Anda di halaman 1dari 16

KEPEMIMPINAN JAWA

Naily Khusna

Teori-Teori Kepemimpinan Jawa pemimpin yang adil, berwibawa, arif dan bijaksana harus meneladani ilmu Hasta Brata yaitu meneladani delapan perwatakan alam semesta

ilmu Hasta Brata


Hambeging Kismo (Wataknya Bumi) Hambeging Tirta (wataknya air Hambeging Samirana (Wataknya angin) Hambeging Samudro (Wataknya Lautan) Hambeging Candra (Wataknya bulan) Hambeging Surya (Wataknya matahari) Hambeging Dahana (Wataknya Api) Hambeging Kartiko (Wataknya Bintang)

rambu-rambu seorang pemimpin menurut khasanah kejawen


Mulat (artinya mengetahui) Milolo (bombong atau membombong, membesarkan hati atau memuji) Miluto (Bimbing, membimbing, mengarahkan atau menunjukkan kesalahannya) Palidarma (memberikan tauladan dan contoh) Palimarma (Memberikan maaf)

empat komponen yang harus dimiliki dalam kepemimpinan Jawa


Wibawa Kharisma wewenang kemampuan khusus.

Wibawa

kharisma
Kharisma merupakan kemampuan dan kualitas istimewa yang dimiliki individu tertentu Kharisma adalah kekuatan kreatif, terobosan bagi tatanan yang telah membeku Kharisma berakar dalam sejarah dan filsafat serta budaya masyarakat, kharisma memiliki akar sejarah setiap masyarakat Di kalangan ahli barat masih tetap ada pandangan yang mengakui aspek kharisma, yakni sebagai unsur yang bersumber dari satu kekuatan sentral ilahi. Perbedaan para ahli barat menekankan segi rutinisasi kharisma, sedangkan para ahli di Indonesia menekankan segi keluarbiasaan kharisma. Ahli barat tidak memahami charisma sebagai ekkuatan sakti. Sedangkan dalam tatanan Jawa cenderung memahami kharisma sebagai daya sakti.

Kekuasaan/wewenang
Kekuasaan dalam budaya Jawa dipahami sebagai kekuatan dari dunia adi-kodrati, bisa dicari, diserap lewat bertapa dan puasa. Orang memiliki kuasa bila pancaran sinar (pulung, teja) menimpanya secara tiba-tiba. Konsep kekuasaan terkait dengan charisma dalam pemahaman Jawa (sinar,teja,pulung). Jadi, dalam kerangka budaya ide charisma dan kekuasaan tak terpisahkan.

Skema Kekuasaan Menurut Koentjaraningrat


Masyarakat Masyarakat Masyarakat

Sederhana

Tradisional

Masa Kini

Wibawa Wewenang Kharisma Kemampuan Khusus

Kharisma Wewenang Wibawa Kemampuan Khusus

Wibawa Wewenang Kharisma Kemampuan Khusus

Kharisma dalam konteks kepemimpinan Jawa


Dalam masyarakat sederhana, kharisma diartikan sebagai kemampuan pemimpin dalam ilmu gaib untuk memperbesar pengaruh. Jadi kharisma bermakna kesaktian. Dalam masyarakat tradisional, kharisma diartikan sebagai sifat keramat dan pemilikan wahyu. Karena itu untuk menjaga kekeramatan, pemimpin mengambil jarak dengan rakyat. Dalam masyarakat masa kini, kharisma adalah pemilikan sejumlah kualitas spiritual untuk menunjang kekuasaan, dan dengan itu pemimpin disegani.

Perbedaan pemimpin masyarakat tradisional dan masyarakat masa kini (modern)


masyarakat tradisional
pemimpin atau raja dalam sebuah negara tradisional (kuno) memandang untuk menjaga wibawa dan karisma, mengharuskan seorang raja harus memisahkan diri atau mengisolasikan dirinya dari kehidupan masyarakat.

masyarakat masa kini (modern)


seorang pemimpin tidak lagi mengisolasikan diri dari kehidupan rakyatnya, justru sebaliknya seorang pemimpin harus lebih dikenal dan dekat dengan rakyat. Hal tidak lain karena legitimasi kepemimpina seseorang dalam negara modern bukan didapat dari dewa, atau hal-hal keramat sebagai mana dalam masyarakat kuno, tetapi legitimasi seorang pemimpin ada pada masyarakat itu sendiri

Konsep Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara


Ki Hajar Dewantara adalah seorang cendekiawan Indonesia yang brilian, aktifis pergerakan kemerdekaan RI, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan negara kita. Jasa Ki Hajar Dewantara membawanya sebagai seorang Pahlawan Nasional dan buah peninggalan beliau yang sangat besar adalah pendirian Perguruan Taman Siswa

Semboyan Ki Hajar Dewantara


Ing Ngarso Sung Tulodho (Di depan menjadi teladan) Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah ikut serta) Tutwuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)

Ing Ngarso Sung Tulodho (Di depan menjadi teladan)


Secara normatif, seorang pemimpin memang diharapkan mampu menjadi teladan (contoh yang baik) bagi anak buah atau pengikutnya. Hal ini penting sebab jika pemimpin terlanjur melakukan kesalahan, maka angan salahkan pengikutnya jika melakukan kesalahan yang sama.

Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah ikut serta)


Pengertian Madya dalam konteks ini identik dengan pejabat di level menengah yang diharapkan mampu menuangkan gagasan dan ide-ide baru untuk mendukung program yang sudah ditetapkan. Yakni semua ditujukan untuk kemaslahatan ummat. Kebanyakan dari golongan menengah dalam praktik kepemimpinannya cenderung ngruwet yakni hanya berusaha mencapai tujuan pribadinya, tanpa mempedulikan kepentingan rakyat ataupun bawahannya.

Tutwuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)


Merupakan harapan dari sikap rakyat secara keseluruhan. Rakyat itu bisa bermakna bawahan sekaligus sebagai atasan pejabat. Dalam konteks ini rakyat sebagai bawahan yang diharapkan tunduk dan patuh dan mendukung kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai