Anda di halaman 1dari 23

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI SUMATERA BARAT

(STUDI KASUS INDUSTRI KREATIF SUBSEKTOR KERAJINAN: INDUSTRI BORDIR/SULAMAN DAN PERTENUNAN)

ARTIKEL

OLEH

HESTI PUSPARINI 09 212 06 005

PERENCANAAN PEMBANGUNAN PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ini telah mampu mengikat pasar dunia dengan jutaan kreativitas dan persepsi yang dapat dijual secara global. Di negara-negara maju sendiri mereka telah cukup lama menyadari bahwa saat ini mereka tidak bisa mengandalkan supremasi dibidang industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. Definisi industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force 1998 : Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia mengelompokkan industri kreatif: (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, (14) riset dan pengembangan (Saputra, 2010). Sumatera Barat telah memiliki beberapa dokumen dan profil industri menurut cabang industri yang ada, namun sayangnya hingga saat ini Sumatera Barat belum mengelompokkan industri berdasarkan pada kelompok sektor industri kreatif. Menurut database pendataan industri kecil dan menengah tahun 2009 terdapat di dalamnya beberapa cabang industri yang merupakan subsektor dalam klasifikasi sektor industri kreatif. Industri tersebut telah digolongkan menurut KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Industri) oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat: industri bordir/sulaman (kode KBLI: 17293) dan pertenunan (kode KBLI:17114). Kedua cabang industri tersebut termasuk dalam kelompok sektor industri kreatif yaitu kerajinan. Mengingat saat ini dunia industri telah berada pada era ekonomi gelombang keempat untuk itu sangat diperlukan perumusan strategi pengembangan yang tepat agar industri kreatif dapat berkembang dan Sumatera Barat dapat menciptakan daerah sentra industri kreatif potensial yang dapat bergeliat dalam era ekonomi kreatif gelombang keempat pada masa sekarang ini. Melihat berbagai kondisi yang ada pada industri maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dan menuangkannya dalam penulisan sebuah tesis yang berjudul : Strategi Pengembangan Industri Kreatif di Sumatera Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Subsektor Kerajinan: Industri Bordir/Sulaman dan Pertenunan).

2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan gambaran umum industri kreatif subsektor industri bordir/sulaman dan pertenunan di Sumatera Barat. 2. Mengidentifikasi rantai nilai industri kreatif subsektor bordir/sulaman dan pertenunan di Sumatera Barat. 3. Menganalisis strategi paling tepat untuk industri kreatif subsektor bordir/sulaman dan pertenunan di Sumatera Barat menggunakan teknik analisa SWOT dengan melakukan analisis internal (Strength, Weaknesses) dan eksternal (Opportunities, Threaths). 4. Memperlihatkan peran 3 aktor utama (cendekiawan, bisnis, dan pemerintah). 3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sumbangan bagi kepentingan penelitian untuk menambah wawasan dan pemahaman industri kreatif khususnya subsektor bordir/sulaman dan pertenunan, sehingga nantinya dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan mengangkat masalah yang sama, mungkin dengan ruang lingkup yang berbeda. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi institusi perguruan tinggi khususnya Universitas Andalas dalam pembentukan fakultas, jurusan ataupun penyusunan kurikulum. 3. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan atau pimpinan dalam merumuskan berbagai langkah kerja yang tepat berkaitan dengan strategi pengembangan pada industri kreatif di Sumatera Barat khususnya subsektor kerajinan bordir/sulaman dan pertenunan. 4. Ruang Lingkup Penelitian mengenai Strategi Pengembangan Industri Kreatif di Sumatera Barat ini, ruang lingkup yang penulis batasi dapat dilihat sebagai berikut: 1. Ruang Lingkup Daerah : Kota Padang, Payakumbuh, Bukittinggi, Pariaman, Sawahlunto, Kabupaten Padang Pariaman, Agam dan Tanah Datar. 2. Ruang Lingkup Subsektor Industri Kreatif: Industri kreatif subsektor kerajinan: industri bordir/sulaman dan industri pertenunan di Sumatera Barat 3. Ruang Lingkup Bahasan: (1) Gambaran umum industri kreatif subsektor kerajinan bordir/sulaman dan pertenunan di Sumatera Barat; (2) Identifikasi rantai nilai industri kreatif subsektor industri bordir/sulaman dan industri pertenunan di Sumatera Barat mencakup 4 urutan linier: (a) Kreasi; (b) Produksi; (c) Distribusi; (d) Komersialisasi; (3) Merumuskan

3 strategi dengan menggunakan teknik analisa SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity, Threat); (4) Peran tiga aktor utama dalam pengembangan industri kreatif subsektor industri kerajinan bordir/sulaman dan industri pertenunan di Sumatera Barat. B. METODOLOGI PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 5 Kota dan 3 Kabupaten di Sumatera Barat yaitu Kota Padang, Pariaman, Bukittinggi, Payakumbuh, Sawahlunto, Kabupaten Padang Pariaman, Tanah Datar dan Agam. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Februari sampai April 2011. 2. Sumber Data a. Data primer. Diperoleh langsung dari pengusaha industri kreatif subsektor industri kerajinan bordir/sulaman dan pertenunan dan juga dari instansi terkait (Dinas Kopperindag dan Kadin). b. Data sekunder. Peneliti menggunakan data BPS serta Dinas Kopperindag Kabupaten/Kota. 3. Populasi dan Sampel Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh unit usaha yang ada dalam industri kerajinan bordir/sulaman dan pertenunan yang berada di Kabupaten Padang Pariaman, Agam, Tanah Datar, Kota Sawahlunto, Padang, Payakumbuh, Bukittinggi dan Pariaman. Pemilihan sampel responden dilakukan secara random (acak) diambil berdasarkan teknik stratified random sampling. Jumlah sampel ditetapkan dengan quota 20% secara proporsional. Tabel 1. Jumlah Populasi dan Sampel
Kabupaten/Kota Populasi Sampel Kabupaten Padang Pariaman 33 7 Kabupaten Agam 35 7 Kabupaten Tanah Datar 35 7 Kota Sawahlunto 22 4 Kota Padang 42 8 Kota Payakumbuh 18 4 Kota Bukittinggi 80 16 Kota Pariaman 202 40 467 93 Jumlah Sumber: Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat 2009 (diolah) No. 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8.

4. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan: (a) wawancara terstruktur. Informasi yang diperoleh berkaitan dengan people (struktur organisasi, personil manajemen, keterampilan dan moral karyawan, keterampilan khusus dan pengalaman), industry (distribusi, infrastruktur, skala ekonomi), technology (riset pengembangan, teknologi yang digunakan, inovasi), resources (bahan baku,

4 ciri khas budaya), institution (dukungan Pemda, komunitas pemangku di masing-masing subsektor) dan financial intermediary (kemampuan memperoleh modal, pajak, hubungan dengan pemilik, investor dan pemegang saham). Wawancara juga dilakukan pada key information pada instansi pemerintah Dinas Kopperindag dan Kadin; (b) penyebaran kuesioner dan dokumentasi. 5. Teknik Analisis Ada dua macam metode analisis data yang akan dilakukan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu metode deskriptif dan kualitatif. 6. Kerangka Analisis Secara garis besar kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian mengenai Strategi Pengembangan Industri Kreatif Subsektor Industri Bordir/Sulaman dan Pertenunan di Sumatera Barat dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1. Kerangka Analitis Penelitian

Pemetaan Daerah dan Subsektor Industri Kerajinan Unggulan Bordir/Sulaman dan Pertenunan di Sumatera Barat

Identifikasi Rantai Nilai Industri Kreatif Subsektor Industri Bordir/Sulaman dan Industri Pertenunandi Sumatera Barat

Identifikasi Unit Usaha Subsektor Industri Bordir/Sulaman dan Industri Pertenunan di Sumatera Barat

Kreasi

Produk-si

Distribusi

Komersialisasi

Analisis Lingkungan Internal

Analisis Lingkungan Eksternal

Kekua tan

Kelemahan

Ancaman

Peluang

RANTAI NILAI

SWOT

Peranan 3 Aktor Utama dalam Industri Kreatif Sumatera Barat 1. Intellectual 2. Business 3. government

STRATEGI

Sasaran, arah dan Implikasi Kebijakan Industri Kreatif di Sumatera Barat

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Industri Kreatif Subsektor Industri Kerajinan Sulaman/Bordir dan Pertenunan di Sumatera Barat
Gambar 2. Klasifikasi 14 Subsektor Industri Kreatif
Intensitas Sumber Daya
Film, Video, Fotografi Musik TV & Radio Seni Pertunjukan Pasar Barang Seni Penerbitan Percetakan Tangible Arsitektur Game Interaktif Desain IT & Software

Intangible

Periklanan R&D

Fesyen

Kerajinan

Media

Seni Budaya

Desain

IpTek

Substansi Dominan dalam Industri tersebut

Sumber: Departemen Perdagangan RI (2008): Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025

Kelompok Subsektor Industri yang padat kandungan seni dan budaya (Art & Culture Intensive), yaitu subsektor Kerajinan dan Pasar Barang Seni (warna coklat). Dalam hal ini dapat terlihat jelas bahwa industri kerajinan bordir/sulaman dan pertenunan termasuk dalam kelompok ini. Contohnya dijelaskan oleh salah seorang responden yaitu One, pemilik usaha sulaman benang emas pertama di daerah Naras Pariaman, pada dalamak (suatu kain yang dibuat dari rangkaian sulaman benang emas yang fungsinya untuk menutup carano atau dulang/hantaran pada saat upacara adat) ada 7 warna yang menggambarkan 7 suku yang ada di Pariaman. Sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan penulis membatasi industri kerajinan menjadi dua kelompok industri yaitu industri bordir/sulaman (kode KBLI: 17293) dan pertenunan (kode KBLI:17114). Di lapangan penulis menemukan bahwa industri bordir/sulaman ini sebenarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian lagi yaitu bordir/sulaman (seperti baju bordiran, jilbab bordiran, baju sulaman dan kerancang, dll) dan sulaman benang emas (pakaian adat dan pakaian pengantin dan peralatan resepsi pengantin, dll). Sedangkan industri pertenunan juga dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu pertenunan tradisional dengan menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dan pertenunan modern dengan menggunakan ATM (Alat Tenun Mesin).

Tabel 2. Pemetaan Daerah dan Subsektor Kerajinan Sulaman/Bordir dan Pertenunan Di Sumatera Barat
No. Kabupaten/Kota di Sumatera Barat 1. Kota Padang 2. Kota Pariaman 3. Kabupaten Padang Pariaman 4. Kota Bukittinggi 5. Kota Sawahlunto (Silungkang) 6. Kabupaten Tanah Datar (Pandai Sikek) 7. Kabupaten Agam 8. Kota Payakumbuh 9. Kabupaten 50 Kota (temuan di lapangan) Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor di Sumatera Barat (2011) Jenis Industri Kreatif Subsektor Kerajinan Bordir/Sulaman Sulaman Benang Emas dan Bordir/Sulaman Sulaman Benang Emas danBordir/Sulaman Bordir/Sulaman Tenunan Tradisional (ATBM) dan Modern (ATM) Tenunan Tradisional (ATBM) Bordir/Sulaman Bordir/Sulaman Tenunan Tradisional (ATBM) Industri Kerajinan Sulaman, Bordiran, dan Tenunan

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa industri kerajinan tangan di Kota Padang lebih banyak yang bergerak pada bidang usaha bordir/sulaman, 31 unit usaha bergerak di bidang bordir/sulaman, 2 unit usaha bergerak dibidang pertenunan dan sisanya pada sulaman benang emas. Di Kota Pariaman sebanyak 158 unit usaha bergerak di bidang bordir dan sulaman dan 44 unit usaha bergerak di bidang sulaman benang emas. Di Kabupaten Padang Pariaman, 30 unit usaha bergerak di bidang bordir/sulaman biasa, hanya 3 diantaranya yang bergerak di bidang sulaman benang emas. Di Kota Payakumbuh sebanyak 4 unit bergerak dalam usaha bordir/sulaman dan Bukittinggi sebanyak 16 unit bergerak dalam usaha bordir/sulaman. Di Kabupaten Agam 7 unit usaha bordir/sulaman. Sedangkan di Kabupaten Tanah Datar secara keseluruhan usaha masyarakat di bidang kerajinan tekstil pertenunan dengan hasil produksi tenun songket yang menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sebanyak 7 sampel unit usaha. Namun di daerah Kabupeten Sawahlunto khususnya Silungkang terdapat 22 unit usaha pertenunan, 2 diantaranya pertenunan dengan ATM dan 20 lainnya menggunakan ATBM yang menghasilkan produk utama songket antik dan kain sarung. Klasifikasi industri kreatif di Sumatera Barat dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3. Klasifikasi 2 Subsektor Industri Kreatif Kerajinan Bordir/Sulaman dan Pertenunan
INDUSTRI KREATIF SUBSEKTOR INDUSTRI KERAJINAN BORDIR/SULAMAN DAN INDUSTRI PERTENUNAN

BERSIFAT TRADISIONAL

BERSIFAT KOMERSIAL

SULAMAN BENANG EMAS

TENUN DENGAN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN); SONGKET

BORDIR/ SULAMAN

TENUN DENGAN ATM (ALAT TENUN MESIN); KAIN SARUNG&DASAR PAKAIAN

Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor Industri Kerajinan Sulaman, Bordiran, dan Tenunan di Sumatera Barat (2011)

7 Dari Gambar 3 dapat dijelaskan subsektor industri bordir/sulaman dan pertenunan dapat dibagi menjadi 2 sifat dominan, yaitu bersifat tradisional dan komersial. Sifat ini pada dasarnya memiliki masalah yang sama dan membutuhkan strategi yang sama. Kedua subsektor baik itu industri bordir/sulaman maupun pertenunan sama-sama memiliki nilai ekonomis tinggi dan harga jual produknya memberikan pelaku usahanya keuntungan yang memuaskan. 2. Rantai Nilai Industri Kreatif Rantai nilai pada industri kreatif merupakan rantai nilai proses penciptaan nilai yang umumnya terjadi dalam industri kreatif itu sendiri. Urutan linier dari rantai nilai: Gambar 4. Rantai Nilai Generik Industri Kreatif
Creation/ Origination Production Distribution Commercialization

Sumber: Departemen Perdagangan RI (2008): Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025

3. Analisa SWOT Hasil analisa SWOT dapat dilihat melalui tabel IFAS dan EFAS. Data-data diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan quesioner. Menurut Rangkuti (2006) penjumlahan pada tabel IFAS jumlah bobot antara kekuatan dan kelemahan tidak boleh lebih dari 1.00 begitu juga jumlah bobot antara peluang dan ancaman yang juga tidak boleh lebih dari 1.00. Ketentuan dalam pemberian bobot kekuatan pada tabel IFAS serta peluang pada tabel EFAS menurut Rangkuti (2006) adalah sebagai berikut: bobot tertinggi (0.20) untuk masalah sangat penting, bobot (0.15) untuk masalah yang penting, bobot (0.10) untuk masalah yang cukup penting, dan bobot terendah (0.02) untuk masalah yang kurang penting. Sedangkan untuk pemberian bobot ancaman pada EFAS dan kelemahan pada tabel IFAS adalah sebaliknya: bobot (0.01) untuk masalah sangat penting, bobot (0.02) untuk masalah yang penting, bobot (0.03) untuk masalah yang cukup penting, dan bobot (0.05) untuk masalah yang kurang penting. Kemudian pemberian rating pada masing-masing faktor yaitu dengan memberikan rating mulai dari 1 (sangat kurang) sampai dengan 4 (sangat tinggi) berdasarkan pengaruh faktor terhadap industri kreatif subsektor kerajinan sulaman/bordiran, sulaman benang emas dan tenunan. Pemberian nilai untuk kekuatan dan peluang bersifat positif (misalnya +4) sedangkan untuk kelemahan dan ancaman adalah negatif atau sebaliknya (misalnya -1). Variabel yang bersifat positif, yaitu semua variabel yang termasuk ke dalam kekuatan, diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik). Sedangkan variabel yang bersifat negatif adalah kondisi kebalikannya.

Tabel 3. Rantai Nilai Industri Kreatif Subsektor Industri Bordir/Sulaman dan Pertenunan Di Sumatera Barat
KREASI Di Sumatera Barat daya kreasi masyarakat yang tinggi sudah terbukti dari zaman nenek moyang dahulu kala. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang narasumber yang telah berusia 85 tahun di dapatkan informasi bahwa keluarganya telah membuat songket dari 500 tahun yang lalu. Hal ini juga terbukti dari songket yang beliau perlihatkan yang sebelumnya juga telah diteliti oleh beberapa ahli dari Amerika dan Singapura. Beliau menceritakan bahwa keluarganya merupakan keluarga seniman yang mana jiwa seni tersebut mengalir di hampir seluruh anggota keluarga termasuk juga hampir secara keseluruhan anggota masyarakat tempat beliau berasal, yaitu Pandai Sikek. Begitu juga dari hasil wawancara yang di dapat dari salah seorang responden di Silungkang yang mengatakan bahwa dari tahun 1930 keluarga mereka dan keluarga besar kampung mereka merupakan orang-orang yang memiliki jiwa seni yang tinggi. Selain kaum wanita yang memang memiliki keahlian menenun, kaum pria juga memiliki keahlian mengukir dan memahat. Semua ide dan hasil kreasi yang mereka tuangkan dalam helaian kain maupun dalam pahatan memiliki falsafah dan arti tersendiri. Jadi bukan hanya sekedar indah saja tapi juga memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Minangkabau. Dari segi edukasi ternyata sebagian besar pemilik usaha kerajinan industri bordir/sulaman dan pertenunan di Sumatera Barat telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU). Hal ini dapat dilihat dari sebanyak 57.60% pemilik usaha bordir/sulamannya telah menamatkan tingkat pada tingkat ini. Begitu juga pada pertenunan tradisional (55.36%), sedangkan pada pertenunan modern yang mampu melanjutkn pendidikan sampai pada tingkat 100% yang berarti seluruh pemilik usaha berhasil menamatkan pendidikannya pada jenjang pendidikn tinggi. Namun, pada usaha sulaman benang emas tingkat pendidikan SD-SLTP lah yang paling banyak yaitu sebesar 52.68%, hal ini dapat disebabkan oleh karena para pelaku usaha yang bergerak dalam usaha benang emas masih banyak yang berusia lanjut, bukan generasi muda sepeti pada masa sekarang ini. Di Kota Sawahlunto sebanyak 100% pemilik unit usaha disana telah menyelesaikan pendidikan S1. Dengan semakin membaiknya pendidikan di Sumatera Barat tentunya pola pikir kreatif menjadi lebih tinggi. Pada pertenunan modern tingkat inovatifnya mencapai 100% dan pertenunan tradisional sebesar 68.75%. Sekarang Silungkang dan Pandai Sikek telah mampu membuat songket menjadi ringan dan nyaman dipakai. Tidak berat seperti sedia kala. Tidak hanya itu. Disana juga telah membuat baju dari songket yang tetap menggunakan ATBM dengan corak yang lebih bagus, perpaduan warna PRODUKSI Produksi adalah segala aktivitas yang dibutuhkan dalam mentransformasikan input menjadi output, baik berupa produk maupun jasa. Aktivitas dominan dalam produksi adalah mereplika maupun reproduksi. Aktivitas ini adalah proses perulangan yang memang harus terjadi, agar industri-industri kreatif menikmati penghasilan. Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa hampir secara keseluruhan daerah yang bergerak dalam industri kreatif subsektor industri bordir/sulaman dan pertenunan telah memiliki teknologi inti berupa fasilitas studio dan workshop untuk melakukan eksperimen, penelitian, ujicoba dan pembuatan purwarupa. Pada industri pertenunan baik itu tradisional maupun modern semua unit usaha (100%) memiliki fasilitas studio dan workshop. Contohnya yang paling jelas terlihat dapat diambil pada Kota Sawahlunto, yaitu pada usaha industri pertenunan FA. Taltex (ATM) yang sekarang dikelola oleh Bapak Darson. Beliau juga merupakan pemilik dari FA. Taltex yang awalnya dikembangkan oleh orang tua Beliau sendiri. FA. Taltex memiliki teknologi inti dengan fasilitas studio dan workshop yang cukup lengkap. Terdapat beberapa ruangan yang dipergunakan dalam proses produksi. Mulai dari terdapat bagian ruangan khusus untuk proses penggulungan benang yang nantinya siap untuk dicelup. Ruangan DISTRIBUSI Distribusi adalah segala kegiatan dalam penyimpanan dan pendistribusikan output. Pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sekitar 62.50% industri bordir/sulaman telah masuk pasar internasional dan sebanyak 50% memiliki jaringan internasional. Hal ini disebabkan oleh karena hasil produksi bordir/sulaman banyak diminati oleh konsumen Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, sedangkan sulaman benang emas hanya sebesar 25% dan yang memiliki jaringan internasional hanya sebanyak 12.5%. Hal ini dapat terjadi oleh karena pamor sulaman benang emas mulai menurun, pengerjaan yang lama dan harga yang mahal. Banyak yang tidak begitu tertarik lagi dengan hasil sulaman benang emas yang pada dasarnya memang lebih berat dan memiliki kesan terlalu kaku. Sebagian kecil yang tetap menggunakan hasil produksi benang emas ini hanyalah mereka yang ingin tetap memperlihatkan nuansa adat dalam pesta pernikahan mereka maupun acara-acara adat tertentu. Begitu pula mereka yang berada di luar negeri. Sebagian konsumen merupakan masyarakat Minang yang berada di luar negeri. Sedangkan pada pertenunan tradisional, 61.25%

8
KOMERSIALISASI Komersialisasi adalah segala aktivitas yang berfungsi memberi pengetahuan kepada pembeli tentang produk dan layanan yang disediakan, dan juga mempengaruhi konsumen untuk membelinya. Pada Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pencitraan industri bordir/sulaman maupun industri pertenunan sudah sangat baik yaitu sebesar 62.75% pada bordir/sulaman, 50% pada sulaman benang emas, 61.25% pada pertenunan tradisional dan 100% pada pertenunan modern. Dalam masalah penjulan, pada bordir/sulaman lebih banyak menjual hasil produksinya melalui distributor. Hal ini terjadi oleh karena sebenarnya penjual mengalami kesulitan jika menjual langsung untuk mencari pasar maupun konsumen yang dapat langsung membeli, keadaan ini juga terjadi pada sulaman benang emas. Namun pada

9
yang lebih indah, lebih ringan dan nyaman digunakan. Sekarang songket tidak lagi identik dengan busana yang panas, berat dan tidak nyaman. Namun sudah seperti pakaian yang mewah dan tetap nyaman serta tidak selalu mahal. Industri bordir/sulaman mempunyai nilai inovatif sebesar 62.75%. Pada bidang usaha sulaman benang emas, di daerah Pariaman tingkat kepercayaan diri para pelaku usaha sedikit rendah (49%). Saat ditanyakan mengapa dapat terjadi demikian mereka terkadang takut apa yang mereka hasilkan tidak laku jika mereka yang menjual sendiri, harus melalui tempat penjualan yang telah memiliki nama besar sejak lama. Jadi usaha tersebut sebenarnya memiliki kemampuan namun tidak percaya diri untuk tampil dengan identitasnya sendiri. Sedangkan pada pertenunan tradisionla dan modern para pelaku unit usaha memiliki kepercayaan diri yang tinggi (68.75% dan 100%). Berbekal kemampuan mereka dan kepercayaan diri yang tinggi mereka dapat merancang produk yang ada dengan tampilan yang berganti-ganti dalam waktu yang dekat. Mereka juga berani tampil dengan identitasnya sendiri. Daur hidup (life cycle) indutri bordir/sulaman dan pertenunan pada umumnya memiliki daur hidup (life cycle) yang relatif singkat. Hal ini terlihat pada hampir seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat, kecuali Kabupaten Sawahlunto dan Tanah Datar (sebesar 25%) yang melakukan usaha dalam bidang pertenunan. Tenun dibuat dalam waktu yang cukup lama dan dengan kualitas yang baik. Kegunaan hasil tenunan juga bukan produk yang dapat dipakai di setiap waktu. Contohnya tenun songket, songket digunakan oleh masyarakat pada acara adat dan untuk acara-acara resmi lainnya. Beberapa hal tersebutlah yang membuat life cycle menjadi relatif lama berbeda dengan daerah lain. Selain itu, turn-over yang tinggi terdapat di Kota Bukittinggi, Payakumbuh, Kabupaten Padang Pariaman dan Agam yang mana pada daerah-daerah ini telah memiliki pembeli yang tetap sehingga persediaan barang yang ada cepat habis sesuai yang direncanakan dalam produksi. Pesanan pada masing-masing unit usaha di daerah ini biasanya dalam jumlah yang besar, sehingga persediaan produk cepat habis dan tidak menumpuk, berbeda dengan daerah yang lainnya. Mengenai masalah proteksi, sebenarnya sudah banyak unit usaha yang telah mematenkan produknya. Namun para pelaku usaha masih mengeluhkan adanya beberapa tindak kecurangan dalam hal ini. Seperti contohnya pada daerah Silungkang terdapat penjiplakan dan pemalsuan produknya di daerah lain. Di Tanah Abang Jakarta saat berjalan-jalan pemilik usaha di Silungkang melihat kain sarung buatannya telah ditiru atau dibajak dengan stiker, kemasan sama dan kotak yang sama. pencelupan terpisah dari ruangan utama yang terletak di belakang pabrik, setelah dicelup, dicuci kembali dengan menggunakan air panas yang dicampur dengan zat kimia tertentu, langkah berikutnya dijemur di luar pabrik yang sebelumnya ditiriskan terlebih dahulu di dalam ruangan, tidak di bawah panas matahari langsung. Setelah benang kering, di bawa lagi ke bagian tempat pemindahan benang menjadi roll yang nantinya di pasang pada ATM (Alat Tenun Mesin), selain itu juga disusun motif pada alat pengatur benang motif, dan nantinya setelah semua siap dan peralatan telah dipasang pada mesin, mesin siap beroperasi. Namun, agak sedikit disayangkan pada saat ini di Sumatera Barat blum mampu mengadakan Teknologi Lapis Kedua seperti yang telah dilakukan Tasikmalaya. Proses dari pertenunan FA. Taltex tidak sampai pada proses finishing seperti yang dilakukan oleh Tasik. Di Tasik, setelah produk selesai menjadi barang jadi dilakukan proses finishing yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai proses pelicinan kain. Misalnya kain sarung, di Tasik nantinya, setelah kain sarung jadi, akan masuk dalam alat pembakaran (penghalusan) sehingga permukaan kain benar-benar licin dan halus dan nantinya saat konsumen memakai dan mencucinya tidak akan cepat berbulu. Tetap licin dan halus dalam jangka waktu yang lama industri ini masuk pasar internasional dan sebanyak 58.75% memiliki jaringan internasional. Hal ini dapat terjadi karena banyak wisatawan mancanegara yang menyukai hasil tenunan adat seperti Amerika dan Singapura. Banyak pesanan yang berasal dari Amerika Serikat melalui pembayaran elektronik, diakui para pelaku usaha, Amerika umumnya menyukai hal yang berbau unik dan khas untuk mereka koleksi, bahkan untuk mereka teliti. Pada pertenunan modern, hanya produksi kain sarung milik Bapak Darson dari FA. Taltex yang memiliki jaringan internasional, karena kain sarung tersebut ada yang dikirim ke Malaysia. Namun pada Jembatan Merah, produksi masih bersifat lokal. Pada faktor infrastruktur, baik itu bordir/sulaman, sulaman benang emas, tenun tradisional dan tenun modern, kondisinya telah memadai. pertenunan tradisional, sebanyak 40% dijual langsung oleh perancang. Hasil tenunan songket sebenarnya dirancang langsung dan perpaduan warna pun ditemtukan oleh pemilik yang bertindak langsung sebagai perancang. Sedangkan pada pertenunan modern, produksi yang berupa kain sarung selain menjual langsung dari pabrik juga menjual melalui disributor di beberapa kota seperti Jakarta, Medan, dan Pekanbaru.

10

Tabel 4 . Faktor Strategi Internal (IFAS) Industri Kreatif Subsektor Sulaman/Bordiran dan Sulaman Benang Emas di Sumatera Barat Skor Analisis Kekuatan dan Kelemahan
Faktor-faktor Strategi Internal Sulaman/Bordiran Bobot Rating Bobot x Rating Faktor-faktor Strategi Internal Sulaman Benang Emas Bobot Rating Bobot x Rating KEKUATAN Sumber Daya Manusia 0.15 3 Mempunyai SDM kreatif yang memiliki keahlian menjahit secara turun temurun 0.10 2 Mandiri 0.02 3 Masih banyak yang bekerja karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor Industri Kerajinan 0.02 2 Memiliki keahlian mengajarkan generasi dibawahnya dan orang lain (sebagai karyawan) 0.02 2 Tingkat pendidikan pekerja yang sudah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (SMU) 0.10 3 Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (terlihat dari jaringan kerjasama unit usaha) 0.02 3 Kemampuan mempertahan hubungan baik dengan pelanggan 0.02 3 Hubungan yang baik dengan para pekerja Manajemen Sebagian besar unit usaha yang ada saat ini masih berupa sistem 0.02 3 kekeluargaan yang terjalin dengan kompak TOTAL 0.47 KELEMAHAN Sumber Daya Manusia 0.03 2 Jumlah dan kualitas SDM kurang memadai 0.03 3 Keinginan SDM baru yang ingin berkiprah di sulaman dan bordiran masih rendah 0.03 2 Kurangnya loyalitas, ketekunan, dan daya konsentrasi saat bekerja 0.05 2 Perginya SDM ke bidang usaha lain dengan upah yang lebih tinggi Inovasi produk rendah 0.02 1 Belum memiliki merek dagang 0.02 2 Mesin dan bahan baku masih didatangkan dari Jawa 0.05 3 Permodalan 0.01 1 Jumlah modal masih kecil/terbatas Manajemen 0.05 3 Kemampuan pengelolaan pembukuan masih belum baik. Sebagian usaha tidak memiliki laporan keuangan 0.03 2 Pengelolaan organisasi kurang baik karena masih terdapat beberapa kendala manajemen seperti tidak adanya perencanaan, koordinasi 0.02 1 kurang baik dan tidak adanya controlling dalam menjalankan usaha Pemasaran Tidak memiliki kemampuan dalam memasarkan produk hanya dapat memproduksi saja 0.02 1 KEKUATAN Sumber Daya Manusia 0.45 Mempunyai SDM kreatif yang memiliki keahlian menjahit secara turun temurun 0.20 Mandiri 0.06 Masih banyak yang bekerja karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya Bordir/Sulaman dan Pertenunan di Sumatera Barat (2011) 0.04 Memiliki keahlian mengajarkan generasi dibawahnya dan orang lain (sebagai karyawan) 0.04 Kemampuan mempertahan hubungan baik dengan pelanggan Manajemen 0.30 Sebagian besar unit usaha yang ada saat ini masih berupa sistem kekeluargaan 0.06 yang terjalin dengan kompak 0.06 Budaya Keunikan budaya dan warisan budaya sebagai salah satu sumber inspirasi pengembangan produk (yang tertuang dalam motif dan corak 0.06 produk) 1.25 TOTAL Sumber Daya Manusia Jumlah dan kualitas SDM kurang memadai Keinginan SDM baru yang ingin berkiprah masih rendah Kurangnya loyalitas, ketekunan, dan daya konsentrasi saat bekerja Perginya SDM ke bidang usaha lain dengan upah yang lebih tinggi Regenerasi Inovasi produk rendah Belum memiliki merek dagang Mesin dan bahan baku masih didatangkan dari Jawa Permodalan Jumlah modal masih kecil/terbatas Manajemen Kemampuan pengelolaan pembukuan masih belum baik. Sebagian usaha tidak memiliki laporan keuangan Pengelolaan organisasi kurang baik karena masih terdapat beberapa kendala manajemen seperti tidak adanya perencanaan, koordinasi kurang baik dan tidak adanya controlling dalam menjalankan usaha Pemasaran Tidak memiliki kemampuan dalam memasarkan produk hanya dapat memproduksi saja Proses Produksi Masih menggunakan mesin dan peralatan tradisonal yang pengerjaannya jauh lebih lama Sistematika Pembayaran Bersifat hutang, kadang sulit untuk ditagih, menghambat laju usaha. TOTAL

0.15 0.02 0.20 0.02 0.02 0.02

3 2 3 3 2 2

0.45 0.04 0.6 0.06 0.04 0.04

0.1 0.53

0.4 1.63

0.06 0.09 0.06 0.1 0.02 0.04 0.15 0.01 0.15 0.06 0.02 0.02

0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.03 0.03 0.05 0.01 0.05 0.03 0.02 0.02 0.03 0.02 0.43

2 3 2 2 1 3 3 2 1 2 2 2 2 4 2

0.06 0.09 0.06 0.06 0.02 0.09 0.09 0.10 0.01 0.10 0.06 0.04 0.04 0.12 0.04 0.98

TOTAL

0.35

0.78

Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor Industri Kerajinan Bordir/Sulaman dan Pertenunan di Sumatera Barat (2011) Keterangan: Faktor yang sama memiliki warna yang sama

Tabel 5. Faktor Strategi Eksternal (EFAS) Industri Kreatif Subsektor Sulaman/Bordiran dan Sulaman Benang Emas di Sumatera Barat Skor Analisis Peluang dan Ancaman
Faktor-faktor Strategi Eksternal Sulaman/Bordiran PELUANG Didukung oleh Pariwisata. Keindahan alam dan potensi daerah yang menarik untuk menjadi daerah tujuan para wisatawan. Wisatawan, terutama wisatawan mancanegara menyukai hal yang unik. Jalur distribusi fisik seperti pasar modern dan tradisional, galeri, toko, dan lain-lain semakin banyak Entry barrier dan exit barrier industry ini relatif kecil Apresiasi pasar luar negeri lebih baik dalam hal originalitas seni, budaya, dan desain Semakin terbukanya akses terhadap teknologi Infrastruktur jaringan telekomunikasi dan media semakin luasdan kondisi telekomunikasi semakin baik, tarif semakin terjangkau, ponsel semakin murah, providerinternet acces semakin banyak Potensi pasar domestik masih besar dan potensi pengembangan produk lokal yang dikemas secara kreatif untuk pasar luar negeri Produk hasil kerajinan sulaman dan bordiran bisa lebih sering digunakan dari segi fungsi dan frekuensi Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan aturan untuk pengembangan ekonomi kreatif sudah mulai bermunculan Adanya komunitas pemangku kepentingan di subsektor kerajinan industri kreatif Adanya dukungan pemerintah untuk pemberian kredit kepada UMKM melalui inpres No. 6 Tahun 2007 tanggal 8 Juni 2007 Adanya bantuan dari lembaga keuangan berupa pinjaman dengan bunga yang cukup rendah serta adanya lembaga keuangan yang bukan bank yang juga bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan yaitu Program Bapak Angkat milik BUMN dan KPi milik KADIN Maraknya CSR yang dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk bantuan pembiayaan bagi industri kreatif TOTAL ANCAMAN Dinas Pemerintah Daerah belum dapat mengoptimalkan potensi pariwisata di Sumatera Barat. Jalur transportasi masih bermasalah (transportasi ke lokasi usaha sulit) Lokasi industri masih jauh dari lokasi bahan bakunya Adanya beberapa hasil produksi industri kerajinan yang kurang menarik (model dan rancangan yang monoton) Daya tawar distributor yang lebih besar dari produsen Kekuatan harga dan mutu produk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Kekuatan inovasi produk asing Rendahnya permintaan pasar Lokasi pasar secara geografis masih sulit dijangkau Penipuan pemesanan Ketimpangan kondisi TIK yang besar antar daerah Bobot 0.10 0.10 0.02 0.02 0.02 0.02 0.10 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.50 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 1 1 3 2 1 1 2 2 3 3 Rati ng 4 4 2 4 4 3 3 2 2 3 3 4 3 Bobot x Rating 0.40 0.40 0.04 0.08 0.08 0.06 0.30 0.04 0.04 0.06 0.06 0.08 0.06 2.38 0.02 0.02 0.09 0.06 0.02 0.01 0.04 0.04 0.06 0.06 TOTAL ANCAMAN Regenerasi di masa yang akan datang yang tidak ingin melanjutkan usaha karena profesi lain Dinas Pemerintah Daerah belum dapat mengoptimalkan potensi pariwisata di Sumatera Barat. Lokasi industri masih jauh dari lokasi bahan bakunya Adanya beberapa hasil produksi industri kerajinan yang kurang menarik (model dan rancangan yang monoton) Daya tawar distributor yang lebih besar dari produsen Modernisasi akibat perkembangan teknologi yang mebuat minat masyarakat mengadakan pesta pernikahan secara tradisional mulai menurun Rendahnya permintaan pasar Lokasi pasar secara geografis masih sulit dijangkau 0.50 0.03 0.02 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.03 0.03 1 1 3 3 3 1 3 3 2 1.88 0.03 0.02 0.09 0.09 0.09 0.02 0.06 0.09 0.06 Faktor-faktor Strategi Eksternal Sulaman Benang Emas PELUANG Didukung oleh Pariwisata. Keindahan alam dan potensi daerah yang menarik untuk menjadi daerah tujuan para wisatawan. Wisatawan, terutama wisatawan mancanegara menyukai hal yang unik. Apresiasi pasar luar negeri lebih baik dalam hal originalitas seni, budaya, dan desain Infrastruktur jaringan telekomunikasi dan media semakin luas sebagai salah satu media promosi dan kondisi telekomunikasi semakin baik, tarif semakin terjangkau, ponsel semakin murah, providerinternet acces semakin banyak Peluang berkeluarganya para pasangan Minangkabau dan ingin mengadakan pesta dengan nuansa adat Minang (pakaian pernikahan tradisional Minangkabau yang dibuat dengan kreasi sulaman benang emas) Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan aturan untuk pengembangan ekonomi kreatif sudah mulai bermunculan Adanya dukungan pemerintah untuk pemberian kredit kepada UMKM melalui inpres No. 6 Tahun 2007 tanggal 8 Juni 2007 Adanya bantuan dari lembaga keuangan berupa pinjaman dengan bunga yang cukup rendah. Adanya lembaga keuangan yang bukan bank yang juga bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan yaitu Penanaman Modal Madani (PNM) milik BUMN dan KPi milik KADIN Maraknya CSR yang dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk bantuan pembiayaan bagi industri kreatif Bobot 0.10 Rating 4 Bobot x Rating 0.40

0.02 0.02

3 3

0.20

0.10 0.02 0.02

4 3 3

0.02

Jumlah dan kapasitas koneksi terbatas (koneksi broadband belum dimiliki) Belum ada bentuk skema pembiayaan yang sesuai untuk industri kerajinan ini Komitmen penyaluran dana pinjaman oleh lembaga keuangan untuk industri kerajinan belum memadai bagi kebutuhan pelaku usaha Belum tersosialisasi dan terlaksana dengan baik mengenai Inpres No. 6 tahun 2007 Kurangnya lembaga pembiayaan yang mau membiayai industri kreatif Bahan baku masih berasal dari luar daerah Sumatera Barat (masih bergantung pada Pulau Jawa) Minimnya budidaya bahan baku alternatif E-crime TOTAL

0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.05 0.05 0.02 0.47

2 3 2 2 3 3 3 3 2

0.06 0.09 0.04 0.04 0.06 0.06 0.15 0.15 0.02 1.11

Belum ada bentuk skema pembiayaan yang sesuai untuk industri kerajinan Komitmen penyaluran dana pinjaman oleh lembaga keuangan untuk industri kerajinan belum memadai bagi kebutuhan pelaku usaha Belum tersosialisasi dan terlaksana dengan baik mengenai Inpres No. 6 tahun 2007 Kurangnya lembaga pembiayaan yang mau membiayai industri kreatif Bahan baku masih berasal dari luar daerah Sumatera Barat (masih bergantung pada Pulau Jawa)

0.03 0.02 0.02 0.05

2 2 2 3

0.06 0.04 0.04 0.15

TOTAL

0.38

0.88

Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor Industri Kerajinan Bordir/Sulaman dan Pertenunan di Sumatera Barat (2011) Keterangan: Faktor yang sama memiliki warna yang sama

Tabel 6. Indeks Posisi Subsektor Industri Sulaman/Bordir


No. Uraian Nilai 1,25 0,78 0,74 2,38 1,11 1,27

Tabel 7 . Indeks Posisi Subsektor Industri Kerajinan Sulaman Benang Emas


No. Uraian Nilai 1.63 0.98 0.65 1.88 0.84 1.04 A. Analisis Faktor Internal 1. Kekuatan Sulaman Benang Emas 2. Kelemahan Sulaman Benang Emas Indeks Posisi A B. Analisis Faktor Eksternal 1. Peluang Sulaman Benang Emas 2. Ancaman Sulaman Benang Emas Indeks Posisi B

A. Analisis Faktor Internal 1. Kekuatan Sulaman/Bordiran 2. Kelemahan Sulaman/Bordiran Indeks Posisi A B. Analisis Faktor Eksternal 1. Peluang Sulaman/Bordiran 2. Ancaman Sulaman/Bordiran Indeks Posisi B

Gambar 5. Diagram Analisa SWOT Industri Sulaman/Bordir


Peluang Kuadran III +2,5 +2,0 +1,5 +1,0 +0,5 Kelemahan -2,5 0 +0,5 +1,0 +1,5 Kekuatan +2,0 +2,5 (0,74 ; 1,27) Kuadran I

Gambar 6. Diagram Analisa SWOT Subsektor Industri Kerajinan Sulaman Benang Emas
Peluang Kuadran III +2,5 +2,0 +1,5 +1,0 +0,5 Kelemahan -2,5 0 +0,5 +1,0 +1,5 Kekuatan +2,0 +2,5 (0,65 ; 1,04) Kuadran I

Kuadran IV

-2,5 Ancaman/Tantangan

Kuadran II

Kuadran IV

-2,5 Ancaman/Tantangan

Kuadran II

Tabel 6. Faktor Strategi Internal (IFAS) Industri Kreatif Subsektor Tenunan Tradisional/Tenun Songket dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan Tenunan Modern dengan Alat Tenun Mesin (ATM) di Sumatera Barat Skor Analisis Kekuatan dan Kelemahan
Faktor-faktor Strategi Internal Tenunan Tradisional/Tenun Songket dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Bobot Rating Bobot x Rating 0.06 0.04 0.4 Faktor-faktor Strategi Internal Tenunan Modern dengan Alat Tenun Mesin (ATM) STRENGTH Mempunyai SDM yang mudah untuk menyerap teknologi (mudah diajarkan operasional mesin) Mudah mendapatkan tenaga kerja karena tidak dibutuhkan keahlian khusus Generasi yang antusias melanjutkan usaha keluarga Bobot 0.02 0.02 0.1 Rating 2 2 4 Bobot x Rating 0.04 0.04 0.4

STRENGTH 0.02 3 Mempunyai SDM kreatif yang memiliki keahlian menenun secara turun temurun 0.02 2 Mandiri 0.1 4 Masih banyak yang bekerja karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya (karena dari nenek moyang telah melakukannya) Memiliki keahlian mengajarkan generasi dibawahnya dan orang lain (sebagai karyawan) 0.02 2 Kemampuan bekerja dengan detail membutuhkan kesabaranIndustri tinggi dan daya konsentrasi Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor Kerajinan Sulaman, Bordiran 0.02 3 tinggi Keterangan: faktor yang sama memiliki warna yang sama 0.02 2 Percaya diri dalam berekspresi (tidak takut gagal) 0.02 3 Keunggulan dalam keindahan corak, warna, dan desain yang mana dalam tiap desain memiliki arti dan falsafah adat 0.15 4 Memiliki nilai sejarah yang tinggi 0.02 2 Memiliki segmen pasar tersendiri 0.02 3 Kekuatan adat istiadat yang mengikat masyarakat dengan songket Keunikan budaya dan warisan budaya sebagai salah satu sumber inspirasi pengembangan 0.02 2 produk (yang tertuang dalam motif, warna dan corak produk) Memiliki pelanggan setia Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (terlihat dari jaringan kerjasama unit usaha) Kemampuan mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan 0.02 0.02 0.02 0.02 0.5 0.03 0.05 0.05 0.02 0.01 0.05 0.03 0.05 0.05 0.03 0.05 0.05 0.03 0.5 3 4 4 2 1 4 3 4 4 3 4 4 3 3 2 3 2

0.04 dan Tenunan di Sumatera Barat (2011) 0.06 0.04 0.06 0.6 0.04 0.06 0.04 0.06 0.04 0.06 0.04 1.64 0.09 0.2 0.2 0.04 0.01 0.2 0.09 0.2 0.2 0.09 0.2 0.2 0.09 1.81

Produk berkualitas, tidak mudah luntur, memiliki corak yang disukai konsumen

0.1

0.3

Keunikan budaya dan warisan budaya sebagai salah satu sumber inspirasi pengembangan produk (yang tertuang dalam motif, warna dan corak produk) Memiliki pelanggan yang tetap dan setia. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (terlihat dari jaringan kerjasama unit usaha) Kemampuan mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan Penjualan pasti per bulan. Keuntungan tetap. Pengelolaan yang baik, perencanaan yang matang, kemampuan membaca pasar yang baik, penmbukuan yang rapi, visioner, TOTAL WEAKNESSES Tidak adanya proses finishing setelah produk menjadi barang jadi

0.02

0.06

0.02 0.02 0.02 0.02 0.15 0.49

2 2 2 3 4

0.04 0.04 0.04 0.06 0.6 1.62

Sebagian besar unit usaha yang ada saat ini masih berupa sistem kekeluargaan yang terjalin dengan kompak TOTAL WEAKNESSES Jumlah dan kualitas SDM kurang memadai (pengaruh gaya hidup) Keinginan SDM baru yang ingin berkiprah di pertenunan tradisional sangat minim Kurangnya loyalitas, ketekunan, dan daya konsentrasi saat bekerja Perginya SDM ke bidang usaha lain dengan upah/penghasilan yang lebih tinggi dan dengan waktu kerja yang lebih cepat Regenerasi Bahan baku untuk produksi mahal dan masih tergantung dengan kota maupun negara lain Hasil produksi songket (balapak) yang masih kaku, berat, dan kurang nyaman dipakai Harga yang masih relatif mahal karena pengerjaan yang rumit, butuh waktu lama Keterbatasan jumlah produksi (terkadang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen) Kesulitan dalam hal dana (tidak adanya penambahan modal) Kemampuan pengelolaan pembukuan masih belum baik Pengelolaan organisasi kurang baik karena masih terdapat beberapa kendala manajemen seperti tidak adanya perencanaan, koordinasi kurang baik dan tidak adanya controlling dalam menjalankan usaha Penjualan tidak pasti per bulan. Keuntungan tidak tetap TOTAL

0.01

0.04

TOTAL

0.01

0.04

Tabel 7. Faktor Strategi Eksternal (EFAS) Industri Kreatif Subsektor Tenunan Tradisional/Tenun Songket dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan Tenunan Modern dengan Alat Tenun Mesin (ATM) di Sumatera Barat Skor Analisis Peluang dan Ancaman
Faktor-Faktor Strategi Eksternal Tenunan Tradisional/Tenun Songket dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) OPPORTUNITIES Didukung oleh Pariwisata. Keindahan alam dan potensi daerah yang menarik untuk menjadi daerah tujuan para wisatawan. Wisatawan, terutama wisatawan mancanegara menyukai hal yang unik. Jalur distribusi fisik seperti pasar modern dan tradisional, galeri, toko, dan lain-lain semakin banyak Apresiasi pasar luar negeri lebih baik dalam hal originalitas seni, budaya, dan desain Semakin terbukanya akses terhadap teknologi Infrastruktur jaringan telekomunikasi dan media semakin luas Potensi pasar domestik masih besar Potensi pengembangan produk lokal yang dikemas secara kreatif untuk pasar luar negeri Kondisi telekomunikasi semakin baik, tarif semakin terjangkau, ponsel semakin murah, providerinternet acces semakin banyak Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan aturan untuk pengembangan ekonomi kreatif sudah mulai bermunculan Adanya bantuan dari lembaga keuangan berupa pinjaman dengan bunga yang cukup rendah dan adanya lembaga keuangan yang bukan bank yang juga bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan yaitu Program Bapak Angkat milik BUMN dan KPi milik KADIN Maraknya CSR yang dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk bantuan pembiayaan bagi industri kreatif Terdapat suatu keharusan dalam acara adat dalam menggunakan songket dan peluang berkeluarganya para pasangan Minangkabau dan ingin mengadakan pesta dengan nuansa adat Minang (pakaian tradisional Minangkabau menggunakan songket balapak) TOTAL THREATS Regenerasi di masa yang akan datang yang tidak ingin melanjutkan usaha karena profesi lain Terdapat beberapa usaha yang pada saat ini menyewakan songket Dinas Pemerintah Daerah belum dapat mengoptimalkan potensi pariwisata di Sumatera Barat. Jalur transportasi masih bermasalah (transportasi ke lokasi usaha sulit) Lokasi industri masih jauh dari lokasi bahan bakunya Kekuatan harga dan mutu produk Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Malaysia, dan Thailand Kekuatan inovasi produk asing Rendahnya permintaan pasar Lokasi pasar secara geografis masih sulit dijangkau Jumlah dan kapasitas koneksi terbatas (koneksi broadband belum dimiliki) Modernisasi (semakin banyaknya permintaan yang bersifat masal yang membutuhkan mesin yang lebih canggih) Kurangnya lembaga pembiayaan yang mau membiayai industri pertenunan Bahan baku masih berasal dari luar daerah Sumatera Barat (masih bergantung pada Pulau Jawa dan luar negeri) TOTAL Bobot 0.2 0.1 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 Rating 4 3 3 3 3 3 2 2 4 3 Bobot x Rating 0.8 0.3 0.06 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.08 0.06 Faktor-Faktor Strategi Eksternal Tenunan Modern dengan Alat Tenun Mesin (ATM) OPPORTUNITIES Jalur distribusi fisik seperti pasar modern dan tradisional, galeri, toko, dan lain-lain semakin banyak Semakin terbukanya akses terhadap teknologi Infrastruktur jaringan telekomunikasi dan media semakin luas sebagai salah satu media promosi Potensi pasar domestik masih besar (banyaknya keluarga Minang yang berada di luar pulau Sumatera yang menyukai produk kampung halamannya) Potensi pengembangan produk lokal yang dikemas secara kreatif untuk pasar luar negeri Kondisi telekomunikasi semakin baik, tarif semakin terjangkau, ponsel semakin murah, providerinternet acces semakin banyak Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan aturan untuk pengembangan ekonomi kreatif sudah mulai bermunculan Adanya bantuan dari lembaga keuangan berupa pinjaman dengan bunga yang cukup rendah dan adanya lembaga keuangan yang bukan bank yang juga bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan yaitu Penanaman Modal Madani (PNM) milik BUMN dan KPi milik KADIN Maraknya CSR yang dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk bantuan pembiayaan bagi industri kreatif Kerjasama dengan pemerintah daerah dalam pengadaan pakaian seragam dinas TOTAL THREATS Bahan baku masih berasal dari luar daerah Sumatera Barat (masih bergantung pada Pulau Jawa) Terdapat beberapa merek yang belum dipatenkan Ditemukannya pemalsuan terhadap produk di pasaran Kekuatan harga dan mutu produk Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Malaysia, dan Thailand Kekuatan inovasi produk asing Bobot 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.1 0.02 Rating 4 4 4 3 2 4 4 2 Bobot x Rating 0.08 0.08 0.08 0.06 0.04 0.08 0.04 0.04

0.02 0.02 0.5 0.01 0.01 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.31

2 4

0.04 0.06 1.66

0.02 0.2 0.5 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02

2 4

0.04 0.8 1.7

4 4 3 2 2 2 3 4 3 3 3 3 2

0.04 0.04 0.06 0.06 0.06 0.06 0.09 0.12 0.09 0.09 0.06 0.06 0.04 0.87

3 4 4 4 4

0.06 0.04 0.04 0.08 0.08

TOTAL

0.08

0.3

Sumber: Hasil Penelitian Industri Kreatif Subsektor Industri Kerajinan Sulaman, Bordiran dan Tenunan di Sumatera Barat (2011) Keterangan: faktor yang sama memiliki warna yang sama

Tabel 8. Indeks Posisi Tenun Songket dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
No. Uraian Nilai 1.64 1.81 -0.17 1.66 0.87 0.79 A. Analisis Faktor Internal 1. Kekuatan Tenunan Tradisional (ATBM) 2. Kelemahan Tenunan Tradisional (ATBM) Indeks Posisi A B. Analisis Faktor Eksternal 1. Peluang Tenunan Tradisional (ATBM) 2. Ancaman Tenunan Tradisional (ATBM) Indeks Posisi B

Tabel 9. Indeks Tenunan Modern dengan Alat Tenun Mesin (ATM)


No. Uraian Nilai 1.62 0.04 1.58 1.70 0.3 1.40

A. Analisis Faktor Internal 1. Kekuatan Tenunan Modern (ATM) 2. Kelemahan Tenunan Modern (ATM) Indeks Posisi A B. Analisis Faktor Eksternal 1. Peluang Tenunan Modern (ATM) 2. Ancaman Tenunan Modern (ATM) Indeks Posisi B

Gambar 7. Diagram Analisa SWOT Subsektor Tenunan Modern (ATM)

Gambar 8. Diagram Analisa SWOT Subsektor Tenunan Tradisional/Tenun Songket (ATBM)

Peluang Kuadran III +2,5 +2,0 +1,5 +1,0 +0,5 Kelemahan -2,5 0 +0,5 +1,0 +1,5 Kekuatan +2,0 +2,5
Kelemahan -2,5

Peluang

Kuadran I

Kuadran III

+2,5 +2,0

Kuadran I

(1,58 ; 1,4)
(- 0.17 ; 1,79)

+1,5 +1,0 +0,5 Kekuatan 0 +0,5 +1,0 +1,5 +2,0 +2,5

Kuadran IV

-2,5 Ancaman/Tantangan

Kuadran II

Kuadran IIV

-2,5 Ancaman/Tantangan

Kuadran II

Tabel 10 . Strategi Pengembangan Industri Bordir/Sulaman dan Pertenunan di Sumatera Barat


Strategi S-O Industri dengan hasil produk bordir/sulaman, sulaman benang emas dan tenunan modern 1. Memanfaatkan dukungan dan komitmen dari pemerintah dengan membina hubungan baik dan mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah (baik dinas kopperindang, pariwisata maupun dinas instansi lainnya). 2. Memanfaatkan keahlian menjahit dengan membuka kursus menjahit yang dapat menjamin lulusannya menjadi penjahit profesional dan berkualitas. 3. Membuat business plan untuk memperluas usaha (ekspansi) dengan membuka cabang baru di daerah lain. 4. Meningkatkan citra perusahaan dengan cara promosi yang memanfaatkan perkembangan IT. 5. Memperluas link kerjasama maupun bisnis dengan daerah lain (mencari pasar potensial). 6. Memanfaatkan pola konsumtif masyarakat dengan membuat berbagai macam inovasi dalam produk. 7. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah dan institusi perguruan tinggi, dan kaum bisnis untuk menyelenggarakan suatu festival budaya dan adat Minangkabau dengan mengangkat tema Industri Kreatif Sumatera Barat yang melibatkan niniak mamak dan bundo kanduang agar budaya dan adat tetap melekat di tengah masyarakat. 8. Meningkatkan kualitas produk, lebih berkreasi dalam warna, pola dan corak serta motif produk (misalnya mengupayakan berbagai usaha untuk membuat songket menjadi lebih ringan, perpaduan warna lebih menarik, tidak kaku, dan nyaman dipakai). Strategi W-O Industri pertenunan tradisional dengan menggunakan ATBM 1. Lakukan berbagai upaya dalam perbaikan kualitas SDM dengan cara penanaman hubungan yang penuh kekeluargaan dengan memberikan pengertian antar sesama dan membuat suatu sistem reward and punishment agar SDM lebih termotivasi untuk bekerja. 2. Memanfaatkan dukungan pemerintah untuk dapat memberikan pembinaan yang baik dari segi mental maupun kualitas. 3. Lakukan inovasi dalam produk, diferensiasi produk dan modifikasi produk, sehingga produk lebih bervariasi dan tersedia untuk segala segmen konsumen. 4. Melakukan berbagai upaya dalam hal penambahan modal (seperti usaha dalam pembuatan proposal bisnis pada lembaga-lembaga keuangan bank/non bank seperti BUMN, dll) 5. Memanfaatkan IpTek maupun kondisi telekomunikasi untuk memperluas pemasaran produk. 6. Meningkatkan kualitas produk (misalnya mengupayakan berbagai usaha untuk membuat songket menjadi lebih ringan, perpaduan warna lebih menarik, tidak kaku, dan nyaman dipakai), melindungi produk dan meningkatkan kepercayaan konsumen dengan mendaftarkan produk (hal ini terkait dengan merek dan hak paten). 7. Memperbaiki hubungan antar sesama industri terkait (cluster industry) demi kepentingan mutu produk. 8. Membentuk komunitas industri agar dapat lebih memudahkan penyediaan bahan baku (tergabung dalam suatu kelompok tertentu). 9. Mengupayakan pembentukan suatu komunitas atau wadah komunikasi bisnis yang dikelola oleh seorang yang profesional dan kompeten di bidangnya dalam bidang industri agar dapat menjadi wadah dalam hal konsultasi bisnis. Strategi S-T Alternatif strategi untuk masingmasing industri 1. Memberikan suatu pembinaan mental dan pengertian secara personal terhadap generasi penerus akan pentingnya kelanjutan usaha dalam keluarga yang menggambarkan peluang bisnis yang menguntungkan di masa yang akan datang. 2. Mengajak pemerintah untuk bekerjasama dalam pengembilan kebijakan mengendalikan masuknya barang-barang impor yang merusak pasar dalam negeri/lokal (ekspansi Cina). 3. Memperbarui hak paten dan mendaftarkan lagi produk yang belum memiliki merek dan hak paten (mengatasi masalah HaKI). 4. Melakukan inovasi produk dengan mengikuti selera konsumen agar dapat menyesuaikan diri dengan modernisasi (seperti membuat produk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Contohnya: seperti membuat saputangan songket dengan motif kartun, dll) 5. Lebih mengunggulkan dan menonjolkan kekuatan budaya dan kecintaan akan pekerjaan dalam proses pembuatan produk agar ikatan tradisional yang unik dan penuh dengan ciri khas Minangkabau dapat menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan bersaing dalam menghadapi inovasi produk asing. Strategi W-T Alternatif strategi untuk masingmasing industri 1. Meningkatkan dan memperbaiki kualitas SDM yang ada saat ini dengan membina hubungan yang baik dengan karyawan agat tercipta loyalotas karyawan dan terbina hubungan yang penuh dengan unsur kekeluargaan. 2. Melakukan berbagai uapaya dengan pendekatan personal dan emosional untuk mengatasi masalah regenerasi. 3. Melakukan strategi pengembangan produk. 4. Mengupayakan perubahan dalam peralihan teknologi dengan mengadopsi teknologi yang baru berkembang dalam dunia perindustrian. 5. Mengupayakan keunggulan produk dengan membuat produk menjadi produk yang ramah lingkungan, memiliki perpaduan warna yang unik dan diminati konsumen serta nyaman untuk dipakai. 6. Mengelola manajemen perusahaan dengan baik secara profesional dan meninggalkan sistem manajemen tradisional. 7. Memperbaiki sistematika pembayaran dengan tidak memperbolehkan sistem hutang terjadi lagi sehingga tidak menghambat kelangsungan usaha.

4. Peran 3 Aktor Utama dalam Industri Kreatif di Sumatera Barat Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengembangan industri kreatif maka perlu kolaborasi antar aktor utama dengan starting point dari ketiga aktor utama ini adalah; (1) Komitmen cendekiawan, bisnis dan pemerintah, koordinasi antara ketiga aktor secara berkesinambungan, serta mengupayakan sinergi untuk mengembangkan industri kreatif. Komitmen ini meliputi keterlibatan non finansial dan financial. Dalam hal finansial, pembiayaan program pengembangan industri kreatif dapat dilakukan melalui: APBD, donor lokal dan asing (pemerintah), melalui APBD, Corporate Social Responsibility, dana R & D (Bisnis), atau alokasi dana riset (Cendekiawan). Sedangkan secara nonfinansial dapat berupa pelaksanaan administrasi publik yang lebih cepat dan efisien, komitmen tenaga pendidik untuk memberikan materi sebaik-baiknya, atau dukungan pelaku usaha untuk memberikan mentoring kepada pihak yang terkait/berkepentingan; (2) Membentuk knowledge space bagi industri kreatif dengan menciptakan media pertukaran informasi, knowledge, skill, teknologi, pengalaman, preferensi dan lokasi pasar, serta informasi-informasi lainnya. KESIMPULAN Kontribusi sektor industri dalam struktur perekonomian Sumatera Barat Tahun 20052009, pada sektor industri pengolahan perkembangan ditiap tahunnya cukup baik. Pada tahun 2005 sebesar 11,38%, meningkat pada tahun 2006 menjadi 11,42% dan perkembangan yang paling baik terlihat pada tahun 2008 yaitu sebesar 12,11%. Namun pada tahun 2009 mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar 12,05%. Hal ini dapat terjadi oleh penyebab yang sama yaitu pengaruh atau dampak dari bencana alam yang terjadi pada Tanggal 30 September 2009 yang mengakibatkan banyak unit usaha yang hancur dan rusak parah sehingga tidak dapat lagi beroperasi sebagaimana mestinya. Perkembangan industri kecil di Sumatera Barat tahun 20062008 juga dapat dilihat dari jumlah unit usaha industri kecil yang terjadi peningkatan di setiap tahunnya. Pada tahun 2006 hanya sebanyak 42.311 unit usaha, namun sampai pada tahun 2008 telah berjumlah sebanyak 43.853 unit usaha. Begitu juga terlihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap industri kecil terjadi peningkatan sampai pada 152.174 orang pekerja, dengan nilai investasi sebesar 332.800.537 (Rp.000) dan nilai produksi sebesar 2.037.277.307 (Rp.000). Melihat secara keseluruhan, beberapa subsektor industri kreatif yang terdapat dalam industri pengolahan dan industri kecil ini tentunya juga mengalami perkembangan dengan baik karena nilai peningkatan yang positif yang terlihat di setiap tahunnya di Sumatera Barat. Teknik analisa SWOT menunjukkan indeks posisi pada analisis faktor internal sebesar +0.74 dan pada indeks posisi eksternal sebesar +1.27. Sehingga pada diagram SWOT yang

terlihat pada posisi terletak pada Kuadran I yaitu kuadran yang memanfaatkan kekuatan dengan maksimal untuk mendapatkan dan meraih peluang yang ada. Industri ini berarti memiliki peluang yang besar dan dapat memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk memperoleh berbagai peluang tersebut. Sedangkan indeks posisi industri kreatif subsektor industri kerajinan sulaman benang emas di Sumatera Barat, pada analisis faktor internal sebesar +0.65 dan indeks posisi pada analisis faktor eksternal sebesar +1.04 sehingga pada diagram SWOT posisi sulaman benang emas terletak di Kuadran I juga, sama halnya dengan bordir/sulaman. Berikutnya indeks posisi industri kreatif subsektor industri pertenunan tradisional dengan menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Sumatera Barat dengan Indeks posisi pada analisis faktor internal sebesar -0.17 dan pada indeks posisi eksternal sebesar +0.79. Sehingga pada diagram SWOT posisi akan terletak pada Kuadran III yaitu kuadran yang dapat dihasilkannya suatu staretgi pengembangan dengan mengaitkan antara unsur kelemahan dengan peluang yang tersedia. Setelah itu indeks posisi industri kreatif subsektor pertenunan modern dengan menggunakan ATM (alat Tenun Mesin) dengan indeks posisi pada analisis faktor internal sebesar +1.68 dan indeks posisi pada analisis faktor eksternal sebesar +1.4 sehingga pada diagram SWOT posisi sulaman benang emas terletak di Kuadran I, sama halnya dengan bordir/sulaman dan sulaman benang emas. Beberapa strategi S-O untuk produk bordir/sulaman, sulaman benang emas, dan pertenunan dengan ATM adalah: memanfaatkan dukungan dan komitmen dari pemerintah, memanfaatkan keahlian menjahit dengan membuka kursus menjahit yang dapat menjamin lulusannya menjadi penjahit profesional dan berkualitas, membuat business plan untuk memperluas usaha (ekspansi) dengan membuka cabang baru di daerah lain, meningkatkan citra perusahaan dengan cara promosi yang memanfaatkan perkembangan IT, memperluas link kerjasama maupun bisnis dengan daerah lain (mencari pasar potensial), memanfaatkan pola konsumtif masyarakat dengan membuat berbagai macam inovasi dalam produk, mengadakan kerjasama dengan pemerintah dan institusi perguruan tinggi, dan kaum bisnis untuk menyelenggarakan suatu festival budaya dan adat Minangkabau dengan mengangkat tema Industri Kreatif Sumatera Barat yang melibatkan niniak mamak dan bundo kanduang agar budaya dan adat tetap melekat di tengah masyarakat, meningkatkan kualitas produk, lebih berkreasi dalam warna, pola dan corak serta motif produk (misalnya mengupayakan berbagai usaha untuk membuat songket menjadi lebih ringan, perpaduan warna lebih menarik, tidak kaku, dan nyaman dipakai).

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Andrew, Gary. M. dan Moir, Ronald. E. 1981. Information Decision Systems in Education. Itasca, Illinois: F;E. Peacock. Albertiusman. 2005. Strategi Pengembangan Usaha Industri Kecil di Bukittinggi (Studi Kasus UIK Bordir, Sepatu, dan Kerupuk Sanjai). Padang: Universitas Andalas (tesis). Badan Pusat Statistik. 2010. Sumatera Barat dalam Angka. Padang: BPS Sumatera Barat. Boyd, Walker, Laurence. 2000. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Edisi 2. Jakarta: Erlangga. Bustal, CH. 2004. Beberapa Sumber Pembiayaan Bank dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKMK). Makalah Workshop Membangun Usaha dan Jaringan Bisnis. Unand, 4 November 2004. ________. 2004. Alternatif Pembiayaan UKMK dan Peran Bank Indonesia dalam Pengembangan UKMK. Makalah Workshop Membangun Usaha dan Jaringan Bisnis. UNAND, 4 November 2004. Chandler, Jr, Alfred. D. 1966. Strategy and Structure. New York: Doubleday & Co. Inc. Chandra, Ade. 2006. Aplikasi Analisis SWOT dalam Perumusan Strategi CV. Jasa Mulya Bukittinggi. Padang: Universitas Andalas (skripsi). Cravens, Davids. 1996. Pemasaran Strategi. Jakarta: Erlangga. Crown, Dirgantoro. 2001. Manajemen Strategik: Konsep, Kasus, dan Implementasi. Jakarta: PT. Grasindo. David, Fred. R. 2004. Manajemen Strategis: Konsep-konsep. Ed.9. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2009. Studi Industri Kreatif Indonesia 2009. Jakarta: Departemen Perdagangan RI. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. Studi Industri Kreatif Indonesia: Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta: Departemen Perdagangan RI. Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat. 2010. Database Potensi Industri Sumatera Barat 2009. Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat. 2010. Pendataan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2009. Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat. 2010. Daftar Sentra Industri Kecil. Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat. 2009. INDUSTRI KREATIF DI SUMATERA BARAT. (Disampaikan pada Seminar: The 4th Physical Meeting Forum Mahasiswa Ekonomi Indonesia. Padang, Tanggal 16 Maret 2009. Dinas Koperasi PKM Propinsi Sumatera Barat. 2005. Usaha Kecil dan Menengah Propinsi Sumatera Barat. Dinas Perindustrian Kota Padang. 2009. Profil Perusahaan Produk Unggulan Kota Padang Tahun 2009: Profil Perusahaan Konveksi Sulaman dan Bordir. Elfindri dan Nasri Bachtiar. 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Padang: Andalas University Press. Hadibroto, S. 1999. Pembidasan Industrialisasi Nasional. Jurnal Ekonomi UGM Tahun 1999, Hal: 1929. Henderson, Bruce. D. 1991. The Origin of Strategy: Strategy. Cynthia, A. Montgomery and Michael Porter (ed). Boston: Harvard Business Review. Hill, Hall. 2003. Indonesias Industrial Transformation. Singapore: Institute of South East Asian Study. Hill, Hall. 2006. The Indonesian Economy. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Irja. 2007. Strategi Pengembangan Usaha Kecil (UK) di Kota Pariaman. Padang: Universitas Andalas (tesis). Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta: Prehalindo. Kuncoro, M. 1997. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: AMP YKPN. _________. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?. Jakarta: Erlangga. Maleong, Lexy. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bina Aksara. Mintzberg, Henry. 1979. The Structuring of Organizations. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, 1979.

Mulyoutami, E. 2003. Pemusatan Pasar pada Usaha Mikro di Pedesaan. Jurnal Analisis Sosial. Vol. 8 No. 1 Februari 2003. Hal: 29-43. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pangestu, Mari. 2002. The Potential Role of Foreign Direct Investment in Indonesias Recover., In:In:Lee, T., Kyung, et all, Globalization and The Asia Pacific Economy.. New York: Routledge Program Pascasarjana Universitas Andalas. 1997. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Tesis. Padang: Pascasarjana Universitas Andalas. Porter, Michael. 2007. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Pesaing dan Industri. Edisi Revisi. Jakarta: Erlangga. Rahman, H. 2004. Strategi Pengembangan dan Penguatan Cluster/Sentra UKM di Sumatera Barat. Makalah Seminar Dinas Koperasi dan Pengembangan UKM dengan T & Y Consulting 1 Desember 2004 di Padang. _________. 2004. SMEs in Indonesian Economy and Policies to Enhance SMEs Development and Empowerment in Indonesia. Prepared for and Presented in The 1st SEPnet International Workshop, Haikou-China, 6-10 November 2004. Rangkuti, Freddy. 1999. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. Salusu. 2008. Pengambilan Keputusan Stratejik: untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Cetakan kesepuluh. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Saputra, Wiko. 2010. Industri Kreatif. Cetakan Pertama. Baduose Media. Sjafrizal. 2009. Teknik Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Baduose Media. Soesastro, Hadi. 2004. Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu. CSIS Working Paper/WPE 2004. Tambunan, T. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya. __________. 2002. Perekonomian Indonesia: Beberapa Isu Penting. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Tan, Firwan. 1994. Industrialisasi Berbasis Teknologi, Peranan Transfer Teknologi bagi Pengembangan Usaha Daerah, Prisma, No. 1 Tahun XXIII Januari 1994. Hal 3-12. __________. 2004. Ekonomi Industri. Bahan Kuliah Pascasarjana Universitas Andalas Padang. __________. 2005. Tantangan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat ke Depan: Arah Kebijakan Pembangunan. Makalah Seminar Balitbang. Padang. Sumatera Barat. __________. 2011. Pengembangan Industri kreatif di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Ekonomi Industri pada Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Tim Survei JICA. 2010. Pengembangan Klaster Bordir Kota Bukittinggi: Pilot Project (hasil evaluasi berdasarkan 5 item penilaian), 15 Februari 2010. Tripomo, Tdjo. 2005. Manajemen Strategi. Cetakan Pertama. Bandung: Rekayasa Sains. Yovieanny, Triana. 2006. Pola Pengembangan Industri Kecil dan Industri Kerajinan Rumah Tangga di Kabupaten Lima Puluh Kota. Padang: Universitas Andalas (tesis). Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Industri Kreatif. SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 254/MPP/7/1997 tentang Kriteria Usaha Industri Kecil. SK Menteri Keuangan RI No. 40/KMK.06/2003 tentang Usaha Kecil. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Menengah. http://ramakertamukti.wordpress.com/2009/01/09/14-subsektor-dalam-industri-kreatif-indonesia/ (25 Februari 2010) http://www.teknopreneur.com/content/pameran-industri-kreatif-2009 (25 Februari 2010) http://jakarta45.wordpress.com/2009/07/07/pareto-pilar-keempat-ekonomi-nasional/ (25 Februari 2010) http://www.indonesia.go.id/id/index.php/unduh/en/index.php?option=com_content&task=view&id=1036 0&Itemid=693 (25 Februari 2010) http://economy.okezone.com/read/2010/02/08/320/301452/pelaku-usaha-industri-kreatif-akan-dibantumodal (25 Februari 2010) http://www.sentrakukm.com/industrikreatif/ http://www.sentrakukm.com/industrikreatif/index.php/home/64-potensi-ekonomi-industri-kreatif (25 Februari 2010)

Anda mungkin juga menyukai