Edisi
S h a f a r 1 4 30 H Februari-Maret 200 9
06/IV
Jl. Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan Telp. 021 7221504 Fax. 021 7265241
Assalamualaikum
D
M. Anwar Sani
Tabik
kecerdasan seni dan budaya, yang berbasis pada kecerdasan akal budi (ahlak) dan kecerdasan transendental (iman). Semua akan dikemas dalam program-program pendidikan non formal yang akan meningkatkan skill dan kecerdasan peserta sehingg value dirinya meningkat. Pilihan membekali ummat dengan halhal tersebut memiliki relevansi kuat dengan sumber penyakit yang telah membuat ummat terbodohkan. Bentuk-bentuk kecerdasan itulah yang kini mulai meninggalkan ummat, melarutkan mereka dalam keterbelakangan hampir di semua sektor kehidupan dan akhirnya menumbuhkan penindasan ekonomi, sosial, budaya, bahkan penindasan iman. Sekali lagi, mari kita bergandeng tangan mewujudkan cita-cita besar Rumah Gemilang Indonesia. *** Donatur yang dimuliakan Allah. Sebuah perubahan yang sudah menjadi keniscayaan, tak terelakkan. Media yang sedang Anda baca ini bermetamorfosa menjadi sebuah majalah cuma-cuma dari yang selama ini kami sebut newsletter. Tujuannya, supaya kampanye budaya zakat dan kedermawanan sosial lainnya semakin berkualitas. Sebuah desain sudah disiapkan agar CARE pada saat yang direncanakan nanti akan menjadi majalah yang diperhitungkan. Sekarang baru fase ulat. Tapi kita akan terus berproses hingga pada waktunya seekor kupu-kupu cantik mengepakkan sayapnya, kata Mas Joko, Media Assistance kami berfilosofi tentang visi majalah CARE. Fase ulat. Tahap pertama sebuah metamorfosa telah Anda rasakan. Selain perubahan pada isi, logo, konsep perwajahan dan tata letak, empat halaman kami tambahkan untuk memberi kesempatan kepada komunitas donatur saling bersilaturrahim melalui halaman iklan. Tentu saja, kami pun menyambut hangat e-mail, fax, maupun surat yang ditujukan kepada kami melalui rubrik baru bertajuk Silaturrahim. Doakan kami. [A]
i tengah keprihatinan mendalam atas bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung di Palestina. Di bawah mendung gelap yang dilahirkan asap peperangan. Di perih kesedihan atas dera yang menimpa saudara-saudara kita yang menjadi korban, dan kesedihan bagi mereka yang mata hatinya selalu diliputi amarah. Marilah sejenak kita jedakan diri dari kesibukan duniawi. Marilah memohon ampun kepada Allah Sang Penguasa Semesta. Marilah berdoa meminta ridhlo-Nya agar tragedi umat manusia di Palestina segera berakhir. Mari... ***
Donatur yang dimuliakan Allah. Dalam hitungan satu hingga dua bulan ke depan, Rumah Gemilang Indonesia (RGI) akan mencapai fase akhir tahap pertama, yakni pembangunan gedung. InsyaAllah, untuk semakin merekatkan silaturahim kita, Anda akan diundang menyaksikan soft launching RGI bersamaan dengan pengatapan (toping of) gedung. Waktu dan tempat akan disampaikan melalui undangan khusus kepada Anda.
Rumah Gemilang Indonesia, adalah manifestasi kepedulian Al Azhar Peduli Ummat atas dunia pendidikan nasional yang semakin tidak memihak kaum dhuafa. Hati kami rantas ketika dalam satu dan lain kesempatan menyaksikan gedung-gedung SD hampir roboh, anak-anak usia dini hingga sekolah menengah yang menganggur karena tidak mampu membeli bangku sekolah. RGI adalah sebuah ikhtiar besar mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyasar ummat dari kalangan dhuafa. Dengan memberikan ilmu-ilmu praktis berlandaskan Al Quran dan Al Hadits, RGI hendak membekali mereka dengan kecerdasan ekonomi, kecerdasan sosial,
CARE
Edisi
free magazine S h a f a r 14 3 0 H
H. Mursjid Mahmud M. Anwar Sani Joko Windoro Muhammad Taufik Pane Fahri Mustolih
Komplek Masjid Agung Al Azhar Jl. Sisingamangaraja Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp. 021 7221504, 021 7204733 Fax. 021 7265241 Iklan: Sudayat Kosasih (0812 9083219) Warsito (0818 708587)
Dewan Pertimbangan: H. Ir. Adiwarman A Karim, SE, AK, MAEP H. Drs. Rusydi Hamka; H. Mahfud Makmun; H. Nasroul Hamzah, SH Komisi Pengawas: H. Drs. Soebroto Tirtoatmodjo; H. Arlinus Sampono; Agus Heryanto, SH; Dra. Massaina Daud; Drs. H. Tulus Badan Pelaksana: H. Mursjid Mahmud; H. Chairul Anwar, SE; Hj. Aty Nurchamid Direktur: M. Anwar Sani; General Affair:Suryaningsih (GM), Saripudin, Subakti, Fahmi; Marketing & Public Relations: Dwi Kartikaningsih, SEI (GM); Siti Syarifah; Harvina A. Tia Indrawan, M Taufik; Program/Pendayagunaan: Agus Budiono (GM), Iwan Rachmat, Nurli Keuangan:M. Farid (GM); Uci Media Assistance: Az Zahra Desain Graphics Percetakan: Az-Zahra (Isi di luar tanggungjawab percetakan)
foto: denbei
Fokus
Banyak Jalan
Menuju Baghdad
Gang Sempit
Anak-anak Majlis Hurin In berdoa sebelum belajar bersama dalam kelas teater yang diadakan di gang sempit di Kampung Jatibunder, Kel. Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. foto: jw
adrasah ini memiliki sebuah auditorium megah. Perpustakaannya sungguh besar, yang memuat ribuan koleksi buku penunjang belajar-mengajar. Dilengkapi dengan rumah sakit beserta dokter yang siaga 24 jam. Pemandian pun tersedia. Semuanya gratis. Sudah begitu, setiap siswa menerima tunjangan pendidikan berupa emas 4,25 gram atau senilai 1 dinar (setara Rp 1,4 juta) per bulan. Dengan fasilitas yang lebih dari cukup, para santri tinggal belajar, beribadah, dan mencetak prestasi setinggi mungkin. Itulah Madrasah Al-Mustanshiriyah di Baghdad, yang didirikan oleh Khalifah Al-Mustanshir pada abad VI Hijriyah atau abad VII Masehi (Al Baghdadi: Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, 1996). Hari gini, perguruan tinggi semacam itu banyak bertebaran. Tapi, boro-boro gratis, murah pun tidak. Sangat muahal! Pasalnya, pemerintah memang tidak mau rakyatnya kelewat pintar. Cukuplah sampai tingkat menengah saja. Memang, tahun ini anggaran pendidikan naik. BOS (Bantuan Operasi Sekolah) dan BOM (Bantuan Operasi Madrasah) turut meningkat mendekati 100%. Tapi, untuk pendidikan tinggi, pemerintah malah berusaha menarik diri. Diwarnai berbagai aksi demo mahasiswa, DPR pada 17 Desember 2008 mengesahkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Mahasiswa menuntut MK menganulir UU yang dinilai melegitimasi liberalisasi dan komersialisasi kampus itu. Undang-undang ini merupakan bentuk cuci tangan pemerintah dari tanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membiayai pendidikan nasional, tutur Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) UGM, Budiyanto. Dengan dibentuk sebagai badah hukum, katanya, institusi pendidikan dipaksa mencari pemasukan lain di luar subsidi pemerintah yang persentasenya tak seberapa. Misalnya, untuk tahun 2008, UI mendapat jatah APBN hanya Rp 125 Milyar atau hanya 14% dari total kebutuhannya. Dari sumbangan filantropi dan industri, UI hanya mampu menggaet 25% (Rp 229 M). Sedangkan sisanya sebesar
Alternatif Mendidik Anak Bangsa
Fokus
untuk mendiskriminasi peserta didik. Yang dhuafa silakan ke kejuruan saja, sedangkan yang berduit hayo mangga masuk pendidikan sekolah negeri favorit. Tapi memang, sekolah formal bukan segalanya. Buya Hamka, seorang ulama, politisi, filsuf, dan sastrawan besar, menerima pengharHIKMAH, kata Nabi Muhammad SAW, yang gaan nasional maupun adalah mutiara yang hilang yang harus internasional yang pernah ditemukan setiap Muslim diterimanya, semisal Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI Mesir (1958) dan dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974). Juga tentang jalur, jenjang dan jenis gelar Datuk Indono dan Pengeran pendidikan bagian kesatu (umum) Wiroguno dari pemerintah Indonepasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, sia. Toh Buya Hamka hanya makan sekolahan sampai kelas dua SD kejuruan, akademik, profesi, vokasi, (Darojah Dua atau Ongko Loro) di keagamaan, dan khusus. Maninjau, Sumatera Barat. Belakangan, pemerintah pun Di luar itu, beliau berguru gencar mengkampanyekan pendidipada ayahnya sendiri yang mendirikan kejuruan, yang berorientasi skill kan Pesantren Sumatera Thawalib di kerja. Namun, hal ini agaknya lebih 62% dibebankan kepada mahasiswa. Karenanya, banyak mahasiswa yang terancam DO lantaran tak kuat membayar kuliah. Regulasi pendidikan nasional memang mengakui pendidikan informal dan non-formal. UU Padang Panjang. Hamka juga ngangsu kawruh pada sejumlah ulama top di berbagai daerah seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, RM Surjoparonto, dan Ki Bagus Hadikusumo, HOS Tjokroaminoto, Haji Fachrudin. Dengan kemahiran Bahasa Arabnya, Hamka melahap sendiri karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui penguasaan bahasa asing pula, Hamka menelaah karya sarjana Perancis, Inggris, dan Jerman, seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Yang tekun dicari Buya Hamka bukanlah sekadar informasi pengisi memori otak. Tapi hikmah kehidupan. Hikmah, kata Nabi
Penjara
Aktivis Bimrohis Al Azhar sedang mengajar membaca Al Quran kepada seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak-anak, Tangerang. Melalui program Bimrohis Napi dan Pasien, Al Azhar Peduli Ummat berupaya hak atas pendidikan bagi narapidana dan pasien tidak terputus. foto: herry
Fokus
Taman
Home schooling bisa dilakukan di mana saja, setiap saat. Sambil berekreasi, seorang ibu membacakan dongeng di sebuah taman. foto: istimewa
Muhammad SAW, adalah mutiara yang hilang yang harus ditemukan setiap Muslim. Maka, tholabul ilmi fariidhotun alaa kulli muslim. Mencari ilmu wajib atas setiap Muslim. Kalau perlu, tuntutlah sampai ke Negeri Cina. Tentu saja prioritasnya ilmu agama, sebelum ilmu umum (kauniyah). Bukan main tingginya penghargaan bagi para ilmuwan. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat. ( Al-Mujadilah: 11). Tinta ilmuwan, bahkan dinilai lebih mulai ketimbang darah syuhada. Sampaisampai, setan pun tak berani menggoda orang yang sedang sholat di masjid karena di sampingnya sedang tidur seorang ilmuwan. Dan, Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Walhasil, sekolah formal bukan segala-galanya. Selain sekolah, lingkungan masyarakat dan keluarga juga sekolahan. Selain guru di sekolah, tokoh masyarakat, ustadz dan ustadzah di kampung, orangtua di rumah, juga guru bagi anak. Bahkan setiap orang bisa dijadikan guru dengan pengalaman masingmasing. Experience is the best teacher. Pendek kata, banyak jalan menuju Baghdad. (aya hasna)
Seto Mulyadi:
agar belajar apa saja sesuai minatnya. Di sekolah ini, tidak ada kelas seperti halnya di sekolah formal. Guru fungsinya hanya membimbing dan mengarahkan minat anakanak dalarn mata pelajaran yang disukai. Masih banyak, sekolah alternatif lain yang masing-masing punya metode pelajaran sendiri. Tapi secara umum, sekolah alternatif ini menjadikan anak didik sebagai
Fokus
subyek kurikulum, bukan obyek kurikulum. Dengan kata lain, kurikulum itu untuk anak, bukan sebaliknya, anak untuk kurikulum! Dari berbagai alternatif sekolah itu, yang mencuat adalah home schooling . Secara etimologis HS adalah sekolah yang diadakan di rumah. Tapi secara hakiki, HS adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home. Dengan pendekatan at home inilah, anak-anak merasa nyaman belajar karena mereka bisa belajar apa pun sesuai keinginannya, kapan saja, dan di mana saja dengan nyaman seolah ia tengah berada di rumahnya. Jadi, meski disebut home schoooling, tidak berarti anak terus menerus belajar di rumah. Anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan (kondusif) seperti at home. Kurikulum Khusus Namun demikian,dalam home schooling tidak berarti anak-anak bisa belajar semaunya. Mereka juga dilatih
ANAK DIDIK adalah subyek kurikulum, bukan sebaliknya. Dengan kata lain, kurikulum didesain untuk kepentingan anak, bukan anak distimulasi untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum.
bertanggungjawab terhadap pilihanpilihannya sendiri. Seorang anak yang suka belajar matematika dan fisika, misalnya, perlu diarahkan agar menguasai pelajaran tersebut sedalam mungkin dan kemudian diarahkan mempelajari ilmuilmu modern sesuai dengan teori-teori yang dikuasainya. Begitu pula anak yang menyukai pelajaran seni, olahraga, biologi, dan lain-lain. Itulah sebabnya di Amerika Serikat, sudah banyak dikembangkan kurikulum untuk HS agar sistem pendidikan tersebut memiliki konsep dan visi yang jelas. Orangtua atau guru privat di HS tinggal menyesuaikannya dengan minat masing-masing anak didiknya. Saat ini di AS ada sekitar 1,8 juta anak yang belajar dengan sistem HS. Pada tahun 2007, misalnya, diperkirakan sudah ada 2,5 juta anak-anak di sana belajar dengan sistem tersebut. beberapa murid - namun esensinya dan metodanya tetap home schooling. Mereka belajar secara bebas, fleksibel, menyenangkan dan sesuai dengan minatnya. Jika lelah, mereka bisa beristirahat kapan pun. Begitu pula jika ingin belajar, mereka pun bisa belajar kembali dengan senang, kapan pun. Di HS tidak ada ketentuan waktu untuk belajar. Barangkali, itulah sebabnya ada seorang pakar pendidikan yang menyatakan bahwa sistem sekolahan formal yang kaku (terbatas pada lokasi dan waktu tertentu) kini telah mati. Belajar bisa dilakukan di mana saja. Ruang sekolah bisa di kamar tidur, dapur, warung, lapangan olahraga, dan lain-lain. Setara Sekolah Formal Di Indonesia, hingga kini belum ada data pasti berapa jumlah anak-anak yang mengikuti HS. Tetapi mulai terlihat semakin banyak orangtua yang berminat mendidik anaknya dengan sistem ini. HS sebagai salah satu elemen pendidikan alternatif sudah terakomodasi dalam sistem pendidikan nasional. Karena itu HS bisa didaftarkan sebagai komunitas belajar pendidikan nonformal dan pesertanya bisa mengikuti ujian kesetaraan Kejar Paket A (setara SD), Kejar Paket B (SMP), dan Kejar Paket C (SMU). Sebetulnya bangsa Indonesia sudah lama mengenal HS. Sebelum sistem pendidikan Belanda datang, HS telah berkembang di pesantren-pesantren. Para Kyai, Buya, dan Tuan Guru secara khusus mendidik anak-anaknya. Begitu pula para pendekar dan bangsawan zaman dahulu. Mereka lebih suka mendidik anak-anaknya secara pribadi di rumah atau padepokannya ketimbang mempercayakan kepada orang lain. Meski belum sempurna, HS telah banyak melahirkan tokoh pergerakan nasional. KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka adalah tiga di antara tokoh-tokoh nasional yang belajar dengan sistem HS. Beliau dididik orangtuanya untuk belajar dan mencintai ilmu, bukan sekadar agar lulus ujian namun kemudian tidak mencintai dan mengembangkan ilmu. [must]
Di HS, orangtua yang mengetahui bakat dan hobi anak-anaknya bisa mengarahkan pendidikan mereka dengan jalan mendidiknya sendiri atau menyewa guru-guru yang berkualitas. Dengan banyaknya anak-anak yang belajar di HS, para orangtua pun membentuk network untuk membagi pengalamannya kepada orangtua lain yang mendidik anaknya secara HS. Bahkan jika minat anak-anaknya sama, beberapa orangtua membentuk kelompok pendidikan dan mengajak anak-anaknya belajar bersama (grouping) dengan anakanak lainyang satu minat. Dengan grouping, suasana HS jadi mirip seperti sekolah formal dengan
Sketsa
etiap anak bangsa berhak atas penidikan yang layak. Amanah Undang Undang Dasar ini, apa boleh buat, belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Sejak merdeka, rezim Orde Lama, Orde Baru, hingga rezim Reformasi sekarang ini, langkah yang diambil untuk memenuhi hak warga negara ini masih terseok-seok. Tak mau sekadar berteriak di lorong sunyi, banyak yang tergerak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan alternatif. Selain mempraktikkan metode home schooling, kelompok-kelompok studi bermunculan. Berikut beberapa di antaranya:
Sayap-sayap Pemberontak
SUDAH BEBERAPA WAKTU lamanya Raka Ibrahim tak mau sekolah. Sebagai ibunya Lovely merasa ada yang tidak beres dengan anaknya. Apalagi Raka selama ini dikenal sebagai anak yang memiliki lompatan intelegensia luar biasa. Kecerdasannya meninggalkan temanteman seusianya, tetapi prestasi akademisnya terus mengalami penurunan drastis. Usut punya usut, ternyata putra Raka punya masalah dengan guru di sekolah. Raka dianggap terlalu kritis sehingga selalu dapat hukuman. Bahkan ia diasingkan teman-temannya karena kelewat kritis. Sebagai ibu, Lovely tidak mau anaknya mendapatkan perlakuan diskriminatif saat belajar di sekolah. Lovely mencoba memindahkan anaknya ke beberapa sekolah lain, tapi selalu saja mengalami kendala. Setelah berunding dengan keluarga, termasuk mendengarkan pendapat Raka, akhirnya diputuskan mereka menggunakan cara pendidikan home schooling. Lovely tidak sendiri. Peristiwaperistiwa seperti itu ternyata banyak juga dirasakan oleh para orangtua di sekitar tempat tinggalnya. Berangkat dari tukar pengalaman, Lovely memimpin para orangtua yang gelisah dengan perkembangan pendidikan anak
mereka mendirikan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip). Sejak dicanangkan pada 25 Desember 1999, metoda home schooling yang diterapkan Kerlip semakin dikembangkan dan menjadi alternatif pendidikan yang banyak diminati. Yang bergabung dengan Kerlip umumnya tidak puas dengan kualitas pendidikan di sekolah reguler. Biaya sekolah yang tinggi juga menjadi pertimbangan. Sementara faktor keamanan dan pergaulan sekolah yang tidak kondusif bagi perkembangan anak juga menjadi perhatian. Selain alasan-alasan dari luar, pegiat home shooling di Kerlip menginginkan hubungan keluarga yang lebih dekat dengan anak dan transformasi nilai-nilai yang dibangun dalam keluarga bisa lebih efektif. Di sekolah, hal-hal itu tidak didapatkan. Banyak juga orangtua yang beralasan sering berpindah-pindah domisili atau melakukan perjalanan. Seperti Lovely, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus juga lebih tepat dididik dengan metoda home schooling. Di Kerlip, Lovely mengembangkan berbagai metoda HS. Sebagian peserta benar-benar dididik dengan metoda un schooling, yaitu si anak belajar sendiri
Alternatif Mendidik Anak Bangsa
Sketsa
tanpa terikat dengan guru atau kurikulum sebagaimana sekolah reguler. Metoda lain dengan memberikan bahan ajar sesuai kurikulum yang telah disusun. Ini disebut metoda eklektik. Metoda-metoda itu bisa diterapkan langsung oleh orangtua. Yang merasa tidak mampu mengajar sendiri anak-anaknya, biasanya mendatangkan guru privat di tempat anak tersebut belajar. Lovely semula sendirian menerapkan HS untuk Raka. Cara yang ditempuh Lovely berdasar klasifikasi disebut praktik HS Tunggal. HS Tunggal dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga secara soliter, tidak terhubung dengan pelaku HS lainnya. Dengan cara ini pendidikan berlangsung intens, tetapi sulit memperoleh dukungan/tempat bertanya, berbagi, dan mengkomparasi keberhasilan. Kendala lainnya, kurangnya tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan. Setelah banyak orangtua bergabung, Kerlip secara otomatis menerapkan HS Majemuk. Prinsipnya, kegiatan pokok tetap dilaksana-
kan oleh orangtua masing-masing, tetapi dalam beberapa bidang, dilakukan bersama-sama. Tidak mudah memang. Selain dituntut kreatif, anasir-anasir HS Majemuk harus bisa mengembangkan kompromi dan fleksibilitas. Jadwal kegiatan, membangun suasana, dan pengembangan fasilitas harus diputuskan bersamasama. Kelebihannya, kebutuhan perkembangan kecerdasan sosial anak terjaga. Selain itu, jika harus mendatangkan ahli dalam bidang tertentu, biaya bisa ditanggung bersama. Mengapa memberontak dari metoda pendidikan sekolah? Di sekolah, anak selalu
diarahkan, diajari, bahkan dijejali berbagai materi. Padahal, sulit mendapatkan guru yang menguasai semua bidang pendidikan. Peran orangtua pun terbatas. Dengan cara seperti itu, kemampuan murid jarang yang bisa melebihi gurunya, ujar Lovely. Seiring dengan berjalannya waktu Kerlip banyak diterima berbagai kalangan. Peserta didik yang tergabung mencapai 300-an murid lebih. Lovely pun mengembangkan sayap-sayap Komunitas Kerlip dengan mendirikan Rumah Kerlip dan Sandi Kerlip. Sayapsayap para pemberontak ini sudah melebar hingga Ponorogo dan Pacitan, Jawa Timur. [must]
Meets Richard
Richard Im sorry, no Mc D here, Oh, no problem my friend Aminah. I like endog bumbon very much. Oh yes? What do you think about it? Its just like pizza or something like that. Javanese pizza? Yes, right, Javanese pizza. Itu bukan percakapan olalaah agus, agus, tapi conversation antara Aminah dan Richard. Aminah, siswa Kursus Bahasa Inggris Harys English Course (HEC) Wonosobo, Jawa Tengah, tampak pede ber-casciscus dengan si bule asal Inggris. Dia bilang kepada Richard yang dia guide ke Komplek Wisata Dieng, bahwa di Wonosobo belum ada gerai makanan cepat saji Mc Donald. Eh, ternyata Richard malah ketagihan pada telur bumbu goreng buatan Hary Nirbaya, Direktur HEC. Aminah yang kelas 2 SMAN 1 Wonosobo, hanyalah satu di antara puluhan siswa HEC yang sudah fluent in speaking English. Padahal, Tadinya kami hanya bermodal nekad olalaah agus agus, seloroh Aminah menirukan iklan operator ponsel di televisi. Hary mengakui, general conversation (percakapan Bahasa Inggris umum) yang mengajarkan keterampilan berbahasa Inggris untuk komunikasi sehari-hari (daily conversation), merupakan program merupakan produk unggulan HEC. Pesertanya banyak dan beragam dari pelajar sampai profesional, dengan kontinyuitas kesertaan paling tinggi, ungkapnya. HEC dirintis Hary Nirbaya sejak Mei 1995. Bermula dari klub hobi, kini berkembang menjadi lembaga kursus dengan SK Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Jawa Tengah no : 0199/I03.10/MS 1998 tanggal 29 Januari 1998. Dari sebuah kontrakan agak kumuh di pinggiran kota, kini HEC menempati gedung seluas lebih kurang 200 m2 dengan halaman parkir, ruang kantor dan ruang tunggu, 3 ruang kelas, 1 ruang guru, dapur, mushola, dan 2 kamar kecil. Sejak berdirinya, HEC sudah mendidik sebanyak 6.876 orang atau rata-rata 57 orang per bulan. Tingkat kontinuitas belajar (murid yang melanjut dari satu level hingga 2 atau 6 level) tercatat sebesar 76% (5.226 orang), betah bertahan sampai satu level 19,4% (1334 orang), dan sisanya drop-out. Seperti lembaga kursus Bahasa Inggris lainnya, HEC menyelenggarakan pendidikan level pre-elementary sampai advance. Baik yang bersifat klasikal reguler, maupun privat. Namun, Hary lebih fokus pada ketrampilan percakapan, Karena bahasa adalah budaya yang harus hidup dalam keseharian, katanya. Alumnus BBC Jakarta ini berharap, alumni HEC dapat memanfaatkan potensi wisata Kabupaten Wonosobo yang besar untuk menunjang profesi dan karier. Karena itu, Hary juga menerapkan subsidi silang untuk siswa mampu dan dhuafa, agar semakin banyak remaja atau pemuda setempat yang mahir berbahasa Inggris. Sekitar 20% siswa HEC mendapat beasiswa penuh maupun sebagian, kata peraih penghargaan Mas-Mbak Wonosobo ini. HEC juga tidak latah pada liberalisasi. Meskipun mempelajari dan mempraktikkan Bahasa Inggris serta mengajarkan wawasan kosmopolitan, bukan berarti siswa harus mengorbankan keyakinan dan budaya Timur. Maka, di setiap kegiatan seperti Sunday Meeting, Gathering, Moving Class, dan Celebracy, HEC selalu menyelipkan pesan-pesan spiritual untuk meneguhkan keagamaan siswa. HEC juga aktif menggelar Peringatan Hari Besar Islam. Alhamdulillah, kami juga dipercaya menjadi mitra penyalur kurban oleh LAZ Nasional seperti Al Azhar Peduli Ummat, LAZIS Dewan Dakwah, dan Dompet Dhuafa, kata sekretaris RT dan pengurus DKM Mushola Komplek Manggisan Indah, Mudal, Wonosobo, ini. Walhasil, melalui HEC, Aminah berani menjual Wonosobo Asri kepada bule-bule seperti Richard, tanpa kehilangan jati diri sebagai muslimah yang baik. [aya hasna]
Alternatif Mendidik Anak Bangsa
When Aminah
warga Jati Bunder, tetapi banyak juga anak-anak yatim dari lokalisasi liar Bongkaran. Lokalisasi ini berada di emplasemen Stasiun KA Tanah Abang, persis di belakang Pasar Tanah Abang yang megah dan hanya berbatas ruas jalan Tanah Tinggi dengan Kampung Jati Bunder. Ya, sebagian santri Hurin In adalah anak-anak PSK lokalisasi Bongkaran. Hurin In dirintis oleh kakek Ramli pada 1974. Bersama Bukhori, Ramli yang lulusan Pesantren Tebu Ireng, Jombang, mewarisi Hurin In dari keluarga. Ia pun mengembangkan metode klasikal dengan menambahkan berbagai materi pendidikan bagi bidadaribidadari kecilnya. Sejak ditangani Ramli, Hurin In melirik anak-anak yatim yang ibunya berprofesi sebagai PSK sebagai santri. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitri (suci), ujar Ramli menyitir sebuah hadits. Tidak mudah mengajak anak-anak Bongkaran belajar di Hurin In. Selain resistensi dari warga biasa, orangtua mereka tidak begitu peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Padahal keseharian mereka teramat memprihatinkan. Mereka tidur di kamar yang hanya berbatas dinding kayu tipis dengan kamar praktik ibunya.
10
Sketsa
Mereka tumbuh dalam lingkungan yang tidak sanggup membedakan kebaikan dan keburukan. Mereka harus dihijrahkan. Kalau tidak, anakanak itu hanya akan menjadi generasi penerus orangtuanya, papar Ramli. Ketika mulai menerima anakanak Bongkaran, protes kerap datang dari warga. Mereka tidak mau anak-anaknya belajar bersama anakanak pelacur. Ramli pun tak segan mengkampanyekan misinya secara door to door . Upayanya tidak sia-sia, sekarang di majlisnya, Ramli mendidik sekitar dua ratus anak, hampir sepertiganya anak-anak pelacur. Melembutkan Jiwa Ramli inovatif. Ia bekerjasama dengan komunitas seniman jalanan GSJ (Generasi Seniman Jalanan) yang bermarkas di Sanggar Krida Wanita, Bulungan, Jakarta Selatan. Seminggu dua kali, anak-anaknya mengikuti kelas teater dan paduan suara di bawah bimbingan Angger, pentolan Teater Samudra. Angger cs. bekerja secara sukarela. Komunitas ini tumbuh di lingkungan yang keras. Dengan seni budaya, kami berupaya melembutkan jiwa mereka, tutur pria ceking asal Pekalongan yang terjun sebagai guru teater di Hurin In sejak 2004. Inovasi lain, Ramli menggagas kegiatan yang bertujuan menumbuhkan kecintaan anak-anaknya pada sesama mahluk Allah. Kami ingin mengajari mereka bercocok tanam. Semula saya berpikir untuk mencoba bertani padi di media kantung plastik bekas, tutur Ramli. Alasannya, kantung plastik bekas banyak bertebaran di sekitar kampung. Dengan cara itu, tidak dibutuhkan lahan yang luas karena media tanam bisa ditempatkan di lahan-lahan yang tersisa seantero kampung. Tapi setelah bertukar pikiran dengan pendamping dari Al Azhar Peduli Ummat, skema itu dirubah. Bertanam padi dengan cara seperti itu belum teruji keberhasilannya. Juga, pasca panen, untuk menghasilkan beras siap masak masih dibutuhkan perlakuan (pengeringan dan penggilingan) yang sulit dan mahal. Kami akan mencoba bertani sayur-sayuran. Dengan media tanam yang sama, komoditas ini lebih mudah tumbuh dan tidak memerlukan perawatan terlalu intensif. Kami akan mencoba sawi cay sim yang siklus panennya pendek, ujar Bukhori dengan senyum mengembang, hasil panen bisa dimasak
Angger, Seniman Teater
Harus Profesor
MENDIDIK ANAK-ANAK tidak gampang. Sekarang ini terjadi salah kaprah dalam kualifikasi guru di sistem pendidikan kita. Guru TK dan SD, yang berkewajiban menata pondasi dasar pendidikan anak harusnya para profesor yang telah terbukti karya ilmiahnya dalam bidang pendidikan anak. Anak-anak itu jiwa-jiwa yang masih murni, bagaimana dasar pendidikan mereka itulah yang harus ditata sebaik mungkin. Setelah melalui fase ini, di fase pendidikan menengah mereka telah mempunyai dasar yang kuat, siapapun gurunya. Kalau diserahkan kepada lulusan SPG, apalagi yang statusnya wiyata bhakti, wallahualam.
[jw]
orangtua mereka atau dijual. Ini bahasa keren-nya mendukung ketahanan pangan lokal, tambah dia. Bukan keuntungan yang dikejar, tetapi bercocok tanam dan mengamati pertumbuhannya hari demi hari akan mengasah kepekaan anakanak pada sunatullah. Mereka akan menjadi saksi kebesaran Dzat Yang Memberi Kehidupan dengan mengamati pertumbuhan sawi-sawi mereka. Pekerjaan yang sungguh mulia. [jw/must]
11
Sketsa
Falsafah Alam
tetangga Dik. Sekarang KJ mendidik tiga ribu siswa lebih. KJ yang menjelma Taman Impian Pendidikan bagi anak-anak dhuafa rupanya menarik juga bagi orang berada. Orangtua yang ekonominya tergolong kelas menengah ke atas pun tak segan menyekolahkan putraputrinya di Kandank Jurank. Dik cerdik. Melihat potensi silaturahim yang meluas, ia mengadakan kelas khusus untuk para wali
eski mendung putih meneyelimuti langit pagi itu (10/1), suasana di Kandank Jurank Doank yang berada di Sawah Baru, Ciputat, Tangareng, sangat ramai seperti biasanya. Dua kegiatan sedang digelar. Di sebuah bangunan yang mirip pendopo agak luas, puluhan pasutri terlihat serius menyimak paparan seorang dokter. Dokter itu menerangkan seluk beluk penyakit Kanker Serviks. Sepelemparan batu dari pendopo, puluhan bocah dengan riang gembira bermain di atas rerumputan. Mereka sedang bermain permainan kejujuran khas Kandank Jurank dipandu dua anak muda yang cergas. Tawa dan teriak suka cita sesekali terdengar memecah udara pagi segar yang berhembus dari hamparan sawah seluas mata memandang. Areal asri itu bukan tempat rekreasi, tapi Sekolah Alam yang didirikan di dekat rumah artis dan presenter Dik Doank. Pada 1993, Dik yang sejak lama bercita-cita menjadi pendidik generasi muda, mendirikan sekolah alternatif di kawasan Angkasa Pura, Kemayoran, Jakarta Pusat. Raden Rizki Mulyawan Kartanegera Kusuma alias Dik Doank pun terjun langsung mengelola Angkasa Pura. Tapi umur Angkasa Pura tidak panjang. Peminatnya tidak terlalu besar karena lokasinya berada di daerah rawan banjir. Tak mau obsesinya buyar karena kendala tempat, pada 1996 suami Myrna Yuanita memboyong Angkasa Pura ke taman asri nan alami di kawasan Ciputat, tak jauh dari rumahnya. Alam adalah gambaran metamorfosa dalam kehidupan. Hidup harus memeiliki keseimbangan, ujar Dik berfilsafat. Terinspirasi alam dan keajaiban alamiahnya, Dik mengubah kurikulum Angkasa Pura dengan konsep Sekolah Alam. Ia menamainya Kandank Jurank Doank. Seiring nama Dik yang meroket di dunia hiburan, Kandak Jurank (KJ) kecipratan rizki. Dari semula hanya menempati sepetak tanah, sekolah yang muridnya semakin hari semakin banyak pun melebarkan assetnya. Aktivitas pendidikan yang semula hanya seminggu sekali dengan mendatangkan guru profesional, frekuensinya ditambah. Bukan semata nama Dik yang membuat KJ populer. Metode yang diterapkannya bisa diterima orangtua siswa. KJ sangat inovatif, ia mengadakan kelas-kelas khusus seperti kelas Musik, Melukis, Drama, Sulap, Melawak, MC, dan sebagainya. Gebrakan Dik membuat KJ makin mahsyur. Orangtua pun berbondong menyekolahkan anaknya di Sekola yang ora ada kelasnya, kata seorang Mpok
Alternatif Mendidik Anak Bangsa
murid. Tiap Minggu, Dik mengundang Pakar-pakar bidang tertentu untuk berbagi ilmu dengan wali murid KD. Contohnya, Pak Dokter yang semakin bersemangat menjelaskan seluk beluk Kanker Serviks. Di KJ, Dik sedang getol mengembangkan metoda baru berbasis pengembangan karakter (Characters Building). Misalnya, dalam paket ceramahnya, Dik menekankan pentingnya budaya hidup bersih untuk membangun karakter bangsa. Hidup itu harus bersih. Dalam hadits juga kan diajarkan. Kebersihan sebagaian daripada Iman. Jika kita konsisten menerapkannya, niscaya hidup ini akan menjadi indah. Negara tidak perlu repot-repot ada KPK. Tak perlu lagi ada Dinas Kebersihan, ujar Dik menekankan. [must/jw]
12
Sketsa
13
Silaturrahim
Wali Songo Bayar Zakat
Toko Buku Wali Songo, salah satu toko kitab terbesar di Indonesia menyerahkan zakat atas penjualan buku-buku mereka tahun 2008. Zakat sebesar Rp. 6.000.000 ditunaikan melalui Al Azhar Peduli Ummat di gedung TB Wali Songo di Jl. Kwitang Raya, Jakarta Pusat, 19 Desember lalu. Secara simbolis, zakat diserahkan oleh Hartono, Direktur TB Wali Songo.
Infak
Assalamualaikum wr wb. Aduh... kalian ini bikin ibu gemes. Memang anak-anak muda seperti kalian harus berani membuat terobosan. Kalau nanti bisa berubah menjadi majalah beneran, jangan sungkansungkan mencantumkan angka infak yang harus ditunaikan pembaca. Tapi bagusnya walau ada harganya, infak untuk CARE sifatnya sukarela. Jadi terserah donatur, mau ikut membantu mewujudkan perjuangan anak-anak muda ini seperti apa; mau cap banderol saja, atau berharap ridha Allah yang lebih besar? Wassalamualaikum wr. wb. Farida A. Orangtua murid SD Al Azhar Jati Bening, Bekasi. Tinggal di Komplek Perumahan AL Jati Bening
Ganti Wajah
Assalamualaikum wr wb. Saya mendukung perubahan newsletter CARE menjadi free magazine . Mudahmudahan berkembang sesuai yang direncanakan. Sesuatu yang dimulai dari langkah kecil namun terencana insyaAllah akan menghasilkan sebuah lompatan besar. Salah satu langkah kecil itu menurut saya adalah perubahan performa. Sebagai majalah (walau masih kurus ya..), isi, perwajahan, dan tata letak merupakan salah satu unsur yang menentukan performa. Soal isi, menyimak perkembangan CARE bulan demi bulan rasanya saya berani menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan redaksi. Mungkin hanya perlu diperkaya dengan tulisan para pakar ekonomi syariah dan lembaga zakat. Mengenai perwajahan dan tata letak, walau selama ini tidak mengecewakan tetapi seyogyanya CARE berbenah serius di sisi ini. CARE harus berani ganti wajah. Saya tunggu keseriusan Al Azhar Peduli Ummat. Wassalamualaikum wr. wb. Toto Suroto Jati Padang, Pasar Minggu Assalamualaikum wr wb. Pembaca dan Donatur yang dirahmati Allah. Terimakasih atas dukungan Anda untuk penerbitan majalah cuma-cuma CARE. Kami sengaja merancang perubahan tersebut secara gradual, sehingga tidak melewatkan hikmah yang bertebaran dalam prosesnya. Semua karena sejarah. Dari lembaran-lembaran selebaran yang sering dibuang oleh pembacanya (dan kemudian mengotori masjid), CARE telah menjadi sebuah newsletter yang dibaca dan disimpan pembaca. Indikasinya, marbot Masjid Agung Al Azhar kini jarang-jarang harus memunguti newsletter CARE yang ditinggalkan pembacanya. Ketika kami melakukan jajak kecil mengenai referensi utama para donatur Al Azhar Peduli Ummat dalam menunaikan zakat melalui lembaga kami, CARE menempati urutan ke dua setelah Dialog Jumat Republika. Itulah sejarah kami. Tentu saja ini potensi besar untuk menggencarkan kampanye budaya zakat dan kedermawanan sosial lainnya melalui CARE. Timbal baliknya, CARE perlahan tetapi pasti sanggup menjadi media yang mampu menjembatani silaturrahim para pengampu kepentingan, melalui pemasangan iklan. Kami tidak hendak melompat, tetapi berjalan bersama Anda, komunitas Donatur Al Azhar Peduli Ummat dan keluarga besar pembaca CARE, dan semua stakeholders, dalam mewujudkan cita-cita ini setahun ke depan. Edisi ini, kami menambah empat halaman bagi Anda. Edisi selanjutnya mudah-mudahan semakin gemuk dan sehat seperti harapan jeng Eri. Untuk itu, silaturahim Anda kami tunggu. Kepada yang kami sayangi Ibu Farida di Jati Bening, Aduuuuhhh..., Ibu bikin kami malu... Wassalamualaikum wr. wb. Redaksi
Silakan kirim Silaturrahim Anda melalui e-mail redaksi: komunikasimedia@gmail.com atau fax ke nomor 021 7265241 dan 021 7204733 Cantumkan alamat surat bagi pengirim surat melalui e-mail
Advertorial
Intermezo
umat, 2 Januari 2009, petang merembang di Bulungan. Di atas karpet lusuh di pelataran gedung Sanggar Krida Wanita (markas sekelompok seniman jalanan), kami membuat kencan: besoknya pukul 04 sore, saya, Mas Angger, dan seorang kawan jurnalis akan mengunjungi bengkel kerja Mas Angger di bilangan Tanah Abang. Di sana, pria kurus bermata tajam itu membina seratus lebih anak-anak di sanggar teaternya. Jauh malam saya baru pulang. Apes, sepeda motor saya kejeblos lubang jalan yang cukup dalam saat kecepatan tinggi. Alhamdulillah, pengendaranya selamat. Cuma, pelek depan motor saya bengkok. Yang membuat hati sedih, gara-gara moda serba bisa itu mesti masuk bengkel, saya jadi tidak bisa memenuhi janji dengan Mas Angger. Duka kecil itu berkelanjutan dan berubah menjadi mimpi yang menghantui ketika malamnya saya membaca sebuah essei Danarto yang berkisah tentang penggusuran gubuk-gubuk kumuh para pemulung di Jakarta Utara. (Republika, 16 Juli 1995). Apa hubungannya? Di kawasan kumuh dekat pasar Tanah Abang, Mas Angger sedang menyiapkan anak-anak didiknya untuk sebuah pementasan. Rencananya, pentas teater anak-anak itu akan dihadiri sejumlah pengusaha dan orang top nomor dua RI: Yusuf Kalla. Pertemuan itu bakal menjadi istimewa karena anak-anak sanggar teater Mas Angger bukan anak-anak biasa. Mereka anak-anak yang dilahirkan oleh para pelacur! Anda bisa membayangkan.., seratus lebih anakanak singkong yang hidup berserak di gubuk-gubuk kumuh dengan segala sisi sosial yang rawan, dipandang sebelah mata, dianggap sampah Jakarta... menggelar pentas di hadapan Yusuf Kalla. Bukan agenda besar itu yang
membuat saya getun. Tetapi kesempatan bersilaturahim dengan anak-anak yatim (semoga definisi ini tidak ngawur mengingat sulit benar menemukan ayah biologis mereka) itu jadi tertunda. Ya, hasrat di hati saya untuk menjenguk mereka demikian besar. Hampir tidak ada yang peduli pada komunitas itu. Padahal mereka hanyalah anak-anak, mahluk Allah yang suci. Tetapi mereka harus menyandang cacat sosial karena status orangtuanya, ucap Mas Angger sore itu di Bulungan. Sebagai muslim, antum menolak doktrin Dosa Asal bukan? tambah dia penuh kecaman. Bagaimana anak-anak itu tumbuh, Mas Angger mengisahkan sepenggal episode dari pergaulan panjangnya dengan mereka. Kami pernah membagikan kertas gambar dan pinsil, lalu mereka diminta menggambar sesuka hati. Saya menemukan banyak anak-anak yang menggambar adegan -maaf- persetubuhan, perempuan telanjang, dan berbagai ekspresi erotis yang tidak sepatutnya membayangi masa kanakkanak mereka. Pengurus kelompok yang menamakan diri Generasi Seniman Jalanan (GSJ) itu bertutur dengan nada geram. Nah, ternyata perlakuan kita yang menyepelekan eksistensi anak-anak kurang beruntung itu mirip dengan perlakuan Pemda Jakarta Utara (waktu itu) saat melancarkan aksi penggusuran gubukgubuk pemulung seperti ditulis Danarto. Kolumnis dan cerpenis religius itu kental mengkritik kebijakan pemerintah terhadap para pemulung. Baik saya kutip paragrafparagraf yang melandasi penentangan Danarto. Tulis dia: Pertama, bagaimanapun mereka bangsa sendiri yang belum bisa kita angkat ke taraf yang layak. Mereka termasuk 27 juta jiwa yang masih hidup di bawah garis kemiskinan itu. Kedua, adalah sepenuhnya menjadi tanggungjawab kita atas kesejahteraan seluruh warga negara. Ketiga, di satu pihak kita telah mampu mengangkat suatu golongan, sedang golongan mereka, para pemulung dan lain-lainnya itu, kita belum mampu mengangkatnya, dus kesalahannya terletak pada kita. Keempat, jika para pemulung itu dengan caranya sendiri bisa mengatasi hidupnya sendiri, bukankah mereka sebenarnya sudah membantu kita, sehingga beban kita berkurang? Kelima, masalahnya ... (dan seterusnya)..., mereka secara hukum layak (1) Mendapat rumah secara cuma-cuma, (2) Mendapatkan pekerjaan tetap dan gaji layak, (3) Mendapat perlindungan hukum. Keenam,
kita ingat bahwa doa orang yang didzalimi itu ampuh, selalu dikabulkan Allah. Jangan sampai para pemulung itu berdoa yang tidak-tidak. Ketujuh, melihat sepak terjang kita, mereka bisa mengajukan kita ke pengadilan dengan alasan kita telah menelantarkan mereka. Pembaca yang dirahmati Allah, dalam konteks tulisan saya, silakan Anda mengubah kata pemulung dalam essei Danarto dengan kata anak-anak pelacur Tanah Abang. Nah, saya perlu mengutip lagi paragraf berikut dari essei Danarto, bagian inilah yang membuat jiwa saya resah seperti dihantui mimpi buruk. Juga siapa tahu, kita bakal didatangi Rasulullah dalam mimpi, sambil menatap kita tidak berkedip, Beliau menyitir firman Allah, Aku sakit, dan kamu tidak mau menjenguk-Ku. Pembaca yang dirahmati Allah. Selengkapnya, hadits qudsi yang disitir Danarto itu begini bunyinya: Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat, Wahai anak Adam, Aku sakit dan kamu tidak menjengukKu. Anak adam bertanya, Bagaiman saya menjenguk Anda, sedangkan Anda adalah Tuhan Semesta Alam. Allah menjawab, HambaKu sakit, tapi kamu tidak menjenguknya, seandainya kamu menjenguknya, maka kamu akan menemukan (rahmat) Ku di sampingnya. Allah bersabda lagi kepada anak Adam, Hai anak Adam, Aku lapar akan tetapi kamu tidak memberiKu makan. Anak Adam bertanya, Bagaimana aku memberi Anda makan, sedangkan Anda Tuhan Semesta Alam? Allah menjelaskan, HambaKu lapar, akan tetapi kamu tidak memberinya makan, seandainya kamu memberinya makan, maka kamu akan menemukan (rahmat) Ku di sisinya. Allah SWT bersabda, Hai anak Adam, Aku haus, akan tetapi kamu tidak memberiKu minum. Anak Adam bertanya, Bagaimana aku memberi Anda minum sedangkan Anda adalah Tuhan Semesta Alam? Allah menjelaskan kembali kepada anak Adam, Hambaku haus, akan tetapi kamu tidak memberinya minum. Seandainya kamu memberinya minum, maka kamu akan menemukan (rahmat) Ku di sisinya. Pembaca yang dirahmati Allah, Anak-anak pelacur Tanah Abang itu sakit, haus, dan lapar sekaligus. Mari kita bersama menjenguk mereka. [A]
*)
4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16
20
Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat, Wahai anak Adam, Aku sakit dan kamu tidak menjengukKu. Anak adam bertanya, Bagaiman saya menjenguk Anda, sedangkan Anda adalah Tuhan Semesta Alam. Allah menjawab, HambaKu sakit, tapi kamu tidak menjenguknya, seandainya kamu menjenguknya, maka kamu akan menemukan (rahmat) Ku di sampingnya. (Hadits Qudsi)
108.400.284
No. 2719 2720 2721 2722 2723 2724 2725 2726 2727 2728 2729 2730 2731 2732 2733 2734 2735 2736 2737 2738 2739 2740 2741 2742 2743 2744 2745 2746 2747 2748 2749 2750 2751 2752 2753 2754 2755 2756 2757 2758 2759 2760 2761 2762 2763
Donatur Devi Arsianty Rizky Artasari Dimas Fauzi, Jakpus Widawati A. Rauzy Nur Rahadi Sunaidi Ika Mukti S Endang Sri R Endang Dewanti M. Irwan Priyo Adhi P Fakhrul Mahdi Fakhrul Mahdi Evi Soria Nas Aris I M. Syamsul Amron Toeti Toerijah Silvita Jasril Tito Sumarwoto Ilyan Yusuf Hari S. Sastrawan Ratna Wike J Arif Firdaus Isti Dyah M Widyastuti Irma Dana Dolly S. Suparman Syailendra Budi R Tangguh Jati Rian Rachmanto Eldiant Muhammad Indira S Indira Ismail Ratu Shanty Asrining Pratiwi Yen Yen Nuryeni Angelique Masayu Kahartomi Mirza Tri Nugroho Bambang Hantoro Ajeng R. Andini Dina Andini Putri Talitha Gatot Samsubagyo Linda Ampriany
Donasi (Rp) 111.000 11.000 11.000 61.000 11.000 61.000 61.000 11.000 11.000 11.000 1.000 700.000 44.000 11.000 11.000 11.000 1.000 33.000 11.000 2.000 11.000 11.000 11.000 11.000 33.000 50.000 1.000 11.000 22.000 11.000 11.000 1.000 1.000 11.000 2.000 11.000 11.000 11.000 11.000 11.000 11.000 11.000 11.000 11.000 211.000
No. 2764 2765 2766 2767 2768 2769 2770 2771 2772 2773 2774 2775 2776 2777 2778 2779 2780 2781 2782 2783 2784 2785 2786 2787 2788 2789 2790 2791 2792 2793 2794 2795 2796 2797 2798 2799 2800 2801 2802 2803 2804 2805 2806 2807 2808
Donatur Donasi (Rp) Insyhira 22.000 Turipah 11.000 Sahnita 322.000 Cindy Harsya 11.000 Hartaniah Sadikin 33.000 Nindya Chinantya 11.000 F. Kamarudin 11.000 Haris Gondokoesoemo 22.000 Viera Agustya 33.000 Adi 22.000 Ridwan A 11.000 N.R.M Nasrun 11.000 Nilawati 111.000 Soetariningsih 1.000.000 Efi Rismawati 40.000 Hamba Allah 50.000 Fitri 50.000 Murniati 200.000 Andi Lesmana 1.450.000 Abdurrahman 250.000 Rudi Wahyudi 25.000 M. Husseyn Umar 22.000 Mohammad Noor Arif 51.000 Anik Sudarwati 61.000 Karyawan Kinokuniya 451.000 Syamsiar 11.000 R. Hayun Tirta T 322.000 Retno Peniwati 11.000 Hj. Badriah 22.000 Didiek Widiarto 11.000 Adi Firman Huda 11.000 Sekar Ayu Tungga Dewi 11.000 Rana Maharani 11.000 Azalia R. Nandita 11.000 Refly bin Jurin 11.000 Chaeruddin 22.000 Andi Sukma 11.000 Tri Ana Rahmawati 11.000 Rahmat Aulia 11.000 Hj. RR. Sri Irawati 11.000 Aleksander Hartawan 22.000 Ruhiyat 1.000 Ruslan Rustam 2.000 Kel. Budi Sulistyo 55.000 Meldawati 11.000
No. 2809 2810 2811 2812 2813 2814 2815 2816 2817 2818 2819 2820 2821 2822 2823 2824 2825 2826 2827 2828 2829 2830 2831 2832 2833 2834
Donatur Donasi (Rp) Salam Kartadiredja 11.000 Kel. Sri Sulastri 144.000 Winalisa T 11.000 Zuki Hidayat 11.000 Moh. Benny Baryanto 44.000 Ari Krisna Wibisono 11.000 Nani S Sundayani 11.000 Agung Ganefiati 22.000 Sri Hajati P 22.000 M. Andri Hakim A 11.000 Hj. Siti Wachidah A.M 11.000 Dewi Kindariwati 11.000 Saipullah Setiawan 11.000 Aditya Sidik W 11.000 Kel. Ivan Januadi 33.000 Ade Akbar, 11.000 Bayu Irawan 100.000 Andriani Pratiwi 11.000 Kel. Ariyanto Santoso 55.000 Kel. Ayu Dewita 33.000 Bambang S 22.000 M. Izza Lathiif 11.000 Dede Gusman, 211.000 Izumi Diana Nur 22.000 Rini Harjanti 11.000 Tirza S. R & Choirida P 22.000
No. 2835 2836 2837 2838 2839 2840 2841 2842 2843 2844 2845 2846 2847 2848 2849 2850 2851 2852 2853 2854 2855 2856 2857 2858 2859
Donatur Dhimas Awliya R Ridwan P & Reny H Fail Hair Wisnanda Haris Irsan Hanif Evi Pikar Jaya Sumarja Hamba Allah Cut Magdalena Arief Rizaldi Fahrul Anwar Hamba Allah Toko Buku Walisongo Usep Rusnandar BPN Elsy B. Yanty Hamba Allah Sri Judianti Hamba Allah Andy Wijaksono Aidil Muchammad Amilia Dewi Andy Wijaksono Bayu Adji Bawono Junita binti Sinjar Jumlah:
Donasi (Rp) 211.000 22.000 22.000 11.000 144.000 111.000 22.000 11.000 11.000 11.000 11.000 1.300.000 6.000.000 50.000 500.000 100.000 10.000.000 1.000.000 8.853.160 30.000 1.700.000 50.000 30.000 11.000 61.000 127.145.427
Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat-amanat kepada yang layak (berhak) menerimanya. (QS. 4:58)
foto: jw