Raya
Melihat semua ini sudah sepantasnya kita tiap-tiap orang bercermin dengan
bingkai kejujuran.Rasa cinta tanah air ada dalam sanubari tiap-tiap individu yang
harus dipertanyakan ulang oleh masing-masing dari kita.Siapapun itu,apakah
Sekjen DPR,ketua DPR,atau mungkin kita secara personal selayaknya mengajukan
pertanyaan pada diri,sudahkah saya ber-nasionalisme.Proses bertanya itu akan
menghasilkan refleksi dan aksi.Tiap orang pernah melakukan kesalahan memang
tak dapat dipungkiri.Tetapi hal itu tidak semata-mata menjadi tameng dan
pembenaran untuk menutup diri dan menghindar dari evaluasi diri.Cermin tidak
pernah berbohong,kecuali kita mengingkarinya.Bopeng-bopeng wajah
pragmatisme,sukuisme,promordialisme tidaklah elok rupanya walau ditambal
“bedak kepalsuan”. Bercermin juga sekaligus menggugat diri,ajang evaluasi apa
yang seharusnya dengan apa yang telah dilakukan. Nasionalisme selalu
membutuhkan pembuktian,aktualisasi dan tentunya otomatis mengandung
evaluasi.
Jika kita sebagai rakyat jelata yang terus menerus dituduh tidak punya rasa
kebangsaan,justru kita sekarang menggugat elit-elit politik yang tidak lebih baik
dari kita.Padahal salah satu cara meningkatkan nasionalisme dengan tata
masyarakat yang berciri patronase,adalah teladan dari para pemimpin.Kita
masyarakat dipaksa untuk membayar pajak,sementara para pejabat dan
pengusaha lupa bahwa tunggakan pajaknya lebih besar dibanding seorang
pedagang asongan.Kita dituntut mengamalkan pancasila,sembari pejabat lupa
akan baik lima sila-nya. Kita dituduh sebagai kumpulan massa yang
anarki,sementara pemandangan baku hantam di ruang DPR lebih
mencekam.Nasionalisme bukan soal mencari siapa yang bertanggungjawab,tetapi
soal diri kita masing-masing.
Adi Surya
Fisip Unpad