Anda di halaman 1dari 19

BEHAVIOR BASED SAFETY

LANGKAH MEMPERKUAT PERILAKU DAN PROSES PENERAPAN


BBS

DOSEN PENGAMPU:

ICE IRAWATI, SKM, M.Kes

DISUSUN OLEH:

1. CASSIE ANGGIA : 201013241075


2. HAZIRAH SYAFIQAH : 201013241042
3.ROHANA NAPITUPULU : 201013241059

PROGRAM STUDI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKes) UNIVERSITAS IBNU SINA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga

kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah mata kuliah ”BEHAVIOR BASED SAFETY”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : Ice Irawati,

SKM, M.Kes selaku Dosen pengampu Mata Kuliah.

Dalam penyusunan Makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan dan banyak

kekurangannya baik dari segi teknik penulisan maupun isi materinya. Oleh karena itu, dengen

penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi

kebaikan Makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, dengan

segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua. Aamiin.

Duri, 25 Agustus 2021

PENULIS
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................
1.3 Tujuan .............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................

2.1 Perilaku Keselamatan (Behavior Safety) .........................................................................

2.2 Behavior Based Safety......................................................................................................

2.3 Metode Do It.....................................................................................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................


3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................
3.2 Saran ..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan

masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang

diderita tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah

timbulnya korban jiwa. Kehilangan sumber daya manusia merupakan kerugian

yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak

dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang berlangsung dari

timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah biaya pengobatan

dan kompensansi

Biaya tidak langsung adalah kerusakan alat-alat produksi, penataan

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang baik, penghentian alat

produksi, dan hilangnya waktu kerja (Helliyanti, 2009).Menurut data ILO

(2013) tercatat lebih dari 2,34 juta orang di dunia meninggal dunia

akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 321.000 akibat

kecelakaan kerja dan sekitar 2,02 juta akibat penyakit akibat kerja (ILO,

2013).

PT Jamsostek menyatakan pada tahun 2012 setiap hari ada 9

pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja,

sementara total kecelakaan kerja pada tahun yang sama 103.000 kasus.

Masih tingginya angka kecelakaan kerja tersebut akibat masih terjadinya


pengabaian atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan

perusahaan (Anonim, 2013). Teori Bird menyatakan bahwa near miss yang terus

berulang dan kebanyakan disebabkan karena unsafe act atau unsafe behavior

dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja yang lebih serius. Hal ini

didukung oleh hasil riset dari National Safety Council (NSC) (2011)

tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hasil riset National Safety

Council (NSC) menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah

adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui

penyebabnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company

(2005) menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh

unsafe behavior dan 4% disebabkan oleh unsafe condition (Cooper, 2009).

Berdasarkan acuan bahwa unsafe behavior merupakan penyumbang terbesar

dalam terjadinya kecelakaan kerja maka untuk mengurangi kecelakaan kerja

dan meningkatkan safety performance hanya bisa dicapai dengan usaha

memfokuskan pada pengurangan unsafe behavior. Salah satunya adalah dengan

melakukan pendekatan perilaku yaitu Behavior Based Safety (BBS).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Langkah memperkuat perilaku dan proses penerapan BBS?

1.3 Tujuan

A. Untuk Mengetahui Langkah Memperkuat Perilaku Behavior Based Safety

B. Untuk Mengetahui Langkah Proses Penerapan Behavior Based Safety


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Keselamatan (Behavior Safety)

Perilaku diterjemahkan dari kata bahasa Inggris “behavior” dan kata tersebut

sering dipergunakan dalam bahasa sehari-hari, namun seringkali pengertian perilaku

ditafsirkan secara berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Perilaku juga sering

diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang ditampilkan seseorang dalam hubungannya

dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya, atau bagaimana manusia beradaptasi

terhadap lingkungannya. Perilaku, pada hakekatnya adalah aktifitas atau kegiatan nyata

yang ditampikan seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku keselamatan adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor-

faktor keselamatan kerja.

Menurut Zhou et al., (2007) ada  empat faktor yang paling efektif untuk

meningkatkan perilaku keselamatan, yaitu:  safety attitudes, employee’s involvement,

safety management systems and procedures,  and safety knowledge.  Faktor iklim

keselamatan lebih berpengaruh terhadap perilaku keselamatan jika dibandingkan

dengan pengalaman pekerja. Diperlukan strategi gabungan antara iklim keselamatan

dan pengalaman kerja untuk meningkatkan perilaku keselamatan secara maksimal guna

mencapai total budaya keselamatan.

Rundmo dan Hale  (2003) melakukan studi terhadap sikap (attitude) manajemen

terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi menunjukkan

bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap. Sikap yang ideal untuk manajemen adalah:
 Komitmen yang tinggi.

 Kefatalan rendah.

 Toleransi terhadap pelanggaran rendah.

 Emosi dan kekhawatiran tinggi.

 Tunakuasa rendah.

 Prioritas keselamatan tinggi.

 Penguasaan dan kesadaran tinggi.

Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki perilaku pekerja

adalah behavior-based safety. Behavior-based safety atau lebih dikenal dengan singkatan

BBS adalah suatu pendekatan yang bersifat proaktif dalam meningkatkan kinerja K3, dan

sistem ini juga memberikan peringatan dini terhadap potensi bahaya kecelakaan serta dapat

mengukur perilaku aman dan tidak aman di tempat kerja. Sistem ini juga memberikan

kesempatan kepada setiap individu untuk berbagi informasi mengenai kinerja K3 dan umpan

balik terhadap rekan-rekan kerja mereka, mendorong keterlibatan pekerja dalam semua

aktifitas K3, meningkatkan kesadaran pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap resiko

dan mengarahkan konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan (IET, 2007).

Program BBS adalah merupakan program perbaikan kontinu yang melibatkan manajemen

dan pekerja. Ada lima program yang harus dijalan secara kontinu dalam BBS, yaitu :

1. Observasi, diskusi dan umpan balik dari pekerja di lingkungan kerja. Program ini

dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya guna mengetahui

perilaku aman dan tidak aman dari pekerja.


2. Melakukan komunikasi dengan semua pekerja sebagai bentuk pembelajaran

berdasarkan informasi yang diperoleh dari program pertama.

3. Membuat program perencanaan implementasi BBS berdasarkan masukan dan data

yang diperoleh dari program pertama.

4. Implementasi perbaikan dan berbagi pembelajaran antar organisasi.

5. Training dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan

presepsi terhadap resiko, membina individu untuk melakukan pekerjaan sesuai

dengan standar dan menguji dampak perilaku

2.2 BEHAVIOR BASED SAFETY

Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak diharapkan oleh semua orang karena

dapat menimbulkan berbagai kerugian mulai dari kerugian materi hingga kematian. Pada

umumnya kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu, perilaku tidak aman dan 

kondisi tidak aman. Data statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 85% dari kecelakaan

pada proyek konstruksi disebabkan karena perilaku yang tidak aman (unsafe acts) dan 15% dari

kecelakaan proyek konstruksi disebabkan oleh kondisi yang tidak aman (unsafe conditions).

Salah satu perilaku tidak aman adalah mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan oleh

organisasi seperti: tidak menggunakan alat pelindung diri, tidak mengikuti standar operasional

prosedur kerja, atau tidak memperhatikan rambu-rambu bahaya. Tindakan tidak aman yang

dilakukan pekerja tersebut dapat semakin meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

Perilaku yang tidak aman yang dilakukan oleh tenaga kerja disebabkan karena kurangnya

kesadaran pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Untuk meningkatkan kesadaran pekerja mengenai K3, perlu ditanamkan adanya budaya

keselamatan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penerapan budaya keselamatan
adalah Behaviour Based Safety (BBS). Behaviour Based Safety (BBS) adalah proses pendekatan

untuk meningkatkan keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan dengan jalan mendorong

sekelompok pekerja untuk:

 Mengidentifikasi perilaku yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja

(K3).

 Mengumpulkan data kelompok pekerja.

 Memberikan feedback dua arah mengenai perilaku keselamatan dan kesehatan

kerja (K3).

 Mengurangi atau meniadakan hambatan sistem untuk perkembangan lebih lanjut.

Menurut Cooper (1999) mengidentifikasi adanya tujuh kriteria yang sangat penting bagi

pelaksanaan program behavioural safety, yaitu antara lain :

1. Melibatkan partisipasi karyawan yang bersangkutan

Dalam menerapkan Behaviour Based Safety (BBS) harus melibatkan seluruh pekerja

dalam safety management. Behavioural safety mengatasi hal ini dengan menerapkan

sistem bottom-up, sehingga individu yang berpengalaman dibidangnya terlibat langsung

dalam mengidentifikasi unsafe behaviour. Dengan keterlibatan workforce secara

menyeluruh dan adanya komitmen, ownership seluruh pekerja terhadap program safety

maka proses improvement akan berjalan dengan baik.

2. Memusatkan perhatian pada perilaku tidak aman yang spesifik

Memfokuskan pada unsafe behaviour (sampai pada proporsi yang terkecil) yang menjadi

penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan artinya menghilangkan

sejarah kecelakaan kerja yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Memberi reward
tertentu pada individu yang mengidentifikasi unsafe behaviour, mengidentifikasikan

kekurangan sistem manajemen yang berhubungan agar cepat ditangani sehingga tidak

lagi memicu terjadinya unsafe behaviour.

3. Didasarkan pada data hasil observasi

Observer memonitor safety behaviour pada kelompok mereka dalam waktu tertentu.

Makin banyak observasi makin reliabel data tersebut, dan safety behaviour akan

meningkat.

4. Proses pembuatan keputusan berdasarkan data

Hasil observasi atas perilaku kerja dirangkum dalam data prosentase jumlah safety

behaviour. Berdasarkan data tersebut bisa dilihat letak hambatan yang dihadapi. Data ini

menjadi umpan balik yang bisa menjadi reinforcement positif bagi karyawan yang telah

berperilaku safe, selain itu bisa juga menjadi dasar untuk mengoreksi unsafe

behaviour yang sulit dihilangkan.

5. Melibatkan intervensi secara sistematis dan observasional

Keunikan sistem behavioural safety adalah adanya jadwal intervensi yang terencana.

Dimulai dengan briefing pada seluruh departemen atau lingkungan kerja yang dilibatkan,

karyawan diminta untuk menjadi relawan yang bertugas sebagai observer yang tergabung

dalam sebuah project team. Observer ditraining agar dapat menjalankan tugas mereka.

kemudian mengidentifikasi unsafe behaviour yang diletakkan dalam checklist. Daftar ini

ditunjukkan pada para pekerja untuk mendapat persetujuan. Setelah disetujui, observer

melakukan observasi pada periode waktu tertentu, untuk menentukan baseline. Setelah itu

barulah program interverensi dilakukan dengan menentukan goal setting yang dilakukan

oleh karyawan sendiri. Observer terus melakukan observasi. Data hasil observasi
kemudian dianalisis untuk mendapatkan feedback bagi para karyawan. Team project juga

bertugas memonitor data secara berkala, sehingga perbaikan dan koreksi terhadap

program dapat terus dilakukan.

6. Menitikberatkan pada umpan balik terhadap perilaku kerja

Dalam sistem behavioural safety, umpan balik dapat berbentuk seperti : umpan balik

verbal yang langsung diberikan pada karyawan sewaktu observasi; umpan balik dalam

bentuk data (grafik) yang ditempatkan dalam tempat-tempat yang strategis dalam

lingkungan kerja; dan umpan balik berupa briefing dalam periode tertentu dimana data

hasil observasi dianalis untuk mendapatkan umpan balik yang mendetail tantang perilaku

yang spesifik.

7. Membutuhkan dukungan dari manager

Komitmen manajemen terhadap proses behavioural safety biasanya ditunjukkan dengan

memberi keleluasaan pada observer dalam menjalankan tugasnya, memberikan

penghargaan yang melakukan safety behaviour, menyediakan sarana dan bantuan bagi

tindakan yang harus segera dilakukan, membantu menyusun dan menjalankan umpan

balik, dan meningkatkan inisiatif untuk melakukan safety behaviour dalam setiap

kesempatan. Dukungan dari manajemen sangat penting karena kegagalan dalam

penerapan behavioural safety biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dan

komitmen dari manajemen.

2.3 Metode DO IT

DO IT adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan

mengubah perilaku pekerja dalam proses behavior based-safety (BBS). Jika

menerapkan BBS, tentu saja tujuannya adalah untuk merubah perilaku pekerja yang

tidak aman (unsafe act) menjadi perilaku pekerja yang aman (safe act). Secara
sederhana penulis lebih cenderung mendefinisikan perilaku dalam K3 adalah segala

aktifitas atau tindakan yang dapat dilihat atau diamati orang lain. Contoh, pekerja yang

melakukan aktifitas produksi, berjalan, menyebrang, naik tangga, duduk, berlari,

memakai APD dalam bekerja, dan lain-lain,  semua itu merupakan perilaku seseorang.

Dalam program BBS tentu saja yang menjadi target adalah perilaku-perilaku tidak aman

yang harus diubah. Misalnya naik tangga tanpa memegang hand rail, menyebrang

disembarang tempat, berjalan dijalur forklift, posisi duduk yang tidak ergonomis,

memotong jalur proses produksi, bekerja tidak sesuai SOP, dsb. Didalam buku psikologi

safety yang ditulis oleh E.Scott Geller dijelaskan bahwa salah satu metoda yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi dan merubah perilaku-perilaku yang kritikal adalah

dengan mentoda DO IT.

DO IT merupakan singkatan dari:

D = DEFINE

O = OBSERVE

I = INTERVENE

T = TEST

1) Define Tahapan pertama yang harus dilakukan dalam program BBS adalah

mendefinisikan atau menentukan target-target perilaku dari pekerja yang akan

dihilangkan/diperbaiki atau ditingkatkan/dipertahankan. Meskipun pada umumnya yang

menjadi prioritas adalah perilaku tidak aman, namun dapat juga ditentukan perilaku-

perilaku aman yang harus dipertahankan atau ditingkatkan. Dalam menentukan target

perilaku yang akan dimasukkan kedalam program BBS. Bagaimana cara menentukan
perilaku mana yang akan menjadi target? Ada beberapa metode yang dapat dilakukan

untuk menentukan perilaku yang menjadi target, yaitu:

 Brainstorming dengan metode KJ analisis; beberapa orang yang mewakili

departemen dan tingkat jabatan dimintai masukkannya terhadap perilaku-perilaku

tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dengan cara menuliskan diatas potongan

kertas (Post It).

 Grup diskusi dengan beberapa orang yang mewakili setiap departemen atau

bagian.

 Analisis terhadap berbagai penyebab kecelakaan yang pernah terjadi.

 Berdasarkan temuan audit K3.

Bisa saja ditemukan atau diperoleh banyak sekali perilaku tidak aman dari proses tersebut diatas,

namun pihak manajemen harus menentukan perilaku beresiko mana yang akan menjadi

perioritas utama untuk masuk program BBS. Ruang lingkup program BBS juga harus ditentukan

agar program BBS bisa menjadi lebih fokus dan efektif. Sebagai contoh:

Program 1: Perilaku yang menjadi target adalah cara mengemudi forklif yang tidak sesuai SOP.

Ruang lingkupnya adalah semua pengemudi forklift dan jalur forklift di area pabrik.

Program 2: Perilaku penggunaan APD di area produksi. Ruang lingkup semua operator atau

pekerja yang ada di produksi.

2) Observe

Setelah ditentukan perilaku beresiko yang akan dijadikan target dalam program BBS,

maka tahap selanjutnya dilakukan observasi atau pengamatan terhadap pekerja-pekerja

diarea atau bagian yang sudah ditentukan. Pengamatan dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu pengamatan terbuka dan pengamatan tertutup. Pengamatan terbuka maksudnya


adalah pengamatan dilakukan secara langsung dan diketahui oleh yang diamati. Tentu

saja metode ini seringkali akan mendapatkan hasil yang bias karena pekerja yang merasa

diamati akan bekerja secara lebih hati-hati. Meskipun demikian pekerja yang sudah

terbiasa berperilaku tidak aman akan tetap memunculkan perilaku tidak amanya.

Pengamatan tertutup maksundya adalah pengamatan dilakukan secara diam-diam tanpa

diketahui oleh pekerja yang diamati. Hal ini bisa dilakukan oleh pihak ke tiga atau

pekerja didalam grup yang sama yang diminta secara khusus melakukan pengamatan

sambil bekerja. Sangat tidak disarankan pengamatan dilakukan oleh atasan atau manajer,

karena para pekerja yang diamati oleh atasan akan berusaha menghilangkan perilaku

tidak aman mereka. Sebelum melakukan pengamatan, observer harus diberikan

pengarahan dan penjelasan tentang apa yang harus diamati dan berapa lama pengamatan

harus dilakukan. Dalam melakukan pengamatan terhadap perilaku pekerja harus;

 spesifik sesuai dengan yang sudah ditentukan atau didefinisikan,

 perilaku tersebut harus teramati dan tidak boleh berasumsi, sehingga bisa diukur atau

dihitung berapa kali tindakan tersebut dilakukan selama pengamatan.

 pengamatan dan penilaian harus objektif, tidak boleh diinterpretasikan oleh

pengamat, mencatat apa adanya sesuai yang dilihat.

 Pengamatan harus pada pekerjaan yang normal berlangsung sehari-hari.

Dalam melakukan pengamatan juga harus disiapkan checklist aktifitas untuk setiap kegiatan

yang dilakukan, sehingga pengamat tinggal hanya memberi tanda apakah kegiatan atau aktifitas

dilakukan secara aman atau berisiko.

3) Intervene
Setelah dilakukan pengamatan dan semua data-data observasi diolah, maka selanjutnya

dilakukan intervensi untuk memperbaiki perilaku berisiko yang ditemukan dari hasil observasi.

Dalam membuat program intervensi sebaiknya melibatkan pekerja diarea-area yang akan di

intervensi. Masukan dari pekerja yang sehari-harinya melakukan aktifitas tersebut akan sangat

penting dalam merancang program intervensi yang efektif. Dalam membuat program intervensi

juga harus ditentukan berapa lama intervensi akan dilakukan agar terjadi perubahan yang

diharapkan. Merubah perilaku bukanlah hal yang mudah, biasanya membutuhkan waktu dan

kesabaran. Salah satu teknik intervensi dalam BBS adalah model intervensi ABC, yaitu

intervensi melalui Activator, intervensi melalui Behavior dan intervensi melalui Consequency.

Contoh:

 Activator:  memasang safety sign, membuat garis atau jalur pejalan kaki, dsb.

 Behavior: mengendarai forklif dengan batasan kecepatan, dsb.

 Consequency : Scorsing, atau bentuk sanksi lainya (negatif), dsb.

Program intervensi harus spesifik dan dijelaskan kepada semua pekerja yang terlibat didalamnya.

Program intervensi juga harus didukung penuh oleh manajemen puncak agar dapat berjalan

efektif.

4) Test

Yang dimaksud test disini adalah mengukur dampak dari intervensi yang dilakukan dengan cara

terus melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap perilaku berisiko selama proses intervensi

dilakukan. Tahapan ini dapat dilakukan secara paralel dengan tahapan intervensi, jika terlihat

bahwa intervensi yang dilakukan tidak efektif maka dapat dilakukan intervensi baru atau strategi

baru. Tujuan tahapan ini adalah untuk melihat efektifitas dari program intervensi yang dibuat,
namun jangan terburu-buru untuk memutuskan bahwa satu program intervensi tidak efektif,

seperti yang penulis sampaikan sebelumnya bahwa untuk merubah perilaku diperlukan waktu

yang mungkin lama dari yang diperkirakan. Bisa juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi

perilaku berisko pekerja sehingga program intervensi menjadi kurang efektif. Jika demikian

halnya, maka yang perlu dilakukan adalah menambah bentuk intervensi lain untuk memperkuat

program intervensi yang sedang berjalan.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Untuk meningkatkan kesadaran pekerja mengenai K3, perlu ditanamkan adanya budaya

keselamatan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penerapan budaya

keselamatan adalah Behaviour Based Safety (BBS). Behaviour Based Safety (BBS)

adalah proses pendekatan untuk meningkatkan keselamatan kesehatan kerja dan

lingkungan dengan jalan mendorong sekelompok pekerja

DO IT adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan

mengubah perilaku pekerja dalam proses behavior based-safety (BBS). Jika menerapkan

BBS, tentu saja tujuannya adalah untuk merubah perilaku pekerja yang tidak aman

(unsafe act) menjadi perilaku pekerja yang aman (safe act).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Admin by HSP, 2011. “https://healthsafetyprotection.com/perilaku-keselamatan-safety-


behavior/”, diakses pada 25 Agustus 2021
HSP Academy,2011. “Behavior Based-Safety (healthsafetyprotection.com)”, diakses
pada 25 Agustus 2021
Siti Saodah, Gerry Silaban, Arfah Mardiana Lubis, 2015. ”Penerapan Program Behavior
Based Safety (Bbs) dan Kecelakaan Kerja di PT Inalum Kuala Tanjung Tahun 2014”. Sumatera
Utara, Medan.
Unknow,2018. “BEHAVIOUR BASED SAFETY (BBS) – Lean Construction Institute
Indonesia (leanconstructionindonesia.com)”, diakses pada 25 Agustus 2021

Anda mungkin juga menyukai