Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KELOMPOK LIMBAH CAIR DOMESTIK Dosen : Syamsuar Manyullei,SKM,M.Kes,M.

ScPH

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL

Oleh : Kelompok 7 Fitriani Sudirman Muhammad Rais Novita Santicasari Masita Wiyata Feinty Arsintha K11108251 K11108330 K11108516 K11108861 K11109107

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG Industri tekstil dapat dijuluki sebagai penghasil utama limbah cair, hal ini disebabkan dari proses penyempurnaan tekstil yang memang selalu menggunakan air sebagai bahan pembantu utama dalam setiap tahapan prosesnya. Limbah cair merupakan masalah utama dalam pengendalian dampak lingkungan industri tekstil karena memberikan dampak yang paling luas, disebabkan oleh karakteristik fisik maupun karakteristik kimianya yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah cair terutama dihasilkan dari proses penyempumaan tekstil. Limbah cair akan mengandung bahan-bahan yang dilepas dari serat, sisa bahan kimia yang ditambahkan pada proses penyempurnaan tersebut, serta serat yang terlepas dengan cara kimia atau mekanik selama proses produksi berlangsung. Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Pada beberapa negara maju, termasuk di Indonesia telah ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang baku mutu bahan buangan yang diizinkan untuk dibuang langsung ke dalam lingkungan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka industri tekstil boleh membuang limbah cairnya langsung ke lingkungan dengan ketentuan bahwa kandungan bahan kimia atau bahan lainnya dalam air buangannya tidak melebihi konsentrasi yang telah ditetapkan atau dengan kata lain memenuhi persyaratan.

Untuk menjamin terpeliharanya sumber daya air dari pembuangan limbah industri, pemerintah dalam hal ini Menteri Negara KLH telah menetapkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara KLH Nomor: Kep-03/KLH/ II/1991. Agar dapat memenuhi baku mutu, limbah cair harus diolah dan pengolahan limbah tersebut memerlukan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak sedikit. Maka pengolahan limbah cair harus dilakukan secara cermat dan terpadu di dalam proses produksi dan setelah proses produksi agar pengendalian berlangsung dengan efektif dan efisien. I.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut : 1. Bagaimana proses produksi / pembuatan tekstil? 2. Jelaskan limbah yang dihasilkan dalam industri tekstil? 3. Bagaimana manajemen limbah cair industri tekstil ? 4. Berikan contoh kasus tentang pengolahan limbah cair di beberapa industri tekstil ? I.3 TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini yakni sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui proses produksi / pembuatan tekstil dan limbah yang dihasilkan. 2. Untuk mengetahui limbah yang dihasilkan dari industri tekstil. 3. Untuk mengetahui manajemen limbah cair industri tekstil. 4. Untuk mengetahui contoh kasus tentang pengolahan limbah cair di beberapa industri tekstil.

BAB II PEMBAHASAN
II.1 PROSES PEMBUATAN TEKSTIL Bahan baku industri tekstil dapat menggunakan serat alam baik dari serat serat tumbuhan seperti kapas, serat hewan seperti wol, sutra, maupun dari bahan sintetik lain seperti nilon, polyester, akrilik dan lain-lain. Pembuatan produk tekstil dari bahan baku kapas melalui proses yang cukup panjang dan kompleks. Kapas pertama dibuat terlebih dahulu menjadi serat kapas kemudian baru dipintal untuk dijadikan benang. Benang ditenun sehingga diperoleh kain yang siap diolah lebih jauh lagi sehingga diperoleh produk jadi berupa tekstil. Proses pembuatan tekstil dibedakan menjadi dua, proses kering dan proses basah: 1. Proses kering: Proses kering sangat penting meliputi pemintalan yarn pada spinning mill, pelilitan benang pada kumparan (gulungan), penenunan pada weaving mill, knitting (pekerjaan rajutan). 2. Proses basah: Proses produksi tekstil dengan proses basah meliputi langkah-langkah sebagai berikut: i. Pencucian Pencucian adalah proses pengeluaran kotoran-kotoran organik dan anorganik yang dapat mengganggu proses-proses selanjutnya. Pencucian dilakukan dengan menggunakan bahan pencuci yang dilarutkan ke dalam air, misalnya surfaktan. ii. Pemrosesan (processing) Dalam industri tekstil, processing adalah pemberian bahan pelapis pada permukaan produk-produk tekstil atau pemindahan bahan-bahan dari serat (fiber) secara kimia. Proses-proses yang penting antara lain sebagai berikut:
4

a) Caustic scouring, yakni proses pemasakan untuk memindahkan kotoran. Proses ini dibantu dengan penambahan surfaktan. Pemasakan untuk memindahkan kotoran memberikan hasil yang lebih baik daripada pencucian dengan air dingin. b) Sizing, yaitu proses yang dilakukan untuk menyiapkan serat sebelum processing dan mencegah hancurnya serat. Sizing terutama dilakukan sebelum proses knitting. Weaving agent yang digunakan adalah starch, polyvinyl alcohol (PA), dan carboxymethyl cellulose (CMC). c) Bleaching yaitu pemutihan atau pemucatan kain. Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan peroxide hypochlorite atau khlorin dikombinasikan dengan sodium silikat dan soda kaustik. d) Mercerization, yakni mencelup kain ke dalam larutan soda (NaOH 20%25%) dalam tekanan. Proses ini bertujuan untuk mengembangkan serat sehingga memperbaiki penampakan, kemampuan untuk menyerap warna, dan kekuatan. e) Dyeing yaitu proses pemberian warna atau pewarnaan. Beberapa bahan kimia penting yang digunakan dalam proses ini adalah vat dyes, sulfur dyes, reactive dyes, disperse dyes, acid dyes, metal complex dyes, dan basic dyes. Beberapa jenis bahan kimia lain yang ditambahkan adalah surfaktan, asam basa, dan garam. f) Printing yaitu proses di mana catatan-catatan berwarna diletakkan pada kain menggunakan roller atau mesin pencetak dengan screen. Warnawarna dilekatkan dengan menggunakan proses penguapan atau cara

pengolahan yang lain. Dalam proses ini, air limbah dihasilkan dari pencucian mesin, kira-kira sekali sehari. iii. Rinsing Rinsing yaitu proses pencucian. Proses ini diperlukan setelah salah satu proses di atas dilaksanakan, terutama setelah caustic scouring, bleaching, mencerization, dan dyeing. Air limbah yang dihasilkan dari proses ini cukup banyak. iv. Finishing Finishing yaitu proses akhir yang meliputi seluruh proses memasukkan atau melapiskan bahan-bahan tertentu pada tekstil sehingga diperoleh kualitas tertentu. Proses ini dapat berupa proses kering maupun basah. Karakteristik kualitas meliputi sentuhan, ketahanan liputan (cross resistant), anti-air (waterproofing), penyusutan awal (preshrinking), ketahanan terhadap bakteri (bacteria resintant), ketahanan terhadap api (fireproofing), ketahanan terhadap oli atau minyak (oil resitant), dan anti ngengat.

Berikut adalah skema proses produksi tekstil menggunakan proses basah :

II.2 LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL Setiap industri dalam pengolahan produksinya tidak dapat dihindari pasti menghasilkan limbah, baik itu limbah yang dapat diolah maupun limbah yang dapat didaur ulang. Pada industri tekstil dengan bahan dasar kapas memiliki limbah yang cukup besar pengaruhnya dalam mencemari lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari limbah yang dihasilkannya. Limbah dihasilkan dari setiap proses tahapan proses produksi baik limbah padat maupun cair. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah ini dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan coneblock, batako press atau pupuk organik. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain dan sisa benang. Alternatif pemanfaatan sisa kain dan benang ini adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron. Limbah padat juga umumnya didapat saat proses pengolahan kapas menjadi serat. Limbah padat yang diperoleh dari proses pengolahan serat dari bahan baku kapas antara lain berupa batu, kerikil, debu, potongan daun, ranting, dan kulit buah. Limbah-limbah berupa batu dan kerikil dapat dibuang langsung sedangkan limbah organik yang dieroleh dapat digunakan langsung menjadi pupuk kompos. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat daripada limbah dari proses penyempurnaan bahan sintesis. Limbah yang paling banyak adalah dari proses pengolahan kain menjadi produk jadi berupa tekstil yang berupa limbah cair. Keperluan air untuk setiap kilogram bahan tekstil yang diproses sekitar 300-400 liter, sedangkan bahan pewarna, zat kimia, dan bahan pembantu
8

penyempurnaan diperlukan sekitar 5 % dari bobot tekstil yang diproses. Bahan-bahan ini sebagian kecil diserap oleh tekstil dan tetap berada dalam tekstil sampai proses selesai, sedangkan sisanya terbuang sebagai air limbah (Mahida, 1984). Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, dan asam. Penghilangan kanji biasanya memberikan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi, dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam. Sementara zat warna berbahan logam (krom) tidak banyak dipakai di Indonesia. Pada proses pencetakan, limbah yang dihasilkan lebih sedikit daripada proses pewarnaan. 1. Sumber Limbah 1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn. 2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing) 3. Pigmen, zat warna dan pelarut organic 4. Tensioactive (surfactant) 2. Karakteristik limbah Karakteristik limbah merupakan sifat-sifat limbah tersebut yang meliputi sifat fisis, kimia ,dan biologis. Sifat-sifat limbah yang berbeda disebabkan dari tempat atau daerah dan jenis limbah tersebut sehingga setiap limbah memiliki ciri khas tersendiri. Tetapi, pada intinya

karakteristik limbah itu meliputi empat hal yaitu berukuran mikro, dinamis, berdampak luas (penyebarannya), berdampak jangka panjang atau antargenerasi (Anonim, 2008)
Karakter limbah tekstil pada umumnya ; (a) Sulit didegradasi dan sulit menyatu kembali dengan lingkungan alam (b) Dapat merusak bioata yang ada dalam tanah dalam jangka waktu tertentu (c) Apabila dibakar akan mencemari udara (d) Menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit (e) Dapat menyumbat saluran air dan menimbulkan banjir (f) Memerlukan tempat luas sebagai tempat pembuangan padahal lahan semakin sempit

Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius. Zat warna tekstil merupakan suatu senyawa organik yang akan memberikan nilai COD dan BOD.

10

11

II.3 MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL Terdapat dua cara dalam upaya manajemen limbah dalam industri tekstil ini. Yang pertama adalah cara preventif yaitu dengan menerapkan sistem produksi bersih pada industri tekstil mulai dari hulu ke hilir bahkan hingga ke proses pemasarannya. Kedua, langkah reaktif, dimana setelah limbah terbentuk baru diberi perlakuan agar limbah tersebut dapat direduksi (end of pipe treatment). Langkah-langkah preventif dalam industri tekstil adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan : a. Pengukur dan pengatur laju alir. b. Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan. c. Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran. d. Pengurangan pemakaian air masing-masing proses. e. Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat. f. Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas pemasakan atau penggelantangan). g. Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu). h. Pembilasan dengan aliran berlawanan. 2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula : a. Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD. b. Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit.

12

c. Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah. 3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti. 4. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Pengolahan limbah yang dapat digunakan pada industri tekstil, yaitu pengolahan limbah secara kimia dan biologi. 1. Pengolahan Limbah Cair secara Kimia Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli ammonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, flokulan yang sesuai dan pH yang akan
13

digunakan dalam proses pengolahan air limbah, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan test yang merupakan model sederhana dari proses koagulasi. Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat pencemar industri kain terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi. Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu : tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan. a. Tahap Pembentukan Inti Endapan Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60-100 rpm selama 1-3 menit; pengaturan pH tergantug dari jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk : Alum pH 6 - 8, Fero Sulfat pH 8-11, Feri Sulfat pH 5-9, dan PAC pH 6-9,3. b. Tahap Flokulasi Pada tahap ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40-50 rpm selama 15-30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu nonionik, kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai kemampuan untuk
14

menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur (dewatering). c. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan skimmer. Image Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya. Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan kedalaman air dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m. 2. Pengolahan Limbah Secara Biologi Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi ( Suspended growth reaktor) 2. Reactor pertumbuhan lekat ( attached growth reaktor) Dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor
15

jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan. Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Selain cara pengolahan diatas ada juga sistem pegolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif. Secara umum urutan proses pengolahannya adalah sebagai berikut: 1. Proses penghilangan warna dengan system koagulasi dan sedimentasi 2. Proses penguraian bahan organic yang terkandung di dalam air limbah dengan system lumpur aktif 3. Proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi. 4. Proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan 5. Proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press. (Arie, 1999)

16

II.4 STUDI KASUS PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL Sistem pengolahan limbah dengan lumpur aktif diterapkan pada PAL PT Unitex Tajur Bogor. Sistem pengolahan air limbah yang digunakan PT Unitex ini merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi. Yang paling berperan dalam hal pengurangan bahanbahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan extended creation. Unit pengolahan limbah cair di PT Unitex mampu mengolah limbah lebih dari 200 m2 per hari. Proses pengolahan terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Proses primer, meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, equalisasi, penyaringan halus, pendinginan, 2. Proses sekunder, meliputi biologi dan sedimentasi, serta 3. Proses tersier, meliputi tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia. I. Proses Primer 1. Penyaringan Kasar Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm. 2. Penghilangan Warna Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama

17

ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua, limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan. Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dari koagulasi I diproses dengan system lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi. 3. Ekualisasi, Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3 menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling water, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aeras digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam)
18

4. Saringan halus Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa. 5. Cooling Tower Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40oC. sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan

mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30oC. II. Proses Sekunder 1. Proses Biologi Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan system lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai bebereapa kelebihan dibandingkan dengan berbentuk persegi panjang karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapat menghemat menghemat biaya listrik. Selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu. Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi panjang. Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameterparameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu berkisar 29-30oC.
19

2. Proses sedimentasi Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob. III. Proses Tersier Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat. Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan. Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal dari pengolahan air baku yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok. Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer untuk mempercepat proses persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan; juga terdapat pH control yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III. Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selnjutnya akan diolah dengan belt press filter machine (Palar, 2004)
20

Bagan pengolahan limbah PT Unitex

21

Sayangnya tidak semua pabrik tekstil yang ada diIndonesia menerapkan proses pengolahan limbah yang baik seperti yang dilakukan PT Unitex. Di PT Naga Mas di Jl Sulaksana Baru, petugas menemukan pada pembuangan air limbahnya memiliki tingkat Biological Oxygen Demand (BOD) melebihi batas maksimal. Artinya kualitas perairan dalam mendukung kehidupan lingkungan pabrik tersebut sangat rendah. Selanjutnya di Pabrik Textile Sandang Nasional di Jl Cimuncang, petugas menemukan pelanggaran lain yaitu tidak adanya aerasi yang berfungsi menurunkan temperatur dan menambah kadar oksigen dalam air. Selain itu di dalam pabrik pun terlihat genangan-genangan air berwarna biru yang berasal dari bocoran limbah yang seharusnya masuk ke pipa IPAL malah merembes dan langsung ke sungai (Anonim.2007). Sama halnya yang terjadi pada PT Iskadar Indah Printing Textile Solo. Pabrik tekstil ini pada tahun 2004 belummempunyai system pengolahan air limbah yang baik. Hal ini dapat dilihat dari data yang menyebutkan bahwa nilai pH, BOD, dan COD limbahnya masih jauh melebihi batas baku mutu air limbah.

Grafik Perbandingan BOD efluen IPAL terhadap Baku Mutu Sumber: Pengolahan Data dan Perda Prop. Jateng No. 10 tahun 2004

22

Gambar Grafik Perbandingan COD efluen IPAL terhadap Baku Mutu Sumber: Pengolahan Data dan Perda Prop. Jateng No. 10 tahun 2004

Gambar 4 Grafik Perbandingan TSS efluen IPAL terhadap Baku Mutu Sumber: Pengolahan Data dan Perda Prop. Jateng No. 10 tahun 2004 Jika dilihat dari grafik ketiga di atas menunjukkan bahwa pengolahan limbah pada PT. Iskandar Indah Printing Textille masih perlu ditingkatkan efisiensinya, sehingga kualitas efluennya dapat memenuhi standar baku mutu yang berlaku. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan kualitas efluen pada bulan Juni 2004 dengan baku mutu.

23

Tabel 2 Perbandingan Kualitas Efluen IPAL dengan Baku Mutu

Keterangan: tt= tidak terukur Sumber: Data Perusahaan, 2004 dan Perda Propinsi Jateng No.10 tahun 2004 Dari tabel 2 dapat dilihat ada beberapa parameter yang belum memenuhi standar baku mutu yang berlaku, yaitu BOD5, COD, NH3, dan TSS. Warna merupakan salah satu parameter fisik air limbah yang bisa diamati secara langsung, tetapi tidak menjadi prioritas dalam Peraturan Daerah tersebut. Dari standar baku mutu tersebut, maka parameter yang tidak memenuhi adalah BOD yaitu sebesar 29,57 mg/l, dimana baku mutu sebesar 12 mg/l. Ini menunjukkan bahwa tingginya kandungan zat organis dalam badan air. Jika suatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen yang terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut sehingga dapat menyebabkan kematian ikan-ikan. Pada akhirnya jumlah oksigen akan habis, keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk.

24

Warna efluen dari IPAL PT. Iskandar Indah Printing Textille yang belum terlalu jernih dan masih berwarna kekuningan. Ini menunjukkan pada bak filtrasi dengan menggunakan sand filter kurang efektif dan kemungkinan disebabkan media yang berupa pasir, kerikil dan ijuk telah jenuh dan memerlukan backwash setiap periode tertentu atau mungkin diganti dengan media yang baru. Limbah PT. Iskandar Indah Printing Textille yang telah diolah dibuang ke sungai terdekat, yaitu Kali Pepe yang bermuara ke sungai Bengawan Solo. Berdasarkan PP No.82/2001 maka Kali Pepe termasuk golongan IV dalam peruntukkannya yaitu untuk mengairi tanaman. Badan air ini tidak dianjurkan sebagai air baku untuk air minum, pariwisata, perikanan maupun peternakan.

25

BAB III PENUTUP


III.1 KESIMPULAN 1. Proses pembuatan tekstil dibedakan menjadi dua, proses kering dan proses basah: a. Proses kering: Proses kering sangat penting meliputi pemintalan yarn pada spinning mill, pelilitan benang pada kumparan (gulungan), penenunan pada weaving mill, knitting (pekerjaan rajutan). b. Proses basah: Proses produksi tekstil dengan proses basah meliputi langkah-langkah : Pencucian, Pemrosesan (Processing), Rinsing dan Finisihing. 2. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat daripada limbah dari proses penyempurnaan bahan sintesis. 3. Terdapat dua cara dalam upaya manajemen limbah dalam industri tekstil ini. Yang pertama adalah cara preventif yaitu dengan menerapkan sistem produksi bersih pada industri tekstil mulai dari hulu ke hilir bahkan hingga ke proses pemasarannya. Kedua, langkah reaktif, dimana setelah limbah terbentuk baru diberi perlakuan agar limbah tersebut dapat direduksi (end of pipe treatment). 4. Beberapa Industri Tekstil di Indonesia yang telah menerapkan pengolahan limbah seperti PT Unitex Tajur Bogor, PT Naga Mas, Pabrik Textile Sandang Nasional dan PT. Iskandar Indah Printing Textille. Dari keempat industri tekstil tersebut hanya industri tekstil PT Unitex Tajur Bogor yang menerapkan pengolahan limbah yang baik yakni dengan menggunakan sistem pengolahan air limbah perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi.
26

III.2 SARAN Diharapkan semua industri tekstil dapat memanajemen / mengolah limbah yang dihasilkannya sebelum di buang ke lingkungan secara tepat dengan metode yang lengkap sehingga kandungan zat yang berbahaya dapat di minimalisir agar tidak mencemari lingkungan dan memberi dampak kesehatan kepada masyarakat.

27

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Teknologi Pengendalian Limbah Cair (Spec. Tekstil). [Online]

http://smk3ae.wordpress.com. Di akses tanggal 11 Maret 2011. Cahyaputri, Bunga dkk. Pengolahan Limbah Pada Industri Tekstil.
[Online]

http://www.scribd.com/doc/38297372/PABRIK-TEKSTIL. Di akses tanggal 24 Maret 2011. Junaidi dan Bima Patria Dwi Hatmanto. Analisis Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pada Industri Tekstil (Studi Kasus Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta). [Online] http://www.eprints.undip.ac.id.pdf. Di akses tanggal 11 Maret 2011. Shanty. Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Tekstil. [Online]

http://www.shantybio.transdigit.com. Di akses tanggal 11 Maret 2011. Yunasfi. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Untuk Sektor Kehutanan. [Online]

http://www.repository.usu.ac.id.pdf. Di akses tanggal 12 Maret 2011.

28

Anda mungkin juga menyukai