Anda di halaman 1dari 4

[ADI SURYA (GERAKAN MAHASISWA

NASIONAL INDONESIA)] March 14, 2010

PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BERWAJAH SOSIAL
Salah satu tujuan pembangunan adalah mewujudkan ruang kehidupan yang
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Ruang kehidupan yang nyaman mengandung
pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasi nilai-nilai
sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa
proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberi nilai
tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing.
Berkelanjutan mengandung pengertian dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan
bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga
generasi yang akan datang.

Namun, dibalik tujuan ideal pembangunan tersebut, terdapat sebuah dilema dimana
tujuan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik berdampingan dengan dampak-dampak
negatif yang justru mengganggu kehidupan masyarakat. Hal ini karena pembangunan selalu
mengakibatkan intervensi terhadap keseimbangan lingkungan yang jika tidak ditangani dapat
menyebabkan masalah-masalah sosial. Karena pembangunan selalu membawa dampak,
maka penanganan dampak menjadi penting untuk meningkatkan efek positif dan
meminimalisir bahkan menghilangkan dampak-dampak negatif. Rencana pembangunan
yang menekankan pada perhitungan keuntungan ekonomi semata, tidak jarang
menimbulkan ongkos sosial (social cost) yang dapat lebih mahal daripada manfaat ekonomi
yang diperoleh.

Tergusurnya pemukiman rakyat kecil oleh pembangunan dan hilangnya hak atas
pengolahan lahan, sedang mereka yang berada di sekitar proyek tidak banyak menikmati
hasil pembangunan, merupakan salah satu sebab penting terjadinya kesenjangan yang
makin lebar dan kecemburuan sosial yang makin meningkat. Kesenjangan yang makin
meningkat antara satu kelompok dengan kelompok lainnya akan meningkatkan keresahan
sosial sehingga gejolak sosial dengan mudah dapat terjadi ( Soemarwoto 2005).

Pengelolaan dampak adalah upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan


menanggulangi dampak besar dan penting lingkungan hidup yang bersifat negatif dan
meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Hadi (2005) mencoba memperlihatkan pada kita bahwa pengelolaan lingkungan
[ADI SURYA (GERAKAN MAHASISWA
NASIONAL INDONESIA)] March 14, 2010

hidup akibat pembangunan masih berorientasi pada pendekatan konvensional yang bersifat
businees as usual seperti pemberian kompensasi, bantuan pada hari-hari besar atau
bantuan lainnya yang menafikkan peran masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan.

Menurut Hadi , Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 14 tahun 1994, tentang


Pedoman Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) hanya
menyebutkan tiga pendekatan yang belum memuat pendekatan sosial di dalamnya.
Pendekatan tersebut adalah pendekatan teknologi, pendekatan ekonomi dan pendekatan
institusi yang seringkali hanya ditentukan oleh pemerintah dan pemilik modal tanpa
memperhatikan keberadaan masyarakat lokal sebagai masyarakat yang terkena dampak
(affected people).

Kenapa pendekatan sosial penting dalam pengelolaan lingkungan ? Pendekatan


sosial disini dimaksudkan sebagai pelibatan peran serta komunitas lokal dalam pengelolaan
lingkungan. Begitu banyak kasus pencemaran terungkap karena peran masyarakat lokal
seperti bencana Kali Sadang di Bekasi, kasus pencemaran Kali Sambong di Kabupaten
Batang adalah beberapa contoh dimana peran penduduk lokal yang pertama kali
mengetahui adanya pencemaran. Peran serta masyarakat lokal disebut oleh Arimbi dan
Santosa (1993) sangat penting karena masyarakat adalah pakar lokal tentang
lingkungannya dimana mereka tinggal.

Dalam kondisi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas industri, maka
pelaksana pengelolaan lingkungan berwajah sosial adalah perusahaan. Hal ini diperkuat
dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada pasal 5 huruf b yang
menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan. Dimana dalam pasal penjelasan dijabarkan yang dimaksud dengan
tangung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap
perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang,
dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Salah satu penerapan tanggung jawab sosial tersebut melalui pengembangan


masyarakat ( ISO 26000 on Social Responsibility). Untuk membentuk sebuah pengelolaan
lingkungan berbasis masyarakat, dibutuhkan landasan berupa prinsip-prinsip
pengembangan masyarakat. Jim Ife (2008) mengatakan, ada dua persfektif utama yang
mesti diperhatikan yaitu persfektif ekologis dan persfektif keadilan sosial. Persfektif ekologis
tersebut terkait dengan bagaimana proses pembangunan proyek dapat berlangsung secara
berkelanjutan, namun di sisi lain tetap memerhatikan keseimbangan ekologis/kelestarian
[ADI SURYA (GERAKAN MAHASISWA
NASIONAL INDONESIA)] March 14, 2010

lingkungan. Prinsip-prinsip yang melandasi persfektif ekologis adalah pembangunan


terintegrasi, keberlanjutan, keseimbangan dan keragaman. Sementara persfektif keadilan
sosial terkait dengan bagaimana pembangunan tersebut dapat menghilangkan ketimpangan
struktural yang terjadi dalam masyarakat. Prinsip yang mesti diperhatikan meliputi prinsip
hak azasi manusia, pemberdayaan, partisipasi, mementingkan proses, kerja sama,
menghargai sumber daya lokal

Hal ini menjadi menarik, karena selama ini penyelesaian masalah-masalah dalam
pembangunan selalu didominasi oleh aktor-aktor di luar masyarakat setempat tanpa
memperhatikan keterlibatan mereka dalam menentukan tujuan dan memilih strategi yang
tepat untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah pembangunan yang ada di sekitar
mereka. Prinsip pengembangan masyarakat kemudian menjadi dasar dari upaya
pengelolaan lingkungan. Prinsip partisipasi memberikan penekanan bahwa sejak fase
rencana pembangunan, masyarakat lokal dilibatkan dalam menyusun rencana, mengambil
keputusan sampai pada pelaksanaan keputusan tersebut. Prinsip pemberdayaan
menekankan bahwasanya masyarakat lokal yang dirugikan dalam proyek pembangunan,
harus menjadi berkuasa atas dirinya melalui pemberian pelatihan, sumber daya,
pengetahuan, keterampilan sehingga mereka memiliki kapasitas menentukan masa
depannya sendiri.

Prinsip pembangunan terintegrasi menekankan bahwa dalam upaya pengelolaan


lingkungan hendaknya berpikir secara holistik yakni tidak ada fenomena tunggal dalam upaya
pemecahan masalah. Semua saling terkait baik itu aspek ekonomi, politik, sosial, budaya,
lingkungan spritual. Prinsip keseimbangan menekankan pentingnya hubungan antara sistem-
sistem dan kebutuhan untuk menjaga suatu keseimbangan diantara sistem-sistem tersebut.
Prinsip keragaman melihat masyarakat memiliki ciri yang unik, tidak ada dua masyarakat
yang sama. Prinsip keberlanjutan misalnya, hendaknya diterjemahkan dalam tindakan
pengelolaan yang berada dalam kerangka keberlanjutan. Hal ini ditandai dengan
pelembagaan pengelolaan lingkungan tidak hanya pada tingkat pelaksana proyek, tetapi
beralih ke tangan masyarakat.

Artinya, terkandung sebuah pemahaman bagaimana melakukan proses pengelolaan


lingkungan yang berorientasi pada terwujudnya pemberdayaan dan mengedepankan prinsip
demokrasi dan partisipasi dari masyarakat. Pengelolaan lingkungan harusnya melibatkan
masyarakat sebagai subjek dan bukan hanya objek. Hal ini bertujuan agar tujuan
pembangunan selaras dengan apa yang dirasakan masyarakat lokal. Pengelolaan yang
[ADI SURYA (GERAKAN MAHASISWA
NASIONAL INDONESIA)] March 14, 2010

bersifat birokratis, berpola top down dan tidak berdasar pada kebutuhan masyarakat hanya
akan membuat pembangunan justru menjadi anti pembangunan.

Adi Surya

Ketua DPC GMNI Sumedang 2007-2009

Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fisip Unpad

Anda mungkin juga menyukai