Anda di halaman 1dari 75

PENGARUH TEMPER DENGAN QUENCHING MEDIA PENDINGIN OLI MESRAN SAE 40 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA ST 60

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Nama NIM Program Studi :Bambang Tri Wibowo :5201401045 :Pendidikan Teknik Mesin S1

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2006

ABSTRAK

Bambang Tri wibowo, 2006, Pend. Teknik Mesin FT UNNES, 5201401045, Pengaruh Temper dengan Quenching Media Pendingin Oli Mesran SAE 40 Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Baja ST 60 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temper dengan quenching media Oli Mesran SAE 40 terhadap sifat fisis dan mekanis Baja ST 60. Proses temper dilakukan dengan suhu 6000C dengan quenching pada suhu 8300C. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang menggunakan bahan baku material untuk spesimen adalah Baja ST 60 produksi PT. BHINEKA BAJANAS. Spesimen uji tarik menggunakan standard ASTM E8 A48, spesimen impact mengacu pada ASTM E23-56T, dan spesimen muai panas berdasarkan ASTM E80. Hasil uji komposisi menunjukkan material dasar termasuk dalam golongan medium carbon steel atau baja karbon menengah dengan kandungan karbon 0,452%. Kekuatan tarik Baja ST 60 sebesar 67,74 kg/mm2 dan mengalami kenaikan sebesar 28,26% saat dilakukan proses quenching dengan tegangan maksimum sebesar 86,88 kg/mm2 dengan kenaikan sebesar 20,09% pada spesimen temper dengan kekuatan tarik sebesar 81,35%. Hasil pengujian tarik yang berakhir dengan perpatahan spesimen menunjukkan adanya perpanjangan sebesar 12,38% pada raw material, 9,80% pada quenching, dan 14,06% pada temper. Kontraksi terbesar terjadi pada spesimen temper sebesar 49,15% mengalami penurunan sebesar 44,16% pada spesimen quenching, dan 46,88% pada raw materials. Kekerasan rockwell rata-rata pada raw materials sebesar 100,0HRC dan mengalami kenaikan pada quenching dengan kekerasan sebesar 118,3HRC. Kekerasan spesimen temper sebesar 112,13HRC menunjukkan penurunan sebesar 5,19% dibanding dengan quenching. Ketangguhan terbesar terjadi pada spesimen temper sebesar 0,902 J/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 93,98% terhadap raw materials. Hasil pengujian muai panas menunjukkan muai panas Baja ST 60 sebesar 1721 x 10-6 mm dan mengalami kenaikan menjadi 2828 x 10-6 mm pada spesimen quenching dan 1814 x 10-6 mm pada spesimen temper. Pengujian struktur mikro menunjukkan struktur mikro raw materials terdiri dari ferit dan perlit dengan bentuk dan besar kristal yang berimbang sesuai dengan kandungan karbon yang sebesar 0,452%. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah variasi suhu pada proses tempering dan variasi media pendingin saat proses quenching pada Baja ST 60 serta variasi pada jenis bahan Baja ST 60.Pengambilan foto mikro spesimen dilakukan dengan memperhatikan daerah terjadinya perbedaan tingkat kekerasan dalam spesimen.

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal Ketua : : Panitia Ujian Sekretaris

Drs Pramono NIP. 131474226 Pembimbing Pembimbing I Drs. Sunyoto, M.Si NIP. 131931835 Pembimbing II

Drs Supraptono, MPd NIP. 131125645 Anggota Penguji Penguji I Drs. Sunyoto, M.Si NIP. 131931835 Penguji II

Drs. Budiharso Eko, M.Pd NIP. 131285577

Drs. Budiharso Eko, M.Pd NIP. 131285577 Penguji III

Drs Supraptono, MPd NIP. . 131125645 Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik

Prof, Dr. Soesanto NIP. 130875753

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Moto Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Janganlah hanya belajar melalui kesalahan yang kita lakukan, tapi ambilah hikmah dari kebenaran yang kita kerjakan. Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka mau berusaha sendiri.

Persembahan Bapak dan Ibu tercinta Saudara-saudaraku tersayang, Mbak Sri Purwanti dan Mas Broto Sisiwoko

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayahnya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam peneliti curahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW Nabi yang terakhir. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Soesanto, dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. 2. Drs.Pramono, ketua jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Sunyoto, M.Si, dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Drs. Budiarso Eko, MPd, dosen pembimbing II skripsi ini yang dengan penuh kesabaran telah memberikan petunjuk, bimbingan, arahan dan motivasi 5. Drs. Hadromi, MT yang telah memberikan kesempatan dan ide kepada peneliti untuk penulisan skripsi ini. 6. Teman-teman seperjuanganku Udin, Nur, Wisnu, teman-teman PTM01, senior-senior, Laborat dan Teknisi serta semua pihak yang turut membantu penelitian ini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa-jasa beliau yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, maka kritik dan

saran yang konstruktif dan membangun sangat peneliti harapkan. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi para pembaca. Semarang, Mei 2006

Peneliti

vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i ABSTRAK ....................................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI.................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x DAFTAR TABEL............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ................................................................ 3 C. Penegasan Istilah ..................................................................... 3 D. Tujuan Penelitian .................................................................... 5 E. Manfaat Penelitian .................................................................. 5 BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 7 A. Baja Karbon ............................................................................ 7 B. Quenching ............................................................................... 9 C. Tempering ............................................................................... 11 D. Media Pendingin ..................................................................... 12

vii

E. Pengujian Tarik ....................................................................... 16 F. Pengujian Ketangguhan (impact) ............................................ 21 G. Pengujian Kekerasan ............................................................... 24 H. Muai Panas .............................................................................. 25 I. Pengujian Struktur Mikro ....................................................... 30 BAB III METODELOGI PENELITIAN ...................................................... 32 A. Material dan Dimensi Spesimen ............................................. 32 B. Alur Penelitian ........................................................................ 35 C. Peralatan Penelitian ................................................................. 37 D. Desain Penelitian ..................................................................... 38 E. Variabel Penelitian .................................................................. 39 F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 39 G. Analisis Data ........................................................................... 42 H. Tempat Penelitian ................................................................... 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 44 A. Hasil Penelitian ........................................................................ 44 1. Hasil uji komposisi ............................................................ 44 2. Hasil Uji Tarik .................................................................. 45 3. Hasil pengujian kekerasan.................................................. 47 4. Hasil pengujian Ketangguhan ........................................... 49 5. Hasil pengujian Muai panas .............................................. 50 6. Penampang patah uji tarik ................................................. 51 7. Penampang patah uji ketangguhan .................................... 53

viii

8. Foto mikro ......................................................................... 55 B. Pembahasan.............................................................................. 56 BAB V PENUTUP....................................................................................... 60 A. Simpulan .................................................................................. 60 B. Saran......................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63 LAMPIRAN LAMPIRAN ........................................................................... 64

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram besi karbon ...................................................................... 9 Gambar 2. Struktur body center cubic ............................................................. 9 Gambar 3. Diagram tegangan regangan .......................................................... 18 Gambar 4. Bentuk penampang patahan ........................................................... 20 Gambar 5. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan ................................. 22 Gambar 6. Kurva energi ikat antar atom-jarak antar atom............................... 26 Gambar 7. Benda kerja uji tarik ....................................................................... 32 Gambar 8. Spesimen uji kekerasan ................................................................. 33 Gambar 9. Benda uji ketangguhan dan takik ................................................... 34 Gambar 10. Benda kerja uji muai panas .......................................................... 34 Gambar 11. Siklus temperatur hardening ........................................................ 36 Gambar 12. Proses jalannya penelitian ........................................................... 37 Gambar 13. Hasil kekuatan tarik baja karbon sedang...................................... 46 Gambar 14. Prosentase perpanjangan hasil pengujian tarik............................. 46 Gambar 15. Prosentase dari konstraksi uji tarik .............................................. 47 Gambar 16. Grafik hasil pengujian kekerasan ................................................. 48 Gambar 17. Grafik hasil pengujian impact ...................................................... 50 Gambar 18. Hasil uji muai panas linier............................................................ 51 Gambar 19. Penampang patah raw material .................................................... 52 Gambar 20. Penampang patah quenching ........................................................ 52

Gambar 21. Penampang patah temper ............................................................. 53 Gambar 22. Penampang patah impact raw material ........................................ 53 Gambar 23. Penampang patah impact quenching ............................................ 54 Gambar 24. Penampang patah impact temper.................................................. 54 Gambar 25. Foto mikro spesimen raw material .............................................. 55 Gambar 26. Foto mikro spesimen quenching .................................................. 56 Gambar 27. Foto mikro spesimen temper ........................................................ 56

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Lembar pengamatan pengujian kekerasan ....................................... 40 Tabel 2. Lembar pengujian tarik ..................................................................... 40 Tabel 3. Lembar pengamatan uji muai panas.................................................. 41 Tabel 4. Lembar pengamatan impack (ketangguhan) ..................................... 41 Tabel 5. Komposisi kimia bahan Baja ST 60.................................................. 44 Tabel 6. Hasil pengujian tarik ........................................................................ 45 Tabel 7. Hasil pengujian kekerasan ................................................................ 48 Tabel 8. Hasil pengujian impact...................................................................... 49

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil uji komposisi Baja ST 60 ............................................................... 63 Lampiran 2. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 1 ...... 64 Lampiran 3. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 2 ...... 65 Lampiran 4. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen `raw materials 3..... 66 Lampiran 5. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 1 ................ 67 Lampiran 6. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 2................. 68 Lampiran 7. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 3 ................ 69 Lampiran 8. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 1 ................ 70 Lampiran 9. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 2 ................ 71 Lampiran 10. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 3 .............. 72 Lampiran 11. Lembar Pengamatan Uji Tarik ................................................................ 73 Lampiran 12. Lembar Pengamatan Pengujian Kekerasan ............................................. 74 Lampiran 13. Lembar Pengamatan Pengujian Ketangguhan ......................................... 75 Lampiran 14. Lembar Pengamatan Uji Muai Panas ...................................................... 76 Lampiran 15. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa ....................... 77 Lampiran 16. Surat Tugas Panitia Ujian ........................................................................ 78

xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi,banyak kalangan dunia industri yang menggunakan logam sebagai sebagai bahan utama operasional atau sebagai bahan baku produksinya. Baja karbon banyak digunakan terutama untuk membuat alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan rumah tangga. Aplikasi pemakaiannya, semua struktur logam akan terkena pengaruh gaya luar berupa tegangan-tegangan gesek sehingga menimbulkan deformasi atau perubahan bentuk. Usaha menjaga agar logam lebih tahan gesekan atau tekanan adalah dengan cara perlakuan panas pada baja, hal ini memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kekerasan baja sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu pula. perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya, tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan faktor yang mempemgaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan. Salah satu proses perlakuan panas pada baja adalah pengerasan (hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quench, (Djafrie, 1995).

Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan dalam (internal stresses), dan rapuh (britles), sehingga baja tersebut belum cocok untuk segera digunakan. Oleh karena itu pada baja tersebut perlu dilakukan proses lanjut yaitu temper. Dengan proses temper kegetasan dan kekerasan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan, kekuatan tarik turun sedangkan keuletan dan ketangguhan meningkat. Namun yang menjadi permasalahan sejauh mana sifat - sifat yang memenuhi syarat yang diinginkan ini dapat dicapai melalui proses temper. Pengkajian lebih lanjut dampak dari faktor perbedaan media quenchingtemper, dapat dilakukan melalui beberapa uji bahan. Pengujian bahan yang digunakan untuk proses quenching-temper adalah uji kekuatan tarik, uji ketangguhan, uji kekerasan, uji muai panas dan uji struktur mikro. Oli Mesran SAE 40 merupakan pelumas produksi PT Pertamina dengan viskositas 40 pada temperatur 1000C. Penggunaan pelumas sebagai media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimaen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan panas temper dengan quenching media Oli Mesran SAE 40. Perubahan sifat pada baja dapat diketahui dengan cara melakukan pengujian tarik, kekerasan, ketangguhan dan muai panas. Mengingat banyaknya jenis baja karbon dan pelumas maka dalam penelitian ini akan dibatasi pada baja karbon menengah, yaitu baja dengan kadar karbon antara 0,25 0,65%C dan pelumas Mesran SAE 40, alasan dipilihnya media pendingin Oli Mesran SAE 40 adalah

karena Oli Mesran SAE 40 yang diproduksi oleh PT Pertamina yang memiliki kadar viskositas 40 pada temperatur 1000C. Penggunaan pelumas ini sebagai media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimen tergantung pada besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan utama yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh temper dengan quenching media pendingin Oli Mesran SAE 40 terhadap sifat mekanis baja ST 60 yang meliputi kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan dan muai panas. 2. Bagaimana pengaruh temper dengan quenching media pendingin Oli Mesran SAE 40 terhadap sifat fisis baja ST 60 yang meliputi foto mikro dan penampang patah.

C. Penegasan Istilah Penegasan istilah digunakan untuk menghindari kemungkinan salah pengertian atau salah penafsiran terhadap arti kata - kata yang menjadi judul skripsi ini.

1. Pengaruh adalah data yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda dan sebagainya) yang berkuasa atau berkekuatan. (Poerwadarminta, 1976 : 664). Pengaruh dalam penelitian ini adalah hubungan yang mempengaruhi media quenching pada proses temper terhadap kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan dan muai panas dan struktur mikro baja ST 60. 2. Quenching adalah proses pengerasan (hardening) dengan menggunakan media pendingin yaitu Oli Mesran SAE 40 (mendinginkan secara cepat dengan memasukkan kedalam bak Oli Mesran SAE 40, merendam). 3. Temper adalah suatu proses pemanasan setelah proses pengerasan dilakukan, yang bertujuan untuk meningkatkan ketangguhan atau keuletan baja, dengan menggunakan suhu pemanasan 6000C. 4. Sifat mekanis adalah keadaan yang tampak pada suatu benda dilihat dari kemampuan mesin (sifat mampu mesin). Sifat mekanis diketahui dengan pengujian kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan, dan muai panas. 5. Sifat fisis baja ST 60 adalah kedaan yang tampak pada suatu benda dilihat dari perubahan fisik (benda) dengan menggunakan mikroskop logam serta pengamatan foto mikro dan penampang patah logam. 6. Baja ST 60 Baja ST 60 adalah baja produksi dari PT. Bhineka Bajanas yang mempunyai kekuatan tarik 60 kg/mm2 . Baja ini mempunyai kandungan karbon 0,452%C

yang tarmasuk baja karbon menengah. Menurut TJ Rajan (1997), baja ST 60 adalah baja yang memiliki kadar karbon 0,3%C sampai 0,6%C 7. Media pendingin Menurut kamus Bahasa Indonesia pendingin adalah alat untuk mendinginkan, sedangkan Media adalah alat yang digunakan untuk mendinginkan. Pada penelitian ini digunakan Oli Mesran SAE 40 produksi PT Pertamina sebagai media pendingin yang digunakan untuk menurunkan temperatur baja ST 60 pada proses quenching.

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yang akan dicapai, yaitu : 1. Mengetahui pengaruh temper dengan quenching media pendingin Oli Mesran SAE 40 terhadap sifat mekanis baja ST 60 meliputi kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan dan muai panas. 2. Mengetahui pengaruh quench-temper dengan media pendingin Oli Mesran SAE 40 terhadap sifat fisis meliputi struktur mikro dan penampang patah baja ST 60

E. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat dalam kontribusinya terhadap pembangunan nasional serta ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu:

1. Memberikan kontribusi terhadap pengetahuan tentang karakteristik sifat fisis yaitu struktur mikro dan mekanis yaitu kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan dan muai panas pada bahan baja ST 60 yang dihasilkan dari proses temper dengan quench media Oli Mesran SAE 40. 2. Dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang ada pada industri nasional, khususnya yang berhubungan dengan elemen - elemen mesin dan industri logam. 3. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu bahan dan konstruksi. 4. Memberikan wawasan baru bagi perancangan suatu produk yang membutuhkan kekuatan suatu bahan yang tinggi.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Baja Karbon Baja merupakan salah satu jenis logam ferro dengan unsur carbon (C) 1,7%. Di samping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Baja karbon rendah Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit (Amanto, 1999).

2. Baja karbon menengah Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C 0,6%C (medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah (Amanto, 1999). 3. Baja karbon tinggi Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas. Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 2 bentuk utama kristal saat karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu : 1. Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak, ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban karena kekuatannya kecil. 2. Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan karbon sebesar 0,8%. Struktur perlitis mempunyai kristal ferrit tersendiri dari serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel.

B. Quenching Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras yang disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk kristal Body Centered Tetragonal (BCT)

8300 8100

0,45 0,5

0,8

Gambar 1. Diagram besi karbon

Gambar 2. Struktur Body Center Cubic

10

Makin tinggi derajat kelewatan jenuh karbon, maka makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya, martensit makin keras tetapi getas. Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan masih larut dalam keadaan padat. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding time) kemudian didinginkan cepat. Baja canai panas dengan cara pendinginan lambat mempunyai struktur perlit dengan ferit bebas atau sementit bebas, hal ini tergantung pada kandungan karbon (Doan, G.E., 1952). Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan yang relatif lunak atau plastis. Untuk menambah kekerasan baja, dapat dilakukan dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu 8300C kemudian didinginkan secara cepat (quenching). Tujuan pengerjaan ini dengan maksud pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenitic dari pada pendinginan lain sampai temperatur mendekati 790C. Jika berhasil mendinginkan austenitic sampai 790C akan berubah dengan cepat ke suatu struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit untuk itu pengerjaan kedua dalam pengerasan baja yaitu pendinginan cepat (quenching) dari austenitic yang menghasilkan struktur martensit. Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan, dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat (Djafrie, 1985). Pada saat

11

tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari martensit berarti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan menurun. Senada dengan itu Djafrie (1986) menyatakan sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper dapat diubah dengan cara mengubah temperatur tempering

C. Tempering Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan

(Koswara,1999:134). Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedang keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil (annealing) karena di sini sifat-sifat fisis dapat dikendalikan dengan cermat (Amstead, 1997 : 148). Pada suhu 200C sampai 300C laju difusi lambat hanya sebagian kecil karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500C dan 600C difusi berlangsung lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di antara atom besi dapat membentuk sementit.

12

Perubahan sifat mekanis akibat temper martensit baja karbon 0,452 %C. Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar antara suhu 150C 650C dan didinginkan secara perlahan-lahan terganutng sifat akhir baja tersebut, menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut : 1. Tempering pada suhu rendah ( 150 300C ) Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan

kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya. 2. Tempering pada suhu menengah ( 300 - 550C ) Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas. 3. Tempering pada suhu tinggi ( 550 - 650C ) Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros batang pengggerak dan sebagainya. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6000C pada proses tempering dengan tujuan untuk mendapatkan keuletan spesimen yang maksimal.

D. Media Pendingin Media pendingin yang lazim digunakan untuk mendinginkan spesimen pada proses pengerasan baja yang akan digunakan yaitu Oli Mesran SAE 40, dengan alasan media pendingin tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk

13

memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan pelumas sebagai media pendingin akan menyebabkan tibulnya selaput karbon pada spesimen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan panas temper dengan quenching media Oli Mesran SAE 40. Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacammacam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara lain : 1. Air Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras. 2. Minyak Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan) benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak bakar atau solar. 3. Udara Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara

14

sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal kristal dan kemungkinan mengikat unsur unsur lain dari udara. 4. Garam Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang. Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbedabeda, perbedaan kemapuan media pendingin di sebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat dan menyebar pada permukaan-permukaan yang bergeser, sehingga membuat pengausan dan kenaikan suhu kecil sekali (Soedjono, 1978).viskositas Oli, dan bahan dasar Oli membawa pengaruh dalam mendinginkan sepesimen. Bahan dasar minyak dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu minyak yang berasal dari hewan diperoleh dengan cara merebus atau memasak tulang belulang atau lemak babi, minyak pelumas dari tumbuhan dan minyak pelumas mineral diperoleh dengan cara penyulingan (destilasi) minyak bumi secara bertahap. Minyak pelumas mineral merupakan campuran beberapa organik, terutama hidro karbon. Dalam minyak bumi mengandung parafin (CnH2n-2), siklik parafin naftena (CnH2n) dan aromatik (CnHn), jumlah susunan tergantung jumlah minyaknya.

15

Aromatik mempunyai sifat pelumasan yang baik tetapi tidak tahan oksidasi. Parafin dan naftena lebih stabil tetapi tidak dapat menggantikan aromatik secara keseluruhan. Karena tipe aromatik tertentu bertindak sebagai penghalang oksidasi dan parafin murni tidak mempunyai sifat pelumasan yang baik. Perbedaan yang lain yaitu aromatik mempunyai viskositas rendah, naftena mempunyai viskositas sedang dan parafin mempunyai viskositas tinggi. Ada tiga faktor yang mempengaruhi viskositas, yaitu komposisi, suhu dan tekanan. Angka viskositas biasanya ditijau dengan SAE (Society of Automotive Engine) dan disertai angka. Angka menunjukkan pada kelompok mana viskositas itu termasuk. Dalam perdagangan ada dua macam viskositas, misalnya SAE 10W dan 40. SAE 10W tidak begitu peka terhadap temperatur, sedangkan Oli SAE 40 peka terhadap temperatur. Indek kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan

kekentalan pada suhu 200C, sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada suhu 1000C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande. Penulisan angka viskositas misalnya SAE 10W 40 dengan maksud standar Olinya SAE 10 pada suhu 100C dan standar sampai SAE 40 pada suhu 1000C, sehingga minyak pelumas ini bila digunakan dilingkungan suhu dingin akan bersikap sebagai pelumas SAE 10W sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap sebagai minyak pelumas SAE 50W. Dalam penelitian ini menggunakan pelumas mesran SAE 40.

16

E. Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan terhadap batang uji yang standar. Pada bagian tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukurkan panjang uji (gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Pada bagian inilah yang selalu diukur panjangnya dalam proses pengujian. Dasar yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material adalah kurva tegangan dan regangan. Donan (1952) menyatakan, The parameters which are used to describe the stress - strain curve of metals are the tensile strength, yield strength, percent elongation and reduction of area. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa komponen-komponen utama dari kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength), tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saat penarikan dan pengurangan luas penampang. Proses memudahkan dalam mengetahui kekuatan tarik dari suatu bahan, diadakan pengujian tarik pada bahan tersebut. Pengujian tarik dilakukan dengan memberikan suatu gaya tarik pada suatu spesimen yang bentuk dan ukurannya standar. Pembuatan spesimen disesuaikan dengan bentuk awal bahannya. Apabila bahan awal bebentuk silindris maka spesimen tariknyapun dikerjakan dengan proses permesinan sehingga berbentuk silindris pula, demikian juga untuk bahan yang berbentuk plat, maka spesimen tariknya akan berbentuk plat pula dengan dimensi-dimensi yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran dari pengujian tarik adalah suatu kurva yang memberikan hubungan antara gaya yang dipergunakan dan perpanjangan yang dialami oleh spesimen.

17

Sifat mekanik pertama yang dapat diketahui berdasarkan kurva pengujian tarik yang dihasilkan adalah kekuatan tarik maksimum yang diberi simbol u. simbol u didapat dari kata ultimate yang berarti puncak. Jadi besarnya kekuatan tarik ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik. Tegangan maksimum ini diperoleh dari : u =
Pu .... (1) Ao

dimana Pu = beban maksimum Ao = luas penampang awal Sifat mekanik yang kedua adalah kekuatan luluh yang diberi simbol y dimana y diambil dari kata yield atau luluh. Kekuatan luluh dinyatakan oleh suatu tegangan yang merupakan pembatas dari tegangan yang memberikan regangan elastis saja dengan tegangan yang memberikan tegangan elastis bersama plastis. Titik luluh adalah suatu titik perubahan pada kurva pada bagian yang berbentuk linier dan tidak linier. Pada kurva tarik baja karbon rendah atau baja lunak batas ini mudah terlihat, tetapi pada bahan lain batas ini sukar sekali untuk diamati oleh karena daerah linier dan tidak linier bersambung secara berlanjut. Oleh karena itu untuk menentukan titik luluh diambil dengan metoda offset yaitu suatu metoda yang menyatakan bahwa titik luluh adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar 0,2 %.

18

Gambar 3. Diagram Tegangan Regangan a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor b. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan metode off set untuk mengetahui titik luluhnya d. Kurva nominal p = kekuatan patah, u = kekuatan tarik maksimum, y = kekuatan luluh, ef = regangan sebelum patah, x = titik patah, YP = titik luluh Sifat yang ketiga adalah modulus elastisitas. Modulus elastisitas biasa disebut sebagai modulus Young dan dinyatakan dengan simbol E. Sifat ini menyatakan kekakuan dari suatu bahan yang didalam kurva tarik menyatakan hubungan yang linier dari tegangan dan regangan. Daerah linier pada daerah tersebut mempunyai persamaan : tegangan regangan sesungguhnya regangan-tegangan

= E.e ..(2)
dimana E adalah modulus elastisitas atau modulus Young dan e adalah regangan yang terjadi.

19

Sifat yang keempat yang bisa didapatkan dari pengujian tarik adalah keuletan saat patah. Keuletan ini dinyatakan dengan regangan maksimum yang bisa dicapai oleh bahan, yaitu pada saat patah. Semakin besar regangan yang bisa dicapai oleh bahan, semakin ulet bahan tersebut. Regangan (e) merupakan perbandingan antara perpanjangan yang terjadi dengan panjang awal dari spesimen dan dirumuskan dengan
e= L L f Lo (3) = Lo Lo

dimana Lf = panjang saat patah Lo = panjang awal sebelum pembebanan Sifat kelima adalah reduksi penampang atau reduction of area pada saat patah. Sebenarnya sifat ini erat kaitannya dengan regangan yang dialami oleh bahan. Sifat ini dinyatakan dengan persamaan :
q= ( Ao A f ) Ao ..(4)

dimana Ao = luas penampang awal Af = luas penampang patah q = reduksi penampang Saat spesimen mengalami patah, maka akan terbentuk suatu penampang patah yang bentuknya dapat diklasifikasikan menurut bentuk teksturnya. Jenisjenis perpatahan menurut bentuknya adalah simetri, kerucut mangkok (cup cone), rata dan tak teratur bermacam-macam bentuk tekstur adalah silky (seperti sutera),

20

butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous), kristalin, glassy (seperti kaca) dan pudar.

(a) Flat granular

(b) Cup-cone Silky

(c) Partial cup-cone Silky

(d) Star fracture

(c) Irregular fibrous

Gambar 4. Bentuk penampang patahan

Tujuan pengujian tarik untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahan-perubahan dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Kekuatan tarik maksimum (Ultimate tensile strength) adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji (spesimen)
u = Pmaks ....................................................................................... (5) Ao

Sedangkan regangan tarik pada saat patah :


ef = lf lo ..................................................................................... (6) l

Penggentingan (reduction of area): q= dimana: u Pmaks = Kekuatan tarik {kg/mm2} = beban maksimum waktu pengujian (kg) ( Ao A f ) Ao ................................................................................. (7)

21

Ao ef lo lf q Af

= luas penampang mula-mula (mm2) = regangan patah (%) = panjang ukur mula-mula (mm2) = panjang ukur setelah patah (mm2) = penggentingan (%) = luas penampang di tempat patah (mm2)

F. Pengujian Ketanguhan (Impact)

Baja karbon yang biasanya bersifat ulet dapat diubah menjadi getas bila berada kondisi tertentu. Menurut Donan (1952), terdapat tiga faktor dasar yang mendukung terjadinya patah getas, keadaan tegangan tiga sumbu, suhu rendah dan laju regangan tinggi atau laju pembebanan yang cepat. Ketiga faktor tersebut tidak harus ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah getas. Maka disini untuk menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, sering kali digunakan pengujian impak. Pengujian ketangguhan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai standart. Pengujian ketangguhan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode ini sering di gunakan adalah metode charphy. Pengujian ketangguhan berdasarkan prinsif hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. palu godam dilepas dengan ketinggian H 1 dari pusat benda uji yang bersudut dan setelah menabrak benda uji palu mengayun sampai ketinggian H 2 dari pusat benda uji yang bersudut .

22

Pada kondisi ini besar tenaga kinetik Ek1 dan Ek2 sama dengan nol karena kecepatan V1dan V2 sama dengan nol yaitu berada pada kondisi berhenti. Besarnya tenaga potensial Ep1 = mgH1 dan tenaga potensial Ep2 = mgH2. Jadi tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji yaitu, W = Ep1 Ep2W W = GR (cos - cos )kg.m

Ketangguhan bahan (Vp) merupakan hasil bagi tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule) dengan luas penampang patah benda uji (m)

K=

W .......................................................................................... (8) A0

Gambar 5. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan.

dimana W = Kerja Pukulan dalam (kg.m) G = Massa berat palu godam (kg), R = Jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m),

= Sudut jatuh dalam, dan = Merupakan ayun dalam.


K = Nilai Pukulan Takik (kg.m/mm2) A0 = Penampang Batang semula dibawah takikan (mm)

23

Maksud utama pengujian ketangguhan ialah untuk mengukur kegetasan bahan atau juga keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan palu godam merupakan ukuran energi yang di serap oleh benda uji. Besar energi yang di serap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan nilai ketangguhan (impact) yang besar. Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat mengalami patah getas. Patah getas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : adanya takikan (nocth), kecepatan pembebanan yang tinggi yang menyebabkan kecepatan regangan yang tinggi pula dengan temperatur yang sangat rendah. Dengan demikian suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah, misalnya pada suatu instalasi cryogenic perlu diuji impact. Khususnya untuk mengetahui temperatur transisi antara ulet dan getas, sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk : 1. Keretakan getas atau keretakan bersuara, adalah rata dan mempunyai permukaan yang kilap. Kalau potongan potongannya kita sambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan itu tidak diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini mempunyai pukulan takik yang rendah. 2. Patahan liat atau patahan perubahan bentuk, patah ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti bludru, buram dan berserat, tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi. 3. Patahan campuran ialah patahan yang sebagian getas sebagian liat, patahan ini terjadi paling banyak.

24

G. Pengujian Kekerasan

Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, artinya ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji dan karena pengaruh pembebanan benda uji akan mengalami deformasi. Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan. Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada tiga metode yaitu penekanan, goresan, dan dinamik ( Koswara, 1991 : 15 ). Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu dengan metode penekanan. Dikenal ada tiga jenis metode penekanan, yaitu : Rockwell, Brinnel,

Vickers, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengujian


kekerasan dengan goresan dibakukan pada skala Mohs, ada sepuluh skala yang disusun berurutan dari bahan lunak sampai bahan yang keras. Pengujian kekerasan dengan dinamik adalah pengukuran terhadap ketinggian pantulan sebuah palu dari permukaan benda uji pada mesin uji Shore Scleroscope. Pengujian kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode rockwell yang paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat - sifatnya, yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu membedakan kekerasan pada baja yang diperkeras, ukuran bekas penekanannya relatif kecil, sehingga bagian yang mendapatkan perlakuan panas, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini mengukur kedalaman bekas penekanan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan.

25

Pertama diberikan beban awal sebesar 10 kgf. Hal ini untuk memperkecil kecenderungan terjadinya penumbukan ke atas atau penurunan yang disebabkan oleh penekanan. Kemudian diberikan beban yang besar sebagai beban utama, secara otomatis kedalaman bekas penekanan akan terekam pada gauge penunjuk yang menyatakan angka kekersan. Penunjuk tersebut terdiri dari 100 bagian dan 130 bagian, mempunyai kedalaman penekanan sebesar 0,002032 mm atau 0,00008 inchi. Bila kedalaman masuknya penekanan pada benda uji satu strip berarti kekerasan bahan tersebut sangat tinggi. Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya penekanan pada bahan uji. Makin keras bahan yang akan diuji, makin dangkal masuknya penekanan tersebut. Sebaliknya, makin dalam masuknya penekanan pada bahan uji maka bahan uji tersebut makin lunak. Cara Rockwell sangat disukai karena dengan cepat dapat diketahui kekerasan tanpa mengukur dan menghitung seperti pada cara Brinell dan cara Vickers. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca setelah beban utama dihilangkan, dimana beban awal masih menekan bahan tersebut.

H. Muai Panas

Pada suhu 00K atom-atom suatu bahan tidak bergerak dan jarak antar atom tetap. Apabila suhu dinaikkan, peningkatan energi memungkinkan atom-atom bergetar pada jarak antar atom rata-rata yang lebih besar. Hal ini menghasilkan pemuaian pada bahan tersebut. Hubungan perubahan jarak antara atom terhadap

26

perubahan energi atom bahan padat dapat dilihat pada kurva kondon morse (gambar 8). Energi ikatan antar atom suatu bahan kristalin seperti logam dipengaruhi oleh bentuk struktur kristalnya. Struktur kristal tertentu mempunyai ikatan yang kuat daripada struktur kristal yang lain atau sebaliknya. Perubahan keadaan padat pada struktur logam dapat terjadi dengan adanya perlakuan panas. Hal ini memungkinkan untuk mengubah sifat muai logam dengan adanya perlakuan panas tersebut.

Gambar 6. Kurva energi ikat antar atom-jarak antar atom (Donan, G.E., 1952)

Susunan kristal ini bisa mempengaruhi sifat fisis dan mekanis dari suatu logam. Misalnya karena pencampuran dengan logam lain akan menyebabkan perubahan jarak atom, bidang kristal, batas butir, dan jumlah atom yang menentukan ikatannya, maka sifat fisis dan mekanis pun akan berubah.Ukuran besarnya butir kristal tergantung dari kecepatan logam cair itu membentuk inti dan

27

pertumbuhan inti-inti baru. Jika pertumbuhan inti lebih cepat dari pembentukan inti, maka akan terbentuk kelompok butir-butir kristal yang besar dan apabila pembentukan inti lebih cepat lajunya dari pertumbuhan inti, maka akan terbentuk kelompok butir - butir kristal halus. Logam yang terdiri atas dua unsur atau lebih didinginkan dalam keadaan cair, kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal logam tanpa campuran (murni). Misalnya dari paduan yang terdiri atas komponen A dan komponen B. Kemungkinan pertama, komponen A larut dalam B atau komponen B larut dalam A, (disebut larutan padat) dan kemungkinan kedua, komponen A dan komponen B terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu disebut persenyawaan logam. Larutan padat adalah keadaan pada saat beberapa atom dari susunan himpunan atom A didistribusi oleh atom-atom B, atau atom-atom B menembus masuk kedalam ruang bebas antar atom dari susunan himpunan atom-atom A. Keduanya tidak merupakan campuran mekanis, tetapi keadaan larut secara atom. Senyawa antar logam yang terdiri atas ikatan A dan B mempunyai kisi kristal berbeda dari A dan B. Koefisien muai panas linear didefinisikan sebagai pertambahan panjang benda uji dibagi panjang mula-mula tiap pertambahan suhu 10 C benda uji.
L =
L .(10) LoT

dimana :

= = =

koefisien muai panas linear (1/0C) pertambahan panjang benda (m) panjang benda uji pada suhu kamar (m)

Lo

28

L / Lo =

pertambahan panjang relatif terhadap panjang awal benda uji

interval suhu pengukuran untuk pertambahan panjang relatif

()
0

Koefisien muai panas linear dapat dinyatakan sebagai koefisien muai panas rata-rata atau sering disebut koefisien muai panas teknik. Koefisien muai panas linear teknik diukur antara suhu T1 dan suhu yang lebih besar T2 dirumuskan sebagai berikut :
L =
(T1, T2 ) =
L LoT
L(T2 ) L(T1 ) Lo.(T2 T1 )

(L(T2 ) Lo ) / Lo (L(T1 ) Lo ) / Lo (T2 T1 )


L (T2 ) L (T1 ) Lo Lo (T2 T1 )

= dimana :
(T1, T2 )

...................................................(11)

= = = = = = =

Koefisien muai panas liniear teknik antara T1 s.d. T2 suhu pengukuran 1 (0) suhu pengukuran 2 (0), dengan suhu T1< T2 panjang spesimen pada suhu kamar (270C) panjang ukuran spesimen pada suhu T1 (m) panjang pengukuran spesimen pada suhu T2 (m) pertambahan panjang relatif benda uji pada suhu T1

T1 T2 Lo L(T1) L(T2)
L (T1 ) Lo

29

L (T2 ) Lo

pertambahan panjang relatif benda uji pada suhu T2

Koefisien muai panas dapat juga dinyatakan sebagai koefisien muai panas pada suhu tertentu yang disebut sebagai koefisien muai panas linear fisik yang merupakan turunan pertama tambahan panjang relatif.
L (T2 ) L (T1 ) Lo Lo (T1, T2 ) = (T1 T2 ) L Lo T

, untuk T yang sangat kecil mendekati nol

maka :

L d Lo (T ) = .....(12) dT

Prinsip pengukuran dilatometer adalah perubahan panjang benda uji karena kenaikkan suhu benda uji diteruskan secara mekanik ke inductive

displacement tranducer. Transmisi dilakukan oleh batang penekan yang berbahan


sama dengan bahan untuk menumpu benda uji. Perubahan yang ditampilkan pada

display bukanlah harga perubahan panjang yang sebenarnya, hal ini disebabkan
oleh batang penekan dan penumpu benda uji yang juga ikut memuai. Selain itu juga dipengaruhi oleh kecepatan pemanasan dan atmosfer di sekitar. Untuk mendapatkan perubahan benda uji yang sebenarnya (absolut) diperlukan kalibrasi pengukuran. Kalibrasi dilakukan pada kondisi pengukuran yang sama dengan keadaan pengukuran benda uji dan dilakukan dengan menggunakan benda uji standar yang sudah diketahui koefisien muai panasnya. Dengan adanya kalibrasi ini maka dapat dibuat kurva pengamatan yang terkoreksi.

30

L Lo

koreksi =

L Lo

material standar -

L Lo

pengukauran material standar.(13)

L L L terkoreksi = pengukuran koreks....(14) Lo Lo Lo

I. Pengujian Struktur Mikro

Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut sturktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya : mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field on, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini dalah : 1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan. 2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Persiapan yang harus dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah penginderaan spesimen, pengampelasan dan pemolesan dilanjutkan pengetsaan. Setelah dipilih bahan uji dan diratakan kedua permukaannya dengan mesin bubut atau lainnya, tetapi pendinginan harus selalu terjaga agar tidak timbul panas berlebihan yang dapat merusak struktur mikro. Setelah rata kemudian digosok menggunakan kertas ampelas dengan kekasaran berurutan, mulai dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang halis (nomor besar). Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Pemolesan dilakukan dengan

31

bubuk penggosok atau pasta diamon dengan ukuran 1m 0,1 m, tujuannya agar didapat permukaan yang rata dan halus tanpa goresan sehingga terlihat mengkilap seperti cermin. Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikronya adalah dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan yang dietsa menghadap ke atas. Selama pencelupan akan terjadi reaksi terhadap permukaan spesimen sehingga larutan yang menyentuh spesimen harus segar/baru, oleh karena itu banyaknya bagian struktur yang berbeda.perlu digerak-gerakkan. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat atau difoto dengan mikroskop logam. Pemeriksaan struktur mikro memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran butir dan banyaknya bagian struktur yang berbeda.

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Material dan Dimensi Spesimen Bahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah baja karbon menengah

baja ST 60 dengan kadar karbon 0,452%C. Baja karbon ini dibentuk menjadi spesimen kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan, muai panas dan struktur mikro. 1. Spesimen Uji Kekuatan Tarik Spesimen pengujian tarik (gambar 8) mengacu pada spesimen

berpenampang bulat menggunakan standard pengujian ASTM E8 A48 dengan jumlah 9 buah yang terdiri dari 3 buah pembanding utama (raw material),3 buah sebagai kontrol quenching dan 3 buah sebagai kontrol tempering.

Gambar 7. Benda kerja uji tarik

r d D h

= 30 mm = 12 mm = 18 mm = 50 mm

p m Lo Lt

= 10 mm = 10 mm = 60 mm = 200 mm

32

33

2. Spesimen Uji Kekerasan

Gambar 8.. Spesimen Uji Kekerasan

Spesimen uji kekerasan (gambar 11) berjumlah 9 buah yang terdiri dari 3 buah pembanding utama (raw material), 3 buah kontrol quenching dan 3 buah kontrol temperng. Struktur mikro, dan uji komposisi unsur dipersiapkan secukupnya guna melengkapi data dan informasi hasil penelitian.

3. Spesimen Uji Ketangguhan Baja karbon sedang dibentuk dengan cara dipotong-potong dengan menggunakan alat pembuat spesimen dibentuk dengan merujuk ke standar ASTM E23-56T (gambar 9 ) dengan jumlah spesimen 9 buah yang terdiri dari 3 buah sebagai pembanding utama (raw material), 3 buah sebagai kontrol quenching dan 3 buah sebagai kontrol tempering.

34

Gambar. 9 Benda uji ketangguhan dan takik

4. Spesimen Uji Muai panas Baja karbon sedang dibentuk dengan cara dipotong-potong dengan menggunakan alat pembuat spesimen dibentuk dengan merujuk kestandar Uji Muai Panas (ASTM E80). (gambar 10) dengan jumlah 9 buah diantaranya 3 buah sebagai pembanding utama (raw material), 3 buah sebagai kontrol quenching dan 3 buah sebagai kontrol temperng.

Gambar 10. Benda kerja uji muai panas

35

B.

Alur Penelitian Urutan dalam penelitian ini dimulai dari uji komposisi kimia bahan, untuk

mengetahui kandungan unsur di dalamnya yang digunakan untuk menentukan suhu pemanasan. Bahan dibentuk spesimen sesuai standar yang ditentukan dan memenuhi persyaratan specimen sejumlah 9 buah pada tiap-tiap jenis specimen dari 4 jenis pengujian yaitu uji tarik, uji ketangguhan, uji kekerasan, uji muai panas.masingmasing terdiri dari dari 3 buah sebagai pembanding utama (raw material), sebagai kontrol quenching, dan juga sebagai tempering. Perlakuan panas dilakukan dalam dapur pemanas, yang pertama yaitu proses quenching pada suhu 830 oC (0,452%C sesuai bahan). Spesimen selain raw material dikenai proses ini, suhu pemanasan dilakukan bertahap mulai suhu kamar, suhu 400oC /jam selama 98 menit kemudian ditahan sekitar 30 menit (holding time), diharapkan suhu telah mencapai 650 oC pemanasan awal (pree heating) dilanjutkan sampai suhu yang dituju yaitu 830 oC. Pada suhu terakhir ini dipertahankan selama 30 menit (holding time) dengan maksud agar pemanasan benar-benar merata pada seluruh lapisan spesimen, kemudian dicelup dalam Oli Mesran SAE 40 yang mengalir agar spesimen benar-benar mengalami pendinginan kejut dan spesimen sampai benar-benar dingin.

36

8300 C 6000 C Quenching Oli mesran SAE 40

Gambar 11. Siklus temperatur proses hardening

Proses selanjutnya adalah proses tempering, karena tempering merupakan pengulangan dari quenching akan tetapi didinginkan dengan perlahan. Spesimen yang dikenai tempering dimasukkan dalam dapur pemanas, lalu distel dari suhu kamar ke suhu 600 oC untuk perlakuan tempering kemudian di tahan selama 75 menit dengan tujuan agar pemanasan benar-benar merata pada seluruh lapisan spesimen, pendinginan dilakukan dalam udara bebas. Langkah berikutnya adalah menyiapkan spesimen sifat fisis (foto struktur mikro) dengan cara memotong salah satu ujung spesimen untuk sample sepanjang 2 cm lalu meratakan dan menghaluskan permukaanya sampai memenuhi syarat spesimen, di etsa (dibersihkan) dengan larutan alkohol dan asam nitrat 2,5% kemudian dilihat dengan mikroskop logam. Pengujian tarik, uji kekerasan, uji ketangguhan, uji muai panas masing-masing banyaknya pengujian untuk spesimen Raw Material adalah 3x, untuk quenching 3x quenching-temper sebanyak 3x. Melalui pengujian ini dapat diketahui karakteristik

37

bahan dari masing-masing perlakuan. Secara jelas, urutan pelaksanan penelitian ini terlihat dalam skema berikut ini.

Medium Carbon Steel

Machining

Spesimen Uji

Uji Komposisi Kimia

Quenching

Quench & Temper

Raw Material

Uji Kekerasan Uji Tarik Uji Muai panas Uji Ketangguhan Foto Mikro

Kesimpulan
Gambar 12. Prosedur jalannya penelitian

C.

Peralatan penelitian Alat penelitian merupakan piranti bantu dalam proses penelitian, yaitui : a. Alat uji tarik : Mesin uji tarik Serpopulzer

38

b. Alat uji ketangguhan c. Alat uji kekerasan d. Alat uji muai panas e. Alat uji struktur mikro f. Quenching-Temper

: Mesin uji impak merk Frank : Mesin uji kekerasan Karl Frank GMBL : Dilatometer : Mikroskop optik merk Olympus : Oven Hofman, tang penjepit,bak berisi air, sarung tangan, masker.

g. Alat spesimen

: Mesin sekrap, kikir, ragum, amplas, gergaji.

D.

Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode dalam

meneliti status kelompok, manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, suatu peristiwa maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai faktor-faktor serta hubungan antar fenomena yang diselidiki atau diteliti. Pola eksperimen dilakukan dengan 3 buah spesimen untuk masing-masing kelompok perlakuan (treatment) yaitu untuk sekali kelompok eksperimen temper dan sekali untuk kelompok kontrol yaitu quenching serta sekali untuk kelompok kontrol utama atau Raw Material. Penelitian dilakukan untuk mengetahui besar kekuatan tarik, keliatan, harga kekerasan, bentuk penampang patahan dan struktur mikro.

39

E.

Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah proses quenching dan proses tempering. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sifat fisis (Foto Mikro dan penampng patahan) dan sifat mekanis ( Uji Tarik, Uji Ketangguhan, Uji kekerasan dan muai panas) pada carbon ST 60 3. Variabel kontrol Variabel kontrol adalah faktor lain diluar variabel penelitian yang di teliti, tetapi dapat mempengaruhi hasil penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah alat pengujian dan operator .

F.

Teknik Pengumpulan Data Lembar pengamatan sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Langkah ini akan

mempermudah dalam proses pengolahan data selanjutnya. Dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat dengan baik. Wawancara dengan ahli metalurgi akan memberikan gambaran umum mengenai penelitian yang akan sedang dilakukan, untuk itu perlu konsultasi dengan pakar/ahli metalurgi sebelum melakukan penelitian dan persiapan bahan serta instrumen lainnya. Adapun lembar pengamatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

40

Tabel 1. Lembar Pengamatan Pengujian Kekerasan Spesimen 1 Nilai Kekerasan ( HRC ) 2 3 Rata-rata

Keteranagn : x y D

= Jarak bekas indentasi arah memanjang (mm) = Jarak bekas indentasi arah melintang (mm) = Diagonal indentasi rata-rata

HRC = Harga kekerasan skala Rockwell


Tabel 2. Lembar Pengamatan Uji Tarik
Kekuatan ( Kg/mm) Perpanjangan (%) Kontraksi (%) Beban Max Pmax

Spesimen

Lo

Ao

Keterangan :

y u
Lo L e

= Kekuatan mulur = Kekuatan tarik = Panjang sebelum ditarik = Panjang setelah ditarik = Prosen perpanjangan

41

Ao A q

= Luas penampang sebelum putus = Luas penampang setelah putus = Prosen kontraksi (reduksi penampang)
Tabel 3. Lembar Pengamatan Uji Muai Panas

Spesimen

L Lo Ln To

L Tn

Keterangan : L

= Panjang spesimen awal (suhu kamar 270 C)

Ln = Panjang spesimen pada pengujian ke n (1, 2, 3, ) L = Pertambahan panjang benda To = Suhu pengukuran awal Tn = Suhu pengukuran pada pengujian ke n (1, 2, 3, )
Tabel 4 Tabel Pengamatan Impack (ketangguhan)

Spesimen

A0

Keterangan : W = Kerja Pukulan dalam (kg.m) G = Massa berat palu godam (kg),

42

R = jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m), = sudut jatuh dalam, dan = merupakan ayun dalam. K = Nilai Pukulan Takik (kg.m/mm2) A0 = Penampang Batang semula dibawah takikan (mm)

G.

Analisis Data Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan data

deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum pengamatan dari penelitian yang dilakukan. Data yang dihasilkan digambarkan secara grafis dalam histogram atau poligon frekuensi sehingga lebih mudah dibaca. Pengujian struktur mikro dilakukan dengan cara pengamatan, yaitu

membandingkan hasil foto struktur mikro sehingga dapat dianalisis mengenai struktur, ukuran dan bentuk butiran dari masing-masing kelompok perlakuan. Foto makro bentuk penampang patahan juga dapat dianalisis bentuk dan perambatan retak masing-masing perlakuan.

H.

Tempat Penelitian Proses pembuatan specimen dilakukan di Laboratorium produksi Jurusan

Teknik Mesin UNNES Semarang. Pengambilan data Uji Komposisi Kimia dilakukan di PT. ITOKOH CEPERINDO Klaten. Perlakuan proses treatment Quenching Temper dilaksanakan di Laboratorium pengecoran SMK Negeri 7 Semarang.

43

Pengujian Sifat Mekanis yang terdiri dari uij tarik, uji ketangguhan dan Sifat Fisis yaitu foto struktur mikro di Laboratorium Bahan Teknik Mesin UGM Yogyakarta. Sedangkan untuk Muai Panas dan uji kekerasan dilakukan di Laboratorium Bahan UNNES Semarang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian Penelitian ini menghasilkan data-data yang berupa angka dalam tabel, gambar grafik dan foto yang meliputi komposisi unsur kimia padamaterial yang digunakan dalam penelitian dengan pengamatan struktur mikro, hasil pengujian tarik, pengujian ketangguhan, pengujian kekerasan, pengujian muai panas dan bentuk patahan. 1. Uji Komposisi Uji komposisi dilakukan untuk mengetahui prosentase unsur kimia yang terkandung dalam spesimen. Berdasarkan hasil uji komposisi diketahui bahwa spesimen mempunyai kandungan karbon sebesar 0,452% sehingga material tersebut tergolong dalam medium carbon steel atau baja karbon sedang. Prosentase kandungan karbon tersebut dijadikan sebagai dasar pengambilan suhu quenching. Berikut adalah tabel koposisi kimia yang diperoleh dari pengujian unsur kimia di PT. ITOKOH CEPERINDO klaten. Tabel 5. Komposisi kimia bahan Baja ST 60 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Unsur Iron/Ferro Manganese Carbon Silicon Chromium Tungsten Simbol Fe Mn C Si Cr W Pengujian 1 98,41 0,690 0,452 0,218 0,115 0,04 Pengujian 2 98,42 0,689 0,447 0,218 0,114 0,04 Pengujian Rata-rata 3 98,40 0,698 0,458 0,225 0,110 0,04 (%) 98,41 0,692 0,452 0,220 0,113 0,04

44

45

7. 8. 9

Nikel Phosporus Sulfur

Ni P S Nb Cu Mo Al V Ti

0,048 0,011 0,010 0,01 0,004 0,004 0,000 0,00 0,00

0,048 0,011 0,009 0,01 0,004 0,004 0,000 0,00 0,00

0,046 0,010 0,009 0,01 0,004 0,004 0,000 0,00 0,00

0,047 0,011 0,009 0,01 0,004 0,004 0,000 0,00 0,00

10. Niobium 11. Copper 12. Molybdenum 13. Alumunium 14. Vanadium 15. Titanium

2. Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari material baja karbon sedang sebagai material uji dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik pada umumnya adalah parameter kekuatan tarik (ultimate strength) maupun luluh (yield strength), parameter kaliatan/keuletan yang ditunjukan dengan adanya prosen perpanjangan (elongation) dan prosen kontraksi atau reduksi penampang (reduction of area) maupun bentuk penamang patahannya. Data ini diperoleh dalam tiga kelomok pengujian yaitu spesimen raw materials, hasil proses quenching Oli Mesran SAE 40 dan hasil dari proses tempering 6000C. Hasil pengujian tarik ditunjukan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 6. Hasil pengujian tarik Perlakuan ( Spesimen ) Raw Materials Quenching Oli SAE 40 Tempering Tegangan Tarik ( kg / mm2 ) 67,74 86,88 81,35 Perpanjangan (%) 12,38 9,80 14,06 Kontraksi (%) 46,74 45,75 49,79

46

Pembacaan informasi dari data tersebut di atas akan lebih mudah jika dilihat dalam bentuk grafik diagram batang seperti di bawah ini :

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

86.88 67.74

81.35

Tegangan (N/mm)

raw material

quench

temper

Gambar 13. Hasil kekuatan tarik baja karbon sedang.

Berdasarkan hasil pengujian tarik menunjukkan bahwa kekuatan spesimen raw materials sebesar 67,74 kg/mm2 setelah proses quenching Oli Mesran SAE 40 menjadi 86,88 kg/mm2 atau mangalami peningkatan 28,26% dan setelah proses tempering 600oC menjadi sebesar 81,35 kg/mm2 atau mengalami kenaikan 20,09 %. Kekuatan tarik spesimen quenching Oli Mesran SAE 40 turun 6,37% terhadap tempering 600oC.
Grafik Perpanjangan 16.00% 14.00% 12.00% Perpanjangan 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% Raw Materials Quench Temper 12.38% 9.80%

14.06%

Gambar 14. Prosentase perpanjangan hasil pengujian tarik.

47

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa : Perpanjangan spesimen raw materials sebesar 12,38% menjadi 9,80% setelah proses quenching Oli Mesran SAE 40 atau menurun 20,84%, setelah proses tempering 600 oC menjadi sebesar 14,06% atau naik 13,53 %. Kenaikan perpanjangan sebesar 43,42% terjadi dari spesimen qunching Oli Mesran SAE 40 terhadap spesimen proses tempering 600oC.

50.00% Kontraksi (%) 48.00% 46.00% 44.16% 44.00% 42.00% raw material quench 46.88%

49.15%

temper

Gambar 15. Prosentase dari kontraksi uji tarik

Gambar prosentasi kontraksi di atas menunjukkan bahwa kntraksi spesimen raw materials sebesar 46,88% menjadi sebesar 44,16% setelah proses quenching atau menurun 5,80% dan setelah perlakuan proses temper 600oC, kontraksi menjadi 49,15% atau meningkat 4,86%. 3. Kekerasan Pengujian kekerasan yang dilakukan menggunakan mesin Universal Hardness Tester yang bekas injakannya dapat dilihat dengan mikroskop logam. Setiap spesimen dikenai tiga titik injakan yang menghasilkan data harga kekerasan dari spesimen kelompok raw materials, quenching Oli Mesran SAE 40, temper suhu 600oC seperti pada tabel.

48

Tabel 7. Hasil pengujian kekerasan

Perlakuan ( Sepecimen ) Raw Materials Quenching SAE 40 Tempering 6000C

Suhu Pemanasan (C) 830 600

Harga Kekerasan ( HRC ) 100,0 118,3 112,13

Pembacaan data hasil pengujian kekerasan tersebut di atas dapat mudah dibaca dengan ditabulasikan dalam bentuk grafik diagram batang seperti di bawah ini :
120.0 115.0 110.0 HRC 105.0 100.0 100.0 95.0 90.0 Raw Materials quench temper 118.3

112.13

Gambar 16. Grafik hasil pengujian kekerasan

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa kekerasan spesimen raw material sebesar 100,0 HRC setelah di quenching Oli mesran SAE 40

menjadi 118,3 HRC atau naik 18,27 %, menjadi sebesar 112,13 HRC setelah di temper 600oC, atau naik 12,13 % terhadap spesimen raw materials. Kekerasan spesimen quenching SAE 40 sebesar 118,3 HRC mengalami penurunan sebesar 5,19 % terhadpa spesimen temper 600oC yaitu 112,13 HRC.

49

4. Hasil Pengujian Ketangguhan (impact) Pengujian impact dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari material baja karbon sedang sebagai material uji dalam penelitian ini. Hasil pengujian impact pada umumnya adalah parameter ketangguhan (nilai pukulan takik), parameter keliatan/keuletan yang ditunjukan dengan reduksi penampang (reduction of area) maupun bentuk penampang patahannya. Data pengujian ini diperoleh dalam tiga kelompok pengujian yaitu spesimen raw materials, hasil proses quenching Oli Mesran SAE 40, temper 600oC. Hasil pengujian impact ini dapat ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 8. Hasil pengujian impact Perlakuan ( Sepecimen ) Raw Materials Quenching SAE 40 Tempering 6000C Suhu Pemanasan (C) 830 600

Harga Ketangguhan 0,465 0,617 0,902

Pembacaan informasi data hasil pengujian kekerasan tersebut diatas dapat mudah dibaca dengan ditabulasikan dalam bentuk grafik diagram batang seperti di bawah ini :

50

1.000 0.900
HARGA IMPACT (J/MM )

0.902

0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Raw Materials Quench Temper 0.465 0.617

Gambar 17. Grafik hasil pengujian Impact

Berdasarkan grafik di atas hasil pengujian impact menunjukkan bahwa ketanguhan spesimen raw material sebesar 0,465 J/mm2 mengalami kenaikan terhadap spesimen quenching Oli SAE 40 yang mempunyai nilai ketangguhan sebesar 0,617 J/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 32,69%, setelah mengalami proses temper 600 oC dari quenching Oli Mesaran SAE 40 ketanguhan spesimen uji meningkat sebesar 0,902 J/mm2 atau meningkat sebesar 93,98% dari spesimen raw materials Ketangguhan spesimen quenching Oli Mesaran SAE 40 sebesar 0,617 J/mm2 mengalami kenaikan terhadap spesimen temper 600
o

C yang

mempunyai ketangguhan sebesar 0, 902 J/mm2 atau mengalami kenaikan ketangguhan sebesar 46,19%. 5. Muai Panas Pengujian muai panas yang dilakukan dengan alat dilatometer, data akan keluar secara digital memudahkan untuk melakukan pengamatan. Pembacaan data hasil pengujian kekerasan tersebut di atas dapat mudah

51

dibaca dengan ditabulasikan dalam bentuk grafik diagram batang seperti dibawah ini :
3000 Perpajangan (10 -6 mm) 2500 2000 1500 1000 500 0 Raw Quench Temper 1721 1814 2828

Gambar 18. Hasil uji muai panas linier

Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa perpanjangan spesimen raw materials sebesar 1721x10-6mm setelah mengalami proses quenching Oli Mesran SAE 40 meningkat menjadi 2828x10-6mm atau naik 64,37%, menjadi 1814x10-3 mm setelah mengalami proses temper 600oC atau naik 5,44%. Spesimen muai panas temper Oli Mesran SAE 40 naik setelah dilakuakan proses quenching sebesar 35,85%. 6. Penampang patah uji tarik Spesimen setelah mengalami penarikan maka akan putus, penampang bentuk patahan inilah yang akan dikaji. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat perbedaan pada bentuk penampang patah pada raw materials, quench dan temper. Hasil pengujian tarik meghasilkan bentuk dan patahan yang berbeda. Raw Material dengan perbesaran 500 kali penampang patahannya berbentuk partial cup-cone dengan tekstur berbutir kasar

52

menandakan tidak adanya perpanjangan keuletan (getas) dengan kekerasan yang tinggi.

Gambar 19. Penampang patah raw materials Spesimen dengan quenching yang menggunakan Oli Mesran SAE 40 dengan pembesaran 500 kali memberikan gambaran bentuk patahan jenis cup cone. Perbedaan diantara raw material dengan quench terletak pada tekstur spesimen quench yang cenderung lebih kasar dan rata menanadakan adanya perpanjangan atau sedikit liat dan menurunya kekerasan.

Gambar 20. Penamang patah quenching Perlakuan panas dengan proses tempering pada suhu 6000C memperoleh penampang patahan yang berbentuk cup-cone dengan butiran lebih kasar dan berserat dibandingkan dengan raw material dan quenching

53

menandakan bahan ini bersifat liat. Hasil penampang patahan ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :

Gambar 21. Penamang patah temper

7. Penampang patah uji ketangguhan Spesimen setelah dikenai pengujian pukul takik akan patah pada penampang kritis yang telah di tentukan, penampang hasil patahan inilah yang akan di amati. Penampang hasil patahan pengujian takik secara teliti dapat dilihat perbedaanya, masing-masing bentuk patahan mempunyai karakteristik yang bebeda. secara umum bentuk patahan pada pengujian pukul takik ada tiga bentuk yaitu : patah getas/rapuh, patah liat dan patah campuran. Penampang patah raw material tampak terjadi pengecilan penampang dengan bentuk kristal yang kasar dan tidak rata, sehingga menunjukkan bahan ini mempunyai sifat lunak.

Gambar 22. Penampang patah raw materials

54

Spesimen dengan quenching yang menggunakan Oli Mesran SAE 40 terlihat rata tanpa terjadi pengecilan penampang, tekstur dengan butiran sangat halus dan berserat menandakan bahan ini mempunyai kekerasan tinggi dan ketangguhan rendah.Spesimen yang di temper pada suhu 6000C terlihat penampang patahan butiran kasar dan berserat tetapi pada ujungnya patahan cenderung rata menunjukkan bahan mempunyai kekerasan yang tidak terlalu tinggi. Hasil penampang patahan ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini

Gambar 23. Bentuk Penampamng Patah Hasil Quenching dengan proses tempering pada suhu 6000C memperoleh penampang patahan yang berbentuk partial cup-cone dengan butiran agak kasar.

Gambar 24. Bentuk penampang patah hasil temper

55

8. Foto Mikro Eksperimen yang telah dilakukan adalah pengujian kekerasan, pengujian ketangguhan ,pengujian tarik dan pengujian muai panas, untuk memperkuat hasil dilakukan foto struktur mikro. Berikut hasilnya dari foto mikro : a. Raw Materials Struktur mikro raw materials dapat dilihat dengan mikroskop logam untuk diambil datanya.struktur yang tampak adalah perlit dan ferit, dimana perlit berwarna gelap dan ferit berwarna putih.susunan kristal sesuai dengan kadar karbon yang dikandung bahan yaitu 0,473 % C. Pada struktur mikro raw materials jumlah butir kristalnya dalam satu satuan luas adalah . butir seperti terlihat pada gambar. Perlit

Ferrit

Gambar 25. Foto mikro spesimen raw materials

b. Hardening dengan Quenching Oli Mesran SAE 40 830 oC Struktur mikro quenching terlihat struktur perlit dan ferit, dimana perlit berwarna gelap dan ferit berwarna putih.

56

Ferrit Perlit

Gambar 26. Foto mikro spesimen quenching. c. Tempering 600oC Proses tempering 600oC sering disebut high temperature tempering yang menghasilkan bentuk campuran ferit dan sementit. Ferrit

Perlit Gambar 27. Foto mikro spesimen temper 600oC B Pembahasan Data hasil penelitian yang ditabulasikan dalam bentuk diagram batang dan gambar struktur mikro serta penampang patahan diketahui ada perbedaan karakteristik kekuatan tarik statis dan ketangguhan dari spesimen penelitian antara raw materials, proses quenching Oli Mesran SAE 40 dengan suhu 830oC dan yang mengalami proses tempering dengan suhu pemanasan 600oC yang menggunakan waktu penahan 30 menit. Dari hasil penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa raw materials mempunyai struktur mikro yang tampak adalah perlit dan ferit, dimana perlit berwarna gelap dan ferit berwarna putih.

57

Struktur yang tampak ini sesuai dengan kadar karbon yang terkandung bahan yaitu 0,452 %C. bentuk kristal yang besar dan hampir berimbang, hasil patahan raw materials tampak terjadi pengecilan penampang dengan bentuk kristal yang kasar dan tidak rata, sehingga menunjukkan bahan ini mempunyai sifat liat dan lunak Hasil kekerasan yang dimiliki sebesar 100,0 HRC dengan hasil ketangguhan 0,465 J/mm2, hasil muai panas 1721x10-6/oC dan hasil kekuatan tarik sebesar 67,74 kg/mm2. Proses perlakuan panas quenching Oli Mesran SAE 40 dilakukan untuk mengetahui seberapa perbedaan perubahan kondisi bahan sebagai treatment awal pada penelitian ini. dengan media quenching Oli Mesran SAE 40 struktur mikro yang dihasilkan menunjukkan kekerasan tinggi dengan adanya struktur baru ini (martensit) yang seperti jarum, tetapi ketangguhannya menurun terhadap raw materials. Ferrit dengan bongkahan besar dan tersebar tidak teratur, diantara perlit dan martensit yang baru terbentuk pada proses ini, perlakuan quenching Oli Mesran SAE 40 terlihat bentuk patahan yang rata tanpa terjadi pengecilan penampang, tekstur dengan butiran sangat halus dan berserat menandakan bahan ini mempunyai kekerasan tinggi dan ketangguhannya rendah, karena struktur yang telah terbentuk setelah di celup adalah martensit. Struktur martensit mempunyai kelemahan yaitu getas, sehingga harus di temper agar dapat dipakai dalam peralatan maupun konstruksi mesin yang mensyaratkan keuletan (Amstead,1997). Hasil kekerasan yang dimiliki sebesar 118,3 HRC dengan hasil ketangguhan 0,617 J/mm2, hasil muai panas 3314x10-6/oC dan hasil kekuatan tarik sebesar 86,88 kg/mm2.

58

Proses tempering dengan suhu 600 oC (high temperature tempering) akan mengubah martensit menjadi ferrit dan sementit, dengan lepasnya karbon dari martensit dan akan membentuk sementit lagi. perpanjangan betambah berarti keuletan bahan naik dan kekuatan tariknya naik, sehingga penampang patahan akan membentuk partial cup-cone dengan butiran lebih kasar lagi. hasil kekerasan yang dimiliki sebesar 118,3 HRC dengan hasil ketangguhan 0,902 J/mm2, hasil muai panas 3911x10-6/oC dan hasil kekuatan tarik sebesar 81,35 Kg/mm2. Melihat hasil penelitian di atas telah memberikan gambaran yang jelas bahwa kelompok penelitian dari perlakuan panas carbon ST 60 (medium carbon ST 60) yang terdiri dari kelompok perbedaan dari raw materails, quenching Oli Mesran SAE 40 dan temper 600oC, memberikan hasil yang baik pada quenching Oli Mesran SAE 40 di bandingkan dengan raw materials dengan tegangan luluh dan kekerasan mengalami peningkatan ketika di keraskan (hardening), tetapi mulai menaik setelah dilanjutkan dengan proses tempering. Kekerasan setelah di hardening meningkat tajam dan akan perlahan menurun jika suhu temper dinaikkan, dapat dilihat juga dari reduksi penampang patahan uji tarik, uji ketangguhan. Fenomena semacam ini menunjukkan bahwa dengan proses hardening bahan akan sangat keras dan cenderung getas sehingga perpanjangan dan reduksi penampang hampir tidak ada dan bentuk penampang patahnya flat sehingga kekuatan tariknya tinggi di bandingkan raw materials. Spesimen mengalami kenaikan kekuatan tarik dan kekerasan jika dilanjutkan pada proses tempering,

59

sehingga perpanjangan dan reduksi penampangnya mulai ada walaupun sedikit serta bentuk penampang patahannya tidak lagi flat. Pola hubungan suhu tempering dengan kekuatan tarik jelas tampak sekali, semakin tinggi suhu pemanasan, nilai kekuatan tariknya semakin meningkat. demikian juga terhadap nilai kekerasannya, semakin tenggi. Dengan kata lain kekerasan sebanding dengan kakuatan tariknya.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dari pengujian dan evaluasi data serta pembahasan pada proses quenching Oli Mesran SAE 40 dan temper maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sifat mekanis (uji tarik, uji kekerasan, uji ketangguhan, dan muai panas) pada carbon ST 60 : a. Besarnya harga kekuatan tarik raw materials adalah 67,74 kg/mm2, setelah proses quenching menjadi 86,88 kg/mm2 . Pada proses temper 600oC menghasilkan 81,35 kg/mm2. b. Besar kekerasan Raw materials 100,0 HRC setelah proses quenching Oli Mesran SAE 40 menjadi 118,3 HRC, sedangkan pada proses temper 600oC menjadi 112,1 HRC. c. Hasil pengujian ketangguhan raw materials 0,465 J/mm2, pada perlakuan quenching Oli Mesran SAE 40 naik menjadi 0,617J/mm2 dan pada perlakuan tempering juga meningkat menjadi 0,902 J/mm2 d. Besarnya nilai muai panas linier dari raw materials sebesar 1721x10-6/oC setelah mengalami proses quenching menjadi sebesar 3314x10-6/oC. Proses tempering 600oC naik menjadi sebesar 39,11x10-6/oC.

60

61

2. Sifat fisis (foto mikro dan penmpang patah) pada carbon ST 60 a. Perubahan struktur mikro pada proses raw materials, quenching, tempering 6000C mempunyai struktur perlit dan ferit, proses quenching dengan media Oli Meseran SAE 40 yang menyebabkan struktur kristal meningkat lebih banyak. b. Penampang patahan raw materials berbentuk partial cup-cone, bentuk flat didapatkan pada proses quenching, dengan proses tempering akan menghasilkan bentuk patahan star fracture dan partial cup-cone..

B. Saran Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian tentang quenching - tempering ini adalah : 1. Tujuan perlakuan panas (heat treament) akan dapat dicapai sesuai

karakteristik bahan dan jenis-jenis perlakuan. Jenis pelakuan sangat dipengaruhi oleh suhu panas yang ditentukan dari kadar karbon dan unsur lainya. 2. Dimensi spesimen disesuiakan dengan kemampuan alat uji. Pemanasan spesimen dalam dapur harus memperhatikan jarak antar spesimen dan waktu penahanannya, saat mendinginkan dalam bak Oli dicelupkan tegak lurus dan dibiarkan menggantung dalam media. . 3. Perlu adanya penelitian lanjut yang variabel kontrolnya lebih lengkap dengan melihat tegangan dalamnya (internal stress), pengamatan pemukaan patahan dengan fraktografi (scanning electron microscope).

62

DAFTAR PUSTAKA

Amstead, BH, 1997, Jakarta, Erlangga : Teknologi Mekanik jilid 1 Bradbury.EJ, 1990, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan Djafri, Sriati, 1983, Terjemahan dari Manufacturing Processes, Erlangga : Teknologi Mekanik Jilid I Jakarta,

Djafri, Sriati. 1987.. Terjemahan dari Mechanical Metallurgy. Jakarta, Erlangga : Metalurgi Mekanik Doan, G.E. 1952. The Principles of Physical Metallurgy New York: Mc Graw Boo Company. Amanto, Hari, I999, Jakarta, Bumi Aksara : Ilmu Bahan Koswara, Engkos, 1999, Bandung, Humaniora Utama Press : Pengujian Bahan Logam Poerwadarminta, 1994, Jakarta, Balai Pustaka : Kamus Besar Bahasa Indonesia Rajan, TJ, Sharma, 1997, New Delhi, Prentice Hall of India Private Limited : Heat Treatment Principlea and Techniques Schonmentz, Gruber, 1985, Bandung, Aksara : Pengetahuan Bahan Dalam Pengerjaan Logam Soejdono. 1978, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Pengetahuan Logam 1 Supardi, Edih, 1999, Bandung , Angkasa : Pengujian Logam,

Anda mungkin juga menyukai