Anda di halaman 1dari 34

MODUL PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA


Percobaan : KOEFESIEN DISTRIBUSI

Kelompok : VIII A

Nama :
1. Clarissa Amalia NRP. 2313 030 015
2. Daniatus Syarh Hajj NRP. 2313 030 023
3. Aprise Mujiartono NRP. 2313 030 051
4. Fano Alfian Ardyansyah NRP. 2313 030 079
5. Khairul Anam NRP. 2313 030 097


Tanggal Percobaan : 16 Desember 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.T., M.T.


PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013

i

ABSTRAK
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat
(sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan
suatu harga tetap pada suhu tertentu. Tujuan dari praktikum ini adalah Menentukan harga
koefisien distribusi dan jumlah W
n
yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan
Kloroform dalam HCl setelah 1 kali dan 2 kali ekstraksi.
Metode percobaan koefisien distribusi ini dimulaidaripengambilan 30 ml larutan 1,2 N
NaOH dan memasukannya ke dalam corong pemisah. Kemudian menambahkan 30 ml
larutan 0,5 N klorofom dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 1 x 20 menit.
Dan mendiamkannya selama 1 menit. Kemudian mengulangi penambahan NaOH dan
kloroform seperti sebelumnya. Kemudian mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah
lalu memasukan masing masing lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer.Setelah itu menghitung
total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah dan menghitung densitas
larutan pada lapisan atas dan lapisan bawah. Kemudian mentitrasinya dengan larutan 0,5 N
HCl dengan menggunakan indikator MO. Lalu lakukan percobaan kembali dengan
mengambil 20 ml larutan 1,2 N NaOH dan memasukannya ke dalam corong pemisah.
Kemudian menambahkan 20 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan
selama 2 x 20 menit. Mendiamkannya selama 1 menit. Kemudian mengulangi penambahan
NaOH dan kloroform seperti sebelumnya. Kemudian mengambil 10 ml lapisan atas dan
lapisan bawah memasukan masing masing lapisan tersebut ke dalam Erlenmeyer.
Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah. Menghitung
densitas larutan. Mentitrasinya dengan larutan 0,5 N HCl dengan menggunakan indicator
MO.
Dari percobaan koefisien disrtibusi ini dapat disimpulkan bahwa Pada ekstrasi 1 x
diperoleh harga Koefisien distribusi sebesar 12,4. Sedangkan pada ekstraksi 2 x diperoleh
harga Kd sebesar 11,5. Pada ekstrasi 1x diperoleh harga Wn sebesar 61,19 gram.
Sedangkan pada ekstrasi 2x diperoleh harga Wn sebesar 81,5 gram. Pada ekstrasi 1x
diperoleh volume lapisan atas sebesar 25ml, sedangkan pada ekstrasi 2x diperoleh volume
lapisan atas sebesar 59,5 ml. Pada volume lapisan bawah diperoleh pada 1x ekstraksi
sebanyak 29ml, sedangkan volume lapisan bawah pada 2x ekstraksi sebanyak24ml. Pada 1x
sekstraksi untuk densitas lapisan atas diperoleh densitas seebesar 0,96 gram/ml, sedangkan
untuk 2x ekstraksi diperoleh densitas untuk lapisan atas sebesar 1 gram/ml. Untuk densitas
lapisan bawah pada ekstraksi 1x sebesar 1,48 gram/ml, sedangkan untuk lapisanbawah 2x
ekstraksi diperoleh densitas sebesar 1,1 gram/ml. Pada 1x ektraksi diperoleh kosentrasi
lapisan atas sebesar 1,44 M, sedangkan untuk ekstraksi 2x diperoleh kosentrasi sebesar
0,8M. Sedangkan untuk kosentrasi lapisan bawah pada ekstraksi 1x diperoleh kosentrasi
sebesar 14,8 M, dan untuk kosentrasi lapisan bawah pada 2x ekstraksi diperoleh kosentrasi
sebesar 6,18M.Sehinggadapatdisimpulkanbahwa ekstraksi berbanding lurus dengan harga
Kd, semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar harga Kd yang
diperoleh.Namun, nilai Wn akansemakin kecil.

Kata Kunci : Koefisien Distribusi, Ekstrasi

iii

DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........ ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.......... I-1
I.2 Rumusan Masalah..................... I-1
I.3 Tujuan Percobaan.............. I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1Dasar Teori...................... II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan............... III-1
III.2 Bahan yang Digunakan................. III-1
III.3 Alat yang Digunakan............ III-1
III.4 Prosedur Percobaan.............. III-2
III.5 Diagram Alir Percobaan........... III-3
III.6 Gambar Alat percobaan........................ III-5
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan............................................................................................. IV-1
IV.2 Hasil Perhitungan.......................................................................................... IV-2
IV.3 Pembahasan................................................................................................... IV-3
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................... V-I
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ v
DAFTAR NOTASI............................................................................................................ vi
APPENDIKS..................................................................................................................... vii
LAMPIRAN
- Laporan Sementara
- Fotokopi Literatur
- Lembar Revisi




iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Sel Daniel ....................................................................................................... II-9
Gambar III.1 Alat Percobaan .............................................................................................. III-5


iv

DAFTAR TABEL
Tabel IV 1.1 Hasil Ekstrasi NaOH dengan Kloroform ....................................................... IV-1
Tabel IV.1.2 Hasil Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCL ........................ IV-1
Tabel IV.1.3 Densitas Larutan Atas dan Larutan Bawah ................................................... IV-1
Tabel IV.1.4 Hasil Perhitungan K pada Tiap Lapisan ( N X Ekstrasi ) ............................. IV-1
Tabel IV.1.5 Hasil Perhtungan Nilai Wn (n x Ekstraksi) ................................................... IV-2






v
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.1.1 Ekstrasi Kloroform dengan NaOH 1,25N .................................................. IV-2
Grafik IV.1.2 Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah Dengan HCL .............................. IV-3
Grafik IV.1.3 Hubungan n x Ekstraksi dengan Densitas Lapisan Atas
dan Lapisan Bawah ..................................................................................... IV-3
Grafik IV.1.4 Hubungan antara konsentrasi larutan dengan Kd ....................................... IV-4
Grafik IV.1.5 Wn dalam n x Ekstraksi .............................................................................. IV-5










I-1


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat
(sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan
suatu harga tetap pada suhu tertentu. Praktikum koefisien distribusi bertujuan untuk
menentukan harga koefisien distribusi dan mencari jumlah W
n
yang tertinggal dalam
campuran larutan NaOH dan kloroform dalam HCl setelah beberapa kali ekstraksi serta
kami akan memisahkan dua larutan yang tidak bisa tercampur sempurna (ekstraksi)
kemudian larutan tersebut di keluarkan dari corong pemisah dan membedakannya
menjadi larutan atas dan larutan bawah. Tujuan ekstraksi adalah memisahkan suatu
komponen campurannya dengan menggunakan pelarut. Perbandingan konsentrasi solute
(larutan) di dalam kedua pelarut tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi.
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling
bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua
cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fasa sehingga masing-
masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam
jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap
terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Anita, 2011).
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas
zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui,
asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor yang
mempengaruhi tetapan distribusi adalah jenis zat pelarut, konsentrasi, jenis zat terlarut
dan suhu.

I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara mencari harga koefisien distribusi dan menghitung W
n
yang tertinggal
dalam campuran larutan NaOH dan kloroform dengan variabel 1x dan 2x ekstraksi?

I.3 Tujuan Percobaan
Untuk mencari harga koefisien distribusi dan jumlah Wn yang tertinggal dalam
campuran larutan NaOH dan kloroform dengan variabel 1x dan 2x ekstraksi.

II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sistem Kesetimbangan
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi, pada
sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas atau antara padat dan cairan.
Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah
menganggap komponen-komponen dalam reaksi pada fase yang sama.
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase antara lain
kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat
dipelajari dengan 3 cara:
a. Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan untuk
kesetimbangan kimia yang berisi gas.
b. Dengan hukum distribusi nerst, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut.
c. Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum.
(Clausius, Antoni, 2011)
Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan sebagai berikut:
1. Pengaruh Perubahan Konsentrasi
Perhatikan sistem kesetimbangan sebagai berikut:
2SO
2
+ O
2
2SO
2

Bila ke dalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan akan
bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen.
2. Pengaruh Tekanan
Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitu mengarah
pada pembentukan NO
2
. Dengan bergesernya ke kiri, maka volume akan berkurang
sehingga akan mengurangi efek kenaikan tekanan.
3. Pengaruh Perubahan Suhu
Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhu dinaikkan
maka keseimbangan akan bergeser ke kanan, ke arah reaksi yang endotermis sehingga
pengaruh suhu dikurangi.
Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu
spesies terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat bercampur. Misalkan, dua larutan
tak bercampur seperti air dan karbon tetraklorida dimasukkan ke dalam bejana. Larutan-
larutan ini terpisah menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah,



II-2

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
C
A
C
B
= K

dalam hal ini air berada pada bagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan hukum
distribusi dalam kimia yaitu dalam proses ekstraksi dan proses kromatografi.
Persamaan hukum distribusi:



Dalam kesetimbangan maka,









Dimana:
- GA dan GB : Tenaga bebas zat terlarut dalam pelarut A dan B
- GA
o
dan GB
o
: Tenaga bebas Gibbs A dan B
- K : Konstanta
- T : Suhu
-
A
dan
B
: Konsentrasi A dan B

Bila larutan encer atau zat terlarut bersifat ideal maka aktifasi () dapat diganti c,
hingga:


Dimana:
- K : Koefisien distribusi
- C
A
: Konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik
- C
B
: Konsentrasi zat terlarut pada pelarut anorganik

C
A
B

Type equation here.
GA = GA
o
+ RT In
A

GB = GB
o
+ RT In
B

GA = GB
GA
o
+ RT In
A
= GB
o
+ RT In
B
RT In

B
= GB
o
GA
o

In

B
=

= K






II-3

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
II.2 Hukum Distribusi
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan
aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivasi zat terlarut dalam pelarut lain
diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor
yang mempengaruhi koefisien distribusi diantranya:
1. Temperatur yang Digunakan
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi
kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai K.
2. Jenis Pelarut
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan
mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi harga
K.
3. Jenis Terlarut
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap/higroskopi, maka
akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi
harga K.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi suatu zat yang terlarut makin besar pula harga K.
(Farx, 2011)
Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K tergantung
jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Waiter Nerst, hukum diatas hanya berlaku bila
zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku unuk
komponen yang sama(Clausius, Antoni, 2011).
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan
tetapan kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil zat-zat
terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur
seperti eter, CHCl
3
, CCl
4
, dan benzena.Dalam industri ekstraksi dipakai untuk
menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam hasil, seperti minyak tanah, minyak
goreng, dan sebagainya (Clausius, Antoni, 2011).
Hukum distribusi Nerst ini menyatakan bahwa solute akan mendistribusikan diri
diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan
distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu
konstan akan merupakan suatu tetapan yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di



II-4

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solute
didalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti asosiasi, disosiasi,
maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total
komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding
distribusi (D), contoh dalam penggunaan koefisien distribusi dalam teknik kimia yaitu
dapat dilihat pada aplikasi sel elektrik. Dimana dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.1.1 Sel Daniel
(Clausius, Antoni, 2011)
Pada sel elektrolit mengalir dari anoda tembaga ke katoda seng. Hal ini akan
menimbulkan potensial antara kedua elektroda. Perbedaan potensial akan mencapai
maksimum ini dinamakan GGL sel atau E
sel
. Nilai E
sel
bergantung pada berbagai faktor.
Bila konsentrasi larutan seng dan tembaga adalah 1,0 M dan suhunya 298
o
K (25
o
C. E
sel

berada dalam keadaan standart dan diberi simbol E
o
sel(Clausius, Antoni, 2011).
Salah satu faktor yang mempengaruhi E
sel
adalah konsentrasi. Persamaan yang
menghubungkan konsentrasi dengan E
sel
dinamakan persamaan nerst. Bentuk persamaan
tersebut adalah sebagai berikut:


Dimana:
-
A
a
,
B
b
,
C
c
,
D
d
: Aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi
- F : Konsentrasi Faraday
- N : Jumlah elektron yang diperlukan dalam reaksi
redoks
(Clausius, Antoni, 2011)


E
sel
= E
o
sel
-
RT
nF
In

C
c

A
a

D
d

B
b




II-5

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Hal yang penting untuk diketahui adalah hukum distribusi Nerst hanya berlaku
bila zat terlarut tidak mengalami perubahan pada kedua pelarut. Jika solut tersebut
terdisosiasi menjadi ion-ion atau molekul-molekulnya yang lebih sederhana ataupun
terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks, maka hukum tersebut tidak berlaku
untuk konsentrasi total dalam dua fasa tersebut tapi hanya untuk konsentrasi spesies yang
sama yang hadir dalam kedua pelarut tersebut.
Jadi misalkan suatu zat X yang terlarut dalam dua buah pelarut, dimana pada
pelarut pertama, X tidak mengalami perubahan molekul sedangkan pada pelarut yang
kedua X mengalami perubahan total menjadi X
1
maka koefisien distribusi X bukan
merupakan konsentrasi total dalam kedua fase melainkan konsentrasi total pada pelarut
yang pertama dibandingkan dengan konsentrasi X yang tidak mengalami perubahan
molekul dalam pelarut yang kedua atau dengan kata lain koefisien distribusi suatu zat
merupakan perbandingan konsentrasi molekul zat yang mempunyai berat molekul yang
sama.
Seperti konstanta kesetimbangan yang lain, koefisien distribusi merupakan fungsi
suhu yang dinyatakan dalam persamaan :



Dimana A H
o
adalah panas yang diperlukan untuk memindahkan 1 mol zat
tersebut dari pelarut satu ke pelarut yang lain.Asam asetat mengalami dissosiasi dalam air
dan assosiasi dalam CHCl
3
(Sharma,K.KHal 372). Besarnya koefisien distribusi dapat
dicari sebagai berikut:
Dalam air:
CH
3
COOH CH
3
COO
-
+ H
+

Cw (1- o) Cwo Cwo



Keterangan:
o= derajatdissosiasi
Cw = konsentrasi total asam dalam air
dT
K d ln
=
AH
RT
o
2

o
o
o
o

=
1 ) 1 (
) (
2 2
0
1
Cw
Cw
Cw
K




II-6

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
M
Cw
K
) 1 ( o
=

) / ) 1 ( ( (
) / ) 1 ( (
2
0
1
K Cw Cc
K Cw
K
o
o


=


DalamKloroform:
(CH
3
COOH)
2
2CH
3
COOH
Cc-m m




Dimana : Cc : konsentrasi total mol/l dalam molekul tunggal
m : konsentrasi dalam CHCl
3

Distribusi :
CH
3
COOH (dalam CHCl
3
) CH
3
COOH (dalam H
2
O)
m Cw(1-o)






K
1
, K
D
dan o tidak diketahui, namun demikian untuk setiap Cw dapat dicari dari
K
1
0
= (Cwo)
2
1-o
K
1
0
= 6.6x10
-5

Harga K
1
tetap, dengan mengambil dua harga untuk Cc, Cw dan o, maka K dapat
ditentukan. Selanjutnya dapat dicari harga m.
Hukum distribusi telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang baik secara
teoritis maupun praktek, misalnya dalam proses-proses ekstraksi, analisis, dan penentuan
tetapan kesetimbangan. Ekstraksi mempunyai peranan penting dalam air dengan
menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur seperti eter, kloroform,
karbon tetraklorida, dan benzena. Ekstraksi merupakan suatu proses pentransferan
komponen suatu zat baik berupa solid maupun liquid ke dalam pelarut lain.


m Cc
m
K

=
2
1




II-7

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
( )
( ) ( )
(

=
2 1 1
2 1 1
/
/ /
V BM W W
V BM W
K
i
Proses ekstraksi telah banyak dilakukan baik dalam skala industri maupun
skala laboratorium. Dalam skala laboratorium ekstraksi digunakan untuk mengambil zat
terlarut yang tidak diinginkan dalam pelarut, misal untuk mengambil air dari pelarut eter,
kloroform, karbon tetraklorida ataupun benzena. Dalam industri, ekstraksi dipakai untuk
menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam hasil seperti minyak tanah, minyak
goreng, dan yang lain.
Bila zat mendistribusikan dirinya dalam dua pelarut dimana tidak terjadi
disosiasi, asosiasi ataupun reaksi dengan pelarut., maka dapat dihitung berat zat yang
dapat diambil dalam proses ekstraksi. Misal kita memiliki larutan yang berisi W gram
dalam V
1
cc larutan, dan larutan ini dikocok secara berulang-ulang dengan V
2
cc pelarut
lain yang tidak saling larut dengan pelarut yang pertama sampai distribusi mencapai
kesetimbangan maka kita dapat menghitung solut yang tidak terekstraksi pada n kali
ekstraksi.
Setelah satu kali ekstraksi, konsentrasi pada pada pelarut pertama adalah W
1
/V
1

dan pada pelarut kedua (W W
1
)/V
2
. Sehingga koefisien distribusinya dapat dituliskan
sebagai berikut :





2 1 1 1 1
V W V KW KWV =



( ) ( )
1 2 1 1
KV W V KV W = +

|
|
.
|

\
|
+
=
2 1
1
1
V KV
KV
W W

Setelah ekstraksi kedua, terdapat W
2
gram zat terlarut dalam pelarut pertama. Volume pelarut
pertama tetap V
1
dan volume pelarut kedua tetap V
2
. Sehingga koefisien distribusi setelah
ekstraksi kedua dapat dituliskan sebagai berikut :


( )
1 1
2 1
V W W
V W
K

=



II-8

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
( )
( ) ( )
|
|
.
|

\
|

=
2 1 2 1
1 1 2
/
/ /
V BM W W
V BM W
K

( )
1 2 1
2 2
V W W
V W
K

=

( )
2 2 1 2 1
V W V W W K =







Dengan mensubstitusikan persamaan (9) ke persamaan (10) maka diperoleh
persamaan sebagai berikut :
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
+
=
2 1
1
2 1
1
2
V KV
KV
V KV
KV
W W

2
2 1
1
2
|
|
.
|

\
|
+
=
V KV
KV
W W

Dengan menggeneralisasikan hasil penurunan untuk ekstraksi kedua tersebut
maka diperoleh rumusan untuk ekstraksi yang ke-n sebagai berikut:

n
n
V KV
KV
W W
(

+
=
2 1
1


Jadi berat solute yang terekstraksi adalah :

n
n
V KV
KV
W W W W
(

+
=
2 1
1


n
V KV
KV
W
(

+
=
2 1
1
1

( ) ( )
1 1 2 1 2
2 2 1 2 1 1
KV W V KV W
V W V KW V KW
= +
=

( )
2 1
1 1
2
V KV
KV W
W
+
=



II-9

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dimana K = C
1
/ C
2
Bila harga K diketahui maka persamaan (12) dapat dipakai untuk menghitung
jumlah ekstraksi yang diperlukan untuk mengurangi jumlah solut dari W menjadi W
n
.
Hal lain yang penting adalah bila dalam suatu ekstraksi tersedia sejumlah volume
pelarut untuk ekstraksi, maka efisiensi ekstraksi akan lebih besar bila volume pelarut yang
tersedia ini digunakan dalam beberapa kali ekstraksi daripada jika digunakan langsung
dalam satu kali ekstraksi.
Dengan kata lain, efisiensi dari ekstraksi yang besar diperoleh dengan membuat
V
2
kecil dan n besar, sehingga lebih baik untuk mengekstraksi dengan pelarut yang
volumenya sedikit, tetapi dengan berulang kali, daripada mengekstraksi satu kali dalam
volume yang besar.

II.3 Metode Titrasi
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat,
akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam
larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai:

(Wiryawan, Adam, 2011)
Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah
volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui
konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya.Untuk mengetahui bahwareaksi berlangsung
sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang
dititrasi(Wiryawan, Adam, 2011).
Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui
dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui dapat
dihitung dengan persamaan berikut :



II-10

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS

Dimana: :
NB = konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya
VB = volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA = konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
VA = volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
(Wiryawan, Adam, 2011)
Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan, seperti ;
- Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
- Reaksi harus berlangsung secara cepat.
- Reaksi harus kuantitatif
- Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam (jelas
perubahannya).
- Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.
(Wiryawan, Adam, 2011)
Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam
titrasi yaitu :
- Titrasi asam basa
- Titrasi pengendapan
- Titrasi kompleksometri
- Titrasi oksidasi reduksi
(Wiryawan, Adam, 2011)
Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan
larutan standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
- mempunyai kemurnian yang tinggi
- mempunyai rumus molekul yang pasti
- tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang
- larutannya harus bersifat stabil



II-11

Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
- mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi
(Wiryawan, Adam, 2011)

II.4 Larutan Standar dan Indikator
Suatu larutan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas disebut larutan standard
primer. Sedang larutan standard sekunder adalah larutan standard yang bila akan
digunakan untuk standardisasi harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan standard
primer(Wiryawan, Adam, 2011).
Pembagian Indikator dalam titrasi :
1. Indikator AsamBasa (Acid Base Indicators).Titrasi yang menggunakan indikator ini
adalah titrasi Asidimetri dan alkalimetri.
2. Indikator Pengendapan dan Adsorpsi. Titrasi yang menggunakan indicator ini adalah
titrasi presipitimetri seperti pada Argentometri.
3. Autoindikator. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Iodometri,
Permanganometri, Iodimetri dan Bromatometri.
4. Indikator Redoks.Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Bromatometri,
Serimetri, dan titrasi K2Cr2O7, Iodimetri dan Iodometri.
5. Indikator dalam (Internal Indicator). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah
titrasi Nitrimetri.
6. Indikator luar (Eksternal Indicator). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah
titrasi Nitrimetri.
7. Indikator Metal (Metalochromatic Indicators). Titrasi yang menggunakan indikator ini
adalah titrasi Kompleksometri dan Kelatometri.
(Musyaffa, Ripani, 2011)
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1.Variabel Percobaan
1 x Ekstraksi : 20 menit
2 x Ekstraksi :40 menit

III.2.Bahan Yang Digunakan
1. Larutan NaOH 1,2 N
2. Kloroform
3. Larutan HCl 0,5 N
4. Aquadest
5. Indikator MO

III.3. Alat Yang Digunakan
1. Corong pemisah
2. Erlenmeyer
3. Statif, klem, dan buret
4. Gelas ukur
5. Labu ukur
6. Beaker gelas
7. Corong
8. Piknometer
9. Kaca arloji
10. Pipet tetes
11. Pipet volume
12. Spatula
13. Timbangan elektrik





III-2
Bab III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.4.Prosedur Percobaan
III.4.1. 1 x Ekstraksi
1. Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya kedalam corong
pemisah.
2. Menambahkan 30 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan
selama 1 x 20 menit.
3. Mendiamkannya selama 1 menit.
4. Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing
lapisan tersebut ke dalam erlenmeyer.
5. Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah.
6. Menghitung densitas larutan.
7. Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.
III.4.2. 2 x Ekstraksi
1. Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya kedalam corong
pemisah.
2. Menambahkan 20 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan
selama 2 x 20 menit.
3. Mendiamkannya selama 1 menit.
4. Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2.
5. Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing
lapisan tersebut ke dalam erlenmeyer.
6. Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah.
7. Menghitung densitas larutan.
8. Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.









III-3
Bab III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5. Diagram Alir Percobaan
III.5.1. 1 x Ekstraksi

























Mulai
Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya kedalam corong
pemisah.

Menambahkan30 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan
selama 1 x 20 menit.

Mendiamkannya selama 1 menit.

Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing
lapisan tesebut ke dalam erlenmeyer.

Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah.

Menghitung densitas larutan.


Selesai
Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.


III-4
Bab III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5.2. 2 x Ekstraksi

























Mulai
Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya kedalam corong
pemisah.

Menambahkan 20 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi
kesetimbangan selama 1 x 20 menit.

Mendiamkannya selama 1 menit.

Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2.

Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing
lapisan tesebut ke dalam erlenmeyer.

Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah.

Menghitung densitas larutan.


Selesai
Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5N dengan menggunakan indikator MO.


III-5
Bab III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6. Gambar Alat Percobaan






Buret, statif, klem






Labu ukur



Kaca Arloji


Corong




Spatula







Corong pemisah
III-6
Bab III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS




Erlenmeyer






Gelas Ukur





Pipet Tetes


Piknometer


Beaker Gelas







Timbangan Elektrik

IV-1


BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Percobaan
Tabel IV.1.1 Hasil Ekstraksi NaOH dengan Kloroform
Ekstraksi
Waktu
(Menit)
Volume(ml)
Konsentrasi
NaOH (N)
Volume (ml)
NaOH Kloroform
Lapisan
Atas
Lapisan
Bawah
I 1 x 20 30 30 1,2 25 ml 29 ml
II 2 x 20 40 60 1,2 59,5 ml 24 ml

Tabel IV.1.2 Hasil Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N
Ekstraksi
Waktu
(menit)
Titrasi
LapisanAtas (ml) LapisanBawah (ml)
V
1
(ml
)
V
2
(ml
)
V rata-rata
V
1
(
ml)
V
2
(ml
)
V rata-rata
I 1 x 20 17,3 17,9 17,6 34,4 35 34,75
II 2 x 20 35 37 36 16,7 15,3 16

Tabel IV.1.3 Densitas Lapisan Atas dan Lapisan Bawah
Ekstraksi
Densitas (gr/ml)
LapisanAtas LapisanBawah
I 0,96 1,48
II 1 1,1







IV-2

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS



IV.2.Hasil Perhitungan
Tabel IV.2.1 Hasil Perhitungan K pada Tiap Lapisan ( n xEkstraksi )
n x
ekstraksi
Waktu
(menit)
Konsentrasi (M)
Kd
LapisanAtas LapisanBawah
1 x 20 20 menit 1,44 14,88 12,4
2 x 20 40 menit 0,8 6,18 11,5

Tabel IV.2.2 Hasil Perhitungan Nilai W
n
(n x Ekstraksi)
n x ekstraksi V
lap. atas
V
lap. bawah
K W (gr)
W
n
(gr)
1 x 20 25 ml 29 ml 12,4 66,92

61,19
2 x 20 59,5 ml 24 ml 11,5 95,9

81,5













IV-3

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS


IV.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan harga koefisien distribusi dan jumlah
Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan kloroform dalam HCl setelah 1
kali dan 2 kali ekstraksi. Variabel waktu yang diperlukan pada 1 x ekstraksi yaitu
selama 20 menit dan waktu yang diperlukan pada 2 x ekstraksi yaitu selama 20 menit.

Gambar IV.3.1 Grafik Ekstraksi NaOH dengan Kloroform
Pada Gambar IV.3.1 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan
jumlah volume (atas dan bawah) yang didapat. Pada 1 x ekstraksi diperoleh lapisan atas
sebanyak 25 ml sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh lapisan atas sebanyak 59,5 ml.
Sedangkan untuk lapisan bawah pada 1 x ekstraksi diperoleh sebanyak 29 ml sedangkan
pada 2x ekstraksi diperoleh sebanyak 24 ml. Hal ini sesuai dengan literatur, yaitu
semakin banyak ekstraksi yang dilakukan, maka zat yang tinggal (Wn) volume yang
diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan semakin banyaknya NaOH
yang terekstrak oleh kloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah.
Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi. Semakin banyak ekstraksi
yang dilakukan maka semakin banyak volume lapisan atas yang diperoleh(Lando, Maron,
1994).

0
5
10
15
20
25
30
35
1 x ekstraksi 2 x ekstraksi
Lapisan atas (ml)
Lapisan bawah (ml)


IV-4

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS



Gambar IV.3.2Grafik Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N
PadaGambar IV.3.2 menjelaskan bahwa volume HCl yang dibutuhkan untuk
proses ekstraksi pada lapisan bawah membutuhkan lebih sedikit HCl dibandingkan
dengan lapisan atas. Pada lapisan atas ekstraksi pertama dibutuhkan volume rata-rata
penitran sebanyak 17,6 ml dalam 3x titrasi dan sebanyak 34,75 ml pada lapisan bawah
dalam 3x titrasi. Sementara untuk ekstraksi kedua dibutuhkan volume rata-rata penitran
sebanyak 36 ml untuk lapisan atas dalam 3x titrasi dan 16 ml untuk lapisan bawah
dalam 3x titrasi.Hal inidikarenakanlarutanlapisan bawah lebih cepattepat
dalamhabisbereaksidenganHCl dan disebuttitikekuivalen. Pada titikekuivalenini,
belumterjadiperubahanwarnatetapikelebihansatu tetes saja
larutanHClakanmenyebabkanterjadinyaperubahanwarnadarioranyemenjadimerah muda
yang berasaldarireaksi antara kelebihantitranasamdenganindikatorMO. Percobaan diatas
sesuai dengan literatur, karena kloroform bersifat lebih cepat mencapai titik ekuivalen.




0
5
10
15
20
25
30
35
40
Ekstraksi 1 Ekstraksi 2
Vrata-rata lapisan atas
(ml)
Vrata-rata lapisan
bawah (ml)


IV-5

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS



Gambar IV.3.3Grafik Densitas Lapisan Atas dan Lapisan Bawah
PadaGambar IV.3.3menjelaskan densitas lapisan atas lebih kecil dari lapisan
bawah. Hal ini sesuai dengan literatur karena dijelaskan dalam literatur tersebut bahwa
densitas lapisan atas atau NaOH sebesar 0,96 gr ml
-1
dan lapisan bawah atau kloroform
sebesar 1,48 gr ml
-1
. Dalam percobaan ekstraksi pertama didapat densitas lapisan atas
sebesar 0,96 gr ml
-1
dan lapisan bawah sebesar 1,4 gr ml
-1
Dalam percobaan ekstraksi
kedua didapat densitas lapisan atas sebesar 1 gr ml
-1
dan lapisan bawah sebesar 1,1 gr
ml
-1
. Densitas dalam ekstraksi pertama dan kedua memiliki persamaan, densitas
ekstraksi pertama sama besar dengan ekstraksi kedua. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka zat yang tinggal (Wn)
volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan semakin
banyaknya NaOH yang terekstrak oleh kloroform sehingga mempengaruhi lapisan
atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi. Semakin
banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar densitas lapisan atas yang
diperoleh dibandingkan densitas pada lapisan bawah(Lando, Maron, 1994).
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
Ekstraksi 1 Ekstraksi 2
Lapisan atas (gr/ml)
Lapisan bawah (gr/ml)


IV-6

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS



GambarIV.3.4Garfik Hubungan Antara Konsentrasi Larutan dengan Kd
Pada Gambar IV.3.4 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan
koefisien distribusi. Pada 1 x ekstraksi diperoleh koefisien distribusi sebesar 12,4
sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh koefisien distribusi sebesar 11,5. Hal ini tidak
sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka zat yang
tinggal (Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan
semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh kloroform sehingga mempengaruhi
lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi.
Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar harga koefisien
distribusinya(Lando, Maron, 1994).


0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ekstraksi 1 Ekstraksi 2
Lapisan atas
Lapisan bawah
Kd


IV-7

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS



Gambar IV.3.5 Grafik Wn Dalam n x Ekstraksi
Pada Gambar IV.3.5 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan Wn (zat
yang tertinggal) lapisan atas dan lapisan bawah. Pada 1 x ekstraksi diperoleh Wn
sebesar 61,1 gram. Sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh Wn sebesar 81,5 gram. Hal
ini tidak sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan, maka
zat yang tinggal (Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent,
dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh khloroform sehingga
mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus
dengan ekstraksi. Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar
koefisien distribusi, sehingga semakin kecil harga Wn(Lando, Maron, 1994).
Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena:
a. Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
b. Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan fasa air
untuk titrasi.
c. Kesalahan dalam menitrasi.
d. Pada saat pengambilan fasa NaOH dari campuran larutan kloroform menggunakan
pipet tetes dalam erlenmeyer, masih ada bagian kloroform yang ikut bersama dengan
fasa NaOH sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi.
e. Kelarutan sampel yang tidak sempurna.
0
20
40
60
80
100
120
Ekstraksi 1 Ekstraksi 2
W (gr)
Wn (gr)

V-1
BAB V
KESIMPULAN

1. Pada 1x ekstrasi diperoleh harga Kd sebesar 12,4, sedangkan pada 2x ekstraksi
diperoleh harga Kd sebesar 11,5.
2. Pada 1 x ekstrasi diperoleh harga Wn sebesar 61,19gram, sedangkan pada 2 x
ekstrasi diperoleh harga Wn sebesar 81,15 gram.
3. Pada 1 x ekstrasi diperoleh volume lapisan atas sebesar 25 ml. Sedangkan pada 2 x
ekstrasi diperoleh volume lapisan atas sebesar 59,5 ml. Pada volume lapisan bawah
diperoleh pada 1 x ekstraksi sebanyak 29 ml, sedangkan volume lapisan bawah pada
2 x ekstraksi sebanyak 24 ml.
4. Pada 1 x ekstraksi untuk densitas lapisan atas diperoleh densitas sebesar 0,96 gr ml
-1
,
sedangkan untuk 2 x ekstraksi diperoleh densitas untuk lapisan atas sebesar 1 gr ml
-1
.
Untuk densitas lapisan bawah pada 1 x ekstraksi sebesar 1,48gr ml
-1
, sedangkan
untuk 2 x ekstraksi diperoleh densitas sebesar 1,1 gr ml
-1
.
5. Pada 1 x ektraksi diperoleh kosentrasi lapisan atas sebesar 1,44 M; sedangkan untuk
2 x ekstraksi diperoleh kosentrasi sebesar 0,8 M. Sedangkan untuk kosentrasi lapisan
bawah pada ekstraksi 1 x diperoleh kosentrasi sebesar 14,88 M, dan untuk kosentrasi
lapisan bawah pada 2 x ekstraksi diperoleh kosentrasi sebesar 6,18 M.
6. Banyaknya ektraksi berbanding terbalik dengan harga Kd, semakin banyak ekstraksi
yang dilakukan maka semakin kecil harga Kd yang diperoleh.
7. Semakin banyak ekstraksi maka nilai Wn semakin besar.

vi

DAFTAR PUSTAKA
Akhmad. 2011. Koefisien Distribusi. Diakses dari
(http://anitabintiakhamad.blogspot.com/2011/12/praktikum-kimia-fisika_27.html), pada
tanggal 25 September 2012
Maron, Samuel H dan Lando, Jerome B. 1974. Fundamentals of Physical and Chemistry.
New York: Macmillan Publishing
Rahayu. 2012. koefisien distribusi. Diakses dari
(http://triyasrahayu.blogspot.com/2012/02/praktikum-kimia-analitik-koefisien.html), pada
tanggal 25 September 2012
Scribd. 2011. Koefisien Distribusi. Diakses dari
(http://www.scribd.com/doc/72983112/koefisien-distribusi), pada tanggal 25 September 2012
Scribd. 2011. Koefisien Distribusi. Diakses dari
(http://www.scribd.com/doc/56213662/17162567-Praktikum-Koefisien-Distribusi), pada
tanggal 25 September 2012
Teknik Kimia, Artikel. 2011. Koefisien Distribusi. Diakses dari
(http://artikelteknikkimia.blogspot.com/2011/12/koefisien-distribusi.html), pada tanggal 25
September 2012
Theonalle. 2010. Koefisien Distribusi. Diakses dari
(http://theonalle.blogspot.com/2010/08/laporan-praktikum-kimia-organik-i.html), pada
tanggal 25 September 2012
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta


v
DAFTAR NOTASI
Simbol Nama Satuan
V Volume ml
K
d
Koefisien distribusi -
C
a
Konsentrasi lapisan atas M
C
b
Konsentrasi lapisan bawah M

Anda mungkin juga menyukai