Anda di halaman 1dari 46

1. BLEPHAITIS DEFINISI Blepharitis : peradangan kronik pada kelopak dan tepi mata.

Blepharitis kronik sering menyebabkan iritasi dan perasaan tidak nyaman pada bola mata. Blepharitis erat kaitannya dengan beberapa penyakit mata seperti dry eye, kalazion, konjungtivitis dan keratitis. Secara anatomis blepharitis dibedakan menjadi dua yaitu blepharitis anterior dan blepharitis posterior. Blepharitis anterior yaitu peradangan yang terutama terjadi pada kelopak mata dan terpusat di sekitar bulu mata dan folikel rambutnya. Blepharitis posterior kebanyakan terjadi melibatkan kelenjar meibom. Keluhan: Blepharitis terjadi karena penurunan fungsi perlindungan bola mata normal dan penurunan stabilitas air mata. Keluhan yang dirasakan pasien tidak dapat langsung membedakan tipe blepharitis. Keluhan yang sering diutarakan adalah: a. Sensasi seperti terbakar, berpasir dan fotophobia yang sering berulang b. Gejala yang dirasakan memburuk di pagi hari. ada pasien yang mengalami dry eye keluhan dapat dirasakan sepanjang hari. Gejala Uta a: a. Blepharitis anterior - Blepharitis Sthaphylococcus !danya skuama dan krusta yang keras yang terutama berlokasi di sekitar dasar bulu mata. Konjungtivitis papiler ringan dan hiperemis konjungtiva yang kronis. "erbentuknya jaringan parut dan tylosis tepi kelopak mata, madarosis dan trichiasis sering menjadi komplikasi dari kasus#kasus yang kronis. erubahan sekunder meliputi hordeolum, keratitis marginal dan terkadang phlyctenulosis. Gangguan penyerta seperti instabilitas film air mata dan dry eye. - Blepharitis Seborroik "epi kelopak mata yang hiperemis dan berminyak disertai kerontokan bulu mata Skuama halus yang dapat ditemukan dimana saja pada kelopak mata, maupun menempel di bulu mata. b. Blepharitis posterior - "anda tanda yang terjadi berupa disfungsi kelenjar meibom: Sekresi kelenjar meibom yang berlebihan dan abnormal yang ditandai oleh tertutupnya orifisium kelenjar meibom oleh minyak. Sumbatan orifisium kelenjar meibom disertai hiperemis dan talangiektasi margo posterior palpebra. enekanan pada margo palpebral mengakibatkan keluarnya sekret kelenjar meibom yang tampak seperti pasta gigi. ada transiluminasi pada palpebra yang meradang , tampak hilangnya kelenjar dan dilatasi kistik dari duktus meibom

$ilm air mata menjadi berminyak dan berbusa, dengan akumulasi pada margo palpebra maupun kantus medial. !danya perubahan sekunder berupa konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea bagian sentral. Dia!n"sis #an$in!: a. Dry eye %emberikan gejala yang sama, namun berkebalikan dengan blepharitis, iritasi yang terjadi pada dry eye jarang bersifat bahaya dan terbentuk setelah beberapa hari b. "umor alpebra &nfiltratif 'iagnosis ini dipertimbangkan pada pasien yang mengalami blepharitis kronis yang asimetris maupun unilateral, khususnya bila di temukan madarosis. Terapi: a. %enjaga kebersihan (higienitas) palpebra Kompres hangat dan menjaga kebersihan dari palpebra dilakukan untuk blepharitis anterior. "indakan pemijatan kelenjar meibom untuk mengeluarkan sekret dianggap kurang bermanfaat. Kompres hangat dilakukan untuk mencarikan sekret yang mengeras agar dapat didrainase. b. "etrasiklin sistemik %erupakan terapi utama untuk blepharitis posterior. enggunaan antibiotik ini berdasarkan kemampuan agen obat dalam menghambat pembentukan produk lipase staphylococcus. - "etrasiklin * + ,-o mg selama . minggu pertama, selanjutnya ,+ ,-/ mg selama 0#., minggu berikutnya. - 'oksisiklin ,+ .// mg selama . minggu pertama, dilanjutkan dengan .+ .// selama 0#., minggu berikutnya - %inosiklin . + .// mg selama 0#., minggu. F"ll"% up: .. ada blepharitis posterior dapat timbul pembentukan kalazion yang bersifat rekuren ,. &nstabilitas film air mata pada 1/2 pasien, yaitu terjadi ketidak seimbangan antara komponen air dan lemak sehingga dapat meningkatkan penguapan air mata. 1. Blepharitis posterior dapat menimbulkan konjungtivitis papiler dan erosi kornea inferior.

&. GLAUK'(A AKUT De)inisi : Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular. ada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya (glaukoma primer) Klasi)i*asi Glau*" a Ber$asar*an Eti"l"!i !. Glaukoma rimer .. Glaukoma sudut terbuka a. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma simpleks kronik) b. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah) ,. Glaukoma sudut tertutup a. !kut b. Subakut c. Kronik d. &ris lateau B. Glaukoma Kongenital .. Glaukoma kongenital primer (khas adanya triad kllinis epifora, photofobia dan blepharospasm). ,. Glaukoma yang dihubungkan dengan kelainan perkembangan okuler 1. Glaukoma yang berhubungan dengan kelainan perkembangan ekstraokuler a. Sturge#3eber Syndrome b. %arfan4s Syndrome c. 5eurofibromatosis d. 6o7e4s Syndrome e. 8ongenital 9ubella 8. Glaukoma Sekunder .. Glaukoma pigmentasi ,. Sindrom eksfoliasi 1. Glaukoma fakogenik (akibat kelainan lensa) *. Glaukoma akibat kelainan traktus uvealis -. &ridocorneoendothelial (&8:) Syndrome 0. "rauma ;. askaoperasi <. Glaukoma neovaskular =. eningkatan tekanan vena episkleral ./. !kibat steroid '. Glaukoma !bsolut "ahap akhir glaukoma yang tidak terkontrol, yang ditandai rasa nyeri yang hebat pada mata, hilangnya penglihatan, dan bola mata teraba keras. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuli, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut terbuka merupakan gangguan aliran keluar a>ueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan. Sedangkan glaucoma sudut tertutup adalah gangguan akses a>ueous humor ke sistem drainase (Salmon,,//=).

Glaukoma sudut terbuka terdiri dari kelainan pada membran pratrabekular (seperti glaukoma neovaskular dan sindrom &rido 8orneal :ndothelial), kelainan trabekular (seperti glaukoma sudut terbuka primer, kongenital, pigmentasi dan akibat steroid) dan kelainan pascatrabekular karena peningkatan tekanan episklera. Sedangkan glaukoma sudut tertutup terdiri dari glaukoma sudut tertutup primer, sinekia, intumesensi lensa, oklusi vena retina sentralis, hifiema, dan iris bomb? (Salmon, ,//=). Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan yang ditandai oleh perubahan pada ca7an optik dan lapang pandang. %ekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intraokular. 'iskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran ca7an optikum. ,,1,* atofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka maupun tertutup. ada pembahsan ini akan dikhusukan mengenai glaukoma mekanisme sudut tertutup akut (galukoma akut). Galukoma Sudut tertutup didefinisikan sebagai aposisi iris bagian perifer terhadap trabecular meshwork dan menyebabkan penurunan drainase aqueous humor melalui 8@!.1,*,:fek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan 7aktu dan besar peningkatan tekanan intaokular. ada glaukoma sudut tertutup, tekanan intraokular mencapai 0/#</ mmAg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optiklus. , Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Aal ini menghambat aliran a>ueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan penglihatan kabur. Serangan akut tersebut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi secara spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang. 'apat juga disebabkan oleh obat#obatan dengan efek antikolinergik atau simpatomimetik (mis, atropine, antidepresan, bronkodilator inhalasi, dekongestan hidung atau tokolitik).,,1,* %ekanisme Glaukoma Sudut "ertutup: .. %ekanisme yang menekan iris dari belakang ke depan. o Relative/ absolute pupillary block o Glaukoma malignaB aqueous misdirection o Kista, inflamasi, edem badan siliar o rosesus siliar di anterior (plateu iris) o :dem choroid, serousB hemorrhagic choroidal detachmentsB effusions o "umor segmen posteriorB space occupaying lesions o Kontraksi jaringan retrolental (retinopati premature) o 6ensa yang lepas ke anterior ,. %ekanisme yang mendorong iris ke depan kontak dengan trabecular meshwork. o Kontraksi jaringan fibrovaskulerB membran inflamatori o %igrasi endotel kornea (iridocorneal endotelial syndrome) o ertumbuhan fibrosa o :pitelial downgrowth o Iris incaseration pada luka traumatikB operasi insisi. A. Pupillar+ Bl",*

Pupillary block merupakan penyebab tersering glaukoma sudut tertutup. "erdapat gangguan aliran a>ueous humor dari kamera okuli posterior, obstruksi ini menimbulkan pressure gradient antara 8@ dengan 8@! yang menyebabkan iris bagian perifer terdorong ke depan ke trabecular meshwork. Absolute pupillary block timbul bila tidak ada pergerakan a>ueous melalui pupil sebagai akibat sinekia posterior 10/@ antara iris dengan lensa, lensa intraokuler (&@6) dan atau permukaan vitroeus. Relative Pupillary block terjadi bila ada hambatan gerakan >ueous melalui pupil. Pupillary block ini dapat hilang dengan unobstructive peripheral iridecomy. Primary pupillary block hanya muncul pada mata dengan sudut 8@! sempit, misalnya pada hipermetropi karena aksis mata lebih pendek sehingga 8@! juga lebih dangkal. Kedalaman dan volume 8@! dan sudutnya menurun seiring dengan pertamabahan usia karena ada penebalan lensa yang terus#menerus. Cika hanya terdapat satu faktor risiko jarang menyebabkan glaukoma sudut tertutup akut. 9isiko ini lebih sering terdapat pada 7anita karena 8@! biasanya lebih dangkal dari pada 8@! pada pria.1

Gambar ,.- 8@! dangkal pada lanjut usia dengan penebalan lensa (atas), orang muda dengan hipermetropi B. Glau*" a Su$ut Tertutup Tanpa Pupillar+ Bl",*!posisi irido trabekular atau sinekia dapat menyebabkan lensa terdorong, rotasi, atau tertekan. Lens.In$u,e$ &ntumescent dan unussually large lens !phacomorphic glaukoma) atau subluksasiB dislokasi lensa dapat meningkatkan resiko Pupillary block dan menyebabkan galukoma sudut tertutup. Iris.in$u,e$ "erjadi jika iris bagian perifer menybabkan aposisi iridotrabekuler, misalnya insersi iris anterior ke scleral spur" penebalan iris perifer, anterioly displaced ciliary processes. &./ Tan$a $an Gejala Glau*" a Su$ut Tertutup Seran!an A*ut ada glaukoma sudut tertutup akut tekanan bola mata naik dengan tiba#tiba. Glaukoma sudut tertutup akut terjadi karena blokade relatif trabekular mesh7ork oleh iris secara mendadak. %anifestasi gejala antara lain berupa nyeri mata, sakit kepala, pandangan kabur, halos (pelangi, cincin) ber7arna sekitar lampu, mual dan muntah. eningkatan "&@ menyebabkan edema epitel kornea. "anda dari glaukoma sudut tertutup serangan akut yaitu : .. "&@ tinggi

,. 1. *. -. 0. ;.

upil yang melebar dan sering ireguler :dema kornea Kongesti pembuluh darah episclera dan konjungtiva 8@! dangkal $lare pada a>ueus humour 5ervus optikus dapat membengkak selama serangan akut. ,,0,;

&.0 Dia!n"sis ada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba#tiba akibat penutupan pengaliran keluar a>ueous humor secara mendadak. &ni menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat (Salmon, ,//=). 'iagnosis definitif didapatkan dengan konfirmasi gonioskopi untuk melihat sudut tertutup. Gonioskopi dinamis (kompresiBindentasi) dapat membantu menentukan apakah blokade iris#trabekular mesh7ork reversibel ( appositional closure) atau irreversibel (synechial closure). Gonioskopi mata sebelah pada pasien !8 biasanya sempit dan sudutnya tertutup.,,0,; &.1 Pe eri*saan Penunjan! %enentukan seseorang menderita glaukoma maka dokter harus melakukan beberapa pemeriksaan. !lat diagnostik tambahanyang dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidak adanya glaukoma pada seseorang dan berat atau ringannya glaukoma yang diderita, serta dini atau lanjut glaukoma yang sedang diderita seseorang. %aka pemeriksaan yang dilakukan, yaitu: a. 9espons upil %etode yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan glaukoma yaitu dengan identifikasi adanya kerusakan afferent pupil (9! '). 5europati optik glaukoma yang memiliki sifat asimetris, dan ditemukan adanya 9! ' dapat menentukan suatu keparahan pada penyakit ini. emeriksaan dapat dilakukan dengan s7inging flashlight (S$%). b. emeriksaan "ekanan Bola %ata engukuran tekanan intraokuler ("&@) merupakan pemeriksaan yang penting dilakukan untuk pasien dengan glaukoma. 9ata#rata nilai "&@ pada orang normal yang didapatkan dari penelitian yang sudah dilakukan yaitu .-.- mmAg. "onometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata seseorang. "ekanan bola mata tidak sama pada setiap individu, karena dapat saja tekanan ukuran tertentu memberikan kerusakan pada papil saraf optik pada orang tertentu. ada beberapa ras juga menunjukkan "&@ yang tinggi yaitu ras !frican#8arabean dan !frican !merican. %acam#macam tonometri yaitu indentation tonometry dan noncontact tonometry. engukuran tekanan bola mata dapat dilakukan dengan beberapa cara diba7ah ini: .. alpasi, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif. ,. &dentasi tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea (Schiotz). 1. !planasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea. *. "onometri udara (air tonometri), kurang tepat karena dipergunakan di ruang terbuka.

c.

emeriksaan kelainan papil saraf optik @ftalmoskopi pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan oftalmoskop. 'engan oftalmoskop dapat diiihat saraf optik didalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. 3arna serta bentuk dari cup and disc dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan saraf optik akibat glaukoma. ada pemeriksaan oftalmoskopi dapat terlihat gangguan, yaitu kelainan papil saraf optic (Saraf optik pucat atau atrofi, Saraf optik bergaung), kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan ber7arna hijau, tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar. d. emeriksaan Sudut Bilik %ata (Gonioscopy) Gonioskopi adalah pemeriksaan untuk melihat langsung keadaan sudut bilik mata depan, 'engan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut tertutup, dan malahan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder. ada gonioskopi dipergunakan goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran yang dapat menunjukkan keadaan sudut bilik mata. 'apat dinilai besar atan terbukanya sudut: D 'erajat /, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak, kornea dengan iris, disebut sudut tertutup. D 'erajat ., bila tidak terlihat .B, bagian trabekulum sebelah belakang, dan garis Sch7albe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut sangat sempit sangat mungkin menjadi sudut tertutup D 'erajat ,, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit sedang kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup D 'erajat 1, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat termasuk skleral spur, disebut sudut terbuka. ada keadaan ini tidak akan terjadi sudut tertutup. D 'erajat *. bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka. d. emeriksaan 6apangan andang emeriksaan lapangan pandang merupakan teknik pemeriksaan primer pada pasien glaukoma dan suspek glaukoma. emeriksaan ini memiliki tiga fungsi dalam evaluasi glaukoma dan management yaitu diagnosis, menilai keparahan glaucoma dan menentukan perkembangan glaukoma. enurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya, dan hubungannya dengan kelainan#kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 1/ derajat lapangan pandang bagian tengah. Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah layar singgung, perimeter Goldmann, $riedmann field analyzer, dan perimeter otomatis. emeriksaan tambahan untuk Glaukoma sudut tertutup .. "es kamar gelap : orang sakit duduk ditempat gelap selama . jam, tidak boleh tertidur. 'itempat gelap ini terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik mata ketrabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari ./ mmAg pasti patologis, sedang kenaikan < mmAg mencurigakan.

,. "es membaca : enderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama *menit. Kenaikan tensi ./ # .- mmAg patologis. 1. "es midriasis : 'engan meneteskan midriatika seperti kokain ,2, homatropin .2 atau neosynephrine ./2. "ensi diukur setiap .B* jam selama . jam. Kenaikan mmAg mencurigakan sedangkan ; mmAg atau lebih pasti patologis. Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya glaukoma akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan. *. "es bersujud (prone position test) : enderita disuruh bersujud selama . jam. Kenaikan tensi < # ./ mm Ag menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu disusul dengan gonioskopi. 'engan bersujud, lensa letaknya lebih kedepan mendorong iris kedepan, menyebabkan sudut bilik depan menjadi sempit. ; &.2 Penatala*sanaan .. !cetazolamide &nhibitor karbonik anhidrase &nhibitor karbonat anhidrase sistemik (asetazolamide -//mg &.E dilanjutkan -//mg @) digunakan apabila terapi topikal tidak memberikan hasil memuaskan. &nhitor 8arbonic anhydrase oral menurunkan tekanan bola mata melalui enzim yang membentuk akueous humor. 8arbonic anhydrase adalah enzim katalisis hidrasi karbondioksida jadi asam karbonik yang kemudian berdisosiasi jadi ion bikarbonat dan hydrogen ,. "imolol maleat /,-2 @'S %engurangi produksi akueous humor dan melebarkan sudut a. 'ikenal sistem yang berhubungan dengan pembentukan akueous humor D reseptor beta adrenergik dan reseptor alfa D karbonik anhidrase inhibitor b. Beta adrenergik antagonis 'i dalam mata yang berperan besar pada produksi cairan mata adalah beta#. (F.) reseptor. 'engan menghambat reseptor beta maka dengan sendirinya produksi akuos humor berkurang. 'ikenal beberapa bentuk Beta blocker topikal .. 5onselektif beta blocker (timolol, levobunolol, carteolol, metipranolol) "ermasuk ke dalam kelompok ini yang mempunyai efek pada kedua reseptor beta#l (F.) dan beta#, (F,), mempunyai potensi menurunkan "&@ dengan memungkinkan mata memproduksi akuos lebih sedikit daripada normal ,. Selekfif (beta+olol) GSelektifH beta blocker adalah IcardioselectiveI. ada usia lanjut toleransi obat ini lebih baik karena efeknya kurang pada pernafasan, dengan efek menurunkan "&@ yang kurang. 1. "rabekulektomi ada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi (pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata sehingga tekanan bola mata naik. Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. ada trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas. Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk diba7ah konjungtiva.

Jntuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan - fluoruracil atau mitomisin. 'apat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun. embedahan ini memakan 7aktu tidak lebih dari 1/ menit setelah pembedahan perlu diamati pada *#0 minggu pertama. Jntuk melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan. Biasanya pengobatan akan dikurangi secara perlahan#lahan. &.13 Pr"!n"sis Glaukoma akut merupakan suatu kedaruratan oftalmologi sehingga kalau tidak segera ditangani prognosisnya buruk. era7atan dan diagnosa yang cepat dari suatu serangan adalah kunci untuk mempertahankan penglihatan. %ata yang tidak ditngani, memiliki kemungkinan */#</2 untuk mengalami serangan akut pada -#./ tahun ke depan.

-. BULL'US (45INGITIS 9apid onset of the ear pain and the development of one or more vesicles in the tympanic membrane Jnilateral !dolescents and young adults Spontaneous rupture transient clear yello7 or bloody tinged otorrhea %ajor lesion is limited to the tympanic membrane 9apid inflammatory edema 7ith bullae forming under the e+ternal epithelial layer S+ pt" ati, : "ral anal!esi, Usuall+ res"l6e rapi$l+ Pr"te,t the ear )r" %ater ,"nta,t Anti#i"ti, )"r se,"n$ar+ #a,terial in)e,ti"ns

7. 5hinitis Aler!i*a 5. 6. Pengertian rinitis alergi 7. Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet !"#6$. %enurut &'( )R*) (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma $ tahun +,,! rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh *g-. 8. 2.2. Klasifikasi rinitis alergi ". .ahulu rinitis alergi dibedakan dalam + ma/am berdasarkan sifat berlangsungnya yaitu0 !,. !. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) !!. +. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) !+. !1. 2ejala keduanya hampir sama hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (*ra3ati 4asakeyan Rusmono +,,#$. 5aat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari &'( Iniative )R*) (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma $ tahun +,,, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi 0 !6. !. *ntermiten (kadang-kadang$0 bila gejala kurang dari 6 hari7minggu atau kurang dari 6 minggu. !5. +. Persisten7menetap bila gejala lebih dari 6 hari7minggu dan atau lebih dari 6 minggu. !6. !7. 8niversitas 5umatera 8tara

!#. 5edangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi0 !". !. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktifitas harian bersantai berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. +,. +. 5edang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (9ousquet et al +,,!$. +!. 22. 2.3. Etiologi rinitis alergi +1. Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. :aktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi ()dams 9oies 'igler !""7$. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada de3asa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti urtikaria dan gangguan pen/ernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. 9eberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. )lergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun$ diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan seperti ke/oa dan binatang pengerat. :aktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara. 4elembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. 9erbagai pemi/u yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan /ua/a (9e/ker !""6$. +6. 9erdasarkan /ara masuknya allergen dibagi atas0 +5. ; )lergen *nhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya debu rumah tungau serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. +6. ; )lergen *ngestan yang masuk ke saluran /erna berupa makanan misalnya susu telur /oklat ikan dan udang. +7. +#. 8niversitas 5umatera 8tara

+". 1,. ; )lergen *njektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau sengatan lebah. 1!. ; )lergen 4ontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (4aplan +,,1$. 1+. 33. 2.4. Patofisiologi rinitis alergi 16. Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang dia3ali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari + fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase /epat (R):<$ yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai ! jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (R):=$ yang berlangsung +-6 jam dengan pun/ak 6-# jam (fase hiperreaktivitas$ setelah pemaparan dan dapat berlangsung +6-6# jam. 35. Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan 36. alergen pertama an selan!"tn#a ($en!amini, %oi&o, '"ns(ine, 2)))). 17. 8niversitas 5umatera 8tara

1#. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell7)P<$ akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. 5etelah diproses antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul '=) kelas ** membentuk komplek peptide %'< kelas ** (Major istocompati!ility Comple" $ yang kemudian dipresentasikan pada sel > helper (>h,$. 4emudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin ! (*=-!$ yang akan mengaktifkan >h, untuk berproliferasi menjadi >h! dan >h+. >h+ akan menghasilkan berbagai sitokin seperti *=-1 *=-6 *=-5 dan *=-!1. 1". *=-6 dan *=-!1 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit 9 sehingga sel limfosit 9 menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin - (*g-$. *g- di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor *g- di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator$ sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. 9ila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama maka kedua rantai *g- akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pe/ahnya dinding sel$ mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators$ terutama histamin. 5elain histamin juga dikeluarkan #e$ly %ormed Mediators antara lain prostaglandin .+ (P2.+$ =eukotrien .6 (=> .6$ =eukotrien <6 (=> <6$ bradikinin Platelet Activating %actor (P):$ berbagai sitokin (*=-1 *=-6 *=-5 *=-6 2%-<5: (&ranulocyte Macrophage Colony 'timulating %actor$ dan lain-lain. *nilah yang disebut sebagai Reaksi )lergi :ase <epat (R):<$. 6,. 'istamin akan merangsang reseptor '! pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. 'istamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. 2ejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. 5elain histamin merangsang ujung saraf ?idianus juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule ( (*<)%!$. 6!. 8niversitas 5umatera 8tara

6+. Pada R):< sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja tetapi gejala akan berlanjut dan men/apai pun/ak 6-# jam setelah pemaparan. Pada R):= ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil limfosit netrofil basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti *=1 *=-6 *=-5 dan &ranulocyte Macrophag Colony 'timulating %actor (2%-<5:$ dan *<)%! pada sekret hidung. >imbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti )osinophilic Cationic Protein (-<P$ )osiniphilic Derived Protein (-.P$ Major *asic Protein (%9P$ dan )osinophilic Pero"idase (-P($. Pada fase ini selain faktor spesifik (alergen$ iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau yang merangsang perubahan /ua/a dan kelembaban udara yang tinggi (*ra3ati 4asakayan Rusmono +,,#$. 61. 5e/ara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh ( vascular !ad$ dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. >erdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. 2ambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. .iluar keadaan serangan mukosa kembali normal. )kan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten$ sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal. .engan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang se/ara garis besar terdiri dari0 66. !. Respon primer 65. >erjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen ()g$. Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. 9ila )g tidak berhasil seluruhnya dihilangkan reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. 66. 8niversitas 5umatera 8tara

67. +. Respon sekunder 6#. Reaksi yang terjadi bersifat spesifik yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. 9ila )g berhasil dieliminasi pada tahap ini reaksi selesai. 9ila )g masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier. 6". 1. Respon tersier 5,. Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap tergantung dari daya eliminasi )g oleh tubuh. 5!. 2ell dan <oombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 6 tipe yaitu tipe ! atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity$ tipe + atau reaksi sitotoksik tipe 1 atau reaksi kompleks imun dan tipe 6 atau reaksi tuber/ulin ( delayed hypersensitivity$. %anifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang >'> adalah tipe ! yaitu rinitis alergi (*ra3ati 4asakayan Rusmono +,,#$. 52. 2.5. Ge!ala klinik rinitis alergi, #ait" * 51. 2ejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. 5ebetulnya bersin merupakan gejala yang normal terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. 'al ini merupakan mekanisme fisiologik yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process$. 9ersin dianggap patologik bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan sebagai akibat dilepaskannya histamin. .isebut juga sebagai bersin patologis (5oepardi *skandar +,,6$. 2ejala lain ialah keluar ingus (rinore$ yang en/er dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi$. >anda-tanda alergi juga terlihat di hidung mata telinga faring atau laring. >anda hidung termasuk lipatan hidung melintang @ garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute$ pu/at dan edema 56. 8niversitas 5umatera 8tara

55. mukosa hidung yang dapat mun/ul kebiruan. =ubang hidung bengkak. .isertai dengan sekret mukoid atau /air. >anda di mata termasuk edema kelopak mata kongesti konjungtiva lingkar hitam diba3ah mata (allergic shiner$. +anda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eusta/hii. >anda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. >anda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara (9ousquet <au3enberge 4haltaev )R*) &orkshop 2roup. &'( +,,!$. 2ejala lain yang tidak khas dapat berupa0 batuk sakit kepala masalah pen/iuman mengi penekanan pada sinus dan nyeri 3ajah post nasal drip. 9eberapa orang juga mengalami lemah dan lesu mudah marah kehilangan nafsu makan dan sulit tidur ('armadji !""1$. 56. 2.6. +iagnosis rinitis alergi 57. .iagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan0 58. 1. ,namnesis 5". )namnesis sangat penting karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. 'ampir 5,A diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. 2ejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. 2ejala lain ialah keluar hingus (rinore$ yang en/er dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi$. 4adang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (*ra3ati 4asakayan Rusmono +,,#$. Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul menetap$ beserta onset dan keparahannya identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi respon terhadap pengobatan kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis bila terdapat + atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan hidung dan mata gatal ingus en/er lebih dari satu jam hidung tersumbat dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono 4asakayan !"",$. 6,. 8niversitas 5umatera 8tara

61. 2. Pemeriksaan -isik 6+. Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie,Morgan dan allergic shinner yaitu bayangan gelap di daerah ba3ah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (*ra3ati +,,+$. 5elain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga ba3ah. 2aris ini timbul akibat hidung yang sering digosokgosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah ber3arna pu/at atau livid dengan konka edema dan sekret yang en/er dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. 5elain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (*ra3ati +,,+$. 63. 3. Pemeriksaan Pen"n!ang 64. a. .n /itro 65. 'itung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. .emikian pula pemeriksaan *g- total (prist,paper radio imunosor!ent test$ sering kali menunjukkan nilai normal ke/uali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu ma/am penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. =ebih bermakna adalah dengan R)5> ( Radio Immuno 'or!ent +est$ atau -=*5) ()n-yme .in/ed Immuno 'or!ent Assay +est$. Pemeriksaan sitologi hidung 3alaupun tidak dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. .itemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Bika basofil (5 sel7lap$ mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel P%C menunjukkan adanya infeksi bakteri (*ra3ati +,,+$. 66. b. .n /i/o 67. )lergen penyebab dapat di/ari dengan /ara pemeriksaan tes /ukit kulit uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri ( '/in )nd,point +itration75->$. 5-> dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. 4euntungan 6#. 8niversitas 5umatera 8tara

6". 5-> selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (5umarman +,,,$. 8ntuk alergi makanan uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. .iagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (DChallenge +estE$. )lergen ingestan se/ara tuntas lenyap dari tubuh dalam 3aktu lima hari. 4arena itu pada Challenge +est makanan yang di/urigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan 7,. meniadakan suatu jenis makanan (*ra3ati +,,+$. 01. 2.0. Penatalaksanaan rinitis alergi 7+. !. >erapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya ( avoidance$ dan eliminasi. 71. +. 5imptomatis 76. a. %edikamentosa-)ntihistamin yang dipakai adalah antagonis '-! yang bekerja se/ara inhibitor komppetitif pada reseptor '-! sel target dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan se/ara peroral. )ntihistamin dibagi dalam + golongan yaitu golongan antihistamin generasi-! (klasik$ dan generasi -+ (non sedatif$. )ntihistamin generasi-! bersifat lipofilik sehingga dapat menembus sa3ar darah otak (mempunyai efek pada 55P$ dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Camun pemakaian se/ara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Fang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa budesonid flusolid flutikason mometasonfuroat dan triamsinolon$. Preparat 75. 8niversitas 5umatera 8tara

76. antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida bermanfaat untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor (%ulyarjo +,,6$. 77. b. (peratif - >indakan konkotomi (pemotongan konka inferior$ perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dike/ilkan dengan /ara kauterisasi memakai )gC(1 +5 A atau troklor asetat (Roland %/<luggage 5/iinneider +,,!$. 7#. /. *munoterapi - Benisnya desensitasi hiposensitasi G netralisasi. .esensitasi dan hiposensitasi membentuk !loc/ing anti!ody. 4eduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (%ulyarjo +,,6$. 01. 2.8. Komplikasi rinitis alergi #,. 4omplikasi rinitis alergi yang sering ialah0 #!. a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis0 inspisited mucous glands akumulasi selsel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit > <.6H$ hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia skuamosa. b. (titis media yang sering residif terutama pada anak-anak. <,. c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. "erjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Aal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (%B ) dengan akibat sinusitis akan semakin parah ('urham, ,//0).

1-. Sinusitis Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis Klasifikasi atogenesis : .. Sinusitis akut : Sinusitis yang berlangsung beberapa hari sampai dengan lebih dari beberapa minggu. ,. Sinusitis subakut : Sinusitis yang berlangsung beberapa minggu sampai dengan 1 bulan 1. Sinusitis kronis : Sinusitis yang berlangsung lebih dari 1 bulan dan sampai menahun. 1.1 :tiologi Sinusitis Kronis Sinusitis kronis sering dikaitkan dengan A&E !&'S terutama pada bakteri Staphylococcus sp., Streptococcus pneumoniae, Aaemophillus influenza dan bakteri anaerob terutama seudomonas aeruginosa (pada ,/2 pasien A&E !&'S). Bakteri#bakteri berikut ini ditemukan pada pasien sinusitis kronis pada saat endoskopi maupun sinus puncture : o Staphylococcus aureus o 8oagulase#negative staphylococci o A influenzae o % catarrhalis o S pneumoniae o Streptococcus viridans o Streptococcus intermedius o seudomonas aeruginosa o 5ocardia species o !naerobic bacteria Camur#jamur berikut ini ditemukan pada pasien sinusitis kronis pada saat endoskopi maupun sinus puncture : o !spergillus species o 8ryptococcus neoformans o 8andida species o Sporothri+ schenckii o !lternaria species 1.* redisposisi Sinusitis Kronis o Kelainan anatomis dari osteomeatal kompleks (misalnya septum deviasi, concha bullosa, deviasi dari processus uncinatus, Aaller cells) o 9hinitis !lergi o olip 5asi o 5onallergic rhinitis (misalnya vasomotor rhinitis, rhinitis medicamentosa, cocaine abuse) o 5asotracheal intubation o 5asogastric intubation

o o o

o o o o o o o o

Aormonal (misalnya pubertas, kehamilan, kontrasepsi oral) @bstruksi tumor &mmunologic disorders (misalnya common variable immunodeficiency, immunoglobulin ! deficiency, immunoglobulin G subclass deficiency, !&'S) 8ystic fibrosis rimary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome 3egener granulomatosis &S ! berulang %erokok olusi lingkungan Gastroesophageal reflu+ disease (G:9') eriodontitisBpenyakit gigi yang signifikan

1.- atofisiologi Sinusitis : Bila terjadi edema di osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. %aka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya perubahan jaringan menjadi hipertrofi , polipoid atau pembentukan polip dan kista. 1.-.. Sinusitis !kut. Sinusitis akut terdiri dari : a) Sinusitis %aksilaris Sinusitis maksilaris akit biasanya menyusul suatu infaksi saluran nafas atas yang ringan. $aktor predisposisi lokal paling sering ditemukan yaitu alergi hidung kronik, benda asing dan deviasi septum nasi. 'eformitas rahang 7ajah, terutama palatoskisis dapat menimbulkan masalah pada anak. !nak#anak cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidensi yang lebih tinggi. Sedangkan gangguan geligi bertanggung ja7ab atas sekitar ./ 2 infeksi sinusitis maksilaris akut. Gejala : demam, malaise dan nyeri kepala yang tidak jelas, 7ajah terasa bengkak, penuh dan gigi teras nyeri pada gerakan kepala mendadak. "erdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif dan nonproduktif sering kali ada. Gambaran radiologi : sinusitis maksilaris akut mula#mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumukasi cairan yang memenuhi sinus. !khirnya terbentuk gambaran air#fluid level.

"erapi : dengan antibiotik spectrum luas seperti amoksisilin, ampisillin atau eritromisin plus sulfonamide, dengan alternative lain berupa amoksisilinBklavulanat, sefaklor, sefuroksim dan trimetoprim plus sulfonamide. 'ekongestan seperti pseudoefedrin juga bermanfaat, dan tetes hidung poten seperti fenilefrin atau oksimetazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi, namun kemudian harus dihentikan. Kompres hangat pada 7ajah dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen untuk meringankan gejala. Kegagalan penyembuhan merupakan indikasi irigasi antrum. Sinusitis maksilaris dengan asal geligi : enyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang diantara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat, infeksi lain seperti abses apical atau penyakit periodontal dapat menimbulkan kondisi serupa. rinsip terapi pemberian antibiotik, irigasi sinus dan koreksi gangguan geligi. b) Sinusitis :tmoidalis Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. ada de7asa, seringkali bersama dengan sinusitis maksilaris, serta dianggap sebagai penyerta sinusistis frontalis. Gejala : nyeri tekang diantara kedua mata dan diatas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidungnya. ada anak dinding lateral labirin etmoidalis ( lamina papirasea ) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. "erapi: pemberian antibiotik sistemik, dekongestan hidung, dan obat semprot atau tetes vasokonstriktor topical. Komplikasi atau perbaikan yang tidak memadai merupakan indikasi untuk etmoidektomi. c) Sinusitis $rontalis Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama#sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior. Gejala : nyeri berlokasi diatas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan#lahan mereda hingga menjelang malam. asien biasanya menyatakan bah7a dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbita. "anda patognomonik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi diatas daerah sinus yang terinveksi. "erapi : pemberian antibiotic, dekongestan dan tetes hidung vasokonstriktor. Kegagalan penyembuhan segera atau timbulnya komplikasi memerlukan drainase sinus fontalis dengan teknik trepanasi. d) Sinusitis Sfenoidalis Sinusitis Sfenoidalis akut terisolasi sangat jarang. Gejala : nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. 5amun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lain. "repanasi sinus sfenoidalis cukup sering dilakukan sebelum era pra antibiotic, namun prosedur ini kini hampir tidak pernah dilakukan.

1.-., Sinusitis Kronik Gambaran patologi sinusitis kronik adalah komplek dan ireversibel. %ukosa umumnya menebal, membantuk lipatan#lipatan atau pseudopolip. :pitel permukaan tampak mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia atau epitel biasa dalam jumlah yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama. embentukan mikro abses dan jaringan granulasi bersama#sama dengan pembentukan jarinan parut. Secara menyeluruh terdapat infiltrasi sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan sub mukosa. Kegagalan mengobati sinusitis akut atau berulang secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibanya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus, dan oleh karena itu menciptakan predisposisi infeksi. Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan perubahan struktur ostium sinus, oleh lesi dalam rongga hidung misalnya, hipertrofi adenoid, tumor hidung dan nasofaring, dan suatu septum deviasi. !kan tetapi faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rhinitis alergi, polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat total ostium sinus. !lergi juga dapat merupakan predisposisi infeksi karena terjadi edema mukosa dan hiper sekresi. %ukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang. olusi bahan kimia Sumbatan %ekanis Ailangnya silia alergi defisiensi imun

drainase yang tidak memadai

perubahan mukosa

&nfeksi

Sepsis residual

engobatan yang tidak %emadai

Ga #aran sinus +an! n"r al

Ga #aran sinusitis *r"nis

Gejala pada sinusitis kronis dapat dibagi , yaitu : .. Gejala subyektif : Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat terdiri dari : Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret dihidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip) Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok. Gejala klinik berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya "uba :ustachius !danya nyeri atau sakit kepala. Gejala mata oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso#lakrimalis. Gejala saluran nafas berupa batuk dan kadang#kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronchitis atau bronkiektasis atau asma bronchial sehingga terjadi penyakit sinobronkitis. Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak. Gejala beberapa atau seluruh tersebut diatas kadang#kadang ringan B samar. Aanya terdapat sekret faring atau post nasal drip. 5yeri kepala pada sinusitis

kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. ,. Gejala obyektif tidak seberat sinusitis akut tidak terdapat pembengkakan pada 7ajah pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. pada rinoskopi posterior tampak secret purulen di nasofaring atau tururn ke tenggorok. 1.0 Kriteria 'iagnosis Sinus Si!ns an$ S+ pt" s %ajor $actors $acial painBpressureK $acial congestionBfullness 5asal obstructionBblockage %inor $actors Aeadache $ever (all non#acute) Aalitosis

5asal dischargeBpurulenceBdiscolored post $atigue nasal drainage AyposmiaBamosmia urulence in e+amination %ajor $actors $ever (acute rhinosinusitis only)KK the naval cavity on 'ental pain 8ough %inor $actors :ar painBpressureBfullness

K$acial painBpressure alone does not constitute a suggestive history for rhinosinusitis in the absence of another major nasal symptom or sign. KK$ever in acute sinusitis alone does not constitute a strongly suggestive history for acute sinusitis in the absence of another major nasal symptom or sign. 8hronic disease is defined as sinusitis of greater than ., 7eeks duration that includes either t7o or more major sinus symptoms, or includes at least one major and t7o minor sinus symptoms 8linically significant recurrent sinusitis is defined as * or more episodes of acute sinusitis per year, each lasting greater than ;#./ days, and there is absence of symptoms bet7een episodes (7ithout antibiotic therapy. 'apat ditegakkan dengan lebih dari , kriteria mayor atau . kriteria mayor dan , minor.

1.; 'iferensial diagnosis sinusitis kronis dapat berupa : a. $J@ ($ever of Jnkno7n @rigin) b. G:9' (Gastroesophageal 9eflu+ 'isease) c. 9hinitis !llergika d. 9hinocerebral %ucormycosis e. Sinusitis !kut 1.< Komplikasi Sinusitis Kronis .. Kelainan pada orbita "erutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata . enyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum :dema palpebra reseptal selulitis Selulitis orbita tanpa abses Selulitis orbita dengan sub atau e+traperiostel abses Selulitis orbita dengan intraperiosteal abses "rombosis sinus cavernosus ,. Kelainan intrakranial !bses e+tradural, subdural, dan intracerebral %eningitis :ncephalitis "rombosis sinus cavernosus atau sagital 1. Kelainan pada tulang @steitis @steomyelitis *. Kelainan pada paru Bronkitis kronik Bronkhiektasis -. @titis media 0. "o+ic shock syndrome ;. %ucocele , pyococele 1.= emeriksaan enunjang "ransiluminasi "ransiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya "ransiluminasi akan menunjukkan angka / atau . apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan). 9ontgen sinus paranasalis Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa .. enebalan mukosa,

,. @pasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) 1. Gambaran air #luid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto 7aters. Bagaimanapun juga, harus diingat bah7a foto S 5 1 posisi ini memiliki kekurangan dimana kadang kadang bayangan bibir dapat dikacaukan dengan penebalan mukosa sinus. 8" Scan 8" Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. 3alaupun demikian, harus diingat bah7a 8" Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata. Sinoscopy Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus. Lang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien. emeriksaan mikrobiologi Biakan yang berasal hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. 5amun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini.

1../ "erapi Sinusitis Kronis !. %edikamentosa .. "erapi antibiotik "elah banyak antibiotik yang digunakan dalam terapi sinusitis kronis. !ntibiotik yang adekuat adalah antibiotik yang sesuai dengan hasil dari endoskopi dan pemeriksaan mikrobiologi. !ntibiotik dapat diberikan untuk pengobatan ,#* minggu. Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se Pe$iatri, D"se !mo+icillin (!mo+il, "rimo+, Biomo+) &nterferes 7ith synthesis of cell 7all mucopeptides during active multiplication, resulting in bactericidal activity against susceptible bacteria. -// mg to . g @ ><h */#*- mgBkgBd @ ><h divided

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity Intera,ti"ns Pre!nan,+ 9educes efficacy of oral contraceptivesM increased amo+icillin levels 7ith disulfiram and probenecid B # Jsually safe but benefits must out7eigh the risks. Skin rash in patients 7ith infectious mononucleosisM potential superinfections 7ith mycotic and bacterial pathogensM adjust dose in renal impairment !mo+icillin and clavulanate (!ugmentin) 'rug combination treats bacteria resistant to beta#lactam antibiotics. -// mg @ ><h or <;- mg @ >.,h N1 months: 1/ mgBkgBd @ >.,h divided M base dosing protocol on amo+icillin content O1 months: */#-/ mgBkgBd @ divided ><# .,h Because of different amo+icillinBclavulanic acid ratios in ,-/#mg tab (,-/B.,-) vs ,-/# mg che7able tab (,-/B0,.-), do not use ,-/#mg tab until child 7eighs O*/ kg of

Pre,auti"ns Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se

Pe$iatri, D"se

'ocumented hypersensitivityM history 8"ntrain$i,ati"ns amo+icillinBclavulanate#associated cholestatic jaundiceBhepatic dysfunction Intera,ti"ns Pre!nan,+

8oadministration 7ith 7arfarin or heparin increases risk of bleeding B # Jsually safe but benefits must out7eigh the risks. Skin rash in patients 7ith infectious mononucleosisM potential superinfections 7ith mycotic and bacterial pathogensM adjust dose in renal impairmentM periodically monitor renal, hepatic, and hemopoietic functions during prolonged therapy 8larithromycin (Bia+in) &nhibits bacterial gro7th, possibly by blocking dissociation of peptidyl t95! from ribosomes, causing 95!#dependent protein synthesis to arrest. -// mg @ >.,h

Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se

Pe$iatri, D"se 8"ntrain$i,ati"ns

;.- mgBkg @ >.,h 'ocumented hypersensitivityM coadministration 7ith cisapride or pimozide "o+icity increases 7ith coadministration of fluconazole and pimozideM effects decrease and adverse G& effects may increase 7ith coadministration of rifabutin or rifampinM may increase to+icity of anticoagulants, cyclosporine, tacrolimus, digo+in, omeprazole, carbamazepine, ergot alkaloids, triazolam, and A%G 8o!# reductase inhibitorsM plasma levels of certain benzodiazepines may increase, prolonging 85S depressionM arrhythmias and increase in P"c intervals occur 7ith disopyramide, cisapride, and pimozideM coadministration 7ith omeprazole may increase plasma levels of both agents 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. !djust dose in renal insufficiencyM drug interactions and teratogenicity are important considerationsM occasionally hepatoto+icM coadministration 7ith ranitidine or bismuth citrate is not recommended 7ith 8r8l N,m6BminM administer half dose or increase dosing interval if 8r8l N1/ m6BminM diarrhea may be sign of pseudomembranous colitisM superinfections may occur 7ith prolonged or repeated antibiotic therapies 8efuro+ime (8eftin) Second#generation cephalosporin that maintains gram#positive activity of first# generation cephalosporinsM adds activity against Proteus mirabilis" $ in#luen%ae" &scherichia coli" 'lebsiella pneumoniae" and ( catarrhalis. 8ondition of patient, severity of infection, and susceptibility of microorganism determine proper dose and route of administration. -// mg @ bid .,-#,-/ mg @ (tab) bidM alternatively, ,/# 1/ mgBkgBd @ (susp) divided bid

Intera,ti"ns

Pre!nan,+

Pre,auti"ns

Dru! Na e

Des,ripti"n

A$ult D"se Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity 'isulfiramlike reactions may occur 7hen alcohol is consumed 7ithin ;, h after taking cefuro+imeM may increase hypoprothrombinemic effects of anticoagulantsM may increase nephroto+icity in patients receiving potent diuretics (eg, loop diuretics)M coadministration 7ith aminoglycosides increases nephroto+ic potentialM probenecid increases level of this group of drugs B # Jsually safe but benefits must out7eigh the risks. !dminister one half dose if 8r8l is ./#1/ m6Bmin and one >uarter dose if N./ m6BminM fungal and microorganism overgro7th may occur 7ith prolonged therapyM ./2 of patients 7ho are allergic to penicillin may sho7 cross#hypersensitivity 8efi+ime (Supra+) !rrests bacterial cell 7all synthesis and inhibits bacterial gro7th by binding to one or more of the penicillin#binding proteins. *// mgBd @ or divided >.,h N., years: < mgBkgBd @ or * mgBkgBd @ bid O., years or O-/ kg: !dminister as in adults 8oadministration of aminoglycosides increases nephroto+icityM probenecid may increase effectsM carbamazepine levels may be increased B # Jsually safe but benefits must out7eigh the risks. Superinfections possible during prolonged therapyM adjust dose in renal insufficiency

Intera,ti"ns

Pre!nan,+

Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity Intera,ti"ns

Pre!nan,+ Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n

'o+ycycline (Eibramycin) !ntibiotic 7ith 7ide antimicrobialactivity against gram#positive and gram#negative

organisms. A$ult D"se Pe$iatri, D"se .// mg @ >.,h O< years and O.// lb: !dminister as in adultsM not for use in children younger than < y (can cause permanent dental staining and bone development abnormality) "etracyclines decrease prothrombin activityM hence, e+ercise caution in patients on anticoagulantsM may interfere 7ith oral contraceptivesM barbiturates, phenytoin, and carbamazepine decrease the level of tetracyclinesM absorption of tetracyclines is affected by calcium, iron, aluminium, and magnesium 8 # Safety during pregnancy has not been established 5ot for administration in children N< y or in pregnant or lactating 7omen

8"ntrain$i,ati"ns Aypersensitivity to tetracyclines

Intera,ti"ns

Pre!nan,+ Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se Pe$iatri, D"se 8"ntrain$i,ati"ns

6evoflo+acin (6eva>uin) &nhibits bacterial topoisomerase&E and '5! gyrase, 7hich are re>uired for bacterial '5! replication and transcription. -// mg @ >d 5ot recommended for children N.< y 'ocumented fluoro>uinolones hypersensitivity to

Intera,ti"ns

:nhances effects of 7arfarinM increased levels of theophylline may occurM increased risk of 85S stimulation 7hen used 7ith 5S!&'s 8 # Safety during pregnancy has not been established !void if allergic to other >uinolones

Pre!nan,+ Pre,auti"ns Dru! Na e Des,ripti"n

Gatiflo+acin ("e>uin) &nhibits bacterial topoisomerase&E and '5!

gyrase, 7hich are re>uired for bacterial '5! replication and transcription. A$ult D"se Pe$iatri, D"se 8"ntrain$i,ati"ns Intera,ti"ns Pre!nan,+ *// mg @ >d 5ot recommended for children N.< y 'ocumented fluoro>uinolones hypersensitivity to

%ay enhance effects of 7arfarinM may increase levels of digo+inM e+acerbates adverse 85S effects of 5S!&'s 8 # Safety during pregnancy has not been established %ay increase P"cM should be avoided in patients receiving class .! (eg, >uinidine, procainamide) or class &&& (eg, amiodarone, sotalol) antiarrhythmic agentsM should be used 7ith caution in patients taking drugs that may affect P"c such as cisapride, erythromycin, antipsychotics, and "8!s "rimethoprim and sulfametho+azole (Bactrim 'S, Septra 'S) &nhibits bacterial gro7th by inhibiting synthesis of dihydrofolic acid. @ne double# strength tab contains trimethoprim ("% ) .0/ mg and sulfametho+azole (S%Q) <// mg . 'S tab @ >.,h < mgBkgBd "% >.,h divided and */ mgBkgBd S%Q @

Pre,auti"ns

Dru! Na e

Des,ripti"n

A$ult D"se Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns

'ocumented hypersensitivityM megaloblastic anemia due to folate deficiencyM term pregnancyM breastfeeding 7omen and infants N, mo because of possibility of development of kernicterus %ay increase " 7hen used 7ith 7arfarin (perform coagulation tests and adjust dose accordingly)M coadministration 7ith dapsone may increase blood levels of both drugsM coadministration of diuretics increases incidence of thrombocytopenia purpura in elderly patientsM phenytoin levels may increase 7ith coadministrationM may potentiate effects of %"Q in bone marro7

Intera,ti"ns

depressionM hypoglycemic response to sulfonylureas may increase 7ith coadministrationM may increase levels of zidovudine Pre!nan,+ 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. 'iscontinue at first appearance of skin rash or sign of adverse reactionM obtain 8B8 counts fre>uentlyM discontinue therapy if significant hematologic changes occurM goiter, diuresis, and hypoglycemia may occur 7ith sulfonamidesM prolonged &E infusions or high doses may cause bone marro7 depression (if signs occur, administer -#.- mgBd leucovorin)M caution in folate deficiency (eg, patients 7ith chronic alcoholism, elderly patients, those receiving anticonvulsant therapy, or those 7ith malabsorption syndrome)M hemolysis may occur in individuals 7ho are G#0# ' deficientM patients 7ith !&'S may not tolerate or respond to "% #S%QM caution in renal or hepatic impairment (perform urinalyses and renal function tests during therapy)M administer fluids to prevent crystalluria and stone formation

Pre,auti"ns

,. 'ekongestan topikal !gonis alfa adrenergik yang bekerja melalui vasokonstriksi dari mukosa pembuluh darah yang berdilatasi. "erapi ini diberikan dengan hati#hati pada pasien anak dan lanjut usia. enggunaan jangka panjang dapat menyebabkan rebound yang selanjutnya menyebabkan rhinitis medikamentosa. Dru! Na e @+ymetazoline (!frin) !pplied directly to mucous membranes, 7here it stimulates alpha#adrenergic receptors and causes vasoconstriction. 'econgestion occurs 7ithout drastic changes in blood pressure, vascular redistribution, or cardiac stimulation. !vailable in /./-2 nasal solutionM ,#1 gtt each nostril >.,hM generally, use for no longer than - d

Des,ripti"n

A$ult D"se

Pe$iatri, D"se

N0 years: 5ot recommended O0 years: .#, gtt >.,h for 1#- d Aypotensive action of guanethidine may be reversedM concurrent administration 7ith methyldopa may result in increased vasopressor responseM concurrent use of %!@&s and ephedrine may result in hypertensive crisisM pressor sensitivity to mi+ed#acting agents such as ephedrine may be increasedM guanethidine potentiates effects of epinephrine and inhibits effects of ephedrineM phenothiazines may reverse action of nasal decongestants such as o+ymetazolineM "8!s potentiate vasopressor response and may result in dysrhythmias 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. 8aution in patients 7ith hyperthyroidism, coronary artery and ischemic heart disease, diabetes mellitus, increased intraocular pressure, or prostatic hypertrophyM because of increase in vasoconstriction, patients 7ho are hypertensive may e+perience change in blood pressureM do not use topical decongestants for longer than 1#- d 5aphazoline ( rivine) !lpha#adrenergic effects on arterioles of conjunctiva and nasal mucosa produce vasoconstriction. , gtt of /./-2 nasal solution in each nostril >1#0hM generally, not to e+ceed 1#- d N0 years: 5ot recommended 0#., years: !dminister .#, gtt of /./,-2 solutionM do not use for more than 1#- d

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivityM %!@&s

Intera,ti"ns

Pre!nan,+

Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se Pe$iatri, D"se

'ocumented hypersensitivityM narro7#angle 8"ntrain$i,ati"ns glaucomaM do not use before a peripheral iridectomy is performed Intera,ti"ns 9isk of hypertensive reactions increases 7hen used concurrently 7ith "8!s or %!@&sM to+icity increases 7hen used concurrently 7ith anesthetics

Pre!nan,+

8 # Safety for use during pregnancy has not been established. rolonged use may cause rebound congestionM caution in patients 7ith diabetes, hypertension, heart disease, cerebral arteriosclerosis, hyperthyroidism, and asthma "etrahydrozoline ("yzine, Eisine) !lpha#adrenergic effects on nasal mucosa produce vasoconstriction. ,#* gtt of /..2 nasal solution in each nostril >*#0hM do not use longer than 1#- d N, years: 5ot recommended ,#0 years: %ay administer ,#1 gtt of /./-2 nasal solution in each nostril >*#0h, not to e+ceed 1#- d 'ocumented hypersensitivityM narro7#angle glaucoma 9isk of hypertensive reactions increases 7hen used concurrently 7ith "8!s or %!@&s 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. rolonged use may cause rebound congestionM caution in patients 7ith diabetes, hypertension, heart disease, cerebral arteriosclerosis, hyperthyroidism, and asthma Qylometazoline (@trivin) !pplied directly to mucous membranes, 7here it stimulates alpha#adrenergic receptors and causes vasoconstriction. ,#1 gtt of /..2 nasal solution in each nostril ><#./hM generally, do not use for longer than 1#- d N, years: Jse only under direct supervision of physician ,#., years: ,#1 gtt of /./-2 nasal solution ><#./h O., years: !dminister as in adultsM duration of treatment generally not to e+ceed - d

Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se

Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns Intera,ti"ns Pre!nan,+

Pre,auti"ns

Dru! Na e Des,ripti"n

A$ult D"se Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns

'ocumented hypersensitivityM narro7#angle glaucoma 9isk of hypertensive reactions increases 7hen used concurrently 7ith "8!s or %!@&sM to+icity increases 7hen used concurrently 7ith anesthetics 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. rolonged use may cause rebound congestionM caution in patients 7ith diabetes, hypertension, heart disease, cerebral arteriosclerosis, hyperthyroidism, and asthma

Intera,ti"ns

Pre!nan,+

Pre,auti"ns

1. Kortikosteroid topikal Sangat efektif pada pasien dengan sinusitis kronis yang disertai dengan rhinitis alergi, rhinitis medikamentosa dan polip nasi. Kortikosteroid topikal dan antibiotik sekarang ini adalah kunci dari pengobatan sinusitis kronis yang adekuat. Dru! Na e $luticasone propionate ($lonase) !pplied as nasal spray. articularly effective in allergic and vasomotor rhinosinusitis and rhinosinusitis medicamentosa. Jsed as prophyla+is for nasal polyps. lasma concentrations very lo7 follo7ing intranasal administration in recommended doses. -/ mcgBsprayM , sprays in each nostril >d or . spray in each nostril bidM not to e+ceed total dose of ,// mcgBd N., years: 5ot recommended O., years: . spray (-/ mcg) in each nostril >d 5one reportedM concomitant use 7ith other inhaled andBor systemically absorbed corticosteroids can increase risk of hypercorticism andBor suppression of A ! 8 # Safety for use during pregnancy has not been established.

Des,ripti"n

A$ult D"se

Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity Intera,ti"ns

Pre!nan,+

Pre,auti"ns

:pista+is or sensations of nasal burnings may occurM local candidal infections of nasopharyn+ have been reported 7ith topical steroid useM al7ays consider potential risk of suppression of A ! 7hen using large dose for prolonged periodsM rare cases of cataract, glaucoma, and increased intraocular pressure have been reported follo7ing intranasal use of corticosteroidsM concomitant use of intranasal corticosteroids and other inhaled andBor systemically absorbed corticosteroids may cause hypercorticism andBor A ! suppressionM if e+posed to measles or chickenpo+, consider prophylactic therapy Beclomethasone !P) dipropionate (Beconase

Dru! Na e

Des,ripti"n

"opical steroid nasal spray. !cts locally as anti#inflammatory and vasoconstrictor. 9eadily absorbed through nasopharyngeal mucosa and G& tract. Jseful in allergic and vasomotor rhinosinusitis and sinusitis medicamentosa. *, mcgBsprayM . spray in each nostril bidBtidB>id N0 years: 5ot recommended 0#., years: . spray in each nostril tid O., years: !dminister as in adults 5one reportedM concomitant use 7ith other inhaled andBor systemically absorbed corticosteroids can increase risk of hypercorticism andBor suppression of A ! 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. !l7ays consider potential risk of suppression of A ! 7hen using large dose for prolonged periodsM rare cases of cataract, glaucoma, and increased intraocular pressure have been reported follo7ing intranasal use of corticosteroidsM concomitant use of intranasal corticosteroids and other inhaled andBor systemically

A$ult D"se Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity Intera,ti"ns

Pre!nan,+ Pre,auti"ns

absorbed corticosteroids may cause hypercorticism andBor A ! suppressionM if e+posed to measles or chickenpo+, consider prophylactic therapy *. 5asal spray 5asal spray membantu dalam melembabkan, mengurangi edema mukosa, mengurangi kekentalan dari mukus. Dru! Na e Des,ripti"n A$ult D"se Pe$iatri, D"se Intera,ti"ns Pre!nan,+ Saline nasal spray (!yr, @cean) 6oosens mucous secretions to help remove mucus from nose and sinuses. /.0-2 buffered isotonic sodium chloride nasal solution, .#, sprays or gtt in each nostril !dminister as in adults 5one reported ! # Safe in pregnancy

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity

Pre,auti"ns 5one reported -. %ast 8ell Stabilizer 'apat membantu pada pasien dengan sinusitis kronis yang disertai rhinitis alergi. Dru! Na e 8romolyn sodium (5asalcrom) Des,ripti"n &nhibits degranulation of sensitized mast cells follo7ing their e+posure to specific antigens. -., mgBsprayM . spray in each nostril >*#0hM begin .#, 7k before e+posure to kno7n allergen N0 years: 5ot recommended O0 years: . spray of -., mg >0h 5one reported 8 # Safety for use during pregnancy has not been established. 8aution in renal or hepatic impairmentM symptoms may reoccur 7hen 7ithdra7ing drug

A$ult D"se Pe$iatri, D"se

8"ntrain$i,ati"ns 'ocumented hypersensitivity Intera,ti"ns Pre!nan,+ Pre,auti"ns

B. 5on %edikamentosa %eliputi diatermi, pungsi R irigasi sinus (sinusitis maksila), pencucian roetz (sinusitis etmoid, sinusitis frontal R sinusitis sfenoid), pembedahan radikal R tidak radikal. 'iatermi menggunakan gelombang pendek di daerah sinus paranasal yang sakit selama ./ hari. ungsi R irigasi sinus dan pencucian roetz dilakukan , kali seminggu. Cika tindakan ini telah kita lakukan lebih -#0 kali namun masih belum ada perbaikan dimana sekret purulen masih tetap banyak maka keadaan ini kita anggap telah irreversibel. !rtinya mukosa sinus paranasal tidak dapat lagi kembali normal. Aal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan sinoskopi dan dapat diatasi dengan tindakan operasi radikal. emeriksaan sinoskopi melihat langsung antrum (sinus maksila) menggunakan bantuan endoskopi. @perasi radikal dilakukan setelah pengobatan konservatif tidak berhasil. "indakan ini bertujuan mengangkat mukosa sinus paranasal yang patologis atau melakukan drainase sinus paranasal yang sakit. !da beberapa jenis operasi radikal pada sinusitis paranasal, yaitu : :tmoidektomi : embedahan untuk sinusitis etmoid. @perasi Killian : embedahan untuk sinusitis frontal. Belakangan ini, para ahli mengembangkan tindakan pembedahan sinus paranasal yang bukan radikal dengan menggunakan bantuan endoskopi. rinsipnya membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal sebagai sumber sumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus paranasal lancar kembali melalui ostium alami. !khirnya sinus paranasal diharapkan dapat normal kembali. "indakan ini disebut Bedah Sinus :ndoskopik $ungsional (BS:$). .) @perasi 8ald7ell#6uc @perasi 8ald7ell#6uc atau radikal antrostomi adalah operasi pada antrum sinus maksilaris beserta organ#organ di dalamnya dengan maksud membuang jaringan patologis yang terbentuk akibat proses radang atau akibat kelainan dengan harapan nantinya akan tumbuh mukosa normal. Selain itu juga digunakan untuk biopsi bila ada persangkaan keganasan di antrum sinus maksilaris, sebagai transantral operation dan untuk membuat material graft dan dinding lateral antrum guna ditanamkan di tempat lain misalnya pada perforasi septum. a. &ndikasi : antrokoanal polip suspek keganasan pada antrum sinus peradangan kronik antrum sinus dengan sebab kelainan anatomis drainase sebelum pemberian terapi radiasi sebagai transantral operation pada etmoidektomi transantral reduksi pada midfasial fraktur ligasi arteri maksilaris interna mengatasi kelainan kelenjar hipofise

melakukan pemotongan nervus vidianus dekompresi orbita pada malignant eksoftalmus b. Komplikasi : @steomielitis tulang maksila Sinusitis maksilaris kronis $istula sublabial $istula oroantral Sinusitis rekuren Aipestesi sampai anestesi pada gigi, gusi dan rahang atas Sinekia Bengkak pada pipi erdarahan engeluaran sekret hidung terus menerus Kelainan gigi rahang atas "ertutupnya nasoantral 7indo7 arestesi pipi

,) $:SS ($unctional :ndoscopic Sinus Surgery) $:SS sangat efektif dalam diagnosis dan terapi pada sinusitis kronis, neoplasma jinak maupun ganas dari sinus, polip nasi, rinore 8S$, kista mucocele sinus, Grave4s disease, edema dan pendarahan orbital. "ehnik ini dimulai di :ropa pada tahun .=;/an dan diperkenalkan di !merika Serikat pada pertengahan .=</an. rinsip dari pembedahan ini adalah membuka muara sinus menjadi lebih lebar, membersihkan jaringan patologis dari osteomeatal kompleks dan ventilasi. "erapi ini sangat efektif dan sangat populer akhir#akhir ini. &ndikasi : a. Kegagalan terapi dari sinusitis kronis (harus melalui penanganan oleh spesialis "A" terlebih dahulu). b. Sinusitis yang telah mengalami komplikasi. c. %ulipel atau polip yang rekuren dengan obstruksi saluran nafas. d. %ucocele e. 8hronic anterior headache f. Gangguan penciuman g. &nverted papilloma h. Kebocoran 8S$ i. 'acryocystorhinostomy j. 'ekompresi orbital k. 8hoanal atresia dan obstruksi ductus lakrimalis emeriksaan yang perlu dilakukan sebelum $:SS dilakukan adalah coronal 8" scan, complete a+ial 8" scan (pada kasus yang kompleks), kultur dan tes sensitivitas dan tes alergi.

Da*ri"sitis eradangan pada sakus lakrimasi, yang biasanya terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimalis. :tiologi rimer stenosis inflamasi idiopatik Sekunder "rauma, &nfeksi, &nflamasi, 5eoplasma, @bstruksi mekanik Klasifikasi !kut abses sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya Kronis infeksi dan peradangan pada konjungtiva Kongenital amniotecele (berhubungan) atogenesis "ahap obstruksi tahap infeksi tahap sikatrik Gambaran Klinis : - 5yeri fokal kemerahan - :pifora , ocular discharge ada pemeriksaan : pembengkakan sakus lakrimalis dan discharge enunjang 'iagnosis enatalaksanaan ; 'efinition : it is a common ophthalmopathy, due to narro7 or obstruction of nasolacrimal duct, tears retain in the lacrimal sac complicated by bacterial infection. ; ; :tiology: kinds of infections induce narro7 or obstruction of nasolacrimal duct. 'iagnosis: ..epiphora, eczema on neighboring ,.mucous or mucopurulent secretion flo7ing out from the lacrimal punctum 1. Syringing of lacrimal passages ; "reatment: 'rop antibiotic eyedrops 'acryocystorhinostomy 6aser lacryocystoplasty

robing of lacrimal passage &t is potential focus of infection 7hich can cause endophthalmitis 7hen operating on the eye. &t is must be cured before an operation

Buta Senja

Anda mungkin juga menyukai