Anda di halaman 1dari 118

1

BAB I Pendahuluan

1.1

Imunologi Dasar ilmu yg mempelajari tentang sistem imun / kekebalan

Imunologi :

tubuh. Pengenalan, memori, serta kespesifikan terhadap benda asing merupakan inti imunologi. Konsep dasar Respon Imun : Reaksi terhadap sesuatu yang

asing. Pemicunya disebut dengan Antigen, yaitu Substansi yg mampu merangsang respon imun, berupa bahan infeksiosa biasanya berbentuk protein atau karbohidrat, atau lemak. Antigen akan berkontak dgn sel tertentu, memacu serangkaian kejadian yang mengakibatkan destruksi, degradasi atau eliminasi. Respon imun :

1. Respon imun non spesifik. Terdiri atas : Fagositosis, Reaksi peradangan 2. Respon imun spesifik, terdapat 2 komponen :
o

Respon imun humoral, berupa globulin-gama tertentu / imunoglobulin. Diperankan limfosit B.

Respon imun selular, menyebabkan reaksi hipersensitif tipe lambat. Diperankan limfosit T

Imunitas Humoral

Diperankan limfosit B yang dapat berdeferensiasi menjadi sel plasma 80-90 % dalam sumsum tulang, 10-20 % dari limfosit darah tepi. Mensintesis imunoglobulin Ada 5 imunoglobulin : dari yang terbanyak & peranannya :

1. Ig G : aktivasi komplemen,antibodi heterotropik 2. Ig A : antibodi sekretorik 3. Ig M : aktivasi komplemen 4. Ig D : reseptor permukaan limfosit 5. Ig E : antibodi reagin, pemusnah parasit.

Antibodi berperan pada 4 tipe reaksi imun : Reaksi tipe I


: reaksi anafilaksis.

Alergen + Ig E + sel Basofil pelepasan mediator ( histamin, serotonin dll) Contoh klinis : urtikaria

Reaksi tipe II : reaksi sitotoksis

Antigen + Ig G / Ig M + aktivasi komplemen lisis dan fagositosis virus, bakteri dll

Contoh klinis : pemfigoid.

Reaksi tipe III : reaksi kompleks imun.

Antigen + Antibodi + Komplemen Tidak mudah dimusnahkan sistem fagosit bereaksi dgn pembuluh darah atau jaringan lain kerusakan jaringan.

Contoh klinis : vaskulitis nekrotikans.

Reaksi tipe IV Imunitas Selular


Diperankan sel T dgn limfokin-nya. Sel T 80-90 % jumlah limfosit darah tepi dan 90 % jumlah limfosit timus. Limfokin : zat yang dikeluarkan sel T yang mampu merangsang dan mempengaruhi reaksi peradangan selular. Contoh : MIF ( Makrophage Inhibitory Factor), MAF ( Activating), faktor kemotaktik makrofag, dll.

Antigen spesifik

+ limfosit

T + limfokin reaksi

hipersensitivitas

lambat (Reaksi tipe IV ).

Contoh klinis : Dermatitis Kontak Alergik

Abses Kronis)

Apikalis

Kronis

(Apikal

Supuratif

Definisi. Suatu abses apikalis kronis adalah

infeksi tulang alveolar periradular yang berjalan lama dan bertingkat rendah. Sumber infeksi terdapat di dalam saluran akar.

Penyebab. Abses apikalis kronis adalah suatu sekuela alami matinya pulpa dengan perluasan proses infektif sebelah periapikal, atau dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada.

Gejala-gejala. Gigi dengan abses apikalis kronis umumnya adalah asimtomatik ; kadang-kadang abses macam itu hanya dapat dideteksi pada waktu pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula. Fistula bisanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan drainase lesi periradikularyang terus-menerus. Suatu radiograf yang diambil setelah insersi kerucut guta-perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi yang bersangkutan dengan melacak fistula pada asalnya. Kadang-kadang fistula berjarak beberapa gigi dari penyebabnya.

Apabila dijumpai suatu kavitas terbuka pada gigi, drainase dapat terjadi melalui saluran akar. Apabila tidak ada fistula, debris selular dan bakteri difagositosis oleh makrofag, dan cairan diabsorbsi melalui pembuluh darah dan limfa.

Perawatan. Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar. Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan periradikular umumnya terhenti. Bila daerah rarefaksi kecil, perawatannya sama dengan perawatan gigi dengan pulpa nekrotik. Sebetulnya, suatu abses kronis dapat terlihat sebagai perluasan periapikal suatu infeksi yang berasal dari pulpa nekrotik. Perbedaan terletak dalam tingkatannya saja.

1.2

Abses Apikalis Kronis (Apikal Supuratif Kronis) Definisi. Suatu abses apikalis kronis adalah infeksi tulang alveolar periradular yang berjalan lama dan bertingkat rendah. Sumber infeksi terdapat di dalam saluran akar. Penyebab. Abses apikalis kronis adalah suatu sekuela alami matinya pulpa dengan perluasan proses infektif sebelah periapikal, atau dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada.

Gejala-gejala. Gigi dengan abses apikalis kronis umumnya adalah asimtomatik ; kadang-kadang abses macam itu hanya dapat dideteksi pada waktu pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula. Fistula bisanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan drainase lesi periradikularyang terus-menerus. Suatu radiograf yang diambil setelah insersi kerucut guta-perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi yang bersangkutan dengan melacak fistula pada asalnya. Kadang-kadang fistula berjarak beberapa gigi dari penyebabnya.

Apabila dijumpai suatu kavitas terbuka pada gigi, drainase dapat terjadi melalui saluran akar. Apabila tidak ada fistula, debris selular dan bakteri difagositosis oleh makrofag, dan cairan diabsorbsi melalui pembuluh darah dan limfa.

Perawatan. Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar. Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan periradikular umumnya terhenti. Bila daerah rarefaksi kecil, perawatannya sama dengan perawatan gigi dengan pulpa nekrotik. Sebetulnya, suatu abses kronis dapat terlihat sebagai perluasan periapikal suatu infeksi yang berasal dari pulpa nekrotik. Perbedaan terletak dalam tingkatannya saja.

BAB II ANTIBIOTIKA

Antibiotik menurut Vuillemin (1889) adalah sebagai senyawa aktif yang dihasilkan MO hidup untuk memusnahkan MO lain untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Menurut Turpin dan Velu (1957) antibiotik adalah semua senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh melalui sintesis yang memiliki indeks khemoterapi tinggi yang manifestasi aktivitasnya terjadi pada dosis yang sangat rendah secara spesifik melalui inhibisi proses penting pada virus, MO atau bernagai organisme bersel majemuk. Pada awalnya antibiotik diperoleh secara alamiah, kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan semisintesis dan sintesis. Misalnya struktur dasar penisilin adalah 6-aminopenisilinat (6-APA). Definisi tersebut menempatkan antibiotik sebagai obat khemoterapi. Senyawa antibiotik juga dapat berkhasiat sebagai antivirus (Rifampisin), antiparasit (Paromomisin), anti jamur (Griseofulvin, amfoterisin B). Penyalahgunaan A.B secara luas mengandung resiko seperti, menimbulkan efek samping dan reaksi toksik, hipersensitivitas dapat diinduksi, sehingga memungkinkan terjadi berbagai reaksi ringan atau gawat pada pemakaian berulang AB tersebut, flora normal usus sering dimodifikasi sehingga meningkatkan kemungkinan untuk terjadi superinfeksi, mutan mikroba yang resisten sering

terseleksi dari populasi bakteri dan merupakan ancaman bahaya individual atau epidemiologic. Status fisiopatologi pasien seringkali menuntut perhatian khusus pada disain terapi dengan antibiotic, faktor lingkungan seperti diet, terapi lain yang dilaksanakan sejajar ataupun bersama-sama dengan terapi antibiotik merupakan halhal yang perlu diperhitungkan pengaruhnya terhadap terapi antibiotik. Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya sasaran penggunaan antibiotik adalah aktivitas antimikroba, efektivitas dan efisiensi proses farmakokinetik, toksisitas antibiotic, reaksi karena modifikasi flora alamiah tuan rumah, penggunaan kombinasi antibiotic dan pola penanganan infeksi. Pemilihan rute pemberian AB harus memperhatikan faktor-faktor seperti konsentrasi obat dalam darah, lokasi infeksi, kegawatan infeksi, jika infeksi yang mengancam nyawa ; Lebih baik AB diberikan secara parenteral dari pada peroral, dan bila absorpsi melalui intra muscular (i.m) meragukan lebih baik pemberian intravena (i.v). 2.1 ANTIBIOTIK -LAKTAM Karena aktivitasnya yang broad spectrum (aktivitas luas) dan relative sedikit beracun, antibiotic -lactam tetap menjadi antibiotic yang banyak dipergunakan di dunia. Penicillin dan cephalosporin sering digunakan untuk infeksi yang serius, seperti infeksi nosokomial. 2.1.1 Penicillin

10

Merupakan istilah umum untuk kelompok antibiotic yang merupakan bagian dari cincin -lactam. Inti penicillin adalah asam 6-aminopenisilanat. Penicillin ini diperoleh dari Penicillium chrysogenum. 2.1.1.1 Klasifikasi Penicillin merupakan cyclic dipeptida yang mengandung 2 asam amino (D-valin, Llysin). Pada tahun 1958, sintesis struktur dasar penicillin (6-aminopenicillanic acid) dimanipulasi dengan penambahan rantai tambahan yang berbeda ke -lactam dan cincin thiazolidine. Mineral yang berbeda (natrium, kalium, procaine, benzathine) juga diberikan untuk kebutuhan farmakokinetik. Penicillin yang stabil terhadap asam resisten terhadap gangguan asam lambung, yang berarti dapat digunakan sebagai obat oral. Contohnya penicillin V, amoxicillin, dan cloxacillin. a. Penicillin alami 1). Penicillin G (benzylpenicillin) efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh gram negative dan gram positif coccus, gram positif basil, dan spirochetes. Penicillin G rentan tehadap hidrolisis -lactamase, memiliki spectrum yang sempit, dan tidak stabil terhadap asam lambung. 2). Penicillin V (fenoksimetil penicillin) memiliki spectrum yang mirip dengan penicillin G, tetapi tidak digunakan untuk pengobatan bacteremia karena

11

konsentrasi letal minimumnya yang tinggi (MLC, jumlah minimum obat yang dibutuhkan untuk menyembuhkan infeksi). Penicillin V stabil terhadap asam. Lebih sering digunakan untuk pengobatan infeksi oral karena efektif dalam melawan organisme anaerob. b. Antistaphilococcal penicillin (penicillin resisten -lactamase) Methicillin, nafcillin, oxacillin, cloxacillin, dan dicloxacillin merupakan contoh golongan ini, dengan spectrum yang sempit. Methicillin sudah jarang digunakan karena tingkat keracunannya. Bakteri meningkatkan resistensinya terhadap penicillin dengan memperluas enzim -lactamase yang membuat tidak aktifnya penicillin dengan memecah asam 6-aminopenicillanic untuk menghasilkan derivate asam penicilloic. Penicillin jenis ini ampuh terhadap stafilokokus dan streptokokus. Namun tidak bisa membasmi bakteri gram negatif batang, enterokokus, bakteri anaerob. c. Penicillin spektrum diperluas (penicillin antipseudomonal) Penicillin jenis ini memiliki spektrum antibakteri serta memiliki aktivitas yang lebih tinggi terhadap bakteri gram negatif. Selain itu, obat jenis ini juga dapat membunuh Pseudomonas. Namun, mudah dirusak oleh penisilinase. Contoh obatnya adalah ampicilin, bacampicilin, amoxicilin, carbenicilin indanyl, ticarcilin, mezlocilin, piperacilin.

12

d. Penicillin dengan -lactamase inhibitor Penisilin jenis ini memiliki agen yang mampu mengikat, secara irreversible, sisi katalis penisilinase untuk mencegah terjadinya hidrolisis dari cincin -lactam pada antibiotik. Contoh obatnya adalah clavulanate + amoxicilin, ampicilin + sulbactam, piperacilin + tazobactam, ticarcilin +clavulanate.

2.1.1.2 Mekanisme Kerja 1. Obat bergabung dengan Penicillin-binding proteins (PBPs) pada bakteri 2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu 3. Sehingga jembatan pentapeptide menjadi tidak kuat dan dinding sel lisis. Namun pada beberapa jenis bakteri, cincin -lactam memiliki mekanisme tambahan, yaitu pengaktifan enzim muramyl sintetase yang bertanggung jawab terhadap pemisahan dari sel anak pada proses pembelahan. Namun, jika enzim ini terus diproduksi tanpa adanya proses pembelahan sel bakteri maka akan menyebabkan autolisis dari dinding sel bakteri.

13

Penicillin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri. Terhadap bakteri yang sensitive, penicillin akan menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolic tidak aktif (tidak membelah) tidak dipengaruhi oleh penicillin, kalaupun ada pengaruhnya maka hanya bakteriostatik. 2.1.1.3 Farmakokinetik Sepertiga dari Penisilin G diberikan secara oral dan diserap di usus, namun karena proses penyerapan di usus yang kurang baik maka untuk pemberian dengan cara oral, dosis harus dilipatgandakan sebanyak empat atau lima kali dibandingkan dengan dosis pemberian secara parenteral. Pemberian obat ini sebaiknya 30 menit sebelum makan atau 2 jam sesudahnya. 60% dari penisilin G berada di albumin setelah terabsorpsi, namun keberadaannya juga ditemukan di hati, empedu, ginjal, cairan semen, cairan sendi, dan pembuluh limfa. Namun ketika terjadi meningitis, penisilin jenis ini juga bisa ditemukan di cairan serebrospinal. Ekskresi penisilin melalui urine. 60-90% pemberian penisilin secara intramuscular akan dieliminasi dalam bentuk urine. Waktu paruh untuk penisilin berkisar 30 menit. Meticilin dan nafcilin juga memiliki sifat yang sama dengan penisilin G. Tetapi dalam pemberiannya tidak perlu memerhatikan apakah perut dalam keadaan kosong atau penuh. Obat ini juga terkonsentrasi di cairan serebrospinal pada terapi meningitis yang disebabkan oleh stafilokokus.

14

Untuk penisilin V karena obat ini stabil dalam keadaan asam, pemberian secara oral jauh lebih baik efeknya selain itu penyerapan di usus juga lebih baik. Untuk dicloxacillin dan ampicillin, pemberian secara oral merupakan cara pemberian yang aman dan dapat diabsoprsi dengan baik, namun sebaiknya diberikan saat perut dalam keadaan kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Obat ini diekskresi secara cepat oleh ginjal. Juga terdapat proses eliminasi hepatik oleh empedu. Ampisilin juga diekskresi melalui feses dalam jumlah yang sedikit. Absorpsi amoxicillin di saluran cerna lebih baik dari ampicillin, karena proses ini tidak terhambat walaupun di lambung terdapat makanan. Untuk penisilin anti pseudomonas seperti ticarsilin, piperasilin, mezlosilin dan carbenisilin ekskresinya melalui urine. 2.1.1.4 Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi Penicillin V adalah obat yang paling sering diberikan untuk kemoterapi infeksi gigi, meski amoxicillin memiliki efek farmakokinetik yang lebih baik. Parenteral penicillin G banyak digunakan untuk infeksi pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat secara oral (pasien malabsorpsi dan muntah). Pada beberapa kasus, penicillin G dan V serta amoxicillin tidak cocok untuk pengobatan infeksi oral. Beberapa infeksi dental disebabkan oleh -lactamase,

15

antibiotik yang cocok adalah derivat penicillin resisten penicillinase, erythromycin atau clindamycin. Infeksi periodontal karena bakteri gram positif dan gram negative aerob dan anaerob dapat menggunakan obat antimikroba yang spectrumnya lebih luas, seperti amoxicillin atau -lactam yang dikombinasikan dengan metronidazol. 2.1.1.5 Kontraindikasi 1. Pada orang-orang yang memiliki riwayat alergi dengan obat tersebut. 2. Pada orang yang menggunakan obat coumarin anticoagulant, karena dapat terjadi perdarahan. Efek ini akan terjadi setelah 3 hari pemberian penicillin, namun akan kembali normal setelah 72-96 jam. Perdarahan macam ini biasanya terjadi setelah pencabutan gigi. 2.1.1.6 Adverse Effect Pada pasien gagal ginjal, penicillin dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan seizure. Nafcillin terkait neutropenia, oxacillin dapat mengakibatkan hepatitis. Ampicillin dihubungkan dengan kolitis psudomembran. Infeksi sekunder seperti candidiasis vagina juga dapat timbul. 1). Alergi dan non alergi Terjadinya alergi didahului oleh adanya sensitisasi. Alergi yang paling sering terjadi adalah maculopapular (biasanya disebabkan oleh ampicillin) atau

16

urticarial. Manifestasi klinik reaksi alergi penicillin yang terberat adalah reaksi anafilaksis, angioedema (yang ditandai dengan membengkaknya bibir, lidah, dan area periorbital), dan serum sickness. Asma parah, sakit di bagian perut, mual dan muntah, lemah, tekanan darah yang berkurang, dan diare dapat dikatakan sebagai tanda-tanda reaksi anafilaksis. Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang berupa berbagai bercak kemerahan kulit, dermatitis kontak, glositis, serta gangguan lain pada mulut, demam yang kadang disertai menggigil. Beberapa penelitian mengatakan bahwa resiko terkena alergi penicillin pada seseorang lebih tinggi apabila orang tersebut juga alergi dengan obat lainnya. Reaksi alergi jarang terjadi pada anak-anak, tetapi dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa karena kemampuan cardiopulmonary yang kurang baik. Untuk reaksi non-alergi melibatkan ticarsilin, mezlosilin dan piperasilin yang menyebabkan waktu koagulasi yang abnormal. Selain itu, penggunaan penisilin resisten terhadap penisilinase dapat menyebabkan fungsi hati yang abnormal. Dosis berlebih pada pemberian intravena dapat menyebabkan hyperexcitability dan halusinasi. 2). Diare : Penicillin yang diberikan secara oral dalam dosis besar dapat menimbulkan gangguan gastointestinal, terutama mual, muntah, dan diare.

17

3). Nefritis : semua penicillin, tapi terutama methicillin, berpotensi untuk menyebabkan nefritis interstitial akut. 4). Neurotoxicity : penicillin mengiritasi jaringan saraf. Hal ini sangat berbahaya bagi pasien epilepsi. 5). Keracunan : terjadi karena kelebihan kalium dan natrium. 2.1.1.7 Interaksi Obat

Beberapa obat yang akan dijelaskan dari golongalan Pensillin : 1. Penisilin G Deskripsi

18

Beta-laktam obat antibakteri. Indikasi Infeksi tenggorokan, OM, endokarditis, meningitis, pneumonia. Indikasi dalam Kedokteran Gigi Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti dental abses. Sediaan 600 mg dan 1.2 g vials berisi bubuk untuk rekonstitusi melalui administrasi intramuscular atau intravena administration (Penicillin G). Dosis Dewasa: 600 mg1.2 g 4 kali sehari. Anak-anak: 112 tahun 100300 mg/kg 46 dosis sehari. Kontraindikasi Hipersensitivitas. Precautions Penyakit Ginjal

19

2. Penisilin V Deskripsi Obat antibakteri beta-lactam. Indikasi Tonsilitis, OM, demam rematik, profilaksis. Indikasi dalam Kedokteran Gigi Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti dental abses. Sediaan (i) A 250 mg tablet (Penicillin V). (ii) An oral solution (125 mg/5 mL and 250 mg/5 mL) (Penicillin V). (iii) A 600 mg vial of powder for reconstitution for intramuscular or intravenous administration (Penicillin G). Dosis Adult: 500 mg four times a day (Penicillin V).

20

Child: under 6 years 25% adult dose. Child: 6 12 years 50% adult dose. Kontraindikasi Hypersensitivity. Precautions Penyakit Ginjal Interaksi Obat Penisillin mengurangi ekskresi dari methotrexate obat sitotoksik, menyebabkan peningkatan toksisitas obat terakhir yang dapat menyebabkan kematian. Mungkin ada khasiat mengurangi kontrasepsi oral dan metode kontrasepsi lainnya disarankan selama terapi antibiotik. Level serum dari Penisillin V sangat berkurang ketika dibarengi dengan pemberian neomysin dan peningkatan dosis dua kali lipat diperlukan. Aktivitas penisillin menurun jika dibarengi tetrasiklin. Penisillin G jarang meningkatkan waktu protrombin bila diberikan kepada pasien yang menerima warfarin.. Probenecid, phenylbutazone, sulphaphenazole, sulphinpyrazone, obat aspirin anti-inflamasi dan indomethacin secara signifikan meningkatkan paruh hidup penisillin. 3. Ampisilin

21

Indikasi : ISK, OM, sinusitis, bronkitis kronis, gonore. Kontraindikasi : hipersensitif. Efek samping : mual, diare, ruam, kadang-kadang kolitis. Sediaan : Ampisilin kapsul 250 mg, 500 mg, serbuk injeksi, dry sirup. Bentuk sediaan kapsul atau tablet dengan kandungan 250 mg, 500 mg atau 1000 mg. Bentuk sediaan sirup dengan kandungan 125 mg atau 250 mg/5 ml sirup. Untuk sediaan injeksi biasa dalam bentuk vial dengan kandungan 200 mg, 500 mg dan 1.000 mg Ampisilin. Dan ada kombinasi 1.000 mg Ampisilin dan 500 mg Sulbactam atau 500 mg Ampisilin dan 250 mg Sulbactam

4. Amoxicillin Pendahuluan Amoxicillin adalah antibiotika -laktam yang termasuk ke dalam golongan penisilin, spektrum luas, bakterisid terhadap gram positif dan gram negative. Antibiotik laktam digunakan untuk penyembuhan infeksi bakteri yang disebabkan oleh mikroorganisme, dan mempunyi daya absorbsi baik. Amoxicillin sangat efektif untuk beberapa bakteri seperti H. influenzae, N. gonorrhoea, E. coli, Pneumococci, Streptococci, dan beberapa strain dari Staphylococci.

22

Formula molecular amoxicillin adalah C16H19N3O5S 3H2O.

Farmakokinetik 1. Administrasi Rute Administrasi : Amoxilin yang dikombinasikan dengan asam clavulanic hanya dapat digunakan sebagai preparasi oral. 2. Absorpsi Oral: Cepat dan hampir komplit ; makanan tidak berpengaruh 3. Distribusi : Umumnya hampir semua cairan tubuh dan tulang ; yang lemah dalam sel mata, dan melewati meninges. Cairan pleura, paru-paru dan cairan peritoneal ; mempunyai konsentrasi urin yang tinggi; juga ke cairan synovial, hati, prostat, otot dan kantung empedu; penetrasi ke telinga tengah, sekresi sinus maxilary, tonsil, sputum dan sekresi bronchial. 4. Metabolisme: Biasanya signifikan pada host. 5. Ekskresi: Rute primer dari ekskresi melewati proses sekretorik tubuli ginjal, seperti filtrasi dari glomerolus. Pasien dengan gagal ginjal mempunyai regimen dosis yang disesuaikan. penetrasi

23

rasio level darah: Normal meninges: <1%; Inflamed meninges: 8% to 90% Protein binding: 17% to 20% Metabolisme : Partially hepatic Half-life elimination ( T ): Neonatal: 3.7 hours Balita and anak-anak : 1-2 hours Dewasa : Normal renal function: 0.7-1.4 hours Waktu puncak : kapsul : 2 hours; Suspensi: 1 hour Ekresi: - Urine (80% as unchanged drug); lebih sedikit dari neonatal - Feses: sedikit sekali

Farmakodinamik Amoxicillin menghambat sintesa dinding sel kuman yang sedang tumbuh sehingga bersifat bakterisidal. Jadi Amoxicillin lebih efektif pada kuman-kuman yang membelah diri / berkembang biak dengan cepat. Aktifitasnya meliputi

mikroorganisme gram negatif seperti Haemophilus influensa, E. Coli dan Proteus

24

Mirabilis. Kekurangannya adalah mudah di-hidrolisa oleh -laktam dengan spektrum luas yang semakin banyak ditemukan pada kuman gram negatif.

Mekanisme Kerja Amoxicillin mendegradasi enzim -laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Amoxicillin merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya mirip dengan ampisilin, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli dan P. mirabilis. Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies Shigella dan bakteri penghasil laktamase. Menghambat sintesis dinding sel bakteri oleh satu atau lebih penicillin binding protein (PBPs) yang menghambat tahap terakhir transpeptidase sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Selain itu juga menghambat biosintesis dinding sel bakteri. Bacteria mengalami lisis mengacu pada aktivitas enzymes autolytic dinding sel yang sedang berlangsung (autolysins and murein hydrolases).

25

Sediaan (i) Kapsul : 250 mg dan 500 mg. (ii) 500 mg dispersible tablets. (iii) Oral suspensi : 125 mg/5 mL dan 250 mg/5 mL. (iv) Bubuk untuk rekonstitusi melalu oral administrasi : 750 mg and 3 g. (v) 250 mg dan 500 mg vials untuk rekonstitusi melalui injeksi.

Dosis (1) Untuk manajemen infeksi dental 250500 mg secara oral 3 kali sehari untuk perawatan. 5001000 mg secara intravena 4 kali sehari untuk infeksi yang parah. Anak-anak di bawah 10 tahun : 50% dari dosis dewasa.

(2) Untuk profilaksis endokarditis infektif 3 g secara oral 1 jam sebelum operasi untuk profilaksis ketika pengobatan dengan bius lokal.

26

Anestesi umum 1 g secara intravena atau intramuscular pada induksi diikuti dengan 500 mg 6 jam kemudian atau 3 g secara oral 4 jam sebelum operasi diikuti dengan 3 g secara oral sesegera mungkin setelah operasi.

Anak di bawah 5 tahun : 25% dosis dewasa. Anak 5-10 tahun : 50% dosis dewasa.

Adverse Effect Seperti penicillin lainnya, dapat diharapkan bahwa reaksi yang gagal akan dibatasi oleh fenomena-fenomena sensitivity. Frekuensi tidak pasti. Onset dari gejala pseudomembranous colitis mungkin terjadi selama atau sesudah antibiotic treatmen. System saraf utama : hiperaktif, gelisah, insomnia, bingung, dan pusing Infeksi : Mucocutaneous candidiasis Reaksi Hipersensitivitas: Anaphylaxis Dermatologi: erythematous maculopapular rash, erythema multiforme, mucocutaneous candidiasis, Stevens-Johnson syndrome, exfoliative

dermatitis, toxic epidermal necrolysis, hypersensitivity vasculitis, urticaria.

27

Gastrointestinal: Black hairy tongue, mual, diare, hemoragi colitis, pseudomembranous colitis, tooth discoloration (brown, yellow, or gray). Hematologic: Anemia, hemolytic anemia, thrombocytopenia,

thrombocytopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulocytosis. Hepatic: AST (SGOT) and ALT (SGPT) increased, cholestatic jaundice, hepatic cholestasis, acute cytolytic hepatitis. Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi. Renal: Crystalluria Hemic and Lymphatic Systems: Anemia, termasuk hemolytic anemia, thrombocytopenia, thrombocytopenic purpura, eosinophilia, leukopenia, and agranulocytosis telah dilaporkan selama terapi dengan penicillins. Reaksi ini biasanya reversible pada penghentian therapi dan dipercaya menjadi phenomena hypersensitivity.

Reaksi hypersensitivitas ini dapat dikontrol dengan antihistamines dan jika perlu, corticosteroids systemic. Kapanpun reaksi ini terjadi, amoxicillin tidak dapat dilanjutkan, menurut opini seseorang physician. Indikasi Amoksisilina efektif terhadap penyakit:

28

Infeksi saluran pernafasan kronik dan akut:

pneumonia, faringitis (tidak untuk faringitis gonore), bronkitis, langritis. disentri basiler Infeksi saluran kemih: Infeksi sluran cerna:

gonore tidak terkomplikasi, uretritis, sistitis, pielonefritis Infeksi lain:

septikemia, endokarditis Kontraindikasi Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilin. Peringatan

Berhubungan dengan Adverse Effect : 1. Reaksi anaphylactoid/hypersensitivitas: serius dan kadang-kadang

hipersensitivitas fatal pada pasien yang menjalani terapi ini, khususnya mempunyai sejarah mempunyai hipersensitivitas terhadap -laktam, sejarah mempunyai sensitivitas terhadap multiple alergi atau reaksi Ig-E-mediated (contoh: anafilaxis, urtikaria). Pemakaian hati-hati terhadap penderita asma.

29

2. Superinfeksi : Perpanjangan pemakaian dapat menghasilkan superinfeksi fungal atau bacterial, termasuk C. difficile-associated diarrhea (CDAD) and pseudomembranous colitis; CDAD telah diobservasi selama >2 bulan. Berhubungan dengan Penyakit: 1. Infeksi Mononukleosis : Persentase tinggi dari pasien yang mengalami perkembangan rash selama terapi. 2. Gagal ginjal : Penggunaan hati-hati pada pasien yang mempunyai gagal ginjal; dosis disesuaikan Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi

Beberapa infeksi periodontal dihubungkan dengan gram-positive dan gram-negative, mikroorganisme aerob dan anaerob dimana suatu agen anti-mikroba dengan memperbesar spektrum antibakteri seperti amoxicilin atau lebih umumnya suatu agen -laktam / -laktamase dikombinasikan dengan metronidazole dapat menjadi pilihan. Antibiotik standar regimen prophylaksis untuk pasien yang terinfeksi endocarditis. Digunakan juga untuk infeksi orofacial. Interaksi Obat

Amoksisilin mengurangi ekskresi dari methotrexate obat sitotoksik, menyebabkan peningkatan toksisitas obat terakhir yang dapat menyebabkan kematian. Mungkin ada khasiat mengurangi kontrasepsi oral dan metode kontrasepsi lainnya disarankan

30

selama terapi antibiotik. Aktivitas amoksisilin menurun jika dibarengi tetrasiklin. Amoksisilin jarang meningkatkan waktu protrombin bila diberikan kepada pasien yang menerima warfarin. Probenesid secara signifikan meningkatkan paruh hidup amoksisilin. Nifedipin meningkatkan penyerapan amoksisilin tapi ini adalah sedikit dari klinis penting. Amiloride mengurangi penyerapan amoksisilin tapi ini mungkin signifikansi kecil. Produksi ruam meningkat selama pengobatan bersamaan dengan allopurinol. 2.2

Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik

Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

2.2.1

Penggolongan Sefalosporin Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,

pembedaan generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.

31

Berikut

merupakan

penggolongan

generasi

Sefalosporin

Berdasarkan sefalosporin

khasiat

antimikroba

dan

resistensinya

terhadap

betalakmase, berikut :

lazimnya

digolongkan

sebagai

1. Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.

2. Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella, gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep) lebih kurang sama

32

3. Generasi ke III, Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam, sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.

4. Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.

2.2.2

Struktur

2.2.3

Sumber dan Sejarah Antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering

diresepkan oleh dokter, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam.

33

Cephalosporium acremonium merupakan sumber awal senyawa sefalosporin, diisolasi pada tahun 1948 oleh B rotzu dari laut didekat saluran pembuangan air dipesisir Sardinia. Filtrate kasar jamur ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan s. aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid pada manusia. Cairan kultur tempat jamursardinia ini ditumbuhkan mengandug tiga antibiotik berbeda yang dinamakan sefalosporin P,N, dan C. Dengan diisolasinya inti akti sefalosporin C, yaitu asam 7-aminosefalosporanat, dan dengan penambahan rantai samping. Memungkinkan dibuatnya senyawa semisintetik dengan aktivitas antibakteri yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa induknya.

2.2.4

Pembuatan Antibiotik Sefalosporin Cendawan C. acremonium ditumbuhkan pada agar-agar miring selama 7 hari,

koloninya disuspensikan dengan akuades steril dan dituangkan ke dalam cawan petri steril yang selanjutnya diletakkan di bawah lampu ultraviolet (UV) yang telah dikondisikan dengan jarak 15 cm. Pengambilan contoh sebanyak 1 ml dilakukan tepat pada saat cawan petri mulai diletakkan di bawah lampu UV (0 menit) sampai 50 menit dengan interval pengambilannya setiap 5 menit. Contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml akuades steril, dikocok, dan didiamkan selama 30 menit dalam gelap. Dari setiap contoh tersebut dibuat kurva matinya untuk mengetahui jarak dan waktu radiasi yang tepat. Selain itu juga dicoba kombinasi mutasi menggunakan sinar UV dan metode kimia menggunakan etil metana sulfonat (EMS).

34

Mutan terpilih diseleksi lagi untuk mendapatkan mutan unggul yang menghasilkan antibiotik sefaloporin C. Penggunaan sinar UV 254 nm pada jarak 15 cm dari objek selama 29 menit dapat meningkatkan produksi sefalosporin C sebesar 128.0% dari hasil mutasi I dan 149.1% dari hasil mutasi II. Produksi sefalosporin C dapat ditingkatkan dengan mutasi fisik menggunakan sinar UV yang dikombinasikan dengan cara kimia menggunakan EMS dengan konsentrasi 160 l/ml selama 45 menit, yakni menghasilkan kenaikan produksi sefalosporin C sebesar 198.8% pada mutan GBKI17.

2.2.5

Penggunaannya Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama

digunakan

di

rumah

sakit.

1. Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila terdapat alergi untuk penisilin.

2. Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok

35

yang

membentuk

laktamase.

3. Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis. 4. Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi dengan kuman Gram-positif.

2.2.6

Mekanisme kerja Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan

sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak dan tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim

(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.

2.2.7

Farmakokinetik

36

Sampai saat ini, hanya beberapa sefalosporin generasi pertama lumayan diserap setelah pemberian oral, tetapi ini telah berubah dengan ketersediaan aksetil (generasi kedua) dan cefixime (generasi ketiga). Tergantung pada obat, penyerapan mungkin tertunda, berubah, atau meningkat jika diberikan dengan makanan. Sefalosporin secara luas didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan, termasuk tulang, cairan pleura, cairan perikardial dan cairan sinovial. tingkat yang lebih tinggi ditemukan meradang ditulang normal. Sangat tinggi ditemukan dalam urin, tetapi mereka menembus buruk menjadi jaringan prostat dan aqueous humor. Tingkat Empedu dapat mencapai konsentrasi terapi dengan beberapa agen selama obstruksi empedu tidak ada. Dengan pengecualian aksetil, tidak ada sefalosporin generasi kedua atau yang pertama memasuki CSS (bahkan dengan meninges meradang) di tingkat terapi efektif dalam terapi. Konsentrasi cefotaxime, moxalactam, aksetil, ceftizoxime, seftazidim dan ceftriaxone dapat ditemukan dalam CSF parenteral setelah dosis pasien dengan meninges meradang. Sefalosporin menyeberangi plasenta dan konsentrasi serum janin dapat 10% atau lebih dari yang ditemukan dalam serum ibu. Protein mengikat obat secara luas. Sefalosporin dan metabolitnya (jika ada) diekskresikan oleh ginjal, melalui sekresi tubular dan / atau filtrasi glomerulus. Beberapa sefalosporin (misalnya, cefotaxime, cefazolin, dan cephapirin) sebagian dimetabolisme oleh hati untuk senyawa desacetyl yang mungkin memiliki beberapa aktivitas antibakteri.

37

2.2.8

Farmakodinamik

Sefalosporin bekerja dengan cara mengganggu langkah akhir dalam pembentukan dinding sel bakteri (penghambatan biosintesis mucopeptide), sehingga membran sel tidak stabil dan akan mengalami lisis (mekanisme yang sama tindakan seperti penisilin).

2.2.9

Indikasi Klinik Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi

berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.

2.2.10 Kontra Indikasi Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test. Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya, penisilin, cefamycins, carbapenems).

38

Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia, syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.

2.2.11 Efek Samping

Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis, udema, Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi. Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K. Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan toksik nefropati.

2.2.12

Kegunaan dalam Kedokteran Gigi

Sangat aktif terhadap bakteri anaerob yang ditemukan di rongga mulut. Berguna untuk infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Streptococcus, tetapi tidak untuk Hemophilus influenzae dan catarrhalis Moraxella.

39

2.3 2.3.1

Moksolid dan Ketolid Eritromisin Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan

makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya. 2.3.1.1 Struktur

2.3.1.2 Sumber Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila disimpan pada suhu 5 biasanya tahan sampai beberapa minggu. 2.3.1.3 Penggunaan

40

Infeksi Mycoplasma pneumoniae Eritromisin yang diberikan 4 kali 500 mg sehari per oral mempercepat turunnya panas dan mempercepat penyembuhan sakit.

Penyakit Legionnaire Eritromisin merupakan obat yang dianjurkan untuk pneumonia yang disebabakan oleh Legionella pneumophila. Dosis oral ialah 4 kali 0,5-1 g sehari atau secara intravena 1-4 g sehari.

Infeksi Klamidia Eritromisin merupakan alternatif tetrasiklin untuk infeksi klamidia tanpa komplikasi yang menyerang uretra, endoserviks, rektum atau epididimis. Dosisnya ialah 4 kali sehari 500 mg per oral yang diberikan selama 7 hari. Eritromisin merupakan obat terpilih untu wanita hamil dan anak-anak dengan infeksi klamidia.

Difteri Eritromisin sangat efektif untuk membasmi kuman difteri baik pada infeksi akut maupun pada carrier state. Perlu dicatat bahwa eritromisin maupun antibiotika lain tidak mempengaruhi perjalanan penyakit pada infeksi akut dan komplikasinya. Dalam hal ini yang penting antitoksin.

Infeksi streptokokus Faringitis, scarlet fever dan erisipelas oleh Str. Pyogenes dapat diatasi dengan pemberian eritromisin per oral dengan dosis 30 mg/kg BB/hari selama 10 hari. Pneumonia oleh pneumokokus juga dapat diobati secara memuaskan dengan dosis 4 kali sehari 250-500 mg.

Infeksi stapilokokus Eritromisin merupakan alternatif penisilin untuk infeksi ringan oleh S. Aureus (termasuk strain yang resisten terhadap penisilin). Tetapi munculnya strain-strain yang resisten telah mengurangi manfaat obat ini. Untuk infeksi berat oleh stafilokokus yang resisten terhadap penisilin lebih efektif bila digunakan penisilin yang tahan penisilinase (misalnya dikloksasilin atau flkloksasilin) atau sefalosporin. Dosis eritromisin untuk infeksi stafilokokus pada kulit atau luka ialah 4 kali 500 mg sehar yang diberikan selama 7-10 hari per oral.

41

Infeksi Campylobacter Gastroenteritis oleh Campylobacter jejuni dapat diobati dengan eritromisin per oral 4 kali 250 mg sehari. Dewasa ini fluorokuinolon telah menggantikan peran eritromisin untuk infeksi ini.

Tetanus Eritromisin per oral 4 kali 500 mg sehari selama 10 hari dapat membasmi Cl. tetani pada penderita tetanus yan alergi terhadap penisilin. Antitoksin, obat kejang dan pembersih luka merupakan tindakan lain yang sangat penting.

Sifilis Untuk penderita sifilis stadium diniyang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan eritromisin per oral dengan dosis 2-4 g sehari selama 10-15 hari. Gonore Eritromisin mungkin bermanfaat untuk gonore diseminata pada wanita hamil yang alergi tehadap penisilin. Dosis yang diberikan ialah 4 kali 500 mg sehari yang diberika selama 5 hari per oral. Angka relaps hampir mencapai 25 %.

Penggunaan profilaksis Obat terbaik untuk mencegah kambuhnya demam reumatik ialah penisilin. Sulfonamid dan eritromisin dapat dipakai bila penderita alergi terhadap penisilin. Eritromisin juga dapat dipakai sebagai pengganti penisilin untuk penderita endokarditis bakterial yang akan dicabut giginya. Dosis eritromisin untuk keperluan ini ialah 1 g per oral yang diberikan 1 jam sebelum dilakukan tindakan, dilanjutkan dengan dosis tunggal 500 mg yang diberikan 6 jam kemudian.

Pertusis Bila diberikan pada awal infeksi, eritromisin dapat mempercepat penyembuhan.

2.3.1.4 Mekanisme Kerja Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada sub unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi. Terdapat bukti

42

yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit sebagian menempati suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan klindamisin. 1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga. Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan. 2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih tinggi dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat bakteriosid. 3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada pada pH netral atau asam. 4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini : a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba. b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S. c. Metilasi adenin. 2.3.1.5 Interaksi Obat Eritromisin dengan obat asma (turunan teofilin) Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dlaporkan : mual, salit kepala, pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung, takhikardia, dan kemungkinan kejang. Eritromisin dengan Karbamazepin Efek karbamazepin dapat meningkat. Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan : pusing, mual, nyeri perut, dan nanar. Eritromisin dengan Digoksin Efek digoksin meningkat. Digoksin digunakan untuk layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak

43

teratur. Akibatnya : terjadi fek samping merugikan karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual, kehilangan nafsu makan, aritmia jantung, takhikardia atau bradikardia. Erirtromisin dengan Klindamisin atau Linkomisin Efek antibiotika

klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Erirtromisin dengan Antibiotika penisilin Efek masing-masing antibiotika dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya kombinasi ini dihindari. 2.3.1.6 Farmakokinetik Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran

gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan efek pengikatnya pada proteinnya sedang. Obat ini diekstresikan ke dalam empedu, feses dan sebagian kecil dalam urine. Karenanya jumlah yang diekskresikan ke dalam urine sedikit, maka insufisiensi ginjal bahkan merupakan kontra indikasi bagi pemakaian eritromisin. 2.3.1.7 Farmakodinamik Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral adalah 1 jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya adalah 6 jam. Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA pada sub unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi. 2.3.1.8 Indikasi Klinik Indikasi Eritromisin adalah :

44

Infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti : tonsilitis, abses peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, bronkitis akut dan kronis, pneumonia, dan bronkiektasis.

Infeksi telinga seperti otitis media dan eksternal, dan mastoiditis. Infeksi pada mulut Infeksi mata Infeksi kulit dan jaringan lunak Infeksi saluran pencernaan Infeksi lainnya : osteomielitis, uretritis, GO, sifilis, limfogranuloma venerum, difteri, dan prostatitis.

2.3.1.9 Kontra Indikasi Eritromisin kontraindikasi bagi pasien yang yang hipersensitif atau alergi terhadap eritromisin. 2.3.1.10 Efek Samping Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen. Reaksi alergi terhadap eritromisin jarang terjadi. Heptotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi jika obat dipakai bersama obat-obatan hepatotoksik lainnya seperti asetaminofen (dosis tinggi), fonotiazin dan sulfonamid. Eritromisin estolat (ilosone), nampaknya lebih mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan dengan eritromisin lainnya. Kerusakan hati biasanya bersifat reversible jika obat dihentikan. Eritromisin tidak boleh dipakai bersama klindomisin atau linkomisin karena mereka bersaing untuk mendapatkan reseptor. Eritromisin salah satu antibiotika terlama yang digunakan saat ini. Yang berikut ini harus diperhatikan :

45

Iritasi : mual, muntah, diare yang berhubungan dengan dosis memperbaiki gejala-gejala ini.

Alergi. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat. Peningkatan SGOT positif palsu. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi. Super infeksi kolon dan vagina.

2.3.1.11 Sediaan: Sediaan dari Eritromisin berupa kapsul/ tablet, sirup/sspensi, tablet kunyah dan obat tetes oral. 2.3.1.12 Dosis: 1. Eritromisin basa (E-mycin, ilotycin) D : PO : 250-500 mg/6 jam A : PO : 3050 mg/kg/hr dalam dosis terbagi (setiap 6 jam) Tablet enterik-coated untuk mencegah asam lambung merusak obat. Dosis > tinggi diperlukan untuk infeksi yang berat. 2. Eritromisin stearat (Erythromicin) Sama seperti E-mycin Stabil dalam asam. Tidak boleh dipakai bersama makanan. Dalam bentuk tablet salut 3. Eritromisin etilsuksimat (E.E.S., E-mycin E, pediamycin) Sama seperti Emycin Tidak terpengaruh oleh makanan. Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah dan tablet salut. 4. Eritromisin estolat (ilosone) Sama seperti E-mycin Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah, tablet dan kapsul. Ada kaitan antara hepatotoksistas dengan garam estolat. 5. Eritromisin laktoblonat (Erythrocin lactobionate-I.V) D : IV : 1-49/hr dalam dosis terbagi 4 (setiap 6 jam) A : IV : 15-20 mg/kg/hr dalam dosis terbagi 4 Untuk pemberian intravena. D : Dewasa A : Anak-anak PO : peroral

46

2.3.1.13 Kegunaan Dalam Kedokteran Gigi Eritromisin digunakan untuk melawan infeksi orofacial akut, khususnya pasien dengan alergi -laktam. Aktivitas spektrumnya melawan bakteri gram positif aerob/fakultatif cocci (streptococci, beberapa staphylococci). Spektrumnya umumnya tidak cocok untuk bakteri gram negatif anaerob yang diikuti dengan infeksi orofacial: prevotella, porphyromonas, fusobacterium, dan veilonella. Sediaan berupa

kapsul/tablet, sirup/suspensi, tablet kunyah dan obat tetes oral.

2.3.2

Clarithromycin Clarithromycin diturunkan dari erythromycin dengan penambahan satu

kelompok methyl, serta memiliki stabilitas asam adan absorbsi oral yang lebih baik dibandingkan dengan erythromycin. Makanisme kerjanya sama dengan erythromycin. Clarithromycin dan erythromycin sebenarnya identik dalam aktivitas antibakteri mereka, kecuali bahwa clarithromycin lebih aktif terhadap kompleks mycobacterium avium. Clarithromycin juga mempunyai aktivitas terhadap M leprae dan toxoplasma gondii. Streptokokkus dan stafilokokkus yang resisten erythromycin juga resisten terhadap clarithromycin.

47

2.3.2.1 Farmakokinetik Clarithromycin diserap secara cepat dari GI tract setelah oral administration. Bioavailability absolute dari 250 mg tablet clarithromycin adalah sekitar 50%. Untuk dosis tunggal 500 mg clarithromycin, makanan sedikit menunda onset dari absorpsi dari clarithromycin, meningkatkan waktu maksimum dari 2 jam menjadi 2,5 jam. Makanan juga meningkatkan konsentrasi plasma puncak dari clarithromycin (clarithromycin peak plasma concentration) menjadi sekitar 24% tetapi tidak mempengaruhi taraf bioavailability clarithromycin. Makanan tidak mempengaruhi onset dari formasi dari antimicrobial aktif metabolit, 14-OH clarithromycin atau consentrasi plasma puncak tetapi sedikit menurunkan taraf dari formasi metabolit, diindikasikan oleh penurunan 11% pada area dibawah konsentrasi plasma-time curve (AUC). Jadi, tablet clarithromycin dapat diberikan tanpa makan. Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh clarithromycin (6jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan erythromycin

48

memungkinkan pemberian dosis dua kali sehari. Dosis yang dianjurkan adalah 250500mg dua kali sehari. Penetrasi clarithromycin baik pada sebagian besar jaringan, dengan konsentrasi yang setara dengan atau lebih besar dari konsentrasi serum. Clarithromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya adalah 14hydroxyclarithromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini dieliminasi dalam urin, dan pengurangan dosis (misalnya dosis bermuatan 500mg, kemudian menjadi 250 mg sekali atau dua kali sehari) dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin di bawah 30 mL/menit. Interaksi obat clarithromycin sama dengan erythromycin. Keuntungan penggunaan clarithromycin dibandingkan dengan erythromycin adalah lebih rendahnya frekuensi intoleransi gastrointestinal dan lebih dari jarangnya frekuensi pemberian dosis. Kecuali untuk organisme-organisme tertentu yang telah disebutkan di atas, kedua obat ini satu sama lain sangat mirip secara terapeutik. Pemilihan salah satu diantara keduanya biasanya dipertimbangkan dengan alasan biaya (harga clarithromycin jauh lebih mahal) dan kemampuan tolerabilitas obat. 2.3.2.2 Farmakodinamik Mekanisme kerjanya adalah sama dengan bahwa eritromisin. Klaritromisin dan eritromisin hampir identik sehubungan dengan aktivitas antibakteri kecuali klaritromisin yang lebih aktif terhadap Mycobacterium avium kompleks.

Klaritromisin juga memiliki aktivitas terhadap M.leprae dan Toxoplasma gondii. Streptokokkus dan stafilokokkus yang resisten erythromycin juga resisten terhadap clarithromycin.

49

2.3.2.3 Dosis Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum 2-3 g / mL. Lama waktu paruh lebih lama klaritromisin (6 jam) dibandingkan dengan eritromisin

memungkinkan dosis dua kali sehari. Dosis yang disarankan adalah 250-500 mg dua kali sehari. Klaritromisin menembus jaringan yang paling baik, dengan konsentrasi sama dengan atau melebihi konsentrasi serum.

2.3.2.4 Indikasi Tablet clarithromycin diindikasikan untuk penanganan dari infeksi ringan sampai infeksi sedang yang disebabkan oleh mikroorganisme pada kondisi seperti dibawah ini: Dewasa o Pharyngitis/tonsillitis disebabkan oleh streptococcus pyogenes (obat yang

biasanya dipilih pada infeksi streptococcal adalah penicillin yang dilakukan melalui intramuscular atau oral route. Clarithromycin umumnya efektif dalam pembasmian S pyogenes dari nasopharynx). o Acute maxillary sinusitis oleh haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis

atau streptococcus pneumoniae. o Acute bacterial exacerbation dari chronic bronchitis oleh haemophilus

influenzae, hemophilus parainfluenzae, moraxella catarrhalis, atau streptococcus pneumoniae.

50

Uncomplicated skin dan infeksi struktur kulit oleh streptococcus aureus atau

streptococcus pyogenes (abses biasanya memerlukan surgical drainage). o Infeksi disseminated mycobacterial oleh mycobacterium avium, atau

mycobacterium intracellulare.

Tablet clarithromycin dikombinasikan dengan omeprazole atau ranitidine bismuth citrate tablets juga biasanya diindikasikan untuk penanganan pasien dengan active duodenal ulcer yang berhubungan dengan infeksi H. pylori. Anak - anak o o Pharyngitis/tonsillitis oleh streptococcus pyogenes. Acute maxillary sinusitis oleh haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis

atau streptococcus pneumoniae. o Acute otitis media oleh H. influenzae, moraxella catarrhalis atau streptococcus

pneumoniae. o Uncomplicated skin dan infeksi struktur kulit oleh staphylococcus aureus atau

streptococcus pyogenes

2.3.2.5 Prophylaxis (pencegahan penyakit) Clarithromycin diindikasikan untuk pencegahan penyakit disseminated mycobacterium avium complex (MAC) pada pasien dengan infeksi HIV lanjut. Untuk mengurangi perkembangan drug-resisten bakteri dan menjaga keefektifan dari clarithromycin dan obat antibakteri lainnya, clarithromycin harus digunakan hanya

51

untuk mengobati atau pencegahan penyakit yang telah terdiagnosa oleh bakteri tertentu.

2.3.2.5 Kontraindikasi Clarithromycin kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitif terhadap clarithromycin, erythromycin atau antibiotic macrolide lainnya.

2.3.3

Azithromycin Azitrhmonycin merupakan senyawa dengan cincin macrolide lactone 15-atom

yang diturunkan dari erythromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke dalam cincin lactone erythromycin. Spectrum aktivitas dan penggunaan klinisnya sesungguhnya identik dengan clarythromycin. Azitrhmonycin aktif terhadap komples M avium dan T gondii. Azitrhmonycin sedikit kurang aktif dibandingkan erythromycin dan clarithromycin terhadap stafilokokkus dan streptokokkus, namun sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitrhmonycin sangat aktif terhadap Chlamydia. Azitrhmonycin berbeda dengan erythromycin dan clarithromycin terutama dalam sifat farmakokinetika. Satu dosis azitrhmonycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum yang relative rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. akan tetapi

azitrhmonycin dapat melakukan penetrasi kesebagian besar jaringan (kecuali cairan cerebrospinal) dan sel-sel fagosit dengan sangat baik. Konsentrasi jaringan dapat

52

melebihi konsentrasi serum 10 hingga 100x lipat. Obat di release secara perlahan dari jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam banyak kasus. Sebagai contoh: satu dosis tunggal azitrhmonycin sebesar 1 gram sama efektifnya dengan pengobatan jangka 7 hari dengan doxycycline pada uretritis dan seviksitas Chlamydia. Pneumonia yang didapat dari komunitas dapat diobati dengan azitrhmonycin yang diberikan sebagai dosis awal 500 mg dan diikuti dengan dosis tunggal harian sebesar 250 mg untuk 4 hari selanjutnya.

Azitrhmonycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida alumunium dan magnesium tidak mengubah bioavabilitas, namun

53

memperlama absorbsi dan menurunkan konsentrasi serum puncak. Oleh karena agen ini memiliki cincin lactone dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka azitrhmonycin tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom P450, dan karena itu ia tidak mempunyai efek terhadap interaksi-interaksi obat yang timbul pada erythromycin dan clarithromycin. Azithromycin erythromycin. dan clarithromycin adalah turunan semisintetik dari

2.3.3.1 Mekanisme Kerja Azithromycin bekerja dengan mengikat ke 50s ribosomal subunit dari microorganisme dan kemudian mengganggu sintesis protein dari mikroba tersebut. Sintesis asam nukleat tidak dapat dipengaruhi oleh azithromycin. Azithromycin terkonsentrasi pada fagosit dan fibroblast yang ditunjukkan oleh teknik inkubasi in vitro. Dengan menggunakan methodology, rasio dari konsentrasi intracellular terhadap extracellular adalah >30 setelah inkubasi selama 1 jam. Ilmu in vivo menyarankan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat berperan dalam distribusi obat ke jaringan yang mengalami inflamasi.

2.3.3.2 Indikasi Azithromycin diindikasikan untuk pengobatan pasien dengan infeksi ringan dan sedang (pneumonia) yang disebabkan oleh microorganisme pada kondisi: Sexually transmitted diseases

54

Non-gonococcal urethritis dan cervicitis oleh Chlamydia trachomatis Azithromycin, pada dosis yang direkomendasikan, tidak dapat diandalkan untuk mengobati penyakit gonorrhea atau syphilis. Agents amtimikrobial digunakan dalam dosis tinggi untuk periode pendek untuk menangani non-gonococcal urethritis. Mycobacerial infection Pencegahan untuk penyakit disseminated mycobacterium avium complex (MAC) Azithromycin, digunakan dalam dosis tunggal atau kombinasi dengan rifabutin pada dosis yang ditingkatkan, diindikasikan untuk pencegahan dari penyakit MAC pada pasien penderita infeksi HIV. Penanganan untuk pengakit disseminated mycobacterium avium complex (MAC) Azithromycin, kombinasi dengan ethambutol, diindikasikan untuk penanganan dari infeksi disseminated MAC pada pasien penderita infeksi HIV lanjut.

2.3.3.3 Kontraindikasi Azithromycin kontraindikasi pada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap azithromycin, erythromycin, obat macrolide atau obat antibiotic ketolide lainnya.

2.4

LINCOSAMIDE

55

Jenis Obat Yang termasuk dalam lincosamide : 1. 2. Clindamycin (7-chloro-7-deoxy lincomycin) Lincomycin (diisolasi dari Streptomyces lincolnensis) Clindamycin

2.4.1

Clindamycin

merupakan

turunan

dari

lincomycin

semisintetik

dan

diklasifikasikan sebagai antibiotik lincosamide. Clindamycin beraktivitas dengan mengikat subunit ribosom 50s yang menghambat sintesis protein mikroba pada inisiasi rantai peptida.

Clindamycin digunakan sebagai obat unutk mikroba oral yang resisten terhadap -lactam untuk pengobatan infeksi orofacial akut. 2.4.1.1 Farmakokinetik Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1 jam, dengan masa paruh kira-kira 2,7 jam. Klindamisin didistribusi dengan baik ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke CSS. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Klindamisin berakumulasi dalam leukosit polimorfonuklear dan makrofag alveolar tetapi makna klinik dari fenomena ini belum jelas. Obat ini berpenetrasi baik ke dalam tulang, tapi tidak ke cairan

56

cerebrospinal, bermetabolisme sebagian besar dalam hati (lebih dari 90%), dan berkonsentrasi tinggi di dalam empedu, dimana ini dapat mengubah flora usus sampai 2 minggu setelaj penggunaan dihentikan. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu. Masa paruh eliminasi dapat memanjang pada penderita gagal ginjal sehingga diperlukan penyesuaian dosis berdasarkan pengukuran kadar obat dalam plasma. Hal ini dapat pula terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat.

2.4.1.2 Farmakodinamik Clindamycin dapat meningkatkan kemampuan neutrofil untuk memfagosit dan menghancurkan kuman terutama penyebab periodontitis. Clindamycin dapat terkonsentrasi dalam neutrofil sehingga dapat membunuh kuman yang berada dalam neutrofil. Clindamycin juga dapat meningkatkan kemampuan chemotaxis dari neutrofil.

2.4.1.3 Mekanisme Kerja Obat Reseptor obat : 23s subunit dari 50s ribosom bakteri. Obat bekerja pada reseptor dan menghasilkan hambatan bakteriostatik dengan sintesis protein mikroba.

57

Clindamycin dapat melawan banyak bakteri gram positif dan negative baik yang anaerob maupun yang fakultatif anaerob, seperti : Bacteroides, Prevotella, Porphyromonas, Veillonella, Peptostreptococcus, microaerophilic streptococci, Actinomyces, Eubacteria, Clostridium (kecuali Clostridium difficile),dan Propionibacteria.

Organisme gram positif pada umumnya rentan terhadap Clindamycin, seperti : Streptococcus pneumonia VGS Corynebacterium Group A, B, C, dan G streptococci Streptococcus bovis

Organisme lain yang juga rentan terhadap Clindamycin : Leptotrichia buccalis Bacillus cereus

58

Bacillus subtilis Capnocytophaga canimorsus Beberapa laktamase menghasilkan staphylococci

Mikroorganisme dengan resistensi intrinsic terhadap Lincosamide : Enterococcus Enterobacteriae Haemophilus pneumoniae Neisseria meningitides Mycoplasma pneumoniae Hampir semua MRSA Streptococcus pneumoniae (dengan resistensi yang lebih tinggi) Streptococcus pyogenes (dengan resistensi yang lebih tinggi) Prevotella (resistensi rata-rata 12-20%) Porphyromonas (resistensi rata-rata 12-20%) Fusobacteria (resistensi rata-rata 12-20%) Peptostreptococcus (resistensi rata-rata 12-20%)

2.4.1.4 Efek yang tidak iinginkan mual dan muntah sakit perut esofagitis

59

glossitis stomatitis alergi reversible peningkatan level erum transaminase reversible myelosupression metallic taste / rasa logam bercak maculopapular (3-10%) diare (2-20% ; rata-rata 8%) jika diberikan dalam dosis tinggi secara intravena maka akan menghasilkan blockade neuromuscular ( sama seperti

Aminoglycoside, Tetracyclin, dan Polimyxin B) 2.4.1.5 Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi

Clindamycin digunakan untuk terapi / pengobatan terhadap beberapa infeksi yang dikarenakan oleh : a. b. c. d. bakteri Streptococcus bakteri Staphylococcus bakteri Pneumoniae bakteri yang anaerob seperti Bacteroides

60

Clindamycin diindikasikan untuk infeksi fraktur tulang, dan juga berguna untuk perawatan beberapa kondisi yang anaerob, seperti infeksi saluran genital wanita, infeksi pelvis, penetrasi jaringan ikat pada perut setelah operasi. Pemakaian Clindamycin dapat dikombinasikan untuk pengobatan Toxoplasmosis. Pneumocystis carinii dan

Infeksi serius saluran nafas bawah, Infeksi serius kulit dan jaringan lunak, Osteomilitis, Infeksi serius intra-abdominal, dan Penicilin resistant

Infeksi gigi, termasuk abses gigi berat, saluran akar dengan sensitivitas yang berkepanjangan dan orang yang terinfeksi kembali. infeksi gigi pada pasien yang alergi atau tidak menanggapi Penisilin Kontraindikasi

Clindamycin kontraindikasi pada pasien yang alergi terhadap obat dan dalam kombinasi obat neuromuscular blok. Semua antibiotic harus dihindari, jika memungkinkan untuk 2 bulan.

2.4.1.6 Interaksi Obat Klindamisin bekerja sinergis dengan obat nondepolarisasi (curarelike) neuromuscular blok dalam neuro-transmisi blok pada otot skeletal. Klindamisin oral absorbsinya lambat oleh obat kaolin-pectin antidiare.

2.4.1.7 Sediaan dan dosis

61

Clindamysin tersedia dalam bentuk kapsul berisi HCl hidrat yang setara dengan 75 dan 150 mg clindamysin basa. Selain itu terdapat granul klindamisin palmitat HCl untuk suspensi oral dengan konsentrasi 75 mg/5 ml.

Dosis oral untuk dewasa adalah 150-300 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat dapat diberikan 450 mg tiap jam. Dosis oral untuk anak-anak adalah 8-12 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam beberapa dosis. Untuk infeksi berat dapat diberikan sampai 25mg/kgBB sehari.

Untuk anak-anak atau bayi berumur lebih dari 1 bulan diberikan 15-25 mg/kgBB sehari; untuk infeksi berat dosisnya 25-40 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam beberapa dosis pemberian. 2.4.1.8 Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi Clindamycin digunakan sebagai obat unutk mikroba oral yang resisten terhadap -lactam untuk pengobatan infeksi orofacial akut.

2.5

METRONIDAZOLE Metronidazole merupakan sintetik nitroimidazole yang diisolasi dari

Streptomyces. Merupakan obat pilihan untuk berbagai infeksi protozoal. Digunakan untuk pengobatan / terapi ulkus nekrotic gingivitis akut, vaginal trichomoniasis, terapi infeksi bakteri anaerob dan mikroorganisme mikroaerophilik (termasuk infeksi orofacial akut, periodontitis, dan ulkus nekrotic gingivitis akut.

62

2.5.1

Farmakokinetik Metronidazole diserap sepenuhnya dari saluran pencernaan (bioavaibilitas oral

mencapai 100%). Tingkat serum yang dicapai adalah sama untuk pemberian secara oral dan intravena. Adanya makanan dalam saluran mencernaan menunda tingkat serum mencapai puncaknya. Metronidazole mencapai puncaknya pada darah dengan pemerian secara oral yaitu dalam waktu 1-2jam dan mempunyai volume distribusi yang luas, penetrasi CNS yang sangat baik, dan waktu paruh 8 jam. Efek farmakokinetik ini tidaklah membahayakan untuk wanita hamil, malahan metabolisme obat ini mengurangi presentasi disfungsi hati dan tidak menyebabkan kerusakan ginjal. Absorpsi, absorpsi metronidazole per oral sangat efektif, dengan bioavalabilitas sebesar lebih dari 90% dengan konsentrasi maksimum pada plasma untuk metronidazole dosis 500 mg antara 8-13 mg/L dengan Tmax 0.254.0 jam.

Distribusi, metronidazole memasuki membran sel dan didistribusikan ke dalam jaringan dan cairan.

Metabolisme, metronidazole merupakan antibiotik yang dimetabolisme pada hepar.

Ekskresi, metronidazole diekskresikan pada empedu sebagai obat parental dan pada urin sebagai metabolit- metabolit hasil metabolismenya

63

2.5.2

Farmakodinamik

Metronidazole merupakan antibiotik yang dapat membunuh bakteri anaerob secara cepat.

2.5.3

Mekanisme Kerja Obat Antimikroba (Metronidazole) penetrasi melalui dinding sel (masuk ke sel)

kemudian mengalami reduksi gugus N untuk menghasilkan metabolit yang merusak DNA (mengganggu replikasi DNA, memotong-motong DNA yang terbentuk, dan pada dosis rendah akan menyebabkan mutasi genom bakteri) sehingga

mengakibatkan kematian sel. Metronidazole bersifat bakterisid yang aktif melawan bakteri anaerob.

2.5.4

Efek yang tidak diinginkan Reversible neutropenia Metallic taste / rasa logam Urin berwarna gelap atau merah colkat Bercak pada kulit Rasa perih (seperti terbakar pada uretra atau vagina) Gynecomastia Mual dan muntah Pancreatitis (jarang terjadi)

64

Pseudomembranous colitis (jarang terjadi) Peripheral neorophaty (jarang terjadi) Reaksi disulfiram jika dikombinasikan dengan etanol CNS toxic (seizure, encephalopathy, disfungsi cerebellar, parethesias, mental confusion, dan depresi)

Bersifat karsinogenik

2.5.5

Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi

Metronidazole digunakan untuk terapi / pengobatan terhadap : Infeksi anaerobic abdominal Infeksi CNS Bacterial vaginosis Infeksi protozoa Infeksi Helicobacter pylori Infeksi Clostridium difficile (berhubungan dengan diare dan coltis) Infeksi bakteri anaerob obligat (Bacteroides, Porphyromonas,

Prevotella, Fusobacterium, Peptostreptococcus, Clostridium) Infeksi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis ( Trichomonas vaginalis, Gardnerella vaginalis, Entamoeba histolytica, Balantidium coli)

65

Perlawanan terhadap bakteri Mycobacterium hominis, Campylobacter fetus, Treponema palidum, Helicobacter pylori, dan Capnocytophaga canimorsus.

Bakteri yang resisten terhadap Metronidazole : Actinobacillus Actinomycetemcomitans Eikenella corrodens Actinomyces Propionibacterium

Kombinasi Metronidazole dengan Amoxicillin meningkatkan aktivitas melawan Actinobacillus actinomycetemcomitans dengan meningkatkan kecepatan selular untuk menyerap Metronidazole. 2.5.6 Sediaan Bentuk sediaan dari metronidazole ada beberapa macam tablet 200mg dan 500mg, suspensi 125 mg/5 mg, supositoria 500 mg dan 1 g

2.5.7

Efek therapeutic di Kedokteran Gigi Metronidazole sangat efektif untuk melawan bakteri gram negative anaerob

yang pathogen. Digunakan untuk terpi pada infeksi orofacial akut dan periodontitis kronis. Metronidazole + antibiotic lactam terapi infeksi orofacial akut yang serius dan juga untuk perbaikan progresif periodontitis.

66

2.6 2.6.1

TETRASIKLIN KLASIFIKASI ANTIBIOTIK Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Tetrasiklin

merupakan kelompok antibiotic yang memiliki spectrum luas, bersifat bacteriostatic, dan baik digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam infeksi. Tetrasiklin adalah kelompok antibiotic dengan spectrum antibakteri yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam sifat farmakokinetiknya yang disebabkan oleh perbedaan susunan kimia pada cincin hydronaphthacene. Tetrasiklin dibagi kedalam 3 generasi :

1. -

Generasi pertama (tetrasiklin alami) Chlortetracycline (aureomycin), diisolasi dari Streptomyces aureofaciens,

diperkenalkan tahun 1948 Oxytetracycline (terramycin), berasal dari Streptomyces rimosus ,

diperkenalkan pada tahun 1950 Tetracycline, diperoleh dari dehalogenasi katalik klortetrasiklin, tersedia sejak

tahun 1953 2. Demeclocycline, diperoleh dengan demetilasi klortetrasiklin Generasi kedua,muncul pada tahun 1965-1972 ( semisintetik tetrasiklin ) Minocycline Methacycline

67

3.

Doxycycline Generasi ketiga,yaitu glycylcycline,yang merupakan turunan dari minocycline

Mikroorganisme pertama yang secara klinis terdeteksi resisten terhadap tetrasiklin adalah Shigella dysentriae pada tahun 1953. Tetracycline juga dapat digolongkan dari masa kerjanya, yaitu : 1. 2. 3. Masa kerja singkat (6-8 jam) Chlortetracycline Tetracycline Oxytetracycline Masa kerja sedang (12 jam ) Demeclocycline Methacycline Masa kerja lama ( 16-18 jam ) Doxycycline Minocycline

Oleh karena itu doxycycline dan minocycline hampir seluruhnya diabsorpsi dan diekskresi secara perlahan, maka dapat diberikan dalam dosis sekali sehari.

2.6.2

FARMAKOKINETIK Tetracycline diserap di gastrointestinal dengan perbedaan bioavibilitas yang

signifikan,yaitu chlortetracycline 30%, 60%-80% untuk tetracylin, oxytetracyclin,

68

dan democlocyclin, 95%-100% untuk doxycyclin dan minocycline. Absorpsi terutama terjadi didalam usus halus bagian atas dan terbaik diabsorpsi bila tidak ada makanan. Absorpsi tetrasiklin ( kecuali doxycycline dan minocycline ) dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung, pembentukan kelat; kompleks tetrasilklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti ion-ion bermuatan positif yang bervalensi dua ( Ca2+, Mg2+, Fe2+ )atau Al3+, produk susu dan antasid, serta PH tinggi. Larutan tetrasiklin dengan buffer khusus diracik untuk pemberian parenteral ( biasanya intravena ) pada orang yang tidak mampu minum obat peroral. Umumnya dosis parenteral sama dengan dosis peroral. Didalam darah, 40-80% tetrasiklin terikat dengan protein. Dosis oral sebesar 500mg setiap 6 jam tetrasiklin hidroklorid dan oksitetrasiklin akan mencapai kadar puncak 46g/mL, doksisiklin dan minosiklin sebesar 200 gr akan mencapai kadar puncak 24g/mL. Tetrasiklin yang diberikan secara intravena dapat menimbulkan kadar yang lebih tinggi untuk sementara waktu. Obat ini didistribusikan luas ke jaringan dan cairan tubuh, kecuali cairan cerebrospinal, dimana konsentrasinya rendah. Minosiklin memiliki sifat khusus yaitu dapat mencapai konsentrasi yang sangat tinggi dalam air mata dan ludah. Hal ini berguna untuk pemberantasan karier meningokokus. Tetrasiklin melintasi plasenta hinnga mencapai janin dan diekskresi juga kedalam air susu. Sebagai dampak khelasi dengan kalsium, tetrasiklin akan berikatan ( dan merusak ) tulang dan gigi yang sedang berkembang. Tetrasiklin dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan terutama dalam empedu dan urine. Konsentrasi didalam empedu 10 kali lebih tinggi dari serum. Sebagian obat

69

yang diekskresikan ke dalam empedu di reabsorpsi oleh usus yang mempertahankan kadar serum.Sekitar 10-50 % obat dalam tubuh diekskresikan dalam urine, terutama melalui filtrasi glomerolus. Sekitar 10-40 % obat dalam tubuh diekskresikan melalui feses. Berbeda dengan tetrasiklin lain, doxycycline dan minocycline dieliminasi oleh mekanisme-mekanisme non ginjal dan tidak terakumulasi secara signifikan dalam kondisi ginjal yang rusak. Semua ini menjadikan doxycycline dan minocycline merupakan tetrasiklin pilihan dalam kondisi menurunnya fungsi ginjal. Tetrasiklin lain dapat terakumulasi dalam kondisi ginjal yang rusak, menghasilkan level darah tinggi dan mungkin nekrosis hati dan kematian.

2.6.3

MEKANISME KERJA

Tetrasiklin merupakan antibiotic berspektrum luas yang menghambat sintesis protein. Agen ini bersifat bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram positif dan negative, termasuk anaerob, klamidia, mikoplasma, dan bentuk L, serta aktif pula terhadap beberapa protozoa, misalnya amoeba. Aktivitas antibakteri kebanyakan tetrasiklin sama. Perbedaan efikasi klinis terutama berhubungan dengan sifat absorpsi, distribusi dan ekskresi masing-masing obat. Tetrasiklin memasuki mikroorganisme sebagian melalui difusi pasif dan sebagian melalui transport aktif yang tergantung pada energy. Begitu berada di dalam sel, tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S dari ribosom bakteri dan menghalangi ikatan tRNA-aminoacyl ke situs aseptor pada kompleks ribosom mRNA. Hal ini

70

menghambat penambahan asam amino ke peptide yang sedang terbentuk, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.

2.6.4 -

INTERAKSI OBAT Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja penisilin, antikoagulan, dan

sefalosporin Korbamazepin dan fenitoin : menurunkan efektivitas tetrasiklin secara oral Tetrasiklin dapat memperpanjang kerja antikoagulan, sehingga proses

pembekuan akan tertunda. darah Na+ mangubah PH lambung dan menurunkan absorpsi tetracycline Tetrasiklin dapat menurunkan kebutuhan insulin dan mengubah lithium dalam

2.6.5

INDIKASI

Tetrasiklin ditujukan untuk penderita bruselosis, trakoma, batuk rejan, pneumonia, demam yang disebabkan oleh Rickettsia, infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna, bronkitis kronik, lymphogranuloma inguinale, acne vulgaris, penyakit paru menahun, infeksi intraabdominal(yang disebabkan oleh E.coli, E. faecalis, B.fragilis ) Juga untuk pengobatan infeksi-infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada penderita yang peka terhadap penisilin, disentri amuba, gonore dan sifilis.

71

2.6.6 -

KONTRAINDIKASI Penderita yang alergi terhadap obat-obatan golongan tetrasiklin Penderita gangguan fungsi ginjal Anak-anak dibawah umur 8 tahun Selama kehamilan Selama menyusui

2.6.7

EFEK SAMPING

Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif, dan reaksi yang timbul akibat perubahan biologic. 1. Reaksi kepekaan

Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin adalah urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang lebih hebat ialah edema angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan eosinofilia dapat pula terjadi pada waktu terapi berlangsung. 2. Reaksi toksik dan iritatif Efek yang tidak diinginkan pada saluran cerna

Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin peroral, terutama dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang diberikan, makin sering terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis untuk

72

sementara waktu atau memberikan golongan tetrasiklin bersama dengan makanan , tetapi jangan dengan susu atau antasid yang mengandung alumunium, magnesium, atau kalsium. Diare sering kali terjadi akibat iritasi dan harus dibedakan dengan diare akibat superinfeksi staphylococcus atau Clostridium difficiale yang sangat berbahaya (dapat diobati dengan Metronidazole). Toksisitas jaringan setempat

Pemberian intaravena dapat mengakibatkan tromboflebitis vena dan rasa nyeri setempat bila golongan tetrasiklin disuntikkan intramuscular tanpa anastesi local. Terapi dalam waktu lama dapat menimbulkan kelainan darah seperti leukositosis, limfotik atipik, granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia Reaksi fototoksik

Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan tetrasiklin, tapi paling sering timbul pada pemberian dimetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa fotosensitivitas, kadang-kadang disertai demam dan eosinofilia. Pigmentasi kuku dan onikolisis, yaitu lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi. Toksisitas hati

Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian golongan tetrasiklin dosis tinggi (lebih dari 2gr sehari) dan paling sering terjadi setelah pemberian intravena. Sifat hepatotoksik oksitetrasiklin dan tetrasiklin lemah dibandingkan dengan golongan tetrasiklin lain. Wanita hamil atau masa nifas dengan pielonefritis atau gangguan fungsi ginjal lain cenderung menderita kerusakan hati akibat pemberian golongan tetrasiklin. Karena itu tetrasiklin jangan diberikan pada wanita hamil kecuali bila

73

tidak ada terapi pilihan. Kecuali doksisiklin, golongan tetrasiklin bersifat kumulatif dalam tubuh, karena itu dikontraindikasikan pada gagal ginjal. Efek samping yang paling sering timbul biasanya berupa azotemia, hiperfosfatemia, dan penurunan berat badan. Struktur tulang dan gigi

Tetrasiklin terikat sebagai kompleks pada kalsium yang tersimpan dalam tulang yang sedang tumbuh. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada fetus dan anak. Bahaya ini terjadi mulai pertengahan masa hamil dan sering berlanjut sampai umur 7 tahun atau lebih. Timbulnya kelainan ini lebih ditentukan oleh jumlah daripada lamanya penggunaan tetrasiklin. Pada gigi susu maupun gigi tetap, tetrasiklin dapat menimbulkan perubahan warna permanen dan kecenderungan terjadinya karies. Perubahan warna bervarias dari kuning coklat sampai kelabu tua. Karena itu tetrasiklin jangan digunakan mulai pertengahan kedua kehamilan, masa amenyusui, dan anak sampai berumur 8 tahun. Efek ini terjadi lebih sedikit pada oksitetrasiklin dan doksisiklin. Reaksi vestibuler Minosiklin sering bersifat vestibulostatik dan dapat menimbulkan vertigo, ataksia, muntah yang bersifat reversible Pemberian golongan tetrasiklin pada neonatus dapat mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan mengakibatkan fontanel menonjol,

74

sekalipun obat-obat ini diberikan dalam dosis terapi. Bila terapi dihentikan maka tekanannya akan menurun kembali dengan cepat. Efek samping akibat perubahan biologic Seperti antibiotic lain yang berspektrum luas, pemberian golongan tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi dalam rongga mulut, faring, bahkan kadang-kadang menyebabkan infeksi sistemik. Factor yang memudahkan terjadinya superinfeksi adalah diabetes mellitus, leukemia, daya tahan tubuh yang lemah. Salah satu manifestasi superinfeksi baru ialah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus. Dikenal 3 jenis diare akibat superinfeksi dalam saluran cerna sehubungan dengan pemberian tetrasiklin.

1. Enterokolitis stafilokokus Dapat timbul setiap saat selama terapi berlangsung. Tinja cair sering mengandung darah serta leukosit polimorfonuklear. Diagnosis harus dilakukan dengan cepat, karena keadaan ini sering menyebabkan kematian. 2. Kanidiasis intestinal Bila terjadi kanidiasis intestinal perlu diberikan nistatin atau amfoterisin B peroral. 3. Colitis pseudomembranosa

75

Pada keadaan ini terjadi nekrosis pada saluran cerna. Diare yang terjadi sangat hebat, disertai demam dan terdapat jaringan mukosa yang nekrotik dalam tinja. Untuk memperkecil kemungkinan timbulnya efek samping golongan tetrasiklin maka perlu diperhatikan beberapa hal dalam memberikan terapi dengan antibiotic ini, yaitu : 1. Hendaknya tidak diberikan pada wanita hamil 2. Bila tidak ada indikasi yang kuat, jangan diberikan pada anak-anak. 3. Hanya doksisiklin yang boleh diberikan kepada pasien gagal ginjal 4. Sisa obat yang tidak terpakai sebaiknya dibuang 5. Jangan diberikan kepada pasien yang hypersensitive terhadap obat ini.

2.6.8

KEGUNAAN DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI

Penggunaan tetracycline dalam manajemen infeksi orofacial akut dianggap kurang tepat karena aktivitas bakteriostatiknya dan resistensi mikrobial yang ekstensif. Tetapi dengan adanya oral microbial pathogens yang bertambah resisten terhadap lactam, macrolides, dan clindamycin, maka hal ini perlu dipertimbangkan kembali Tetracycline sistemik dalam manajemen periodontits kronik pada orang dewasa harus hati-hati dalam menilai keuntungan dan kerugiannya berdasarkan batas efikasi dan kecenderungan untuk menyebabkan ekspresi gen resisten pada mikroba, serta stimulasi mekanisme efflux obat.

76

Tetracycline efektif dalam menangani localized juvenile periodontitis ( LPJ ) dan organism asosiasinya Actinobacillus actinomycetemcomitans. Tetracycline dapat menghambat peradangan aktivitas matriks metalloproteinase. Tetracycline juga dapat digunakan pada subgingival.

77

BAB III ANTIHISTAMIN

Histamin Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin. Pelepasan histamine terjadi akibat :

Rusaknya sel

Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka

Senyawa kimia

78

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

Reaksi hipersensitivitas

Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzimenzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.

Sebab lain

Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin. Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2). Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2. stimulasi reseptor H-1 menimbulkan :

Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus Kontraksi sel-sel otot polos Kenaikan aliran limfe

79

Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan : Dilatasi pembuluh paru-paru Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas. Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen

IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini. Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : v Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat

reaksi alergi v Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada

pengobatan penderita pada tukak lambung

80

Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih

dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental. 3.1 3.1.1 Antihhistamin I Klasifikasi

Menurut Delmar dental drug reference, antihistamin H1 dibagi menjadi 2 generasi generasi 1 : 1. Ethylenediamine Derivatives, contoh : Tripelennamine. 2. Ethanolamine Derivatives, contoh : Clemastine, diphenhydramine 3. Alkylamines, contoh : Brompheniramine, chlorpheniramine, dexchlorpheniramine. 4. Phenothiazines, contoh : Promethazine 5. Piperidines, contoh : Azatadine, cyproheptadine, phenindamine. Generasi 2 :
Modifikasi dari generasi pertama untuk mengurangi efek samping menghasilkan antihistamin generasi kedua dan lebih selektif terhadap reseptor H1 perifer. Terdiri dari :

1. Piperazines, contoh : Cetirizine. 2. Piperidines, contoh : Astemizole, fexofenadine, loratidine, terfenadine.

81

3.1.2

Mekanisme Kerja Antihistamin H1

Mengantagonis H1 secara kompetitif dan reversibel, tetapi tidak memblok pelepasan histamin

3.1.3

Indikasi Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas,

reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai premedikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.

3.1.4

Kontraindikasi Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus

atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrowangle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk

82

asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural. Pada pasien dengan hipersensitifitas dengan fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang jarang terjadi menyebabkan angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan anafilaksis. Terdapat obat-obat generasi dua yang dapat mengakibatkan cardiotoxic seperti astemizole. Obat astemizole dapat berikatan dengan potassium (K) channel, yang merupakan reglator potensial membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi potassium channel menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome merupakan perpanjangan dari QT interval. Apabila QT interval panjang, secara otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan bradycardia. Bradycardia akan menyebabkan kurngnya supply oksigen dalam tubuh dan juga penyumbatan aliran darah (heart block).

3.1.5

Efek Samping

Antihistamin Generasi Pertama: a. Alergi fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis. b. Kardiovaskular hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena pada sisi injeksi (IV prometazin)

83

c. Sistem Saraf Pusat - drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi d. Gastrointestinal - epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray) e. Genitourinari urinary frequency, dysuria, urinary retention f. Respiratori dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning (nasal spray) Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga: a. Alergi fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis. b. SSP mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi c. Respiratori* - mulut kering d. Gastrointestinal** - nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)

3.1.6

Farmakokinetik

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.

84

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. 3.1.7 Dosis

Penggunaan topikal terbatas karena antihistamin sering menyebabkan reaksi hipersensitivitas. Untuk penderita motion sickness, antihistamin diberikan 30 menit sebelum perjalanan. Perhatikan masing-masing obat. 3.1.8 Etilenediamin Struktur dasar dari H1 antihistamin generasi pertama terdiri dari dua lingkaran aromatic yang terhubung pada ethylamine yang tersubstitusi. Obat ini terbagi menjadi 6 berdasarkan rantainya, yaitu: Ehanolamine, ethylenediamine, alkylamine, piperazine, phenothiazine, dan piperidine.

85

Antihistamine dengan struktur ethylenediamine merupakan kompon alkalin yang kuat. Kepolaritasannya sedikit lebih besar dibandingkan dengan derivate aminoethyl ether dan alkylamino. Dari sisi kimiawi, derivate dari ethylenediamine mempunyai sifat sedative tingkat menengah, hamper tidak ada aktivitas anticholinergic atau antiemetic. Ethylenediamine juga sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal. Ethylenediamine merupakan H1 antihistamin yang termasuk paling awal ditemukan. Informasi mengenai farmakokinetik dan disposisi metabolic sangat terbatas karena grup kompon ini tidak dipelajari secara mendalam. Hanya pada perkembangan generasi kedua H1 antihistamin yang terdapat potensi toksisitas yang menyangkut sebagian kompon awal, yang dipelajar disposisi metabolic dan farmakokinetiknya. Ethylenediamine merupakan salah satu grup structural dari antihistamine yang terdiri dari beberapa macam, yaitu: Menurut Richard C. Dart : Antazoline, Mepyramine/ pyrilamine Menurut Summer : Antazoline, Mepyramine /pyrilamine, tripelennamine. Indikasi:

86

Insomnia, batuk, demam, pruritic skin disorder Kontraindikasi : Penyakit liver, eczema, bayi prematur Efek samping : Sedasi, efek antimuskarinik, depresi CNS, gangguan psikomotor, sakit kepala, palpitasi dan arrhythmias, konvulsi, berkeringat, myalgia, tremor, gangguan gastrointestinal, gangguan tidur, reaksi hipersensitivitas, hypotensi. Dosis : Untuk dosis ethylenediamine menurut Richard C. Dart, antazoline memiliki dosis dewasa 100-200 mg, 2-4 kali perhari. Sedangkan Mepytamine/Pyrilamine) memiliki dosis 25 mg, 3-4 kali perhari, dengan dosis anak-anak 12,5-25 mg setiap 8 jam (lebih dari 6 tahun). Untuk gatal kulit menggunakan sediaan krim 2%. 3.2 Antihistamin 2 Penggunaan klinis golongan antihisatmin reseptor H2 antagonis analog dengan histamine yang menghambat interaksi histamine dengan reseptor H2 dan sangat selektif. Obat golongan ini menghambat sekresi asan lambung yang diransang oleh histamn dan H2 antagonis. Antagonis H2 menghambat sekresi asam lambung karena makanan, distensi fundus, dan mengurangi konsetrasi ion H+ pada cairan lambung

87

Simetidine adaiah penghambat histamin pada reseptor H2 secara selektif dan reversible, penghambatan histamin pada reseptor H, akan menghambat sekresi asam lambung baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan, histamin, pentagastrin, kafein dan insulin Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina. Farmakokinetik Antagonis H2 diserap baik secara oral (60-80%) dan absorbsi ini tidak akan terganggu oleh adanya makanan dalam lambung. Golongan antihistamin ini dieksresi dalam urin kebanyakan dalam bentuk yang tidak berubah Penggunaan Terapeutik Ulser duodenal Gastric ulser Zollinger-Ellison Syndrome (ZES). Gastroesophageal reflux. NSAIDs induced ulcers.

88

Prophylaxis of aspiration pneumonia

Efek Samping Obat ini dapat menyebabkan sakit kepala, pusing atau pening, mulut kering, ruam pada kulit, pengaruh pada system saraf pusat menyebabkan kegelisahan, delirium, halusinasi, konfulsi, dan koma. Injeksi bolus i.v menyebabkan bradycardia, arhytmia dan penghentian jantung karena pelepasan hstamin. Pada simetidin dapat menyebabkan gynaecosmastia bila diberikan dosis tinggi dalam jangka waktu yang panjang, menurunnya libido dan impotensi 3.2.1 Simetidine Simetidin memiliki potensi yang rendah, uration of action yang pendek. Bioavailability 60% dan 2/3nya dieksresi di urin dan empedu. Insidensi efek samping sekitar 5%. Obat ini menghambat menghambat sitokrom P450 dikatalis oleh hidroxilasi dari estradiol pada laki-laki dan juga melambatkan metabolism beberapa obat serta administrasi simetidin bersama-sama obat lan akan memperpanjang setengah umur dari beberpa obat seperti (warfarin, phenytoin, theophylline,phenobarbital, benzodiazepines, propranolol, nifedipine, digitoxin,quinidine, mexiletine, tricyclic antidepressants). 3.2.1.1 Cara Kerja Obat : Cimetidine adaiah penghambat histamin pada reseptor H2 secara selektif dan

89

reversible, penghambatan histamin pada reseptor H, akan menghambat sekresi asam lambung baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan, histamin, pentagastrin, kafein dan insulin. Cimetidine dengan cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 45-90 menit setelah pemberian. Cimetidine diekskresikan melalui urin.

3.2.1.2 Indikasi :

Pengobatan jangka pendek untuk tukak aktif usus 12 jari Terapi pemeliharaan tukak usus 12 jari pada pengurangan dosis setelah penyembuhan tukak aktif.

Pengobatan jangka pendek tukak lambung aktif yang jinak. Pengobatan refluks gastroesofagus erosif. Pencegahan pendarahan saluran pencernaan bagian alas pada penderitayang kritis.

Pengobatan keadaan hipersekresi patologis misalnya: sindroma ZollingerEllson, mastositosis sistemik dan adenoma endokhn multiple.

3.2.1.3 Kontra Indikasi : Pasien yang hipersensitif terhadap cimetidine 3.2.1.4 Interaksi Obat Cimetidine dapat mengurangi metabolisme anlikoagulan kumarin, feniioin, ptopanotol, nifedipin, klordiazepoksk), diazepam, antkfepresan trisiklik, lidokain,

90

teoflin dan metonidazol, akibatnya akan menghambat eliminasi dan meningkatkan konsentrasi obat-obatan ini dalam darah. 3.2.1.5 Efek Samping Pada saluran pencernaan diare ringan Pada susunan saral pusat: sakit kepala, pusing, mengantuk, mental kebingungan, agitasi, psikosis, depresl, cemas, halusinasi. Pada sistem endokrin: ginekomastia. Pada sistem hematologi: penurunan jumlah sel darah putjh, agtanukisitosis, Irombosilopenia, anemia aplasik atau pansitopenia yang jarang. Hipersensif I: demam dan reaksi alergi termasuk anafriaksis. Pada sistem kardiovaskuler:bradikardia dan takikardia (jarang terjadi). Ginjal: peningkatan krealinin plasma, net itis interstitial, retensi urin.

3.2.1.6 Dosis

Untuk tukak usus 12 jari yang aktif 800 mg, 1 kali sehari pada malam hari atau 300mg 4 kali sehari pada saat makan dan malam sebelum tidur. Atau 400 mg 2 kali sehari pagi hari dan malam sebelum tidur. Lama pengobatan 4 hingga 6 minggu. Pemberian dengan antasida sebaiknya diberikan sesuai Kebutuhan untuk mengurangi rasa sakit, akan tetapi pemberian bersamaan dengan antasid tidak dianjurkan karena antasid dapat mempengaruhi absorbi cimetidine.

91

Terapi pemeliharaan tukak usus 12 jari: 400 mg, 1 kali sehari malam sebelum tidur.

Pengobatan tukak lambung aktif yang jinak 800 mg, 1 kali sehari malam hari sebelum tidur atau 300 mg 4 kali sehari pada saat makan dan sebelum tidur selama 6-8 minggu.

Pengobatan refluks gastroesofagus erosif. 1600 mg sehari dalam dosis terbagi. (800 mg 2 kali sehari atau 400 mg 4 kai sehari) selama 12 minggu.

Pengobatan pada keadaan hipersekresi patologis 300 mg 4 kali sehari pada saat makan dan sebelum tidur. Pada beberapa penderita bila diperlukan dapat diberikan dosis lebih besar lebih sering, sesuai dengan kebutuhan tetapi tjdak boleh melebihi 2,4 g sehari

3.2.1.7 Over Dosis Studi pada hewan menunjukkan dosis toksik ditandai dengan kegagalan sistem pemafasan dan takikardia. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan pemberian

i-Moker dan bantuan pernapasan.

3.2.1.8 Peringatan Dan Perhatian

Cimetidine tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah 16 tahun kecuali alas pertimbangan dokter.

Pemberian cimetidine pada ibu hamil dan menyusui hanya bila sangat

92

dibutuhkan. Cimetidine tidak dapat digunakan untuk pengobatan simptomatis pada keganasan lambung. 3.2.2 Famotidin Famotidine adalah anatgonis H2-reseptor histamin turunan thiazole yang bekerja dengan cara menghambat sekresi asam lambung basal dan noktural melalui penghambatan kompetitif terhadap kerja histamin pada H2 reseptor histamin di selsel parietal. 3.2.2.1 INDIKASI : - Pengobatan jangka pendek pada duodenal ulcer aktif. - Terapi pemeliharaan pada penderita duodenal ulcer yang baru sembuh dari ulcer aktif. - Pengobatan pada kondisi hipersekresi patologis seperti sindroma Zollinger Ellison dan adenoma endokrin multipel. 3.2.2.2 DOSIS : - Tukak usus 12 jari. Terapi akut sehari. : 40 mg sekali sehari, sebelum tidur; atau 20 mg dua kali

93

Terapi pemerliharaan

: 20 mg sekali sehari, sebelum tidur.

- Kondisi hipersekresi patologis. Dosis yang dianjurkan adalah 20 mg setiap 6 jam, dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan individu. 3.2.2.3 PERINGATAN DAN PERHATIAN : - Hati-hati pemberian pada wanita hamil, menyusui maupun anak-anak. - Pada penderita dengan gangguan ginjal yang berat, dosis Famotidine perlu dikurangi. 3.2.2.4 EFEK SAMPING : Kadang-kadang dapat terjadi demam, erupsi kulit, pembengkakan pada kelopak mata akibat reaksi alergi. Hipersensitivitas, pendarahan atau memar, denyut jantung menjadi lebih cepat, thrombocytopenia, arthralgia. Efek samping lain yang pernah dilaporkan adalah sakit kepala, pusing, konstipasi, diare dan mual. 3.2.2.5 KONTRA INDIKASI : Penderita yang hipersensif terhadap Famotidine. 3.2.2.6 INTERAKSI OBAT : - Obat-obat antasida dapat menurunkan absorpsi Famotidine.

94

- Famotidine dapat menurunkan absorpsi Ketoconazole. - Obat-obat yang dimetabolisme melalui sistem enzim mikrosomal hati seperti : Sitokrom P450 (Teofilin, Warfarin, Diazepam, dan lain-lain). 3.2.3 Nizatidin

3.2.3.1 Farmakodinamik Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi lambung hampir sama dengan ranitidine. 3.2.3.2 Farmakokinetik Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh makanan atau antikolinergik. Kadar puncak serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin diesksresi terutama melalui ginjal, 90% dari dosis yang digunakan ditemukan di urin dalam 16 jam. 3.2.3.3 Mekanisme Kerja Menghambat sekresi lambung hampir sama dengan ranitidine. 3.2.3.4 Indikasi

Benign gastric and duodenal ulceration : 300 mg sebelum tidur selama 4 minggu. Dyspepsia : 75rg per hari, max 150mg/hari. GERD : 150-300mg dua kali/hari selama 12minggu

95

3.2.3.5 Efek Samping Sakit kepala, anxiety,dizziness, somnolence, nervousness, pruritus, rash, sakit pada abdomen, anorexia, constipation, diarrhea, dry mouth, flatulence, heartburn, nausea, muntah-muntah, anaemia. Potentially fatal : anaphylaxis

3.2.4

Ranitidin

3.2.4.1 Farmakodinamik Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pemberian simetidin dan ranitidine akan mengahambatnya. Simetidin dan ranitidine juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung. 3.2.4.2 Farmakokinetik Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin dan metabolitnya dieksresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan interavena dan 30% dari yang diberikan secara oral dieksresikan dalam bentuk asal. Meskipun dari penelitian tidak didapatkan efek yang merugikan fetus, namun karena melalui plasenta maka penggunaannya hanya bila sangat diperlukan.

96

3.2.4.3 Mekanisme Kerja Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 3694 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 68 jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 23 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin. 3.2.4.4 Indikasi Ulkus duodenum aktif, ulkus lambung patologikal, refluks esofagitis, mencegah ulkus peptikum kambuh, kondisi hipersekretori patologikal seperti Sindroma Zollinger 3.2.4.5 Kontra indikasi

Keganasan

lambung,

gangguan

fungsi

ginjal,

disfungsi

hati.

Hamil, menyusui, anak-anak. 3.2.4.6 Efek Samping Sakit kepala, pusing, mual, diare, atau nyeri perut karena sulit buang

97

air besar, ruam kulit. 3.2.4.7 Dosis Ulkus duodenum aktif : 2 kali sehari 150 mg (pada pagi dan sore hari) atau 300 mg sekali sehari pada malam hari sebelum tidur selama 4-8 minggu. Ulkus lambung patologikal : 2 kali sehari 150 mg selama 4-8 minggu. Refluks esofagitis : 2 kali sehari 150 mg sampai selama 8 minggu. Mencegah ulkus peptikum kambuh : 150 mg pada malam hari sebelum tidur (sampai 12 bulan). Kondisi hipersekretori patologikal seperti Sindroma Zollinger-Ellison : dimulai dengan 150 mg 3 kali sehari dan bisa ditingkatkan tergantung pada kebutuhan masing-masing pasien (sampai dengan 6 gram/hari dalam dosis terbagi).

98

BAB IV Penulisan Resep Unsur-unsur resep:

1. Identitas Dokter

Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.

2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep

3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya s udah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan

obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.

4. Inscriptio

Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas

5. Subscriptio

99

Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang digunakan.

Contoh:

m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X

m.f.l.a. sol

m.f.l.a. pulv. No XX da in caps

6. Signatura

Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .

Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)

7. Identitas pasien

100

Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.

TATA CARA PENULISAN RESEP

Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat:

101

1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)

2. Tanggal penulisan resep

3. Nama setiap obat/komponen obat

4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis

maksimum

LANGKAH PRESKRIPSI

1. Pemilihan obat yang tepat

Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis. Setelah itu,

dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan penyakit dan

102

manifestasinya),

maka

tujuan terapi dengan obat akan ditentukan. Kemudian akan dilakukan pem ilihan obat secara tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.

Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:

a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih

b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih

c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan paten) yang

dipilih

d. Pertimbangan biaya/harga obat

Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita. Untuk mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaserta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk

103

bagian dari unsur inscriptio dan merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau bahan jadi/paten

Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.

Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat dikategorikan:

a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)

b. Golongan obat Keras atau G atau K

Dibedakan menajadi 3:

Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)

Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)

104

Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin

topical)

c. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)

d. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)

Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X (decem) dibubuhi tanda dan tangan dokter. Hal agar ini dilakukan sah untuk harus menghindari

penyalahgunaan obat di masyarakat.

2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat

a. Cara pemberian obat

Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical, dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:

Tujuan terapi

Kondisi pasien

105

Sifat fisika-kimia obat

Bioaviabilitas obat

Manfaat (untung-rugi pemberian obat)

Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik yang optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat

Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan pemberian per rectal.

b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat

DOSIS

Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu mempertimbangkan:

1) kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tub uh)

106

2) kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)

3) Indeks terapi obat (lebar/sempit)

4) variasi kinetik obat

5) cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)

Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat badan atau luas

permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari rumus yang dipakai.

JADWAL PEMBERIAN

Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan saat/wak tu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.

FREKUENSI

Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada pasien . Jumlah

107

pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan tujuan terapi. Ob at anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x sehari (t.d.d).

SAAT/WAKTU PEMBERIAN

Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek optimal, kuti pasien. aman Misal: Obat yang dan absorbsinya mudah terganggu oleh di makanan

sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2 1 jam sebelum makan (1/2 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dl .

LAMA PEMBERIAN

Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau menggunakan pe doman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan pemberian antibiotika dalam

waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang untuk menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM) diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)

108

3. Pemilihan BSO yang tepat

Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat, bioaviabilitas dan factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO

4. Pemilihan formula resep yang tepat

Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk menyusunan preskripsi dokter (Formula marginalis, officialis aau spesialistis). Pemilihan formula tersebut perlu mempertimbangkan:

Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)

Yang dapat menajaga stabilitas obat

Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat

Biaya/harga terjangkau

5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar

109

Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)

6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat

Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga masih hal harus atau menjelaskan peringatan kepada pasien. yang Demikian perlu pula hal-

disampaikan

tentang obat dan pengobatan, misal apakah obat harus diminum sampai h abis/tidak, efek samping, dl . Hal ini dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan

PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER

1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)

2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):

a. Dimulai dengan huruf besar

110

b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal

c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)

3. Penulisan jumlah obat

a. Satuan berat: mg (mil igram), g, G (gram)

b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)

c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)

d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:

- Tab Novalgin no. XII

- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)

- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X

e. Penulisan alat penakar:

111

Dalam singkatan bahasa latin dikenal:

C.

= sendok makan (volume 15 ml)

Cth. = sendok teh (volume 5 ml)

Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)

Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.

f.

Arti prosentase (%)

0,5% (b/b) 0,5 gram dalam 100 gram sediaan

0,5% (b/v) 0,5 gram dalam 100 ml sediaan

0,5% (v/v) 0,5 ml dalam 100 ml sediaan

g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,; 0,0.; 0,00)

112

4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, mis alkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg

b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:

- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml

- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan ti dak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan

spesialistis

Misal: m.f.l.a.pulv. No. X

Tab Antangin mg 250 X

Tab Novalgin mg 250 X

113

6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)

a. Harus ditulis dengan benar

Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I

b.

Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian tapering up/down gunakan

tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.

7.

Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup

(untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.

8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.

9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak

114

boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.

10. Penulisan tanda Cito atau PIM

Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperluka n bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis di sebelah kanan atas resep.

DOSIS OBAT DAN PENENTUAN RESEP DALAM PRESKRIPSI

115

Dosis tepat sangat dibutuhkan supaya efek dari obat optimal dan resiko efek samping sekecil mungkin. Besaran dosis terapi obat biasanya dicantumkan dalam rentangan/kisaran dosis, misalkan 250-500 mg. Rentangan dosis ini menunjukkan kadar obat yang aman yang dapat diberikan dalam praktek pengobatan. Bila dokter memberikan dosis di bawah/ di atas dosis rentangan, maka dapat memberikan efek yang merugikan bagi pasien dan dapat menimbulkan pertanyaan bagi apotek yang menerima resep tersebut. Dosis obat dalam preskripsi adalah besarnya dosisi per kali untuk pasien dan mungkin dalam sehari dapat diberikan beberapa kali sesuai dengan frekuensi pemberian yang tertulis di dalam resep. Penentuan dosis tersebut didapatkan darai dosis terapi (dosis lazim) yang tercantum dalam literatur. Untuk dosis anak biasanya dicantumkan dengan misalnya 20-40 mg/kg BB/hari. Sehingga perlu ad anya penentuan dosis yang cermat bagi anak. Ada beberapa obat yang mencantumkan dosis hanya untuk

orang dewasa, sehingga bila obat itu akan diberikan kepada anak maka perlu perhituanan dengan membandingkan dengan dosis dewasa, dengan

menggunakan rumus ( misalkan R. Clark, R. Young, dl)

116

117

DAFTAR PUSTAKA

Yagiela, John A, Dowd, Frank J and Neidle, Enid A (2004) Pharmacology and Therapeutics for Dentistry, Mosby Brunton, Laurence, Lazo, John and Parker, Keith (2005) Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, Eleventh Edition), McGraw-Hill Professional. Meechan J. G, Seymour R. A (2002) Drug dictionary for dentistry, Oxford University Press, 2002 Akbar, Nurul. 2006. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi Vol. 19. Halaman 97. Goodman and Gillman. 2005. Basic Principles Pharmacology Katzung, Bertram G. 2004. Basic and Clinical Pharmacology 9th Bagian Farmasi FKUI. 2001. Farmakologi dan Terapi edisi4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia www.medicastore.com www.dechacare.com

118

Anda mungkin juga menyukai