

2. Re-strukturisasi sumber daya manusia dan organisasi


50

3. Re-strukturisasi keuangan dan permodalan

4. Program peningkatan kinerja keuangan

5. Produk dan Jasa

Produk

a. Aircraft Full Development


 N 214
 N 2130
b. Aircraft Joint Development
 CN 235 sipil
 CN 235 Militer
 CN 235 Maritim
c. Aircraft Under Licence Production
 NC 212
d. Helicopter Under Licence Production
 NBELL – 412 HP/SP (medium twin helicopter)
 Super Puma NAS – 332 (heavy helicopter)
 NBO – 105 CB/CBS (light twin helicopter)
e. Subcontract Program
 Boeing 737, 747, 757, 777
 Airbus A320, A3810

Jasa

1. Engineering work package : design, development, testing


2. Manufacturing subcontracts
3. Aircraft Maintenance Repair and Overhaul (MRO)
4. Engine Maintenance Repair and Overhaul (MRO)
5. Aircraft Industrial tooling and Equipment Manufacturing
51

6. Kerjasama Internasional :

PT DI – Casa / Spanyol : NC-212, CN-235

PT DI – Eurocopter / Jerman : NBO-105

PT DI – Bell Helicopter Textron / Amerika serikat : NBELL-412

PT DI – Eurocopter / Prancis : NAS-332

PT DI – Fz / Belgia : FFAR 2,75” rocket

PT DI – AEG Telefunken / Jerman : SUT Torpedo

PT DI – GE / Amerika : UMC,Engine Overhaul CT7

PT DI – Garret / Amerika : Engine Overhaul TPE331

PT DI – Pratt & Whitney / Kanada : Engine Overhaul PT6

PT DI – Roll Royce / Inggris : Engine Overhaul Dart

PT DI – MHB / Perancis : L/G CN-235 Overhaul

PT DI – Collins / Amerika : Avionisc Shop

PT DI – Korean Air Aerospace : B777 Stringer Chord


Component

7. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi pada perusahaan PT Dirgantara Indonesia (Persero)


adalah bertipe organisasi Produk dan Area, dimana penyusunan struktur
organisasi perusahaan yang kegiatan usahanya menagani berbagai macam produk
didasarkan atas organisasi pasar.
52

Gambar 1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

A. Direktur Utama

Memimpin perusahaan agar menjadi lebih mandiri secara bisnis serta


mampu bersaing dipasar internasional serta dapat penguasaan teknologi
kedirgantaraan beserta pengembangan untuk mengurangi ketergantungan dari
luar.

B. Wakil Direktur Utama

Membantu Direktur Utama untuk menjadi salah satu perusahaan


pendorong pertumbuhan industri nasional serta menumbuhkan kekuatan bangsa di
bidang kedirgantaraan untuk menunjang ketahanan dan keamanan nasional.
53

C. Satuan Pengawas Intern

Melaksanakan system pengamanan perusahaan secara fisik dan non fisik


terhadap segala kemungkinan bahaya/bencana agar terdapat kesatuan cara
bertindak untuk pencegahan dan penanggulangan yang berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga pelaksanaannya dapat menjamin untuk mewujudkan rasa dan
situasi aman, tentram, tertib dan teratur dalam rangka menunjang visi, misi dan
tujuan perusahaan.

D. Divisi Manajemen Resiko

Sebagai pedoman dan arahan tentang pengelolaan resiko yang mungkin


terjadi dalam menjalankan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan
Perusahaan, untuk meminimalkan dampak negatif yang kemungkinan akan
terjadi.

E. Asisten Pengamanan

Menjadikan pengamanan sebagai bagian integral dan budaya perusahaan


(corporate culture) dan sebagai landasan etika, perilaku seluruh karyawan
(security mindedness) PT. Dirgantara Indonesia, untuk mendukung terwujudnya
perusahaan yang memiliki iklim kerja dan iklim usaha yang sehat, dinamis dan
aman.

F. Direktoran Niaga Dan Pengembangan Usaha

Dibagi menjadi tiga divisi yang terdiri dari :


54

1. Divisi Riset dan Pengembangan Pasar, bertugas :

 Membuat strategi, kebijakan dan prosedur yang mengarah pada


perencanaan riset dan pengembangan pasar yang handal dalam rangka
meningkatkan peluang –peluang bagi produk-produk perusahaan serta
demi tercapainya sasaran-sasaran pemasaran perusahaan.
 Memastikan bahwasanya keputusan-keputusan perusahaan didasarkan
peluang dan kebutuhan pasar.

2. Divisi Integrasi Komersil dan Pengembangan Usaha

Menyiapkan kreasi-kreasi solusi bisnis untuk mencapai target pemasaran


dan penjualan serta menjaga kesinambungan bisnis persusahaan.

3. Divisi Pemasaran

 Melakukan koordinasi untuk persiapan kontrak pemasaran produk dan jasa


perusahaan dari seluruh fungsi-fungsi yang ada di dalam perusahaan.
 Menjaga hubungan dengan konsumen untuk program yang sedang
berjalan, termasuk adanya program yang akan datang.

G. Direktorat Teknologi

Dibagi menjadi lima divisi yang terdiri dari :

1. Divisi Pusat Pengembangan teknologi

Sebagai pedoman dan arahan dalam proses pemilihan dan penentuan langkah
yang diperlukan untuk mengembangkan teknologi yang akan diintegrasikan ke
dalam produk dan produk yang terkait dengan teknologi kedirgantaraan serta
menjaga kesiapan seluruh peralatan pengembangan teknologi sehingga dalam
mengintegrasikan seluruh proses pengembanga teknologi dan peralatan yang
dipilih akan dicapai rangkaian proses yang paling efisien, efektif dan kompetitif.
55

2. Divisi Pusat Pengambangan Pesawat Terbang

Sebagai pedoman dan arahan dalam merancang, mengelola serta melaksanakn


publikasi dan komunikasi antara perusahaan dengan publik perusahaan, baik
internal maupun external melalui berbagai media komunikasi massa untuk
menciptakan hubungan baik dan harmonis dalam upaya menjaga meningkatkan
citra perusahaan

3. Divisi Pusat Uji Terbang

Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan penyediaan dan pengelolaan


sistem informasi manajemen di dalam perusahaan, sehingga dapat mendukung
bisnis perusahaan secara efektif, efisien dan pada tingkat resiko yang dapat
dikelola perusahaan serta dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.

4. Divisi Pusat Laboratorium Uji dan Pengukuran

Sebagai pedoman dan arahan tentang hirarki, penyiapan, pemeriksaan,


persetujuan dan penerbitan command media, tulisan dinas sera system
administrasinya agar tercapai visi, misi dan tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.

5. Divisi pusat Keselamatan dan Sertifikasi

Sebagai pedoman dan arahan dalam pengelolaan keselamatan, kesehatan kerja


dan lingkungan hidup yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja dan mitra kerja serta lingkungannya.

H. Direktorat Produksi / Operasi

Dibagi menjadi dua divisi yang terdiri dari :


56

1. Divisi Logistik dan Kawasan Berikat

 Menghimpun, menganalisa supplier yang masih bermasalah baik secara


sistem maupun manual.
 Membuat proposal pengganti material pesawat ke Enggineering.

2. Divisi Pengembangan Sistem Produksi

Sebagai pedoman dan arahan pengelolaan pengadaan barang/material,


property dan jasa dengan menjamin pelaksanaan yang transparan, memperhatikan
mutu yang tinggi, harha yang optiman, etika bisnis yang layak, tepat waktu,
menjaga citra perusahaan serta kepercayaan dari pelanggaran dan pemasok.

I. Direktorat Keuangan

Dibagi menjadi tiga divisi yang terdiri dari :

1. Divisi Perencanaan

Merencanakan, melaksanakan, menetapkan arah, sasaran dan strategi yang


jelas untuk masa depan perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan
eksternal dan internal.

2. Divisi Pendanaan

Mengatur likuiditas perusahaan dan bertanggung jawab atas kelancaran,


pelaksanaan pengamanan baik penerimaan maupun pembayaran, serta melakukan
pengembangan terhadap penjajagan sumber pendanaan yang baru yang
menguntungkan bagi perusahaan.

3. Divisi Akutansi

 Merencanakan, menyusun, memelihara prosedur, sistem akutansi dan


kebijakan akutansi sesuai perkembangan proses bisnis perusahaan.
57

 Mengimplementasikan dan mengendalikan pelaksanaan prinsip-prinsip


akutansi yang ditetapkan Ikatan Akutansi dalam proses pencatatan
akutansi.

J. Direktorat Umum

Dibagi menjadi tiga divisi yang terdiri dari :

1. Divisi Sumber Daya Manusia

Sebagai Pedoman dan arahan untuk pengelolaan Sumber Daya Manusia


(SDM) yang mengakomodasikan prinsip-prinsip manajemen SDM sehingga
terdapat ketersediaan SDM secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan perusahaan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam mendukung tujuan
perusahaan.

2. Divisi Hukum

Merencanakan, mengkoordinir dan mengendalikan pembuat an


pemrosesan semua produk hukum perusahaan dalam bentuk ketentuan/peraturan
hukum guna kelancaran pelaksanaan aktivitas perusahaan serta menerbitkan serta
produk hukum dalam bidang bisnis untuk melegitimasi bisnis perusahaan dan
berkewajiban menyelesaikan permasalahan hukum yang timbul berdasarkan
ketentuan perundang-undangan nasional dan/atau internasional yang berlaku.

3. Divisi Fasilitas

 Menciptakan, mengelola dan mengembangkan bisnis umum yang menjadi


bidang usaha Divisi Fasilitas: penyewaan gedung, transportasi darat/udara,
kesehatan, telekomunikasi, dan lain-lain.
 Membuat perencanaan dan pelakanaan pemeliharaan, renovasi dan
pengembangan fasilitas.
58

K. Satuan Usaha Aircraft

Memproduksi beragam pesawat untuk memenuhi berbagai misi sipil,


militer, dan juga misi khusus. Pesawat berkapasitas 19-24 penumpang, dengan
beragam versi, dapat lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek serta mampu
beroperasi pada landasan rumput/tanah/dll.

L. Satuan Usaha Aerostructure

Didukung oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunyai


kemampuan tinggi dalam manufaktur pesawat, dilengkapi pula dengan fasilitas
manufaktur dengan ketepatan tinggi, seperti: mesin-mesin canggih, bengkel dan
pengelasan.

M. Satuan Usaha Aircraft Services

Dengan keahlian dan pengalaman bertahun-tahun. Unit Usaha Aircraft


Services menyediakan servis pemeliharaan pesawat dan helikopter berbagai jenis.

N. Satuan Usaha Engineering Services

Dilengkapi dengan peralatan perancangan dan analisis yang canggih,


fasilitas uji berteknologi serta tenaga ahli yang berlisensi dan berpengalaman
standard internasional, Satuan Usaha Engineering Services siap memenuhi
kebutuhan produk dan jasa bidang engineering.

O. Satuan Usaha Defence

Bisnis utama Satuan Usaha Defence terdiri dari produk-produk militer,


perawatan, perbaikan, pengujian dan kalibrasi baik secara mekanik maupun
59

elektrik dengan tingkat akurasi yang tinggi, integrasi alat-alat perang, produksi
beragam sistem senjata.

8. Jam Kerja Perusahaan

Jadwal kerja yang diterapkan perusahaan adalah 8 jam per hari 5 hari kerja
per minggu. Karyawan mulai masuk kerja pukul 07.30, selesai pukul 16.30 dan
istirahat dari jam 11.30 sampai pukul 12.30. Sedangkan jam kerja pada hari jum’at
adalah masuk pukul 07.30, selesai pukul 17.00 dan jam istirahat pukul 11.30
sampai pukul 13.00.

Selain liburan hari raya atau hari besar nasional, karyawan juga mendapat
jatah liburan sebanyak 12 kali selama setahun. Jatah cuti tersebut dapat diambil
kapan pun akan tetapi harus diajukan terlebih dahulu kepada kepala bagian
sehingga, dapat dilakukan pengaturan agar jangan sampai workshop kekurangan
tenaga kerja.

9. Jumlah Karyawan

Total jumlah karyawan PT. Dirgantara Indonesia saat ini mencapai 4.337
orang. Yang terdiri dari 1.753 orang bekerja di bagian produksi, 1.362 orang di
bagian perakitan, 138 bekerja di bagian komersial, 453 orang di bagian sumber
daya, dan 631 orang di bagian manajerial. Jumlah itu akan berkurang menjadi
999 orang di bagian perakitan, 1.583 orang di bagian produksi, 74 orang di bagian
komersial, 128 orang di bagian sumber daya, dan 451 orang di bagian manajerial.
Berkurangnya karyawan PT. Dirgantara Indonesia sebanyak 1.403 orang
dikarnakan pensiun hingga tahun 2015 menjadi 3.236 orang.
60

2. Objek yang Diteliti

Struktur Organisasi Unit Sheet Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia

Direktur Utama

Direktorat
Produksi

Div. Metal
Forming & Heat
Treatment

Dept. Metal
Forming & Heat
Treatment

Sheet Press Strech Forming Sub Assy Welding


Forming

Profile Press Heat Treatment


Forming

Gambar 1.3 Struktur Organisasi Sheet Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia

(sumber : SDM PT. Dirgantara Indonesia)


61

3.2 Pengumpulan Data

Dalam makalah ini kami mengumpulkan data dengan cara wawancara,


survei langsung ke lapangan dan data handout dari departemen K3LH. Dari hasil
tersebut kami mendapatkan beberapa data, diantaranya sebagai berikut:

3.2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Dirgantara Indonesia (sumber:


K3LH PT. Dirgantara Indonesia)

Dalam subbab ini mencakup tugas dan tanggung jawab PanitiaPembina


Keselamatan danKesehatan Kerja (P2K3), kecelakaan kerja dan penanggulangan
keadaan darurat, P3K serta kontrol dan tindakan perbaikan.

3.2.1.1 Tugas dan Tanggung Jawab Panitia Pembina Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (P2K3) (sumber: K3LH PT. Dirgantara Indonesia)

1. Ketua

1.1 Hubungan Organisator :

a. Bertanggung jawab langsung kepada Direktur terkait.


b. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Sekretaris dan para
Anggota sebagai pelaksana.

1.2 Uraian Tugas :

a. Melakukan identifikasi masalah yang berkaitan dengan penerapan


Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) di
direktorat yang bersangkutan.
b. Menyelenggarakan pertemuan untuk menurunkan penyelesaian masalah
dalam penerapan K3LH.
c. Mengkoordinir penyusunan program kegiatan dan anggara P2K3 di
Direktorat yang bersangkutan.
d. Melaksanakan koordinasi dengan manajemen lini setempat dan fungsi
K3LH & Produktivitas dalam menerapkan K3LH.
62

e. Membentuk dan membina petugas regu setempat penanggulangan keadaan


darurat.
f. Membentuk dan membina kelompok kegiatan 5R
g. Melakukan tinjauan manajemen terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan
program K3LH di Direktorat yang bersangkutan.
h. Mengkomunikasikan hasil-hasil dan kemajuan dari pelaksanaan kegiatan
program K3LH kepada Direktur terkait dan fungsi K3LH & Produktivitas
PT. Dirgantara Indonesia.

2. Sekertaris

2.1 Hubungan Organisator :

Bertanggung jawab langsung kepada Ketua P2K3.

2.2 Uraian Tugas :

a. Mengelola administrasi P2K3 di Direktorat yang bersangkutan.


b. Menyusun program kegiatan dan anggaran P2K3 di Direktorat yang
bersangkutan.
c. Mempersiapkan agenda pertemuan.
d. Menyiapkan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan
P2K3.
e. Menyusun notulen hasil pertemuan dan mendistribusikannya kepada pihak
terkait.
f. Memonitor dan mengevaluasi serta melaporkan status rekomendasi.
g. Mempertanggung jawabkan kegiatan kesekretariatan kepada ketua P2K3.

3.2.1.2 Kecelakaan Kerja dan Penanggulangan Keadaan Darurat (Sumber:


K3LH PT. Dirgantara Indonesia)

Manajemen harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur


untuk penanganan dan investigasi kecelkaan serta penanggulangan keadaan
darurat.
63

a. Setiap korban kecelakaan kerja baik yang ringan maupun berat harus
secepatnya dilakukan pertolongan (P3K).
b. Setiap kejadian kecelakaan kerja harus dilakukan investigasi dengan
secepatnya, untuk mengevaluasi dan merumuskan tindakan-tindakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kecelakaan serupa.
c. Setiap bangunan baik perkantoran maupun hanggar harus dilengkapi
dengan sarana proteksi kebakaran dan penyelamatannya serta prosedur
penanggulangan keadaan darurat yang dipahami oleh penghuni bangunan
tersebut.
d. Tim penanggulangan keadaan darurat diperlukan dalam rangka tindakan
pada situasi darurat yang dibantu oleh petugas regu setempat di setiap unit
bangunan.

3.2.1.3 P3K (sumber: K3LH PT. Dirgantara Indonesia)

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) merupakan pemberian


pertolongan, perawatan dalam waktu singkat/darurat dan sementara terhadap
korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap dapat diberikan oleh dokter atau
petugas kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa korban,
meringankan penderitaan korban, mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah,
mempertahankan daya tahan korban, dan mencarikan pertolongan lebih lanjut.

Petugas P3K di temapt kerja adalah karyawan yang terlatih untuk


melaksanakan P3K di tempat kerja. Petugas P3K d tempat kerja ditentukan
berdasarkan jumlah karyawan dan potensi bahaya di tempat kerja. Perusahaan pun
menyediakan kotak P3K yang disimpan pada tempat yang mudah dilihat dan
dijangkau, diberi tanda yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat bila
digunakan.
64

Dibawah ini beberapan contoh berkas dokumen milik PT. Dirgantara


Indonesia mengenai regulasi dan perundang-undangan kasus K3 beserta
identifikasinya sesuai dengan divisi masing-masing.
65
66

Dokumen diatas menjelaskan mengenai perundang-undangan, petunjuk


keselamatan kerja atas proses kerja yang dilakukan oleh divisi unit Mesin Press
Hidrolik Konvensional. Dari mulai petunjuk umum keselamatan kerja, petunjuk
ketika tahap persiapan hingga akhirnya pada tahap finishing atau terakhir. Arahan
67

mengenai APD masing-masing tiap divisi, dan juga sanksi yang dilakukan apabila
melanggar aturan keselamatan kerja tiap divisi masing-masing.

Dikarenakan dokumen ini tidak diperbolehkan untuk diperbanyak maka


kami mengambil data ini dengan cara memfoto dan menganalisinya langsung
ditemani pembimbing.
68

Pada dokumen diatas persyaratan Keselamtan kerja di divisi heat treatment


divisi ini tingkat kecelakaan kerja cukup tinggi karena di bagian ini sering
terjadinya luka tangan dan badan akibat goresan dari metal yang bagian
pinggirnya masih tajam bekas potongan. Barang yang akan di treatment sebagian
mengambil dari cool box atau kotak pendingin berupa freezer raksasa yang isinya
69

benda kerja yang sudah siap di treatment. Mengapa perlu dimasukan ke dalam
cool box agar metal tidak memuai dan berubah bentuk atau ukuran karena terkena
suhu ruangan.

Dibawah ini adalah dokumen petunjuk umum Keselamatan dan


Kesehatan Kerja bagi Operator Mesin:
70
71

Dibawah ini adalah dokumen terkait dan referensi perusahaan tentang


Keselamatan Kerja PT. Dirgantara Indonesia yang terdapat pada map dokumen di
Gedung Departemen K3LH.
72
73

Dibawah ini adalah peraturan dan petunjuk umum mengenai Alat


Pelindung Diri selama bekerja di PT. Dirgantara Indonesia:
74
75

Dibawah ini adalah peraturan dan petunjuk umum mengenai rambu-rambu


Keselamatan Kerja yang ada di lingkungan PT. Dirgantara Indonesia:
76
77
78
79
80

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja

4.1.1 Proses di Metal Forming

Proses di metal forming terbagi menjadi tiga tahap, yaitu cutting


(pemotongan), forming (pembentukan), dan finishing (proses penyelesaian akhir).

4.1.1.1 Cutting (Pemotongan)

Cutting (pemotongan) adalah tahap awal dalam proses pengerjaan pada


unit Metal Forming. Cutting merupakan proses pemotongan satu atau beberapa
bagian dari suatu part. Proses pemotongan logam disebut sebagai proses
permesinan adalah proses pembuatan dengan cara membuang material yang tidak
diinginkan pada benda kerja sehingga diperoleh produk akhir dengan bentuk,
ukuran, dan surface finish yang di inginkan. Tujuan pokok dari proses
pemotongan logam adalah untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu, toleransi,
ataupun derajat kehalusan permukaan (surface finished) dari benda kerja.

Proses cutting terbagi menjadi berbagai tahap, yaitu :

a. Horizontal router

Dipergunakan untuk membentuk pola/lubang pada suatu bidang secara


horizontal.

b. Vertical router

Dipergunakan untuk membentuk pola/lubang pada suatu bidang secara


vertical.
81

c. CNC router

Mesin CNC (computer numerical control) pada dasarnya adalah mesin-


mesin perkakas yang sudah di modernisasi dengan memanfaatkan
komputer sebagai kontrol sehingga dapat diprogram untuk dijalankan
secara otomatis. Operator tinggal memasukan program melalui komputer
yang berisi kode-kode angka setelah itu mesin dijalankan secara otomatis
oleh komputer yang sudah diprogram. Mesin CNC ini sangat cocok untuk
produksi benda kerja secara massal, sehingga didapatkan keragaman hasil
benda kerja.

Dibawah ini merupakan salah satu mesin CNC terbaru yang ada
pada unit Metal Forming Shop di PT. Dirgantara Indonesia.

Gambar 1.4 Mesin CNC

d. Milling

Proses milling merupakan proses perataan permukaan benda kerja dimana


disini pisau frais yang berupa mata pisau/pahat dalam jumlah banyak akan
berputar memotong secara bergantian secara cepat.

e. Hand router

Berfungsi sebagai alat pemotong material yang dilakukan secara manual.


82

4.1.1.2 Forming (Pembentukan)

Proses pembentukan adalah proses pembentukan logam dengan


mempergunakan gaya tekan untuk mengubah bentuk dan atau ukuran dari logam
yang dikerjakan. Prinsip dasar pembentukan logam, metal forming adalah
melakukan perubahan bentuk pada benda kerja dengan cara memberikan gaya luar
sehingga terjadi deformasi plastis.

Proses pembentukan terbagi menjadi berbagai tahap, yaitu :

a. Fluid Cell Press

Pada proses ini digunakan mesin rubber press ABB. Forming


dengan mesin rubber press merupakan forming yang menggunakan
tekanan tinggi mencapai 1.400 bar atau 20.000 Psi yang dikenakan pada
sheet metal blank around and into a single lower tools half.

Mesin rubber press ABB merupakan key machine atau fasilitas


kunci dalam proses forming. Untuk memenuhi kebutuhan produksi
komponen pesawat, mesin rubber press ABB ini digunakan terus menerus
selama kurang lebih tujuh jam tiap harinya selama lima hari dalam
seminggu.

Dibawah ini adalah salah satu mesin rubber press ABB berukuran
kecil yang ada pada unit Metal Forming Shop di PT. Dirgantara Indonesia.
83

Gambar 1.5 Mesin Rubber Press ABB

b. Strech forming sheet

Pada proses ini, die (form block) hanya dikenai tegangan kompresi,
benda kerja yang diikat dengan grip dan ditarik ke arah horisontal. Die
umumnya terbuat/dapat dibuat dari kayu atau plastrik.

Strech forming merupakan proses yang dikembangkan dari


aerospace dalam pembuatan penampang yang lebar dari sheet dan ditarik
untuk membentuk lengkungan penampang.

Gambar 1.6 Stretch-Forming Process

c. Stretch forming profile

Stretch forming merupakan proses yang dikembangkan dari


aerospace dalam pembuatan penampang yang lebar dan ditarik untuk
membentuk lengkungan penampang.

d. Hydraulic press

Hydraulic press digunakan khusus untuk pengerjaan drawing


karena pengoperasiannya yang lambat sehingga tidak cocok untuk
kegiatan produksi. Hidrolik press dibuat untuk pengoperasian seperti deed
- draw forming, straightening, plastic molding, die spotting dan powered
84

metal compacting. Mesin ini tidak dapat digunakan pada pengerjaan heavy
blanking dan punching.

e. Press Brake

Mesin press brake yang diatur untuk membentuk lekukan dan


shape logam, yang dapat menangani lembaran lebar dan dapat menampung
beberapa dies (landasan). Mesin tipe ini khusus untuk memanjangkan,
membengkok lurus. Mesin press brake idealnya digunakan untuk
pekerjaan corrugating, seaming, notching, embossing, wiring atau carling
dan membentuk silinder taper tabung.

f. Eccentric press

Eccentric press adalah proses bending secara 3 dimensi. Hal ini


bertujuan agar meningkatkan kekakuan material dibandingkan dengan
material tanpa perlakuan lightening hole. Diameter yang dilakukan
eccentric press adalah 20 mm, 30 mm dan 40 mm.

Ukuran eccentric press yang terdapat di PT. Dirgantara Indonesia


adalah 60 ton, 40 ton dan 30 ton.

Dibawah ini merupakan salah satu mesin eccentric press yang


terdapat pada unit Metal Forming Shop di PT. Dirgantara Indonesia.
85

Gambar 1.7 Mesin Eccentric Press

g. Roll

Proses pengerolan (rolling) merupakan operasi penekanan


(squeezing operatio) dimana logam akan dibentuk yang dapat dikerjakan
secara panas atau dingin ke arah memanjang atau melebar.

h. Tube bending, flaring & beading

Bending adalah proses deformasi secara plstik dari logam terhadap


sumbu linier dengan hanya sedikit atau hampir tidak mengalami perubahan
luas permukaan. Bending menyebabkan logam pada sisi luar sumbu netral
mengalami tarikan, sedangkan pada sisi lainnya mengalami tekanan.

Dalam proses pembengkokan/pelengkungan (bending) benda kerja


dikenai beban/tekanan secara permanen sehingga terjadi distorsi sesuai
bentuk yang diinginkan.

i. Hand Forming

Berfungsi untuk membentuk penampang benda kerja yang


dilakukan secara manual.

4.1.1.3 Finishing (Proses Penyelesaian Akhir)


86

Material yang telah menerima perlakuan eccentric press mengalami


bergelombangnya permukaan maka spesimen akan dilakukan finishing forming,
yaitu pelurusan kembali permukaan material yang sudah dibending. Pelurusan ini
menggunakan palu plastik agar tidak merusak struktur butir material.

Proses ini merupakan langkah-langkah kegiatan untuk memperoleh


penampang benda kerja yang lebih halus, melindungi permukaan benda kerja
ataupun juga untuk hal-halyang lebih bersifat memperbaiki aspek estetikanya.

4.1.2 Faktor di Lingkungan Kerja

Dalam lingkungan kerja terdapat berbagai faktor bahaya yang dapat


mengganggu kondisi kesehatan dan produktivitas karyawannya, sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan, kecelakaan kerja, ataupun kematian. Faktor-
faktor tersebut yaitu faktor fisik, faktor kimia, dan faktor ergonomi.

4.1.2.1 Faktor Fisik

Faktor fisik yang dapat mempengaruhi kinerja serta keselamatan dan


kesehatan kerja pegwai adalah faktor kebisingan, penerangan dan suhu. Dalam
pengukuran faktor fisik, PT. Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan
Ecolaboratory (PT. Ecosindo Laboranusa) untuk pengukuran kebisingan dan suhu.
Pengukuran dilakukan persemester.

1. Kebisingan

Pengukuran kebisingan PT. Dirgantara Indonesia yaitu dengan


menggunakan alat Sound Level Meter. Dengan cara mengambil sampel di satu
titik yang tingkat intensitas kebisingannya tinggi pada unit Metal Forming Shop.
Pengukuran dilakukan oleh Ecolaboratory (PT. Ecosindo Laboranusa) secara
periodikyaitu 6 bulan sekali. Pengukuran kebisingan dilakukan secara keseluruhan
pada ruang produksi, tidak dilakukan pada setiap unit mesin yang ada diruang
produksi karena tidak adanya pengajuan untuk dilakukan pengukuran pada setiap
unit mesin yang ada.akan tetapi, pada tahun 2010 terdapat pengukuran yang
dilakukan pada setiap mesin yang terdapat di Metal Forming Shop.
87

Nilai ambang batas yang ditetapkan PT. Dirgantara Indonesia untuk


kondisi di dalam pabrik (ruang produksi) adalah 85 dBA. Peraturan kebisingan di
ruang kerja ini mengacu pada Peraturan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per-13/MEN/X/2011) untuk karyawan yang bekerja 8 jam/hari atau 40
jam/minggu.

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Kebisingan Unit Metal Forming Shop PT.
Dirgantara Indonesia.

No Satuan Hasil Tes NAB Metode Tanggal Pengukuran


1 dB(A) 81,7 85 Sound Level Meter 08/11/2012
2 dB(A) 80,0 85 Sound Level Meter 21/05/2013
3 dB(A) 81,5 85 Sound Level Meter 07/11/2013
4 dB(A) 72,6 85 Sound Level Meter 05/05/2014

Jika dilihat dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada unit Metal
Forming Shop tidak ada hasil yang melebihi NAB yang telah ditetapkan. Sejauh
ini belum dilakukan pengendalian di sumbernya, seperti rekayasa teknik karena
NAB masih dalam kondisi aman atau tidak melebihi baku mutu.

Upaya pngendalian yang telah dilakukan adalah dengan pengendalian


pathway yaitu memberi jarak antara pekerja dengan alatnya agar tidak
mengganggu konsentrasi pekerja. Pengukuran kebisingan juga dilakukan untuk
memonitor kebisingan di setiap unitnya.

Untuk para pekerja juga dilakukan medical check-up setiap satu tahun
sekali, sehingga penyakit akibat kerja dapat dihindari. Untuk pekerja baru
dilakukan tes audiometry untuk mendapatkan gambaran adanya gangguan telinga
akibat kebisingan. Dan terdapat pengendalian administratif dengan adanya
pemasangan sign atau rambu dan diberikan training, yaitu penyuluhan kepada
seluruh karyawan tentang bahaya kebisingan terhadap kesehata. Selain itu,
dilakukan upaya terakhir untuk mengurangi kebisingan yaitu dengan pemberian
Alat Pelindung Diri (APD). APD diberikan kepada para pekerja sesuai dengan
88

jenis pekerjaan yang dilakukan. APD yang digunakan untuk mengurangi


kebisingan adalah ear plug ataupun ear muff. Ear plug berfungsi untuk melindungi
alat pendengaran terhadap kebisingan, umumnya digunakan pada intensitas
dibawah 100 bd(A), sedangkan ear muff umumnya digunakan pada intensitas
antara diatas 100 db(A). Hampir semua pekerja menggunakan ear plug dan
terdapat beberapa pekerja yang tidak menggunakannya.

2. Penerangan

Pengukuran untuk penerangan di dalam ruangan produksi pada unit Metal


Forming Shop belum pernah dilakukan sebagai usaha pengendalian faktor bahaya
di tempat kerja. Penerangan untuk pekerjaan ruang produksi menggunakan dua
sumber penerangan yaitu penerangan alami dan penerangan buatan. Penerangan
yang dilakukan selama proses produksi berlangsung adalah dengan menggunakan
penerangan alami dari sinar matahari dan penerangan buatan dari lampu
fluoresensi.

Pengukuran untuk penerangan ini tidak dilakukan karena tidak adanya


permintaan untuk dilakukan pengukuran dari pihak unit Metal Forming Shop.
Walaupun kecelakaan yang pernah ada tidak disebabkan karena intensitas
penerangan yang diterima karyawan, pengukuran penerangan harus tetap
dilakukan sebagai upaya pengendalian faktor bahaya di tempat kerja. Pengukuran
intensitas penerangan yang belum pernah dilakukan menyebabkan pihak
manajemen tidak tahu apakah intensitas penerangan yang ada sudah sesuai dengan
standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964
tentang syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam tempat kerja.

Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membeda-bedakan


barang kasar pada unit Metal Forming Shop seperti: mengerjakan bahan-bahan
yang besar dan menyisihkan barang-barang yang besa, yaitu haruspaling sedikit
mempunyai kekuatan 50 bar (5 ft candles). Selain itu, terdapat pekerjaan
membeda-bedakan barang-barang kecil yang agak teliti seperti : pemasangan lat-
alat yang sedang (tidak besar) dan pekerjaan mesin, penerangan yang cukup harus
89

paling sedikit mempunyai kekuatan 200 lux (20 ft candles). Dibawah ini
merupakan kondisi penerangan yang terdapat pada unit Metal Forming Shop di
PT. Dirgantara Indonesia.

Gambar 1.8 Keadaan Pencahayaan Ruang Produksi

Penerangan

Ya
Tidak
Kosong

Gambar 1.9 Kuisioner Kondisi Penerangan unit Metal Forming Shop

Jika dilihat dari gambar diatas, 50% pekerja merasa kondisi penerangan di
unit Metal Forming sudah baik, 44% pekerja merasa kondisi penerangan tidak
baik dan 6% tidak mengisi kuisioner ini. Namun sebagian besar karyawan merasa
90

tidak perlu ada upaya paksa untuk melihat dengan jelas penerangan yang ada. Ini
membuktikan bahwa karyawan menerima intensitas penerangan yang cukup dan
sesuai dengan pekerjaan mereka.

3. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer ruangan.


Pengukuran ini berdasarkan kondisi ruangan di dalam ruang produksi yang
pengukurannya dilakukan di siang hari. Pengukuran ini dilakukan secara
keseluruhan pada unit Metal Forming Shop setiap enam bulan sekali oleh
Ecolaboratory (PT. Ecosindo Laboranusa).

Tabel dibawah ini adalah hasil pengukuran Temperatur dan Kelembapan


Unit Metal Forming Shop PT. Dirgantara Indonesia.

Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Temperatur dan Kelembapan unit Metal Forming
Shop

No Parameter Satuan Hasil Tes Tanggal Pengukuran


1 Temperatur ⁰C 28 08/11/2012
Kelembapan %RH 67
2 Temperatur ⁰C 28,7 21/05/2013
Kelembapan %RH 65,8
3 Temperatur ⁰C 28,5 07/11/2013
Kelembapan %RH 65,5
4 Temperatur ⁰C 28,3 05/05/2014
Kelembapan %RH 70,8
Sumber: PT. Dirgantara Indonesia, 2015

Dengan demikian dapat dikatakan dengan kondisi temperatur dan


kelembapan yang tertera pada label bahwa ruangan tersebut masih dalam kondisi
nyaman. Hal ini dapat dirasakan ketika berada dalam ruangan tidak merasakan
panas yang berlebihan karena adanya sirkulasi udara dari luar. Dengan kondisi
91

suhu ruangan yang seperti itu para pekerja tidak merasa terganggu dan
menyebabkan masalah dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Dengan hasil tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar evaluasi apakah
kondisi tersebut masih dalam batas yang diizinkan atau tidak karena iklim kerja
adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara, kecepatan gerakan dan suhu
radiasi. Keempat faktor kombinasi tersebut bila dihubungkan dengan produksi
panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas, sehingga nantinya dapat
dijadikan sebagai dasar evaluasi. Akan tetapi, dari suatu penyelidikan diperoleh
hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi
pada temperatur sekitar 24 derajat Celcius sampai 27 derajat Celcius (Sritomo
Wigiosoebrata, 2003)

Iklim kerja sangat perlu diperhatikan agar pekerja merasa nyaman dalam
bekerja untuk mendukung produktivitas pekerja, sehingga menghasilkan produk
yang berkualitas. Iklim kerja yang tidak baik dapat menimbulkan efek kelelahan
yang akan menurunkan produktivitas pekerja.

Pengukuran iklim kerja (suhu) sebaiknya dilakukan secara periodik yang


dilakukan dengan cara :

- Termometer adalah alat pengukur suhu


- Hidrograph adalah alat untuk mengukur suhu dan kelembapan
- Anemometer adalah alat untuk mengukur aliran/kecepatan udara

Upaya pengendalian yang dilakukan untuk menangani iklim kerja PT.


Dirgantara Indonesia adalah :

a. Engineering Control
Memperhatikan keberadaan aliran udara dalam ruangan tempat kerja,
seperti ventilasi dan blower.
b. Administrasi Control
Melaksanakan pengendalian iklim kerja dengan mengurangi tingkat dan
lamanya pemajangan iklim kerja berdasarkan Nilai Ambang Batas dalam
92

lingkungan kerja (NAB iklim kerja berdasarkan keputusan Menteri Tenaga


Kerja Nomor Kep.51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999).
c. Training
Penyuluhan kepada semua karyawan tentang iklim kerja yang
kemungkinannya terdapat pengaruh terhadapt kesehatan karyawan
sehingga dapat mencegah dampaknya secara dini.

4.1.2.2 Faktor Kimia

Faktor kimia yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja atau penyakit


akibat kerja adalah pencemaran udara, seperti :

1. Udara/Debu

Poses produksi yang menghasilkan debu adalah material and tool handling
dari alat hand router dan hand forming.

Pengukuran kualitas udara di PT. Dirgantara Indonesia bekerja sama


dengan Ecolaboratory (PT. Ecosindo Laboranusa). Pengukuran dilakukan secara
periodik setiap 6 bulan sekali.

Dibawah ini adalah tabel hasil Pengukuran Kualitas Udara Unit Metal
Forming Shop PT. Dirgantara Indonesia.

Tabel 1.3 Hasil Pengukuran Kualitas Udara unit Metal Forming Shop

Hasil Tanggal
No Parameter Satuan NAB Metode
Tes Pengukuran
Carbon Monoxide (CO) 2,7 29 SNI 19-7117-10-2005
1 TSP 0,15 10 SNI 19-7119-3-2005 08/11/2012
Sulfure Dioxide (SO₂) 0,05 0,25 SNI 19-7117-7-2005
Carbon Monoxide (CO) 2,56 29 SNI 19-7117-10-2005
2 TSP 0,09 10 SNI 19-7119-3-2005 21/05/2013
Sulfure Dioxide (SO₂) 0,18 0,25 SNI 19-7117-7-2005
mg/mᶟ
Carbon Monoxide (CO) 2,35 29 SNI 19-7117-10-2005
3 TSP 0,08 10 SNI 19-7119-3-2005 07/11/2013
Sulfure Dioxide (SO₂) 0,19 0,25 SNI 19-7117-7-2005
Carbon Monoxide (CO) 1,5 29 SNI 19-7117-10-2005
4 TSP 0,16 10 SNI 19-7119-3-2005 05/05/2014
Sulfure Dioxide (SO₂) 0,025 0,25 SNI 19-7117-7-2005

Sumber : PT. Dirgantara Indonesia, 2015


93

Catatan :

Nilai Ambang Batas (NAB) udara di tempat kerja berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-13/MEN/X/2011.

Dari hasil pengujian kualitas udara tidak terdapat parameter yang melebihi
NAB yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. PER-13/MEN/X/2011. Kondisi tempat kerja yang tidak
terkontaminasi debu yang melebihi NAB dapat menunjang efektifitas kinerja dari
karyawan dan memberikan kenyamanan dalam bekerja. Kesehatan karyawan pun
terjamin karena parameter CO, TSP, dan SO2 masih dalam batas normal.

Walaupun kadar debu seperti Carbon Monoxide (CO), TSP, dan Sulfur
Dioxide (SO2) tidak ada yang melebihi NAB, perusahaan tetap memberikan APD
berupa masker agar debu tidak terhirup dan kacamata.

Pelaksanaan upaya pengendalian bahaya debu antara lain dilakukan


dengan cara :

a. Mengurangi Pemaparan
- Melindungi pekerja dengan alat pelindung diri (masker dan
kacamata).
- Alat pelindung pernafasan yang digunakan dan disesuaikan dengan
kebutuhan, seperti dusk mask untuk melindungi terhadap
banyaknya gangguan debu non toxic.
b. Usaha tambahan untuk pengendalian pemaparan, seperti :
- Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber bahaya.

4.1.2.3 Fakor Ergonomi

Faktor ergonomi tidak kalah pentingnya dengan faktor fisis maupun kimia
karena berkaitan dengan manusia untuk meningkatkan kenyamanan di lingkungan
kerja. Karyawan di ruang produksi bekerja seperti biasa, yaitu bekerja selama 8
jam yang dimulai pada jam 07.45 sampai 16.15. setelah dilakukan wawancara
94

diketahui bahwa pada unit Metal Forming Shop tidak diberlakukannya shift kerja.
Terkadang untuk mengejar produksi dilakukan lembur maksimal selama 3 jam.

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja pada waktu lembur


diperlukan adanya pengawasan yang lebih tinggi terhadap kinerja pekerja,
penerangan yang memadai karena pekerjaan dilakukan dari sore hingga malam
hari sehingga penerangan buatan sangat diperlukan dan fisik pekerja akan cepat
terasa lelah.

Selain itu, pembuatan alat tidak disesuaikan dengan anthropometri


operatornya atau pekerja. Hal tersebut tidak menyebabkan gangguan kerja yang
sangat signifikan (operator bisa menyesuaikan dengan jenis alatnya). Alat yang
terdapat pada proses cutting adalah horizontal router, vertical router, CNC router,
milling dan hand router. Alat yang terdapat pada proses forming, seperti rubber
press ABB, mesin press (eccentric press, press brake, dll), tool handling, dll.

Posisi Kerja dan Tata Letak Peralatan

Ya
Tidak

Gambar 1.10 Posisi Kerja dan Tata Letak Peralatan Kerja

Jika dilihat dari gambar diatas, 44% pekerja merasa nyaman dengan posisi
kerja dan tata letak peralatan kerjanya, sedangkan 56% pekerja merasa tidak
nyaman. Hal tersebut menyebabkan pekerja bekerja pada posisi bekerja yang tidak
95

tepat (tidak sesuai dengan anthropometri), sehingga pekerja menjadi terbiasa pada
posisi itu dan tidak menjadi persoalan yang berarti.

4.1.3 Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam upaya pengendalian


Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan potensi bahaya yang dapat
ditimbulkan dari peralatan, permesinan, proses kerja, material dan aktivitas pada
pekerjaan di unit Metal Forming Shop.

Berdasarkan literatur (dr. A. Siswanto, 1983) mengemukakan bahwa


dalam pemilihan APD perlu dipilih secara hati-hati agar memenuhi ketentuan,
seperti se-ringan mungkin dan enak dipakai, APD dapat dipakai secara flexibel
dan tidak mengganggu pekerjaan, dll.

Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan pada proses cutting, yaitu :

a. Face shield
Perlengkapan untuk melindungi muka, mata dan leher dari
loncatan/percikan benda-benda kecil padat. Secara umum bertujuan
melindungi dari semburan, loncatan/percikan gram grinding, chip atau
sanding serta terdapat face shield yang dapat melindungi dari paparan
radiasi panas ekstrim.

Gabar 1.11 Face Shield


96

b. Masker
Digunakan untuk melindungi diri dari udara kotor atau asap bekas material
masuk ke dalam hidung.

Gambar 1.12 Masker

c. Goggles
Digunakan mata untuk melindungi diri dari chip/benda-benda kecil yang
beterbangan ke arah mata.

Gambar 1.13 Goggles

d. Gloves
Digunakan untuk melindungi tangan dari chip/benda kecil yang tajam sisa
pemotongan metal.
97

Gambar 1.14 Gloves

e. Ear plug/ear muff


Digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan yang disebabkan oleh
proses blending benching.

Gambar 1.15 Ear Muff

f. Apron
Digunakan untuk melindungi wearpack dari material logam yang
berukuran kecil bahkan hingga seperti serbuk masuk ke dalam pori-pori
baju.
98

Gambar 1.16 Apron

g. Safety shoes
Digunakan untuk melindungi kaki dari benda tumpul berat yang jatuh ke
bagian kaki kita.

Gambar 1.17 Safety Shoes

Pemilihan APD perlu dipilih secara hati-hati agar memenuhi ketentuan,


seperti se-ringan mungkin dan enak dipakai.APD dapat dipakai secara fleksibel
dan tidak mengganggu pekerjaan dll.
Pemberian peringatan pada karyawan yang tidak memenuhi peraturan
yang telah ditetapkan harus dilakukan dengan tegas. Jika karyawan tidak
mematuhi peraturan, maka supervisior pada unit tersebut akan memberi
peringatan, akan tetapi hal itu tidak cukup ampuh karena hanya dipakai sementara
99

setelah itu dilepas kembali. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengetahuan yang
minim dan mengabaikan akan manfaat penggunaan APD.
Beberapa pengendalian yang telah dilakukan perusahaan untuk menjaga
keselamatan kerja, yaitu :
1. Training dan sosialisai kepada pekerja agar mengetahui akan pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerja yang dilakukan oleh
pihak keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Menginformasikan potensi bahaya pada setiap proses kerja.
3. Melakukan pemeriksaan (inspeksi) keselamatan kerja pada setiap aktivitas
yang berhubungan dengan penggunaan APD yang dilakukan oleh pihak
keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Melakukan penyelidikan/investigasi pada setiap kejadian kecelakaan yang
terjadi di lingkungan perusahaan oleh pihak keselamatan dan kesehatan
kerja.
5. Pengendalian resiko yang dilakukan sudah cukup baik, seperti
memberikan APD untuk mencegah kebisingan, yaitu ear plug.
6. Perawatan alat-alat ataupun mesin dilakukan secara periodik yang
dilakukan oleh pihak yang berwenang (maintenance)
7. Diberikannya briefing dan pengawasan yang dilakukan oleh supervisior
bagian Metal Forming.
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja pada unit Metal Forming Shop, seperti:
1. Substitusi alat yang dilakukan untuk pengendalian bahaya akibat kerja
dengan cara mengganti mesin lama dengan yang baru karena percikan
metal yang tipis tidak mengotori lantai (sudah tertampung pada mesinnya).
Substitusi alat yang telah dilakukan pada proses cutting, yaitu pada mesin
CNC router.
2. Pemberian sanksi kepada karyawan jika tidak sesuai dengan peraturan
yang ada, mensosialisasikan cara kerja yang aman, memberikan safety
briefing, membuat safety sign, serta mengidentifikasi dan
menginformasikan potensi bahaya pada setiap proses kerja.
100

4.1.4 Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja tidak terjadi begitu saja melainkan diakibatkan oleh
berbagai faktor, seperti kondisi alat ataupun mesin yang digunakan dan tindakan
tidak aman dari pekerja. Sebisa mungkin kecelakaan kerja dicegah sebelum
terjadi, yaitu dapat dilakukan tindakan preventif. Kecelakaan kerja pada unit
Metal Forming Shop jarang terjadi, jika terjadi kecelakaan kecil seperti terpukul
palu tidak dilaporkan. Pada tabel dibawah ini terdapat rekapitulasi kecelakaan
kerja selama 5 tahun terakhir.

Tabel 1.4 Rekapitulasi Kecelakaan Kerja di PT. Dirgantara Indonesia


Waktu Pekerjaan Penyebab Akibat Tindakan Perbaikan

24 Mei Operator 1.Mengambil Tersayat 1.Mengidentifikasi &


Mechine posisi/sikap tiak pada menginformasikan
2014 aman bagian potensi bahaya pada
kepala, setiap proses kerja di
2.Bekerja pada telinga, Routing machine.
mesin yang dan
bergerak/berbah tangan 2.Membuat safety sign
aya kiri atas “Operator dilarang
serta mata masuk ketika dalam
buram. keadaan on” pada
mesin/lokasi.

3.Memberikan safety
briefing.
25 Juli Hand Menekan belt Tersayat 1.Mengidentifikasi &
2014 Forming pada lintasan dan menginformasikan
Operator pulley fraktur potensi bahaya pada
(retak) setiap proses kerja du
pada jari mesin Kraft Former.
tangan
kanan. 2.Membuat/menambah
alat pengaman pada
daerah lintasan belt &
pulley
Sumber : K3LH PT. Dirgantara Indonesia, 2014
101

4.1.5 Fasilitas yang Tersedia

Fasilitas yang tersedia untuk mendukung upaya keselamatan dan


kesehatan kerja, seperti fasilitas kesehatan, fasilitas keselamatan, dan fasilitas
kebakaran.

4.1.5.1 Fasilitas Kesehatan Kerja


Fasilitas kesehatan yang tersedia di PT. Dirgantara Indonesia adalah segai
berikut :
 Kotak P3K yang terdapat disetiap ruangan dapat membantu apabila terjadi
kecelakaan akibat kerja.
 Tim yang tanggap dari P3K yang terlatih dan mendapat pembinaan selalu
siaga untuk menangani kecelakaan kerja.

4.1.5.2 Fasilitas Keselamatan Kerja

Fasilitas keselamatan yang tersedia di PT. Dirgantara Indonesia adalah


sebagai berikut :

- Adanya pelatihan tentang penggunaan alat, khususnya untuk pekerja baru


agar dapat memahami cara kerja alat atau mesin yang akan digunakan.
Dengan diadakannya pelatihan dapat meminimalkan resiko kecelakaan
kerja yang dapat terjadi.
- Tersedianya Alat Pemadam Api Ringan (APAR) apabila sewaktu-waktu
terjadi kebakaran ringan di lokasi. APAR tersedia di setiap ruangan dan
diletakkan ditempat-tempat yang mudah di jangkau, baik di ruang
produksi maupun di kantor. Jumlah APAR di unit Metal Forming Shop
adalah 2 buah. Setiap APAR harus ditetapkan pada posisi yang mudah
dilihat, mudah dicapai dan mudah diambil serta dilengkapi dengan
pemberian tanda pemasangan.
- Langkah pencegahan adanya bahaya kebakaran dengan memasang alat
detector yang dapat mendeteksi penyebab kebakaran yang ditempatkan di
area perushaan.
102

- Mengkomunikasikan dan mensosialisasikan pentingnya keselamatan dan


kesehatan kerja di perusahaan yang dilakukan dengan cara memberi
peringatan, slogan-slogan dan poster yang terdapat di area ruang produksi
dan lingkungan perusahaan.
- Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) kepada para pekerja. Standar
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk berbagai pekerjaan di unit
Metal Forming Shop terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.5 Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk pekerjaan
“AIRCRAFT SERVICES”

Mesin/Alat/ Material Aspek K3LH/Aktivitas Potensi APD Yang


Proses Bahaya Diperlukan
Metal Dural > Mat & tool Handing > Tergores, 1. Leather/
Forming > Setting mat & tool tersayat, cotton/nylon
> Proses Kerja terjepit. gloves
> Terpukul, 2. Ear Plug
tertimpa, 3. Masker
terbentur. 4. Safety
> shoes
Menghisap
debu,
kebisingan
Sumber: PT. Dirgantara Indonesia, 2013

4.1.6 Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kesehatan dan Keselamatan Kerja karyawan perlu diperhatikan oleh


perusahaan karena akan berpengaruh terhadap efektifitas kinerja dan produk yang
dihasilkan. Perhatian tersebut bertujuan untuk pemeliharaan kesehatan dan
meminimalkan kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada saat produksi.

4.1.6.1 Kesehatan Kerja

Fasilitas kesehatan yang tersedia berupa klinik di kawasan PT. Dirgantara


Indonesia. Selain itu, di lokasi kerja terdapat petugas P3K yang ditentukan
berdasarkan jumlah karyawan dan potensi bahaya di tempat kerja. Petugas P3K
merupakan karyawan terlatih untuk melaksanakan Pertolongan Pertama Pada
103

Kecelakaan (P3K). Dan tersedianya rumah sakit rujukan terdekat jika terjadi
kecelakaan kerja.

Fasilitas kesehatan yang lain berupa pemeriksaan kesehatan karyawan


(medical check up) yang dilakukan oleh perusahaan setiap setahun sekali.
Pemeriksaan kesehatan bertujuan untuk mengetahui kesehatan karyawannya
selama bekerja di PT. Dirgantara Indonesia.

Usaha pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan oleh PT.


Dirgantara Indonesia telah sesuai dengan Undang-Undang Keselamatan Kerja No.
1 tahun 1970 pasal 8 yang menyatakan bahwa :

a. Pengurus diwajibkan memberikan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi


mental dan dipindah sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
b. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.

Untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja PT. Dirgantara Indonesia


mengikutsertakan seluruh tenaga kerjanya dalam asuransi kesehatan.

Kotak P3K yang tersedia di perusahaan terdapat di setiap departemen yang


disimpan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda yang jelas,
cukup cahaya serta mudah diangkut bila digunakan. Isi standar kotak P3K tersebut
berupa :

1. Plester gulung, digunakan untuk perekat kasa gulung.


2. Band aid, digunakan untuk menutup luka kecil.
3. Kasa gulung, digunakan sebagai penutup luka besar.
4. Kasa steril, digunakan untuk menutup awal luka besar.
5. Betadin, digunakan sebagai pencegah infeksi.
6. Alkohol 70%, digunakan sebagai pencuci luka/anti septik.
7. Kain segitiga, digunakan sebagai penyangga patah tulang.
104

8. Kapas, digunakan untuk membersihkan luka.


9. Peniti, digunakan sebagai penyatu kain segitiga.
10. Gunting, digunakan untuk memotong kasa/plester.

Dibawah ini merupakan salah satu contoh kotak P3K yang ada di unit
Metal Forming Shop.

Gambar 1.18 Kotak P3K

4.1.6.2 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja sangat diutamakan oleh perusahaan untuk mengurangi


kecelakaan kerja, sehingga perlu diterapkannya beberapa sistem dan adanya
kedisiplinan dari para karyawan untuk menjalankannya. Hal yang perlu dilakukan
perusahaan secara administratif untuk menjaga keselamatan para karyawannya
adalah dilakukan pelatihan dan sosialisasi pada karyawan baru, pengawasan,
terdapat Safety Operation Procedure (SOP) dan Material Safety Data Sheet
(MSDS), dan tersedianya APD untuk karyawan sesuai dengan kebutuhan dan
jenis pekerjaanya. Berdasarkan literatur, kecelakaan kerja dapat terjadi akibat
penyebab langsung, yaitu tindakan tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak
aman (unsafe condition), serta karena penyebab dasar seperti faktor personal,
faktor pekerjaan, dan kurang kendali (lack of control) yang diterjemahkan sebagai
kegagalan manajemen.
105

Kecelakaan kerja yang terjadi pada unit Metal Forming Shop diakibatkan
oleh kelalaian karyawan (operator) dalam melakukan pekerjaan. Hal tersebut
dapat mengakibatkan kerugian pada karyawan, (seperti kelainan ataupun cacat
fisik) dan perusahaan (seperti kerugian waktu kerja yang dapat mempengaruhi
produksi, materi ataupun kerusakan alat) perlu dilakukan pengawasan yang lebih
untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

Terdapat beberapa pekerja yang tidak menggunakan APD, seperti alat


pelindung telinga (ear plug) dan masker pada saat melakukan pekerjaan yang
seharusnya menggunakan APD tersebut.

4.1.7 Hasil Observasi dan Pengukuran

Tabel 1.6 Hasil Observasi dan Pengukuran

NO Item Yang diperiksa Kategori Keterangan


Y T
Pekerja dan cara Kerja
1 Pekerja menggunakan APD √ Karena di temukan ada
yang dipersyaratkan sebagian pekerja yang
belum menggunakan
APD.
2 Pekerjaan dilakukan sesuai √
intruksi yang telah ditetapkan.
3 Mengoperasikan mesin sesuai √
dengan persyaratan teknis
4 Menggunakan peralatan kerja √ Karena ditemukan ada
dengan benar beberapa pekerja yang
tidak menggunakan
peralatan dengan
seharusnya
5 Adanya rambu-rambu √
peringatan yang jelas
106

6 Pekerja telah mendapatkan √


pelatihan sesuai dengan
tugasnya
7 Pekerja bekerja dengan serius √
atau tidak bercanda
JUMLAH 5 2
II Lingkungan Kerja
1 Lantai bersih dari ceceran oli atau √ Terdapat tumpahan
tumpahan lainnya. coolant
2 Jalur untuk jalur bebas dari
halangan atau benda-benda
3 Penempatan barang sesuai dengan √
lokasi yang telah ditentukan.
4 Tempat kerja memiliki penerangan √ Dibuktikan dengan
yang memadai pengukuran
5 Tempat kerja memiliki ventilasi √
udara yang memadai
6 Tempat kerja telah disediakan √
APAR
7 APAR terletak pada tempat yang √ Terdapat 3 tabung
mudah dicapai dan tidak terhalang. APAR
8 APAR yang telah terpasang √ Diperiksa setiap 1
diperiksa. tahun sekali.
9 Terdapat tanda jalur evakuasi yang √ Masih dalam proses
jelas terlihat pembuatan
10 Terdapat fasilitas P3K √

11 Terdapat jalur khusus evakuasi √

12 Diadakan pelatihan sesuai dengan √


tugasnya.
107

13 Adanya pembatasan izin masuk √


pada daerah berbahaya/berisiko
tinggi
JUMLAH 11 2

Jadwal Shift Karyawan Bagian Mesin

Tabel 1.7 Jadwal Shift Karyawan

No Hari Kerja Jam/Waktu Istirahat


1 Shift 1 07.30-16.30 12.00-13.00
2 Shift 2 16.30-12.00 18.00-19.00

Distribusi Frekuensi

Observasi Ruang dan Bangunan

Di PT Dirgantara Indonesia Unit Metal Forming (Hand Forming)

Tabel 1.8 Distribusi Frekuensi

No Kategori Frekuensi Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 13 72,22 %
2 Tidak memenuhi syarat 5 27,78%
Jumlah 18

Dari tabel distribusi di atas maka dapat diperoleh hasil observasi mengenai
Ruang dan Bangunan Di PT Dirgantara Indonesia Unit Metal Forming (Hand
Forming) yang diperiksa, Memenuhi syarat yaitu 72,22 % sedangkan yang tidak
memenuhi syarat yaitu 27,78% atau 5 item dari 18 item yang telah diobservasi.
108

Penyehatan Udara

Penyehatan udara di lingkungan kerja perkantoran dan industri meliputi :


suhu dan kelembaban, pencahayaan, dan kebisingan. Adapun hasil observasi dan
pengukuran penyehatan udara di PT. Dirgantara Indonesia Unit Metal Forming
(Hand Forming) adalah sebagai berikut:

Tabel 1.9 Hasil Observasi dan Pengukuran Penyehatan Udara

No Kategori Frekuensi Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 9 90 %
2 Tidak memenuhi syarat 1 10%
Jumlah 10 100%

Distribusi Frekuensi Hasil Observasi

Pekerja dan cara Kerja

Di PT. Dirgantara Indonesia Unit Metal Forming (Hand Forming)

Tabel 1.10 Frekuensi Pekerja dan Cara Kerja

No Kategori Frekuensi Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 5 71,42 %
2 Tidak memenuhi syarat 2 28,58%
Jumlah 7 100%

Dari tabel distribusi di atas maka dapat diperoleh hasil observasi


Lingkungan Kerja Item Pekerjaan dan cara Kerja yang Memenuhi syarat yaitu
71,42 % sedangkan yang tidak memenuhi syarat yaitu 25,58% dari 7 item yang
telah diobservasi.
109

Distribusi Frekuensi Hasil Observasi

Lingkungan Kerja

Di PT Dirgantara Indonesia Unit Metal Forming (Hand Forming)

Tabel 1.11 Frekuensi Lingkungan Kerja

No Kategori Frekuensi Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 11 84,60 %
2 Tidak memenuhi syarat 2 15,40%
Jumlah 13 100%

Hasil Observasi Ruang dan Bangunan

Di PT Dirgantara Indonesia Unit Metal Forming (Hand Forming)

Tabel 1.12 Frekuensi Ruang dan Bangunan

NO Uraian Kepmenkes RI 1405 Tahun 2002 MS TMS


1 Bangunan -Kuat √
-Terpelihara √
-Bersih √
-Tidak memungkinkan masuk dan √
berkembang biaknya Vektor
maupun binatang penggangu
2 Lantai -Kuat √
-Kedap Air √
-Permukaan Rata √
-Tidak Licin √
-Bersih √
3 Dinding -Bersih √
-Berwarna Terang √
110

4 Langit-Langit -Kuat √
-Bersih √
-Berwarna Terang √
-Ketinggian minimal 2,5 m dari √
lantai
5 Atap -Kuat √
-Tidak Bocor √
6 Jendela -Luas jendela, kisi-kisi, atau dinding √
gelas kaca untuk masuknya cahaya

Keterangan : Ya : MS (Memenuhi Syarat)

Tidak : TMS (Tidak Memenuhi Syarat)

4.2 Dampak Dari Objek Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kecelakaan adalah Kejadian yang tidak dinginkan, tidak direncanakan,


tidak diduga dan mengakibatkan kerugian. Tidak seorangpun menginginkan
kecelakaan karena banyak sekali dampak / kerugian yang akan dialami baik oleh
karyawan, keluarga karyawan ataupun perusahaan. Maka perlu sekali kita
mengetahui dampak K3 terhadap karyawan, terhadap perusahaan maupun
terhadap lingkungan kerja.

Dampak objek (Mesin) terhadap K3 di PT. Dirgantara Indonesia dibagi


menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

a. Terhadap Karyawan

Kecelakaan dapat mengakibatkan kesakitan atau cidera bahkan dapat


mengakibatkan cacat yang permanen atau cacat tetap. Karyawan akan kehilangan
waktu kerja karena ia harus menjalani perawatan baik oleh perawatan / paramedis
111

perusahaan ataupun oleh dokter rumah sakit. Karyawan akan berkurang


pemasukkannya akibat kehilangan waktu kerja untuk menjalani perawatan.

b. Terhadap Perusahaan

Perusahaan akan mengalami kerugian akibat kecelakaan yang tidak


terduga, misalnya kehilangan tenaga kerja yang sudah terlatih dan sudah
mempunyai keterampilan. Mengganti / memperbaiki peralatan yang rusak akibat
kecelakaan.

c. Terhadap Lingkungan Kerja

Dampak terhadap lingkungan kerja misalnya berkurangnya efisiensi


produksi yang diakibatkan oleh kecelakaan atau pun kerusakan mesin.

4.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Dirgantara Indonesia

Dalam Peninjauan kami terhadap PT. Dirgantara Indonesia, dengan


mengajukan beberapa pertanyaan mengenai penanggulangan masalah kesehatan
keselamatan kerja kami menemukan banyak sekali hal yang dapat dijadikan bahan
perbaikan kedepannya, diantaranya yaitu:

1. Pada saat proses produksi pada prosedurnya para pekerja dianjurkan


bahkan diharuskan untuk mengenakan Alat Pengaman Diri seperti sarung
tangan, masker, kacamata, dll, akan tetapi yang kami temukan di sini, para
pekerja tidak ada satupun yang peduli dengan itu, dengan alasan:
a. Tidak biasa
b. Merasa rishi menggunakan APD
c. Merasa dia sudah aman tanpa APD
2. Banyak mesin yang berpotensi menyebabkan kecelakaan dan kurang
tertata dengan baik seperti :
a. Mesin las
b. Mesin Bubut
112

c. Grinda
d. Mesin Press
e. Tabung gas oksigen
3. Kondisi lantai cukup licin, pada divisi teknik disebabkan oleh oli, dan
serbuk besi hasil produksi dan pada divisi makanan dan minuman
disebabkan oleh serbuk bandrek instan yang berserakan.
4. Kondisi lantai di divisi teknik cukup berbahaya karena banyak serpihan
besi yang cukup tajam berserakan di lantai.
5. Kecelakaan tidak sering terjadi akan tetapi kami mendapatkan beberapa
informasi mengenai kecelakaan yang pernah dialami di PT. Dirgantara
Indonesia ini, yaitu:
a. Luka ringan, tangan tergores gerinda.
b. Luka sedang, luka di kaki karna tertusuk serpihan besi yang
berserakan
c. Luka berat, Jari terputus karena terjepit mesin
113

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam evaluasi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja


pada unit Metal Forming Shop di PT. Dirgantara Indonesia adalah :

a. Kebisingan di unit Metal Forming Shop tidak ada yang melebihi baku
mutu. Baku mutu kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 dengan waktu paparan 8 jam/hari.
Pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu dengan memberikan
APD kepada karyawan berupa ear plug ataupun ear muff dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan.
b. Penerangan di dalam ruangan produksi pada unit Metal Forming Shop
belum pernah dilakukan sebagai usaha pengendalian faktor bahaya
ditempat kerja. Penerangan untuk pekerjaan ruang produksi ini
menggunakan dua sumber penerangan yaitu penerangan alami dan
penerangan buatan.
c. Iklim kerja (suhu) di unit Metal Forming Shop cukup baik karena terdapat
ventilasi udara yang cukup baik dan pekerja masih merasa nyaman.
d. Pengukuran debu di unit Metal Forming Shop tidak ada yang melebihi
baku mutu. Pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu dengan
memberi APD kepada karyawan berupa masker.
e. Hasil rekapitulasi kecelakaan kerja, yaitu banyaknya kejadian luka
kecelakaan dengan waktu hilang selama 5 tahun terakhir adalah dua kali.
Keduanya terjadi pada tahun 2014 akibat faktor Human Error. Kecelakaan
tersebut terjadi karena posisi/sikap tidak aman (tidak mengikuti petunjuk
kerja yang aman) dan kurang pengetahuan atau pengalaman kerja.
114

5.2 Saran

a. Disarankan untuk pengukuran kebisingan dilakukan juga pada setiap unit


mesinnya atau alat lainnya agar mengetahui sumber utama kebisingan.
b. Disarankan agar dilakukan pengukuran penerangan pada unit Metal
Forming Shop walaupun penerangan di unit tersebut cukup baik.
c. Melakukan pengawasan secara rutin, pengawasan dapat dilakukan dengan
cara dokumentasi foto untuk pekerja yang tidak menggunakan APD atau
menggunakan alat dengan tidak benar. Lalu diberikan peringatan dan
tindakan secara personal.
115

LAMPIRAN
116
117
118

Anda mungkin juga menyukai